Masih ingat dengan Octagon Studio, startup asal Bandung yang kreasi di bidang AR dan VR-nya berhasil mencuri perhatian publik internasional? Mereka kini kembali dengan produk yang cukup menarik sekaligus inovatif, yang mencoba mempertemukan kemajuan teknologi dengan fashion.
Produk yang dimaksud adalah lini pakaian berbasis augmented reality (AR). Produk ini sempat Octagon pamerkan saat menjadi salah satu exhibitor di ajang Wearable Technology Show tahun lalu. Di sana, dengan berbekal aplikasi ponsel Wear 4D+, pengunjung dapat menyaksikan gambar seekor orang utan pada sebuah kaus yang tiba-tiba ‘hidup’ dan bergerak.
Ya, Anda boleh saja mengganggapnya Pokemon Go yang disematkan ke dalam pakaian. Octagon sendiri memang punya misi untuk menginkorporasikan inovasi AR ke dalam kehidupan sehari-hari, dan pakaian pun merupakan pilihan yang tepat kalau melihat perannya sebagai salah satu kebutuhan primer.
Octagon membidik kalangan anak-anak sebagai target pasar T-Shirt AR Wear 4D+ – dengan variasi ukuran untuk usia 1 sampai 6 tahun – tapi saya tidak kaget andai ke depannya ada versi untuk orang dewasa. Di awal peluncurannya ini, sudah ada dua desain orisinil yang disiapkan: Polar Bear dan Baby Dino.
Untuk Polar Bear, yang akan anak-anak lihat di layar smartphone atau tablet-nya adalah seekor beruang kutub yang tengah bereksplorasi, sedangkan pada Baby Dino anak-anak akan dikejutkan oleh seekor dinosaurus yang baru saja keluar dari cangkang telurnya.
Ke depannya saya yakin bakal hadir desain-desain baru yang lebih segar. Pun begitu, berdasarkan informasi yang tercantum pada laman aplikasi Wear 4D+, pengguna rupanya juga bisa memanfaatkan sejumlah desain yang ada di sini dan menyablonnya sendiri, atau bahkan meracik AR marker-nya sendiri menggunakan app yang sama.
Untuk sekarang, Anda yang tertarik membelikan anak-anak, keponakan atau cucu Anda bisa langsung mengunjungi situs resmi Octagon Studio. Baik Polar Bear maupun Baby Dino sama-sama dibanderol Rp 175 ribu, sedangkan aplikasinya gratis di Google Play ataupun App Store.
Bicara soal augmented reality (AR) dan virtual reality (VR), nama-nama yang tebersit di benak kita mungkin adalah Microsoft HoloLens, Oculus Rift, Google Cardboard, dan lain sebagainya. Namun siapa yang menyangka kalau di Indonesia, tepatnya di kota Bandung, berdiri sebuah startup yang bergerak di kedua bidang tersebut, dengan prestasi di kancah internasional?
Mereka adalah Octagon Studio, dan belum lama ini, mereka berhasil membawa pulang trofi Best App dan Rising Star Awards dari eventWearable Technology Show (WTS) 2016 yang dihelat di kota London pada tanggal 15 – 16 Maret lalu.
Kemenangan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Octagon. Dalam kesempatan pertama mereka mengikuti ajang WTS 2015 tahun lalu, Octagon hanya terpilih sebagai nominator untuk kategori Best App, Rising Star dan Best AR/VR Company.
Lalu apa sebenarnya yang membuat Octagon Studio begitu istimewa, hingga akhirnya mereka bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan luar? Well, portofolio produk mereka begitu luas, mencakup ranah edukasi hingga industri.
Salah satu produknya yang paling populer adalah seri kartu pengingat (flashcard) edukatif berbasis AR. Produk ini dirancang untuk mengajarkan alfabet, bahasa Inggris, serta pengetahuan tentang dunia satwa, profesi, angkasa luar hingga makhluk-makhluk prasejarah. Berdasarkan keterangan yang diberikan CMO Octagon, Stella Setyiadi, sejauh ini mereka telah menjual lebih dari 200.000 unit AR flashcard ini baik di dalam maupun luar negeri.
Luar negeri? Ya benar, meski berbasis di tanah air, produk-produk besutan Octagon Studio rupanya telah dikenal cukup luas di mancanegara. Reseller produk-produknya sejauh ini sudah tersebar di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Hong Kong, Australia, Perancis, Irlandia, Inggris Raya, Amerika Serikat hingga Kanada.
Bagaimana sebenarnya cara kerja produk AR flashcard ini? Well, sepintas mereka hanyalah kartu biasa bergambar binatang, dinosaurus, planet dan lain sebagainya. Namun ketika dikombinasikan dengan aplikasi mobile, gambar-gambar tersebut akan ‘hidup’ dalam wujud tiga dimensi yang mendetail. Tak hanya itu, interaksinya pun beragam. Saat kartu bergambar sapi Anda dekatkan dengan kartu bergambar rumput misalnya, maka dari aplikasinya akan tampak seekor sapi yang tengah merumput.
Beralih ke VR, Octagon memiliki produk headset yang mereka juluki VR Luna. Headset ini dirancang dengan basis Google Cardboard, namun mengemas sejumlah penyempurnaan, di antaranya material yang lebih kokoh serta desain terbuka yang tidak mengisolasi kamera smartphone di dalam headset.
Dengan demikian, VR Luna sebenarnya juga bisa disinergikan dengan produk-produk AR flashcard tadi untuk menyajikan pengalaman mixed reality. Ketimbang hanya menyaksikan hewan-hewan tadi ‘hidup’ di layar smartphone, pengguna VR Luna bisa menikmatinya secara lebih immersive.
Ajang WTS 2016 kemarin turut dimanfaatkan Octagon untuk memperkenalkan produk terbaru mereka, yakni seri AR T-Shirt. Konsep AR flashcard mereka yang populer tersebut kini diusung ke pakaian kasual yang biasa dikenakan sehari-harinya.
Sama seperti AR flashcard, kaus-kaus ini sepintas tak terlihat berbeda dari kaus pada umumnya. Namun saat dilihat menggunakan aplikasi smartphone yang tersedia secara cuma-cuma, gambar hewan maupun makhluk prasejarah yang terpatri pada kaus tersebut akan ‘hidup’ seketika, seperti yang bisa Anda lihat pada video unggahan salah satu pengunjung acara berikut ini.
Kendati sudah bisa dibilang cukup sukses, perjalanan yang harus dilalui Octagon Studio sebenarnya masih panjang. Hal ini banyak dipengaruhi oleh tren AR dan VR yang masih tergolong baru di tanah air. Pun begitu, Octagon optimis bahwa konsumen tanah air tak butuh waktu lama untuk menjadi familier dengan AR dan VR.
Untuk itu, mereka akan terus meningkatkan brand awareness dengan aktif mengikuti berbagai pameran, konferensi maupun melalui media sosial. Di saat yang sama, Stella juga menuturkan bahwa Octagon tak akan berhenti melakukan ekspansi, baik dari segi produk maupun jangkauan pasar.
Berbagai ide kreatif dari timnya akan terus digodok hingga menjadi produk final yang inovatif. Stella bahkan sempat menyebutkan bahwa timnya sudah mulai menggarap VR headset untuk PC ala Oculus Rift, meskipun masih dalam tahap pengembangan awal.
Soal jangkauan pasar, Octagon saat ini tengah melangsungkan diskusi bersama sejumlah lembaga pendidikan yang tertarik untuk menerapkan sejumlah produk Octagon dalam kurikulum belajar-mengajar mereka.
Dilihat dari kacamata konsumen, prestasi yang dicapai Octagon sejauh ini memang sangat fenomenal. Mereka dikenal di kancah internasional, padahal tren AR dan VR di negara asalnya masih belum begitu meluas.
Fokusnya yang berawal di bidang pendidikan juga menjadi bukti bahwa mereka tidak hanya mengejar keuntungan saja di ranah yang masih baru ini, tetapi juga untuk memberikan sarana belajar alternatif yang lebih menarik dan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Update: Sedikit tentang profil perusahaan, Octagon Studio didirikan pada tahun 2013 oleh pria berkebangsaan Irlandia, Michael Healy, yang kini bertindak sebagai CEO. Beliau ditemani oleh sepasang co-founder yaitu Aurelia Vina (COO) dan Hasbi Asyadiq (CTO). Saat ini Octagon Studio beroperasi di bawah PT Transport System Solutions. Markas besarnya sendiri berada di Irlandia, akan tetapi semua sumber dayanya ditempatkan di kantor mereka di kota Bandung.