Tag Archives: Ardya Dipta

Dari sejumlah startup yang diwawancara DailySocial, kebanyakan posisi engineer AI diisi oleh talenta lokal

Pencarian Talenta “Engineer AI” untuk Startup Indonesia

Apakah kalian pernah mendengar istilah automatisasi, chatbot, hingga kecerdasan buatan? Dulu teknologi ini dianggap sebagai keajaiban. Kini teknologi itu terus dipelajari dan terus dikembangkan oleh engineer AI (Artificial intelligence). Mereka adalah orang-orang di balik robot yang membalas chat kita dengan cepat, sistem yang mampu mengkalkulasi dan memvisualisasi data, dan semacamnya.

DailySocial mencoba menggali bagaimana startup yang memiliki fokus di layanan AI atau memiliki tim atau divisi khusus AI mengembangkan tim dan saling menumbuhkan pengetahuan dan keterampilan masing-masing.

100% talenta lokal

Volantis, misalnya, adalah perusahaan yang menawarkan layanan pengelolaan data menggunakan teknologi AI dan Machine Learning, baik untuk keperluan preskriptif maupun prediktif. Kini mereka memiliki 12 software engineer dan 6 data scientist. Semua merupakan karyawan lokal yang sudah dibina sejak tahun 2016.

“Kami percaya bahwa senioritas bukan segalanya dan kami percaya bahwa anak-anak yang cerdas jika diberikan pelatihan dan kesempatan akan sangat cepat dalam mengakuisisi skill. Sebagian besar engineer kami merupakan kader dari fresh graduate yang kami didik dari awal. Kami juga percaya bahwa problem solving, sains dasar, logika dan math yang kuat sangat berperan di dalam kualitas engineer. Sebagian besar engineer merupakan anak-anak (sains) murni, baik dari fisika, matematika, ataupun ilmu komputer,” terang CEO Volantis Bachtiar Rifai.

Salah satu bidang AI yang banyak diterapkan di bisnis Indonesia adalah NLP. Menggunakan cabang ilmu ini, teknologi mampu membaca inputan bahasa Indonesia kemudian merespons secara natural. Semuanya otomatis. Teknologi AI berperan menerjemahkan maksud dan memberikan respons yang relevan.

Startup yang menerapkan teknologi ini adalah Kata.ai. CTO Kata.ai Pria Purnama menjelaskan, saat ini mereka memiliki 2 Senior Research Scientist dan 1 Machine Learning Engineer. Semuanya orang Indonesia. Hanya saja mereka adalah lulusan luar negeri, yaitu Italia, Inggris, dan Jerman.

“Benang merahnya ada satu: orang Indonesia yang paham bagaimana tantangannya membuat NLP Bahasa Indonesia,” jelasnya.

Di lini bisnis yang hampir sama hadir Prosa.ai. Teguh Budiarto, CEO Prosa.ai, menceritakan pihaknya saat ini membangun building blocks technology berupa fungsi AI untuk menghasilkan analisis maupun kemampuan merespons data. Hasilnya diimplementasikan dalam bentuk chatbot, sentiment analysis, dan regulatory technology untuk data berupa teks. Data suara akan menghasilkan solusi voice biometric, call center transcription, dan semacamnya; sedangkan data image dan video untuk people and vehicle management system.

“Kami ada lebih dari 30 orang AI engineer dan lebih dari 20 orang software engineer. Dibantu persiapan data oleh lebih dari 60 orang annotator, baik itu untuk data text, suara maupun image atau video. 100% mereka talenta lokal,” terang Teguh.

Sementara Bahasa.ai mengombinasikan kemampuan AI dan WhatsApp untuk layanan yang secara otomatis mengakomodir kebutuhan pengguna. Mereka memiliki sejumlah klien kenamaan, seperti DANA, Smartfren, Bank Sinarmas, dan Sociolla.

“Tim inti yang mengembangkan core model natural language processing kami ada 3 orang AI engineer (termasuk salah satu founder), dibantu beberapa software engineer yang membantu implementasi model tersebut di real business use. Sampai saat ini kami masih dibantu dengan 100% talenta dalam negeri. Karena bisnis kami adalah mengembangkan teknologi AI untuk pemahaman Bahasa Indonesia, kami ingin semua tim kami memiliki konteks bahasa yang lengkap—yang hanya dapat didapat oleh penutur asli bahasa tersebut,” ungkap Co-Founder & Chief AI Bahasa.ai Samsul Rahmadani.

Kemudian ada Nodeflux. Startup yang bergerak di bidang vision AI ini menyediakan solusi mengubah data gambar atau video menjadi data terstruktur atau informasi yang bermanfaat.

Co-founder dan CEO Nodeflux Meidy Fitranto menjelaskan, saat ini mereka memiliki 50 engineer dan semuanya talenta lokal.

“Iya untuk talenta engineer AI, kita untuk pengkaderan akan ada semacam mentoring dari senior level AI engineer ke junior level, di mana senior AI engineer akan bersama-sama junior engineer menyelesaikan computer vision case, mulai dari membuat model analytics hingga optimisasi dan experiment,” terang Meidy.

DailySocial juga berbincang dengan dua startup unicorn Indonesia, Bukalapak dan Gojek.

Head of AI Research Bukalapak Muhammad Ghifary menceritakan bahwa mereka memiliki divisi khusus AI. Divisi tersebut fokus pada penyediaan dan inovasi produk dan layaan berbasis AI. Ada dua proses yang berkaitan dengan AI, yakni R&D dan engineering. Proses R&D bertujuan menghasilkan model atau solusi AI yang melakukan fungsi-fungsi tertentu. Sementara proses engineering dilakukan agar solusi AI tersebut mampu diimplementasi dan digunakan di skala besar.

“Saat ini kurang lebih ada 14 engineer AI yang semuanya merupakan talenta-talenta dalam negeri dengan latar belakang pendidikan dalam negeri maupun luar negeri,” jelas Ghifary.

Di Gojek, tim yang bertanggung jawab mengembangkan dan menerapkan teknologi AI adalah tim data science. Tim ini mengikuti proses CRISP-DM (Cross Industry Standard Process for Data Mining). Gojek memiliki sekitar 40 data scientist dan 20 machine learning engineer.

“Sebagai global company, tim kami tersebar di berbagai negara, yaitu Indonesia, Singapura, India, dan Thailand,” ujar Senior Data Scientist Gojek Ardya Dipta.

Talente AI engineer

Pengelolaan dan pengembangan tim

Di Volantis, pembentukan tim AI melalui beberapa tahap penyaringan, baik melalui tes tertulis maupun wawancara. Talenta yang dicari adalah mereka dengan kemampuan logika dan problem solving yang cemerlang. Ketika sudah berhasil bergabung, mereka akan didukung sarana riset dan pengembangan yang mumpuni sehingga bisa berkembang dan memberikan value ke perusahaan.

Untuk Kata.ai, mereka aktif dan rutin melakukan bedah paper, inovasi baru apapun yang sudah dipublikasikan akan dibahas. Jika ada yang dinilai sesuai dengan kebutuhan, mereka akan mengembangkannya lebih lanjut.

“Hasilnya dapat berubah improvement di platform Kata.ai dan juga kita publikasikan kembali. Biasanya kita publish 2/3 paper per tahunnya di konferensi seperti INACL, ACL, CICLing, dan semacamnya,” jelas Pria.

Pengembangan dan review paper juga dilakukan tim engineer AI di Bahasa.ai. Setiap penelitian baru bertema AI akan dibahas, didiskusikan, hingga diimplementasikan jika perlu. Ini mereka lakukan agar tetap update terhadap perkembangan teknologi.

Pengelolaan dan pengembangan di Prosa.ai dimulai dengan seleksi dengan kualifikasi yang cukup lengkap. Di dalam perusahaan mereka melakukan pengkaderan dengan menyelenggarakan pelatihan yang terbagi menjadi beberapa level, sharing pengembangan teknologi AI, hingga mengirim anggota tim untuk menghadiri pelatihan, meetup, dan acara semacamnya di dalam maupun luar negeri.

“Prosa menyediakan sarana secara infrastruktur, serta dukungan biaya pelatihan disesuaikan dengan rekomendasi dari supervisor / lead di masing-masing divisi, yang dapat diajukan oleh setiap engineer. Kalau proposal disetujui, mereka bisa mengikutinya dengan dukungan penuh maupun sebagian,” imbuh Teguh.

Sementara di Nodeflux, tim engineer AI setidaknya harus memiliki minat dan kemampuan di bidang terkait. Selanjutnya ketika sudah menjadi bagian tim mereka akan mendapatkan sesi peer tutorial, tempat sesama engineer AI berbagi pengetahuan.

“Sumber referensi untuk ide-ide terkait AI biasanya dari research paper yang bersumber dari institusi, jurnal dan konferensi-konferensi terkemuka.  Itupun tidak semua dapat diterapkan. Engineer AI secara reguler mendiskusikan research paper dan aplikasinya serta membuat eksperimen yang dapat diterapkan di pekerjaan,” jelas Meidy.

Sementara untuk bisa menjadi tim engineer AI di Bukalapak dibutuhkan beberapa keahlian, seperti pengolahan dan analisis data, pengembangan model/solusi AI, hingga implementasi perangkat lunak berbasis AI untuk skala besar. Di samping itu dibutuhkan pula kemampuan matematis dan problem solving yang kuat.

Menurut Ghifary, Bukalapak memberikan kesempatan bagi anggota tim engineer AI untuk berkembang melalui development program yang mereka miliki. Training dan knowledge sharing juga menjadi tradisi di dalam tim.

Ardya menceritakan environment di Gojek sangat mendukung untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan. Selain adanya sesi knowledge sharing rutin mereka juga memiliki study group yang tiap minggunya membahas buku-buku yang berkatian.

“Penularan ilmu juga dapat dilakukan pada saat mengerjakan proyek bersama, yaitu dengan cara data scientist yang lebih senior memberikan mentorship ke yang lebih junior sambil melakukan review berkala secara mendalam. Setiap review terdokumentasi dengan baik dan ada sign-off dari mentor bahwa proyek yang dilakukan sudah sesuai dengan standar,” imbuh Ardya.

Susahkah mencari talenta?

Semakin banyaknya perusahaan yang menghadirkan dan mengembangkan solusi AI menciptakan kebutuhan engineer AI yang semakin meningkat. Bachtiar menilai di Indonesia banyak talenta yang hebat, hanya saja kesulitan utama yang ditemui adalah membentuk budaya inisiatif dan berfikir yang strategis.

“Kelemahan kita terkadang kita cenderung pasif walaupun sebenarnya mampu,” terangnya.

Sementara bagi Meidy, pencarian talenta secara umum merupakan tantangan tersendiri. Fokusnya tidak hanya pada skill tapi juga attitude yang sesuai dengan kultur perusahaan dan kemampuan untuk berkolaborasi. Apalagi AI adalah area yang masih terus berkembang.

“Gampang-gampang susah. Tentu saja experienced talent lebih susah karena selain perusahaan AI di Indonesia belum banyak, engineer AI cenderung berminat pada data text atau speech atau vision saja [satu cabang ilmu saja –red]. Tidak mudah mencarinya yang bagus-bagus performanya,” terang Teguh.

Bahasa.ai sendiri fokus mencari talenta yang memiliki keunggulan dua bidang, karena belum banyak pendidikan khusus di bidang studi AI.

“Biasanya kita mencari antara 2 macam orang: lulusan computer science yang mahir dalam matematika, atau lulusan matematika yang mahir dalam programming,” imbuh Samsul.

Sementara Gojek melihat masih adanya kesenjangan yang cukup tinggi antara kebutuhan dan ketersediaan talenta engineer AI di Indonesia. Gojek berusaha menghadirkan beberapa solusi terkait hal ini dengan menghadirkan GoAcademy, Upscale,  Bangkit, Gojek Xcelerate, hingga Community up dan meetup Data Science.

“Saat ini Gojek memiliki ribuan karyawan di Asia Tenggara dengan lebih dari 30 kewarganegaraan. Kami berharap adanya asimilasi talenta tersebut dapat mendorong akselerasi untuk pengembangan skill dan mencetak talenta-talenta berkualitas dunia, serta mendapatkan eksposur perusahaan multinasional dengan berbagai tantangan serta key learning-nya,” tutup Ardya.