Tag Archives: arloji

Beberapa Hal yang Membuat Saya Belum Yakin Untuk Membeli Smartwatch

Jauh sebelum melambungnya kepopuleran Android Wear dan Apple Watch, upaya menciptakan jam berkemampuan pintar sudah dilakukan sejak era 80-an. Dirilis di tahun 1982, Pulsar NL C01 diklaim sebagai arloji digital ‘memorybank‘ pertama di dunia. Lalu dua tahun setelahnya, Seiko menyingkap RC-1000 sebagai jam pertama yang dapat berinteraksi dengan komputer.

Saat ini, istilah smartwatch membuat kita segera membayangkan perangkat wearable canggih serbaguna yang juga bisa jadi ekstensi smartphone Anda. Mereka tersedia dalam beragam model, dan masing-masing menawarkan fungsi serta fitur unggulan berbeda. Suka tidak suka, smartwatch telah menjadi bagian dari sejarah horologi – yaitu ilmu yang mempelajari instrumen penunjuk waktu.

W 1
Apple Watch Series 3.

Setelah perusahaan seperti Apple, Samsung, Asus, Huawei dan kawan-kawan merilis smartwatch, merek-merek fashion dan sejumlah nama di dunia watchmaking tradisional sadar mereka harus berhadaptasi dengan perubahan ini. Sebagai respons, brand seperti Fossil, Louis Vuitton sampai Tag Heuer memperkenalkan perangkat wearable pintar bertema ‘mewah’.

Namun langkah berbeda yang diambil oleh sejumlah produsen smartwatch belakangan mengindikasikan adanya suatu perubahan yang tengah terjadi. Di Beselworld 2018, beberapa perusahaan seperti Skagen, Mondaine, Kronaby hingga a.b.art tiba-tiba secara berbarengan mengungkap smartwatch hybrid. Hampir semua produk-produk ini tidak memanfaatkan layar LED seperti di smartwatch populer, padahal panel sentuh merupakan medium terbaik dalam menyajikan informasi dan berinteraksi dengan konten.

W 2
Kronaby Sekel 41mm.

Kejadian tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan: Apakah konsumen mulai bosan dengan desain smartwatch yang begitu-begitu saja? Atau apakah pendekatan ini sengaja diambil agar smartwatch jadi lebih atraktif di mata pemerhati horologi serta pengguna arloji tradisional? Berdasarkan hasil survei DailySocial, pengguna smartwatch hybrid di Indonesia sendiri lebih sedikit dibandingkan pemilik fitness band ataupun smartwatch ‘standar’.

Bagi saya pribadi, smartwatch lebih terlihat menarik jika ia mempunyai kegunaan yang jelas. Itu alasannya saya lebih menyukai merek-merek spesialis olahraga ketimbang Android Wear atau produk Apple. Berenang adalah satu dari sedikit aktivitas favorit saya, dan saya jelas lebih memilih Garmin (misalnya Vivoactive 3) buat menemani saya melakukan kegiatan itu karena tidak perlu cemas air akan merusaknya.

W 3
Garmin Forerunner 645 Music.

Namun dari aspek penampilan, Garmin bukanlah perangkat yang cantik. Untuk sehari-hari, saya lebih sering mengenakan Timex, Casio atau Seiko. Mereka bukanlah merek mahal, tapi lebih mudah disesuaikan dengan aktivitas: Timex Weekender siap menemani di kala santai, Seiko dengan dial sederhana dapat dikenakan di acara-acara formal, lalu ketika ingin tampil sporty, G-Shock sudah menanti.

Melalui artikel ini, saya ingin mencoba mengungkapkan sejumlah hal yang membuat saya masih enggan untuk membeli smartwatch, terlepas dari harga yang kian terjangkau dan fitur yang semakin canggih. Siapa tahu, Anda juga punya pendapat serupa…

W 4
Casio G-Shock DW-5600.

 

Desain

Meneruskan argumen soal desain, saya ingin bercerita sedikit soal satu lineup jam buatan Junghans: Max Bill. Nama arloji ini diambil dari seorang arsitek, seniman dan desainer grafis legendaris asal Swiss yang melakukan studi di sekolah seni Staatliches Bauhaus, Jerman. Ia punya andil besar di ranah desain, berkontribusi langsung dalam penciptaan jam dan arloji Junghans, serta membuat konsep minimalis khas Bauhaus begitu terkenal dan menjadi kiblat perancangan brand lain.

W 5
Junkers Bauhaus Chronograph.

Elemen orisinalitas inilah yang absen di smartwatch. Dalam proses desain, mayoritas produsen sejauh ini hanya memastikan produknya punya penampilan klasik khas arloji. Langkah ini bisa dimaklumi, tapi sebenarnya, rancangan-rancangan radikal malah membuat sejumlah model jam tangan jadi begitu ikonis. Ambil contohnya Seiko Giugiaro 7A28-7000 milik Ellen Ripley di film Aliens atau Hamilton Pulsar LED digital yang dikenakan James Bond di Live and Let Die.

W 6
Seiko X Giugiaro Design Spirit Smart SCED035.

Di perspektif yang lebih ‘praktis’, smartwatch jauh lebih ringkih dibanding aloji biasa. Sejumlah brand jam sudah dibekali kemampuan anti-air, anti-benturan, hingga bisa tetap bekerja di suhu ekstrem. Dan saya tidak hanya mengacu pada G-Shock: Victorinox bisa jadi alternatif jika Anda menginginkan jam analog. Sedangkan ketika memakai smartwatch, kita harus memperlakukannya bak telur kaca.

W 7
Victorinox Swiss Army Alliance.

 

Brand dan heritage

Bagi pemerhati horologi, mengenakan arloji merupakan sebuah pernyataan dan hal ini sangat berkaitan dengan brand yang diusungnya. Menariknya, aspek terbaik di bidang ini adalah, selalu ada merek (dan model) yang merepresentasikan potongan penting sejarah horologi di tiap jenjang harga. Sebagai contoh: Casio F91W yang legendaris bisa Anda miliki cukup dengan mengeluarkan uang kurang dari Rp 200 ribu. Atau jika Anda ingin mencicipi apiknya jam otomatis, sejumlah anggota keluarga Seiko 5 dijual di bawah Rp 1 juta.

W 8
Casio F91W.

Dan sebagai pecinta arloji, saya masih lebih memilih merek yang betul-betul mewakilkan horologi ketimbang nama-nama perusahaan perangkat elektronik yang hingga sekarang tetap memproduksi alat komunikasi dan perabotan rumah tangga. Kiprah produsen smartwatch Android Wear populer dan Apple di ranah ini belum bisa menandingi pengalaman puluhan – bahkan ratusan tahun – para watchmaker ternama.

W 9
Seiko 5 SNK809K2.

Lalu bagaimana dengan smartwatch dari brand-brand fashion? Saya sendiri selalu berusaha menghindari jam bertema fashion karena pada umumnya mereka dirancang berdasarkan tren saat ini, dan keadaan tersebut berlaku pula pada smartwatch. Cepat atau lambat, fashion akan berubah. Hal ini akan mengembalikan argumentasi ke aspek desain: lebih baik memilih produk berpenampilan orisinal karena mereka tak lekang oleh waktu.

W 10
Rolex Submariner Oystersteel.

Beberapa model jam bahkan mempunyai karakter sangat kuat, dan ia bisa segera cocok dengan pakaian apapun yang Anda kenakan. Saya akan menggunakan contoh yang ‘cukup mahal’: Rolex Submariner. Meskipun ia merupakan archetype dari jam tangan penyelam, Anda dapat memakainya di event formal bersama jas atau melengkapi pakaian santai berupa kaos dan celana pendek.

 

Umur dan siklus hidup

Mungkin Anda pernah mendengar kisah tentang bagaimana arloji yang diberikan dari generasi ke generasi, atau mungkin saat ini Anda malah sedang mengenakan jam warisan orang tua yang dahulu menjadi kesayangan mereka. Produk baru memang banyak bermunculan, tapi kadang nilai sentimental sebuah benda membuatnya sangat berharga di mata si pemilik.

W 11
Timex Waterbury Classic Chronograph.

Hal ini merupakan efek positif dari karakteristik jam tangan. Ada dua tipe mekanisme dasar pada alat penunjuk waktu: quartz dan sistem mekanis. Quartz memanfaatkan osilator elektronik yang diatur kristal kuarsa, sedangkan jam mekanis sepenuhnya menggunakan per dan komponen-komponen kompleks buat mengukur waktu. Jam mekanis terbagi dua lagi: ada tipe otomatis (self-winding, akan tetap bekerja selama Anda mengenakannya sehari-hari) atau manual (jam putar).

W 12
Audemars Piguet Flying Tourbillon GMT.

Anda mungkin sudah tak asing dengan jam kinetik dan arloji tenaga surya. Namun istilah-istilah tersebut hanyalah pengembangan teknologi lebih jauh terkait cara jam mengumpulkan dan menyimpan tenaga.

Berbeda dari jam tangan, smartwatch bergantung sepenuhnya pada komponen elektronik. Kemampuan pintarnya sendiri bersender pada kehadiran berbagai macam sensor, misalnya gyroscope, acceleromater, temperatur, magnetometer, GPS, sensor optik, modul Bluetooth dan lain-lain. Bagian-bagian ini akan menua seiring pemakaian, dan umur dapat mengurangi kemampuan serta keakuratan fiturnya.

W 13
Citizen Eco-Drive Axiom.

Dan jangan lupakan baterainya. Sejumlah produk populer mengusung desain unibody dengan baterai terintegrasi, sehingga mustahil bagi orang biasa untuk mengakses atau mengganti bagian tersebut. Padahal kita tahu, baterai rechargeable punya siklus hidup. Setelah beberapa ratus kali proses isi ulang, kemampuannya menyimpan tenaga tak lagi maksimal.

W 14
Samsung Galaxy Watch.

Keadaan ini menunjukkan bagaimana smartwatch – seperti smartphone – memiliki umur yang tidak panjang, mungkin hanya beberapa tahun hingga Anda harus menggantinya. Jam quartz sendiri masih memanfaatkan baterai, namun ‘button cell‘ tersedia secara luas dan universal. Saya cukup yakin dalam 10 tahun ke depan, baterai koin tetap lebih mudah ditemukan ketimbang baterai cadangan Apple Watch generasi ketiga.

Dan kekurang di smartwatch ini menyambung ke argumen saya berikutnya.

 

Dukungan servis di masa depan

Salah satu timepiece favorit yang saya miliki adalah Seiko 5 tahun 1986. Saya bisa mengetahui info hingga ke bulan produksinya karena Seiko selalu membubuhkan serial di produk mereka. Jam ini merupakan jenis analog otomatis, dengan kaliber pergerakan yang tidak terlalu kompleks, dan harganya pun tidak mahal. Namun hingga kini, ia mampu menunjukkan waktu secara akurat, lalu sistem penyimpanan tenaganya masih sangat baik.

W 15
Seiko 5 SNKE01K1.

Jika merasa ada masalah, saya hanya tinggal membawanya ke service center (berlokasi di tengah kota Jakarta), dan mengeluarkan biaya yang tak terlampau besar agar ia dapat kembali normal. Layanan ini sangat mengesankan, apalagi buat barang berusia lebih dari 32 tahun. Dan saya yakin, ada banyak brand jam yang lebih premium punya layanan lebih baik lagi.

Kini pertanyaan yang sama saya ajukan pada smartwatch: adakah produsen yang bisa menjamin ketersediaan spare part dan layanan purna jual lima tahun, sepuluh tahun hingga dua puluh tahun setelah produk mereka dibeli?

W 16
Orient Bambino 2nd-Gen.

Buat saya, rasa aman dalam memiliki sebuah benda tak hanya didapatkan dengan menyadari bahwa barang tersebut awet dan dapat bekerja dalam waktu lama, namun juga mengetahui akan ada dukungan perbaikan di waktu yang akan datang kapan pun dibutuhkan.

 

Masih terasa kurang esensial

Alasan terakhir mengapa hingga kini saya masih enggan membeli smartwatch adalah belum adanya urgensi untuk memilikinya. Mendapatkan notifikasi ketika ada update di sosial media atau pesan masuk, serta menggunakan layar perangkat wearable buat menampilkan preview foto di smartphone memang menarik, tapi semuanya belum terasa esensial. Bahkan seandainya smartwatch tersebut telah dilengkapi konektivitas selular pun, saya tidak akan menggunakannya untuk melakukan panggilan kecuali jika betul-betul darurat.

W 17
ZTE Quartz Smartwatch.

“Bukankah smartwatch bisa membantu kita memonitor kondisi tubuh?” mungkin ini argumen dari beberapa orang. Khusus untuk kebutuhan itu, saya tidak akan membeli smartwatch. Saya jelas akan memilih activity tracker dari produsen yang telah lama menyelami ranah tersebut, misalnya Garmin atau Fitbit.

Tapi saya bukanlah atlet profesional ataupun individu yang super-antusias terhadap olahraga, dan belum merasa membutuhkannya. Bahkan saat melakukan olahraga favorit saya – yaitu berenang – saya merasa lebih nyaman jika tidak mengenakan apapun (tentu saja kecuali celana dan kacamata renang).

W 18
Smartband Sgnl.

Seandainya saya benar-benar menginginkan kapabilitas tracking, saat ini mulai tersedia produk strap pintar, satu contohnya adalah Sgnl. Bahkan pendekatan serupa turut diusung oleh Montblanc melalui smart strap Twin – disingkap di bulan Mei kemarin. Melalui metode ini, saya tetap bisa membawa kemampuan wearable pintar sembari mengenakan arloji kesayangan.

 

Penutup

Itu dia, lima penjabaran panjang mengapa saya masih merasa berat hati untuk membeli saudara jam tangan yang diklaim lebih pintar itu. Seandainya saya betul-betul dipaksa, mungkin pilihan saya akan sama seperti Glenn (kami sempat berdiskusi soal ini), yaitu smartwatch hybrid. Dan di antara banyaknya pilihan, saya pribadi lebih memfavoritkan brand-brand dengan warisan horologi yang kaya, misalnya Skagen atau Mondaine.

W 19
Mondaine Helvetica 1.

Lalu bagaimana jika saya punya modal mencukupi untuk membeli smartwatch dan arloji? Brand serta model apa yang akan saya pilih? Sejujurnya, saya bukanlah individu yang ambisius. Jam tangan impian saya (beberapa pakar horologi memberinya istilah ‘the Grail Watch’) bukanlah model-model high-end seharga ratusan juta dengan sistem tourbillon super-kompleks; melainkan varian ‘terjangkau’ yang saat ini masih sulit saya jangkau, yaitu arloji Bauhaus sesungguhnya, Junghans Max Bill.

Mengapa Max Bill? Sejujurnya, sebagai alumnus sekolah desain, konsep Bauhaus yang mengedepankan prinsip ‘form follows function‘ selalu menginspirasi saya. Inilah basis dari prosedur pembuatan desain dan arsitektur modern.

W 20
Junghans Max Bill.

 

Catatan: Semua gambar di artikel ini diambil dari situs resmi masing-masing produk. Untuk item-item yang tidak mempunyai laman khusus, gambar diambil dari situs Amazon. Header: Apple.com.

Jam Analog Conquest V.H.P. GMT Flash Setting Tidak Kalah Pintar dari Smartwatch

Melihat cara smartwatch bekerja, perangkat wearable ini betul-betul bersadar pada beberapa aspek penting: kemampuan komputasi, dukungan sensor, dan sambungan nirkabel. Melalui koneksi Bluetooth ke smartphone, smartwatch bisa melakukan banyak hal, seperti menampilkan notifikasi atau sekadar mengubah waktu ketika Anda pergi ke daerah lain.

Jam analog, khususnya model yang betul-betul menggunakan sistem pergerakan mekanik, mengharuskan kita untuk mengubah waktu dan tanggal secara manual. Namun Conquest V.H.P. GMT Flash Setting buatan Longines mempunyai kemampuan unik yang membuatnya tak kalah cerdas dari jam pintar ‘mainstream‘. Ia tidak dibekali Bluetooth ataupun Wi-Fi, Conquest V.H.P. GMT Flash Setting memanfaatkan flash untuk melakukan sinkronisasi dengan smartphone.

Mengubah waktu pada jam biasanya dilakukan dengan memutar bagian crown. Namun masalahnya, metode ini akan memengaruhi keakuratan pengukuran waktu. Jam bisa bertambah cepat ataupun lambat. Bagi Longines, hal tersebut tidak dapat dikompromi. Apalagi perusahaan arloji asal Swiss itu menamai produknya V.H.P. – kependekan dari Very High Precision.

Conquest V.H.P. GMT Flash Setting 1

Lalu bagaimana Conquest V.H.P. GMT Flash Setting melakukannya? Layaknya perangkat wearable pintar, Longines telah menyiapkan app mobile. Di sana, Anda bisa memilih waktu di tempat tinggal serta waktu lokasi Anda berkunjung. Di bagian crown aroloji in, Longines mencantumkan tombol untuk mengaktifkan fungsi pairing. Anda hanya perlu menekannya, kemudian menyalakan app, men-tap perintah ‘send time‘ dan mengarahkan lingkaran di display preview kamera ke bagian atas jam – metodenya mirip saat memindai kode QR.

Conquest V.H.P. GMT Flash Setting 2

Ketika app mendeteksi Conquest V.H.P. GMT Flash Setting, software tersebut akan mengaktifkan flash di smartphone. Jam tangannya mempunyai sensor cahaya tersembunyi di angka 12. Saat sensor jam membacanya, arloji secara otomatis akan mengubah waktu hingga ke tingkatan detik. Tombol pada crown juga berfungsi untuk mengubah tampilan waktu antara rumah dan lokasi Anda pergi – semuanya bisa dilakukan tanpa memutar crown.

Conquest V.H.P. GMT Flash Setting 3

Conquest V.H.P. GMT Flash Setting memiliki penampilan layaknya jam tangan analog. Longines menawarkan beberapa model, ada yang bertubuh stainless steel, versi hitam dengan coating PVD, opsi warna dial berbeda, serta pilihan case 41mm dan 43mm. Meski begitu, layout dial-nya tetap sama. Arloji mengusung sistem pergerakan quartz, tapi agar kompatibel ke teknologi ‘flash setting‘, ETA (penyedia movement) harus mengembangkannya selama empat tahun.

Soal akurasi, Conquest V.H.P. GMT Flash Setting tidak main-main. Persentase melencengnya waktunya sangat kecil: plus minus lima detik dalam setahun. Sangat luar biasa. Menariknya, keakuratan ini ditawarkan Longines di harga yang tergolong masuk akal. Model stainless steel dibanderol US$ 1.350, sedangkan varian PVD hitam dijual seharga US$ 1.750.

Via Digital Trends.

Wooden Word Watch Mungkin Bukan Jam Pintar, Tapi Bisa Jadi Kado Unik Untuk Orang Terdekat

Setelah merosot cukup jauh, angka penjualan jam tangan mewah kembali menguat di tahun ini. Penyebabnya mungkin bukan seperti yang banyak orang kira (akibat kehadiran smartwatch misalnya), namun karena kondisi ekonomi global yang rendah. Sebagai alternatif merek-merek populer, ada banyak produk unik bisa Anda temukan di situs-situs crowdfunding.

Word clock mungkin sudah tidak asing di telinga Anda. Jam jenis ini menunjukkan waktu bukan dengan jarum, namun lewat tulisan. Penunjuk waktu tersebut umumnya dijadikan hiasan di dinding kamar atau ruang keluarga, dan belakangan, penyajiannya mulai diadopsi di segmen arloji. Desainer bernama Harnek Gulati awalnya mencoba menciptakan aksesori berkonsep serupa berbekal bahan kayu sebagai kado, tapi akhirnya ia memutuskan untuk memasarkannya secara lebih luas.

Wooden Word Watch 1

Dinamai Wooden Word Watch, ia adalah jam tangan dengan casing kayu yang menginformasikan waktu melalui kata-kata. Tubuhnya mempunyai penampilan kotak, berdimensi 43x33x7,7-milimeter, dan di sisi depannya, Anda bisa melihat deretan huruf yang berfungsi untuk menyusun kata. Harnek Gulati menyediakan tiga pilihan bahasa, yaitu Inggris, Jerman dan Spanyol.

Wooden Word Watch 5

Wooden Word Watch mempunyai sebuah tombol (juga memanfaatkan bahan kayu), dan dengan menekannya, arloji segera memperlihatkan waktu – misalnya bertuliskan ‘it is half past six‘. Tekan sekali lagi jika Anda butuh info waktu lebih akurat, dan Wooden Word Watch akan menampilkan angka (6:32). Untuk mematikannya, tekan tombol yang sama satu kali lagi.

Wooden Word Watch 3

Tubuh jam tersebut terbuat dari kayu jenis walnut, sehingga permukaannya bisa dipoles sangat halus serta cukup kuat untuk melindungi komponen elektronik di dalam. Untuk strap-nya, Harnek Gulati memilih bahan kulit hand-made coklat, sangat pas dengan warna dan penampilan case walnut-nya. Kita juga dipersilakan memesan ukiran, misalnya membubuhkan nama sendiri atau individu yang akan Anda hadiahkan di bagian muka Wooden Word Watch.

Kustomisasi lebih jauh dapat dilakukan, misalnya agar Wooden Word Watch bisa menunjukkan kata yang Anda inginkan. Contoh: memunculkan kata ‘love‘ saat tombol ditekan tiga kali. Tentu saja, Anda harus membayar biaya tambahan. Untuk sekarang, Gulati juga belum menjelaskan seberapa kuat Wooden Word Watch menghadapi cuaca dan air.

Wooden Word Watch dapat Anda pesan sekarang di Kickstarter. Selama masa pengumpulan dana masih berlangsung, produk dibanderol mulai dari US$ 220. Rencananya, jam tangan kayu ini akan mulai didistribusikan pada bulan November 2017.

Fitbit Resmikan Smartwatch Kedua Mereka, Ionic

Setelah lama dirumorkan, Fitbit akhirnya resmi mengungkap smartwatch terbarunya. Bukan, ini memang bukan smartwatch perdana Fitbit, tapi yang pertama sejak mereka mengakuisisi Pebble dan Vector Watch, sehingga wajar apabila ekspektasi konsumen terbilang tinggi.

Jam tangan bernama Fitbit Ionic ini perlu melakukan banyak pembuktian, terutama dari segi desain, mengingat Blaze bukanlah smartwatch teranggun yang ada di pasaran. Ionic mencoba menjawab keraguan kita tersebut dengan desain unibody berbahan aluminium yang tak hanya kelihatan elegan, tapi juga fungsional dengan merangkap sebagai antena Bluetooth dan GPS, yang pada akhirnya berdampak pada penerimaan sinyal yang lebih baik.

Fitbit Ionic

Fitbit juga telah merancang Ionic agar tahan air sampai kedalaman 50 meter, yang berarti ia siap memonitor aktivitas berenang pengguna. Di belakang, sensor laju jantungnya tertanam rapi tanpa ada tonjolan sama sekali, membuatnya jauh lebih nyaman untuk dikenakan berlama-lama – krusial mengingat daya tahan baterainya bisa mencapai 4 hari, atau 10 jam saja kalau GPS-nya diaktifkan terus.

Masih seputar desain, Ionic turut dibekali layar sentuh yang cukup istimewa. Layar berukuran 1,42 inci dengan resolusi 348 x 250 pixel ini punya permukaan yang sedikit melengkung, akan tetapi bagian terbaiknya adalah, tingkat kecerahannya mencapai angka 1.000 nit. Ini penting mengingat ia bakal sering dipakai di luar ruangan, dimana terik matahari seringkali membuat layar jadi sulit terbaca.

Fitbit Ionic

Soal performa, Ionic mengemas segala kebaikan fitness tracker Fitbit – termasuk kemampuan untuk mendeteksi aktivitas seperti berlari secara otomatis – plus sejumlah kapabilitas baru. Yang pertama adalah sensor SpO2 relatif untuk mengestimasikan kadar oksigen dalam darah, yang ke depannya bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi kondisi macam sleep apnea, alias gangguan tidur akibat kesulitan bernafas.

Kedua, Ionic merupakan perangkat pertama yang terintegrasi oleh layanan contactless payment Fitbit Pay, yang diinisiasikan setelah Fitbit mengakuisisi Coin tahun lalu. Terakhir, mengingat Ionic menjalankan sistem operasi baru, ia juga menjadi yang pertama mengusung Fitbit App Gallery, yang tidak lain dari app store untuk aplikasi pihak ketiga.

Fitbit Ionic

Fitbit Ionic dijadwalkan tersedia di pasaran mulai Oktober mendatang seharga $300. Strap tambahan bisa dibeli seharga $30, atau $60 untuk varian kulit. Di samping itu, Fitbit juga berniat memasarkan edisi khusus Ionic hasil kolaborasinya dengan Adidas mulai tahun depan.

Sumber: Fitbit.

Berbekal Sensor Laju Jantung yang Akurat, Polar M430 Didesain untuk Pelari Serius

Polar kembali merilis jam tangan GPS berkemampuan heart-rate monitoring. Polar M430 adalah suksesor dari M400 yang dirilis di tahun 2014, dan perubahan terbesar yang dibawanya adalah sensor laju jantung itu tadi.

Dibandingkan pendahulunya, desainnya memang tidak banyak berubah. Perangkat masih mengemas layar monokrom dan pengoperasian berbasis lima tombol. Bodinya juga tahan air, dan secara keseluruhan tetap didesain secara spesifik untuk pelari serius.

Yang mungkin jadi pertanyaan, mengapa Anda harus memilih M430 ini kalau ada M200 yang cuma seharga $150? Jawabannya berkaitan dengan kinerja sensor laju jantungnya. Berbekal total 6 LED, M430 diyakini bisa memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat ketimbang M200 yang hanya mengemas 2 LED saja.

Selanjutnya, M430 juga lebih superior soal baterai. Dalam posisi normal, baterainya bisa bertahan sampai 20 hari. Saat GPS dan heart-rate monitoring-nya aktif, perangkat bisa beroperasi hingga 8 jam. Pun begitu, M430 menyediakan sejumlah mode GPS supaya daya tahan baterainya bisa didongkrak lagi hingga mendekati angka 30 jam.

Polar M430 tersedia dalam tiga pilihan warna / Polar
Polar M430 tersedia dalam tiga pilihan warna / Polar

Selebihnya, fitur yang ditawarkan M430 cukup mirip dengan M200. Yang paling utama dan unik dari Polar adalah fitur Smart Coaching serta Running Program yang bersifat adaptif. Fitur notifikasi turut tersedia, namun pastinya tidak bisa mengalahi yang ditawarkan Polar M600, yang notabene menjalankan OS Android Wear.

Polar M430 rencananya akan dipasarkan mulai bulan Mei mendatang. Harganya tidak terpaut terlalu jauh dari M200 di angka $229, dan pilihan warna yang tersedia ada tiga: putih, oranye dan abu-abu gelap.

Sumber: Polar.

Uvolt Watch Adalah Power Bank yang Menyamar Sebagai Jam Tangan

Ranah crowdfunding selalu dipenuhi dengan ide-ide unik. Bahkan produk sesederhana power bank saja bisa dibuat jadi amat inovatif, seperti contohnya Dubleup, yang tidak lain dari sebuah power bank seukuran kartu kredit.

Kalau itu masih kurang unik, coba lirik perangkat bernama Uvolt Watch ini. Ia pada dasarnya merupakan sebuah power bank yang menyamar sebagai jam tangan. Uvolt bukanlah sebuah smartwatch; tidak ada fungsi tracking apapun di sini, yang ada hanyalah penunjuk waktu standar.

Ukurannya juga lebih bongsor ketimbang arloji pada umumnya, wajar mengingat di dalamnya tertanam baterai berkapasitas 600 mAh. Sangat kecil memang, tapi setidaknya bisa sangat membantu dalam kondisi super-darurat.

Modul baterai Uvolt bisa dilepas lalu disambungkan ke ponsel via konektor Lightning/micro USB/USB-C / Uvolt
Modul baterai Uvolt bisa dilepas lalu disambungkan ke ponsel via konektor Lightning/micro USB/USB-C / Uvolt

Lalu cara pakainya bagaimana? Tidak lucu kalau ternyata Uvolt harus disambungkan ke perangkat via kabel. Pada kenyataannya, modul baterai Uvolt dapat dilepas dari ‘rumahnya’, dan di dalam modul ini telah tersimpan konektor Lightning/micro USB/USB-C – tergantung pilihan konsumen.

Seandainya ponsel Anda mendukung fitur wireless charging, Uvolt juga dapat mengisinya tanpa perlu menyambungkan apa-apa. Modul baterai Uvolt ini sendiri juga dapat diisi ulang dengan diletakkan di atas Qi wireless charger begitu saja.

Lebih unik lagi adalah integrasi panel surya pada Uvolt, yang berarti selama Anda menggunakannya sebagai jam tangan di siang hari, maka baterainya juga akan terus terisi meski prosesnya berjalan sangat pelan karena efisiensinya cuma sekitar 21 persen.

Terlepas dari itu, ide yang diusung Uvolt terdengar sangat menarik untuk diwujudkan. Pengembangnya saat ini tengah menjalani kampanye di Kickstarter. Selama masa kampanye, harga termurah yang ditawarkan adalah $119, sedangkan harga retail-nya berkisar $199.

Sumber: The Verge.

Smartwatch Tag Heuer Connected Hadir dalam Varian Rose Gold Asli, Dibanderol $9.900

Hampir setahun berlalu sejak Tag Heuer mengungkap smartwatch perdananya. Popularitas dan penjualannya mungkin masih kalah jauh dibanding smartwatch Android Wear lain ataupun Apple Watch. Namun menjadi smartwatch terbaik memang bukan tujuan Tag Heuer Connected.

Lewat produk ini, Tag Heuer sebenarnya hanya ingin membuktikan kekuatan brand dan pandangan konsumen terhadap arloji buatan Swiss. Sederhananya, Tag Heuer Connected dirancang sebagai pancingan terhadap konsumen modern, sehingga akhirnya mereka bisa tertarik dengan jam tangan tradisional Tag Heuer dan segala kemewahan yang ditawarkannya.

Banderol harga $1.500 memang bukan untuk semua orang, tapi Tag Heuer rupanya menilai itu belum cukup bisa menggambarkan image premium yang selama ini ditonjolkan arloji Swiss. Untuk itu, mereka pun memperkenalkan varian baru Tag Heuer Connected yang terbuat dari emas asli, atau lebih tepatnya rose gold.

Harganya? $9.900, sebab Anda juga akan mendapati strap berbahan kulit asli. Spesifikasinya sendiri identik dengan varian standar, jadi biaya ekstra tersebut murni dialokasikan pada material super-premium yang diusungnya. Kasusnya sama seperti Apple Watch Edition, meski Apple tak lagi menawarkannya dalam bahan emas asli melainkan keramik.

Sama seperti varian standarnya, Tag Heuer Connected versi rose gold ini juga bisa ditukar dengan jam tangan mekanik yang berdesain sama persis setelah dua tahun digunakan. Inilah yang saya maksud dengan taktik memancing tadi: konsumen yang sebelumnya hanya tertarik dengan smartwatch akhirnya bisa tergoda dengan berbagai penawaran jam tangan mekanik Tag Heuer setelah dua tahun ditemani Connected.

Memang tidak ada yang bisa menjamin strategi Tag Heuer ini bakal berhasil. Saya pribadi berharap Tag Heuer bisa mengambil jalan lain, yakni melalui smartwatch hybrid macam yang ditawarkan Withings, Garmin maupun Misfit, yang sejatinya merupakan jam tangan analog dengan kemampuan tracking mendasar.

Dengan cara seperti ini, setidaknya Tag Heuer tidak perlu ‘berbohong’ bahwa maksud mereka sebenarnya adalah membuat konsumen tertarik dengan lini jam tangan analog atau mekaniknya, tapi di saat yang sama masih bisa memberikan fitur tracking yang makin hari makin dirasa esensial demi gaya hidup yang lebih sehat.

Sumber: Hodinkee.

Susul Fossil dan Michael Kors, Skagen Luncurkan Jam Tangan Analog Berkemampuan Activity Tracking

Setelah Fossil dan Michael Kors merilis smartwatch-nya masing-masing, kini ganti Skagen yang mencuri perhatian. Brand asal Denmark yang masih di bawah perusahaan induk Fossil Group tersebut memperkenalkan smartwatch perdananya, Hagen Connected.

Sedikit berbeda dari kepunyaan Fossil dan Michael Kors yang memakai sistem operasi Android Wear, Skagen Hagen Connected pada dasarnya merupakan jam tangan analog dengan sejumlah fungsi pintar. Konsepnya lebih mirip seperti yang ditawarkan Withings lewat lini Activite, dimana secara sepintas Anda tidak akan menyangka kalau ia dibekali fitur activity tracking.

Hagen Connected sendiri juga demikian; ia dapat memonitor langkah kaki pengguna, lalu menampilkan progress-nya lewat sebuah dial kecil yang tertanam di wajahnya. Selagi tersambung ke smartphone Android atau iPhone, ia bisa bergetar ketika ada notifikasi yang masuk – pengguna dapat mengatur tipe notifikasi yang hendak diteruskan lewat aplikasi pendampingnya.

Tidak cuma itu, Hagen Connected juga bisa dipakai untuk mengakses sejumlah fungsi smartphone, seperti mengambil foto atau mengontrol jalannya musik lewat tombol yang berada di bagian samping kanannya. Soal baterai, ia tak perlu Anda charge setiap malam sebab baterai yang digunakan adalah baterai kancing standar.

Selain Hagen Connected, Skagen turut memperkenalkan Connected Activty Tracker yang juga dibekali fitur sleep tracking. Perangkat ini mempunyai strap yang bisa dilepas-pasang dan juga menggunakan baterai kancing standar.

Skagen Hagen Connected rencananya akan dipasarkan mulai bulan September seharga $195 dengan empat pilihan strap: dua berbahan kulit, silikon dan stainless steel model jaring. Connected Activity Tracker di sisi lain akan menyusul pada bulan Oktober seharga $95.

Sumber: Wareable.

Arloji Dari Greubel Forsey Ini Usung Body Kristal Safir, Harganya $ 1,1 Juta

Serbuan perangkat wearable memang tidak dapat dibendung, tetapi bahkan Apple Watch bersepuh emas masih belum betul-betul menembus pasar kelas luxury sesungguhnya. Terlepas dari harganya, Apple Watch emas bukanlah tandingan kreasi Greubel Forsey. Perusahaan ini fokus pada upaya penyajian waktu secara presisi, dan produk mereka bukanlah ‘mainan’ konsumen biasa.

Di 2014, watchmaker asal Swiss ini memperkenalkan arloji Double Tourbillon 30°. Sistem kompleks di dalam sengaja disusun agar pergerakan jam tidak banyak terpengaruh gravitasi, memastikannya tetap akurat. Dan belum lama, Greubel Forsey menyingkap versi paling unik dari varian tersebut sebagai jawaban mereka atas kepopularitasan tema transparan di dunia jam mewah: Double Tourbillon 30° Technique bertubuh safir.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire 3
Bahan safir sudah termasuk case, horn dan bagian sisi.

Tidak ada satu material logam pun digunakan di case ataupun dial (kecuali winding pin). Di sana, Anda bisa melihat arsitektur dan elemen bergerak yang telah diciptakan begitu cermat. Material safir memang cukup sering digunakan dalam pembuatan arloji, namun mungkin baru Double Tourbillon 30° Technique Sapphire saja yang memanfaatkannya seperti ini.

Alasan mengapa arloji tersebut menuntut harga sangat tinggi adalah karena ia diciptakan dari satu bongkah kristal safir – bukan mineral terpisah – diproses oleh mesin khusus sehingga menghasilkan case berukuran 38,4-milimeter. Istilah safir sebetulnya mengacu pada varian berwarna biru dari mineral corundum, yaitu bahan ketiga terkeras di Bumi setelah berlian dan moissanite. Namun secara fisik, Double Tourbillon 30° Technique mempunyai tubuh seperti kaca.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire 2
Dengan tubuh transparan, Anda bisa melihat gerakan presisi di dalam arloji.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire merupakan rumah bagi dua ‘tourbillon escapements‘, yaitu device untuk mengurangi eror akibat gaya gravitasi, satu komponen ditaruh di dalam yang lain. Dua bagian tersebut bergerak di kecepatan berbeda: komponen luar berputar sekali selama empat menit, dan bagian dalam bergerak sekali semenit. Berkatnya, Greubel Forsey memperoleh skor pencetak rekor, 915 dari 1.000, di International Chronometry Competition lima tahun silam.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire mengusung sistem hand-wound (ditenagai gerakan tangan) dan menyajikan cadangan baterai selama 120 jam, memanfaatkan empat barrel co-axial.

Sayangnya ada sedikit kabar buruk bagi Anda yang buru-buru ingin memesannya. Greubel Forsey hanya menciptakan delapan buah Double Tourbillon 30° Technique Sapphire, dan cuma tersedia buat pasar Amerika. Harga satu unitnya? Hanya US$ 1,1 juta saja.

Via Forbes. Sumber: A Timely Perspective.

Garmin Luncurkan Vivomove, Arloji Analog Berkemampuan Activity Tracking

Seiring berjalannya waktu, pabrikan semakin mengerti bahwa tidak semua konsumen menginginkan smartwatch. Sebagian mungkin hanya membutuhkan gelang pintar, sebagian lain belum bisa lepas dari jam tangan tradisional, dan sisanya mungkin mendambakan sebuah arloji premium dengan fitur activity tracking.

Pabrikan asal Perancis, Withings, sebelumnya sudah memulai tren arloji analog berkemampuan activity tracking lewat lini Activité. Namun kini Garmin sudah siap dengan pesaingnya yang dijuluki Vivomove.

Fisik Vivomove sengaja dirancang seelegan mungkin, mengingat ia memang merupakan sebuah jam tangan analog dengan tiga jarum penunjuk waktu. Ia hadir dalam tiga varian: Vivomove Sport, Vivomove Classic dengan strap kulit, dan Vivomove Premium dengan bodi stainless steel dan strap kulit.

Jika dilihat sepintas, Anda mungkin tidak menyadari kalau jam tangan ini menyimpan fitur pintar ala activity tracker pada umumnya. Di antara angka 8 dan 10, terdapat sebuah garis indikator hitam yang akan terisi selagi pengguna menjalani aktivitas dan mendekati target hariannya.

Di sisi sebaliknya, hadir garis indikator merah yang akan terisi ketika pengguna sudah terlalu lama duduk diam. Warna merah yang mencolok akan menjadi pengingat yang efektif bagi pengguna untuk terus bergerak demi kebugaran tubuhnya sendiri.

Garmin Vivomove hadir dalam tiga varian: Sport, Classic dan Premium / Garmin
Garmin Vivomove hadir dalam tiga varian: Sport, Classic dan Premium / Garmin

Selain memonitor aktivitas, Vivomove juga siap memonitor pola dan kualitas tidur penggunanya. Semua data yang dikumpulkan akan disinkronisasikan secara otomatis dengan aplikasi Garmin Connect di smartphone untuk dievaluasi lebih lanjut.

Selebihnya, Vivomove menyimpan segala kebaikan yang kita kenal dari jam tangan tradisional, seperti misalnya ketahanan air hingga 50 meter dan daya tahan baterai sampai setahun nonstop, tidak lupa juga desain menawan ala arloji buatan Swiss.

Garmin Vivomove akan dipasarkan seharga $150 untuk varian Sport, $200 untuk varian Classic, dan $300 untuk varian Premium. Mengikuti tren terkini, varian Classic dan Premium-nya juga hadir dalam aksen warna emas dan rose gold. Ia pun juga kompatibel dengan strap arloji standar berukuran 20 mm.

Sumber: Garmin.