Salah satu DNA dalam proses bisnis adalah “seni menjual”. Mulai dari bisnis tersebut dimulai atau membangun inti dari dalam, hingga memastikan produk sampai ke tangan konsumen dengan tepat. Sangat mustahil bisnis akan berjalan tanpa adanya pemahaman tentang cara untuk menjual tersebut.
Dimulai dari menjual visi untuk lingkup internal
Ketika sebuah ide dicetuskan, seorang founder perlu meramu susunan yang tepat untuk memastikan roda bisnis berputar dengan baik. Apa yang perlu ia lakukan? Tak lain menjual visi, baik kepada orang lain sebagai mitranya maupun kepada investor untuk dapat mengakselerasi bisnisnya.
Menjual visi ini menjadi hal yang sangat krusial, pada dasarnya membangun bisnis juga membutuhkan chemistry –sebuah keinginan dan semangat yang sama untuk membawa apa yang telah dirintis ke suatu titik.
Kendati demikian ada cara pragmatis yang dapat dipilih oleh founder. Namun dapat dijadikan pertimbangan, bahwa cara pragmatis akan mengantarkan rekanan yang dipilih pada titik pengguguran kewajiban. Artinya seorang tersebut hanya akan berjalan bagaikan robot, mereka bekerja dengan apa yang diperintahkan. Kecil kemungkinan aktif memberikan sumbangsih untuk improvisasi bisnis yang dibangun.
[Baca juga: 5 Cara Menjadi Orang yang Berpengaruh]
Menjual visi adalah untuk memberikan sebuah kepercayaan. Terlebih bagi startup, umumnya di fase awal tidak ada yang bisa dipamerkan, selain visi tadi. Visi yang dijual adalah sesuatu yang ingin dilihat oleh founder startup tentang bisnisnya di masa mendatang.
Dilanjutkan membawakan produk ke tangan konsumen
Ketika seseorang mulai melangkah dengan bisnisnya, hal yang akan ditemui di lapangan adalah tidak ada orang yang akrab dengan produk yang dikembangkan. Mengapa ini penting untuk menjadi penegasan, karena sering kali pengusaha gagal mengingat ini karena mereka menghabiskan sepanjang hari setiap hari memikirkan produk mereka, dan bagi mereka itu mudah dipahami.
Kenyataannya ketika menunjukkan produk kepada orang lain untuk pertama kali tidaklah mudah. Meskipun mereka dapat melihat bahwa itu baru dan mengesankan, mereka tidak tahu apa yang mereka lihat. Di sini tantangan muncul, lagi-lagi tentang menjual. Solusinya hanya dua, membuat apa yang disampaikan mudah dimengerti atau membuatnya menjadi sangat menarik.
[Baca juga: 8 Strategi Pemasaran Produk untuk Generasi Z]
Seni menjual yang sangat umum adalah dengan melempar ide dan latar belakang tentang solusi yang ditawarkan. Membuat sebuah garis besar masalah yang mungkin dihadapi konsumen dengan cara yang paling ringan. Menceritakan sebuah cerita masih menjadi cara yang efektif untuk menarik perhatian audiens, dan lebih mudah untuk dihubungkan daripada daftar fakta dan gambar.
Semakin penuh warna, bermakna dan sederhana membuat penjelasan, semakin mudah diresapi. Pastikan untuk menjaga agar tetap singkat dan relevan, menguraikan setiap ciri khas produk hingga menyulut kegembiraan pengguna. Dan pada akhirnya, harus ada dorongan penjualan atau komitmen. Beberapa orang sering kali terlihat tertarik pada sebuah produk, namun tidak memiliki minat untuk membeli.
Seni menjual ini sangat dinamis, bahkan bisa dikatakan tidak ada teori tentang bagaimana memenangkan orang atau konsumen dengan strategi yang pasti. Semuanya serba tambal-sulam, dengan maksud sangat bergantung dengan kejelian “sang penjual” dalam membaca keadaan, memberikan penjelasan dan menekankan penawaran.