Tag Archives: artificial intelligence

Platform Datasaur bekerja membantu proses pelabelan data agar lebih efektif dan efisien / Datasaur

Datasaur Raih Pendanaan Awal Senilai 60 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform pelabelan data Datasaur mengumumkan pendanaan tahap awal baru senilai $4 juta atau lebih dari Rp60 miliar. Putaran ini dipimpin oleh Initialized Capital, dengan partisipasi dari HNVR, Gold House Ventures, TenOneTen, dan investor terdahulu.

Sebelumnya, platform ini juga sempat memperoleh investasi senilai $3,9 juta atau setara Rp58 miliar usai mengikuti demo day di program akselerator Y Combinator pada Maret 2020. Hingga saat ini, total pendanaan yang sudah diperoleh mencapai $7,9 juta atau lebih dari Rp118 miliar.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk mengembangkan pelabelan data NLP yang lebih baik dan efisiensi proses pembuatan model untuk ilmuwan data.

Meskipun berbasis di Amerika Serikat, Datasaur didirikan oleh pengusaha asal Indonesia, Ivan Lee. Perusahaan mengembangkan alat cerdas untuk membantu pemberi label data bekerja secara lebih produktif dan efisien. Termasuk meningkatkan privasi dan keamanan data – sering kali pekerjaan pelabelan data dilakukan secara outsource.

Seperti diketahui, proses pelabelan data merupakan salah satu aspek penting dalam mengembangkan layanan berbasis AI, khususnya pada pemodelan berbasis natural language processing (NLP). Datasaur menangani semua model NLP, termasuk di antaranya entity recognition, document labeling, hingga dependency parsing.

Melihat industri NLP yang semakin berkembang, banyak perusahaan mulai tertarik untuk melatih model berdasarkan kumpulan data milik mereka sendiri. Dengan begitu, perusahaan dapat melatih model untuk menangani beberapa tugas yang sangat spesifik dengan cara yang lebih efisien.

Dilansir dari TechCrunch, Founder & CEO Datasaur Ivan Lee mengungkapkan bahwa salah satu tujuannya sejak awal mengembangkan platform ini adalah untuk mendemokratisasi AI, khususnya terkait natural language processing, dan fitur pembuatan model baru ini akan membuat AI lebih terjangkau bagi banyak perusahaan, bahkan yang tidak memiliki spesifikasi khusus.

Datasaur menciptakan fitur yang memungkinkan tim tanpa data scientist, tanpa engineer, untuk menandai dan melabeli data ini sesuai keinginan, dan ini juga akan secara otomatis melatih model. Fitur ini akan segera dibuka, sehingga perusahaan konstruksi, firma hukum, perusahaan pemasaran, yang mungkin tidak memiliki latar belakang teknik data, masih dapat membuat model NLP [berdasarkan data pelatihan mereka].

Ivan juga menegaskan bahwa ia memiliki filosofi yang selalu tertuju pada profitabilitas, tumbuh dengan cara yang terukur, bukan sekadar tumbuh dengan segala cara. Ia mengaku sangat mempertimbangkan setiap perekrutan dan dampaknya terhadap bisnis.

Saat ini, tim tekniknya sebagian besar berada di Indonesia, dan dalam proses rekrutmen, dia cukup tegas untuk mengoperasikan perusahaan dengan cara yang efisien. Menurutnya, dengan memiliki tenaga kerja lintas geografis dan budaya, karyawan dapat belajar dari satu sama lain, dan hal itu membawa keragaman pada perusahaan.

Pada Maret 2022, perusahaan portofolio GDP Ventures ini mengumumkan akuisisinya terhadap Konvergen AI, startup pengembang teknologi optical character recognition (OCR). Melalui akuisisi ini, baik Datasaur dan Konvergen AI akan mengintegrasikan dan memperluas kapabilitasnya di ranah OCR dan pelabelan data.

Perkembangan solusi berbasis AI di Indonesia

Indonesia menunjukkan minat dan pertumbuhan yang signifikan dalam pengembangan solusi berbasis AI di berbagai industri. Hingga saat ini, sudah ada beberapa perusahaan yang melihat potensi dari AI dan mencoba memanfaatkannya di pasar ini.

Salah satunya adala Kata.ai, perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan kecerdasan artifisial berbasis natural language processing dalam bentuk chatbot memiliki pengalaman dalam membantu lebih dari 150 bisnis lewat teknologi chatbot.

Teknologi chatbot merupakan sebuah inovasi teknologi yang mampu berjalan berdampingan dengan manusia. Kecanggihan chatbot sendiri memberikan kesempatan bagi manusia untuk berfokus pada masalah yang belum bisa ditangani oleh chatbot sehingga penyusunan strategi operasional yang tepat mampu berorientasi ke arah bisnis yang semakin efisien serta produktif.

Selain itu, solusi AI juga sudah merambah ke sektor-sektor berkembang di Indonesia. Di sektor HR, salah satu pengembang Human Resources Intelligence System (HRIS), Catapa, belum lama ini meluncurkan fitur baru HelpGPT, aplikasi berbasis chatGPT yang menyediakan informasi penggajian pajak dan peraturan ketenagakerjaan dalam Bahasa Indonesia.

Di sektor lainnya seperti pertanian, sudah ada upaya untuk menggunakan AI dalam mengoptimalkan praktik pertanian, pemantauan tanaman, dan prediksi hasil. Solusi berbasis AI dapat membantu petani membuat keputusan berdasarkan data, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan keberlanjutan.

Dalam industri kesehatan, banyak institusi terkait juga tengah mengeksplorasi penggunaan AI untuk diagnosis penyakit, analisis pencitraan medis, dan rencana perawatan yang dipersonalisasi. Alat bertenaga AI sedang dikembangkan untuk membantu profesional kesehatan dalam memberikan perawatan pasien yang lebih baik.

Begitu pula di sektor yang berkembang pesat di Indonesia, seperti fintech, peluang pemanfaatan AI terus digali. Industri keuangan merangkul AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, mengoptimalkan manajemen risiko, dan memerangi penipuan. Chatbot bertenaga AI dan asisten virtual menjadi lebih lazim dalam layanan pelanggan.

Terkait pengembangan solus berbasis AI ini, pemerintah Indonesia juga secara aktif mendukung penelitian dan pengembangan AI melalui berbagai inisiatif dan kebijakan. Mereka menyadari potensi AI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan layanan publik.

Alibaba memperkenalkan Zreal Studio, produk dari unit divisi Digital and Media Entertainment Group untuk permudah industri hiburan digital

Inovasi Alibaba Menjawab Potensi AI Generatif

AI generatif merupakan salah satu jenis teknologi kecerdasan buatan yang dapat menghasilkan berbagai jenis konten antara lain teks, citra, audio, dan data sintetik. Tren AI generatif kini semakin terdorong karena didorong oleh ramahnya tampilan UI/UX sehingga memudahkan pengguna baru untuk membuat teks, grafik, dan video berkualitas tinggi dalam hitungan detik.

AI generatif sangat menjanjikan dalam segala hal, terutama dalam digital marketing karena perusahaan dapat dengan mudah menciptakan konten marketing yang baru dan unik. Dalam proses analisis data, algoritma pada AI generatif akan melatih diri mereka untuk menghasilkan konten yang lebih akurat dan sesuai dengan data konsumen yang dimiliki perusahaan.

Itu baru bicara satu pekerjaan yang terbantu, masih banyak potensi menjanjikan lainnya untuk pekerjaan lainnya. Topik ini menjadi salah satu yang diangkat oleh Joe Tsai, Executive Vice Chairman Alibaba Group, dalam paparannya di hari pertama BEYOND EXPO 2023 yang digelar pada hari ini (10/5).

Menurutnya, sejak ChatGPT mempopulerkan AI generatif pada tahun lalu, membuka mata pada dunia bahwa ini akan mengubah cara industri kreatif membuat konten dan memainkan faktor penting ke depannya. “Salah satu industri yang berubah karena inovasi ini adalah hiburan digital,” kata Tsai.

Inovasi dari Alibaba untuk permudah industri hiburan digital dapat lebih efisien dengan menghasilkan konten terbaik adalah menghadirkan Zreal Studio. Produk ini berada di bawah unit divisi Digital and Media Entertainment Group. Belum banyak informasi yang bisa didapatkan terkait ini di internet.

Tsai bilang, teknologi yang dibangun Zreal Studio ini mampu membuat digital artist dengan karakter sesuai keinginan (Artificial Intelligence Generated Content/AIGC). Ia mendemonstrasikan iklan yang menampilkan artis buatan bernama Leah.

“Dengan digitalisasi, kita dapat menyatukan olahraga yang sangat Amerika, seperti baseball, dengan seseorang [aktris AI Leah] yang dibuat dalam citra aktris Tiongkok. Kemudian kita dapat menggabungkan keduanya menjadi semacam adegan Tiongkok-Amerika dalam mempromosikan bisbol Liga Utama.”

Tak hanya itu, dia juga menunjukkan bagaimana layar LED canggih dapat secara signifikan memangkas ruang yang dibutuhkan untuk syuting film dan menyederhanakan logistik pengoperasiannya. Biasanya secara tradisional sebuah studio film untuk membuat hal yang serupa rata-rata butuh waktu satu bulan. Akan tetapi dengan AI generatif waktunya dipangkas hingga tiga minggu menjadi satu minggu saja. “Karena digitalisasi gambar bisa lebih cepat dan bisa menjadi aset digital buat perusahaan.”

Ia melanjutkan, “dengan panel LED, kami dapat membuat studio dengan ruang yang sangat kecil. Kami memiliki studio di Beijing seluas sekitar 2.000 meter persegi yang dapat menangani semuanya. Kami memiliki ratusan ribu adegan yang Anda buat sebelumnya dan tampilkan di layar. Itu membuat syuting film menjadi sangat mudah, jadi Anda tidak perlu pergi ke berbagai lokasi film.”

Dilanjutkan dengan diskusi panel, selain Tsai, bergabung pula Jin Liqun (President dan Chairman, Asian Infrastructure Investment Bank), Andrew Sheng (Chief Consultant with China Banking & Insurance Regulatory Commission), dan Kishore Mahbubani (mantan Presiden Dewan Keamanan PBB).

Topik AI generatif kembali dibahas dalam diskusi dengan tema besar “What’s Next” tersebut. Dari sekian banyak kekhawatiran dari kehadiran AI dan produk turunannya karena secara filosofis dapat memisahkan manusia dengan ikatan fisik sebagai makhluk sosial. Tak heran, wacara berbagai pekerjaan dapat terganti oleh robot belakangan semakin kencang.

Tsai justru berpendapat ia tidak sepenuhnya sepakat dengan kekhawatiran tersebut. Mau bagaimanapun peran manusia dalam kehidupan nyata itu tidak tergantikan. Otak manusia lebih unggul dari robot karena memiliki miliaran neuron yang bisa berkomunikasi dengan triliunan koneksi.

“Jangan pernah lupa bahwa kita benar-benar perlu berbicara satu sama lain secara fisik. Intinya, apa yang kita lihat hari ini adalah perceraian, di mana Anda saling mengirim email. Mungkin Anda menggunakan cara pertama yang lebih baik untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju.”

Ia melanjutkan, “Tetapi implikasi fisiknya sangat besar. Kita bisa memecahkan banyak hal melalui imajinasi. Tetapi jika kita tidak berhati-hati, imajinasi yang terdistorsi dapat benar-benar menyebabkan dunia nyata berada dalam ketidakseimbangan yang serius.”

Kompetitor ChatGPT

Pada bulan lalu, Alibaba meluncurkan produk sejenis ChatGPT yang disebut Tongyi Qianwen, menyusul perusahaan teknologi raksasa lainnya yang juga memperkenalkan chatbot AI generatif buatan mereka sendiri.

Mengutip dari BBC, Tongyi Qianwen secara kasar diterjemahkan sebagai “mencari jawaban dengan mengajukan seribu pertanyaan”. Belum ada versi Bahasa Inggris dari produk tersebut.

“Kami berada pada momen penentuan teknologi yang didorong oleh AI generatif dan komputasi awan,” kata Chairman dan Chief Executive Alibaba Daniel Zhang.

Disebutkan, Tongyi Qianwen mampu bekerja dalam bahasa Inggris dan Tiongkok, rencana awalnya akan ditambahkan ke DingTalk, aplikasi messaging milik Alibaba. Tongyi Qianwen dapat melakukan sejumlah tugas, termasuk mengubah percakapan dalam rapat menjadi catatan tertulis, menulis email dan menyusun proposal bisnis. Integrasi berikutnya akan disematkan ke dalam Tmall Genie, yang mirip dengan asisten suara Alexa dari Amazon.

Pada awal tahun ini, Alibaba DAMO Academy (DAMO) memaparkan prakiraan tahunannya tentang tren teknologi terkemuka yang dapat membentuk banyak industri di tahun-tahun mendatang. Di antara tren teknologi terkemuka, AI generatif telah memperoleh daya tarik yang cukup besar.

Diharapkan inovasi ini membuat langkah lebih lanjut dengan aplikasinya yang terus berkembang untuk mengubah cara konten digital diproduksi. Dibantu oleh kemajuan teknologi di masa depan dan pengurangan biaya, AI generatif akan menjadi teknologi inklusif yang secara signifikan dapat meningkatkan variasi, kreativitas, dan efisiensi pembuatan konten, menurut DAMO.

“Dalam tiga tahun ke depan, kita akan melihat model bisnis muncul dan ekosistem menjadi matang karena AI Generatif dipasarkan secara luas. Model AI generatif akan lebih interaktif, aman, dan cerdas, membantu manusia menyelesaikan berbagai pekerjaan kreatif,” tulis laporan tersebut.

*) DailySocial.id merupakan media partner dari BEYOND EXPO 2023

aplikasi make up pengantin

5 Aplikasi Edit Make Up Pengantin Viral dan Cara Menggunakannya 2023

Baru-baru ini banyak orang yang ramai memposting video mereka dengan memakai make up dan baju pengantin lengkap di TikTok. Bahkan tren #editfotopengantin ini terpantau sudah mencapai 27 juta lebih tayangan di TikTok.

Meski terlihat sangat mirip seperti asli, namun video tersebut ternyata hanyalah sebuah editan. Sebab, mereka mengedit video mereka seolah menjadi pengantin menggunakan aplikasi Tempo.

Aplikasi Tempo adalah aplikasi edit video musik menggunakan fitur transisi. Dengan aplikasi ini, kamu bisa membuat dirimu seolah menggunakan berbagai pakaian adat pernikahan lengkap dengan riasannya dengan cara yang mudah.

Lantas, bagaimana cara menggunakannya? Simak langkah-langkahnya dalam artikel ini.

Cara Edit Make Up Pengantin Menggunakan Aplikasi Tempo

  1. Pertama, unduh aplikasi Tempo – Face Swap Video Editor di Play Store atau App Store.
  2. Setelah diunduh dan di-install, buka aplikasi Tempo lalu ketik “Bride” di kolom pencarian.
  3. Pilih template Become a bride untuk bisa melakukan edit make up pengantin secara gratis. Kamu juga bisa berlangganan agar dapat menggunakan template pengantin lainnya di kategori AI Face.
  4. Klik Use untuk menggunakannya.
  5. Setelah itu, unggah satu foto selfie yang menampakkan wajahmu dengan jelas. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, usahakan foto yang kamu unggah tidak menggunakan kacamata atau aksesori lain yang menutupi detail wajahmu.
  6. Klik Start uploading untuk mengunggahnya. Foto tersebut akan diedit secara otomatis menjadi video animasi pendek lengkap dengan make up dan gaun pengantin.
  7. Setelah proses edit selesai, simpan video make up pengantinmu ke galeri. Kamu juga bisa membagikannya langsung ke media sosial, seperti TikTok, Facebook maupun Instagram.

Contoh 4 Aplikasi Edit Make Up Lainnya

Selain Tempo, kamu juga bisa melakukan edit make up dengan bantuan aplikasi lainnya. Berikut adalah beberapa aplikasi edit make up yang bisa kamu coba.

Makeup Plus

makeup plus
©GooglePlayStore

Makeup Plus adalah sebuah aplikasi yang memungkinkanmu untuk melakukan edit make up pada fotomu. Dengan aplikasi ini, kamu bisa mengatur segala jenis riasan, seperti menambahkan eyeshadow, lipstik, perona pipi, dan lainnya. Bahkan kamu juga bisa memperbesar atau memperkecil beberapa bagian wajahmu agar terlihat sempurna dengan aplikasi ini.

YouCam Makeup

youcam makeup
©GooglePlayStore

YouCam Makeup adalah aplikasi lain yang memungkinkanmu untuk mengubah tampilan wajahmu dengan menambahkan make up. Kamu bisa menambahkan berbagai riasan secara otomatis dengan aplikasi ini. Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan berbagai tips make up terbaru sebagai panduanmu dalam menggunakan make up.

BeautyPlus

beautyplus
©GooglePlayStore

Sesuai namanya, BeautyPlus juga memungkinkanmu untuk mempercantik wajahmu dengan menambahkan berbagai make up. Selain menambahkan make up, kamu juga bisa mengedit wajahmu menjadi lebih proporsional sesuai bentuk yang kamu inginkan.

Perfect 365

perfect 365
©GooglePlayStore

Aplikasi terakhir yang memungkinkanmu untuk mengedit make up adalah Perfect 365. Aplikasi ini menyediakan 20 alat make up dengan 200 gaya yang bisa kamu terapkan. Selain itu, kamu juga memilih berbagai warna yang kamu inginkan tanpa terbatas.

Nah, itulah aplikasi edit make up pengantin beserta cara menggunakannya. Jadi, apakah kamu tertarik untuk mencobanya?

Artificial Intelligence: Pengertian, Contoh, dan Tantangannya

Tahukah kamu bahwa teknologi kecerdasan buatan atau istilah kerennya AI (Artificial Intelligence) saat ini sedang marak dan memiliki aplikasi di berbagai bidang kehidupan.

Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai kecerdasan buatan, seperti asisten virtual Google dan Siri. Kecerdasan buatan bukanlah hal baru, namun perkembangannya selalu menarik perhatian.

Apa Itu Artificial Intelligence?

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) adalah simulasi kecerdasan manusia, yang dimodelkan oleh mesin dan diprogram untuk berpikir seperti manusia. Menurut McLeod dan Schell, kecerdasan buatan adalah aktivitas yang memberi mesin seperti komputer kemampuan untuk menampilkan perilaku yang dianggap cerdas, seolah-olah manusia menampilkan kemampuan tersebut.

Dengan kata lain, AI adalah sistem komputer yang dapat melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan tenaga atau kecerdasan manusia untuk melakukannya.

Kecerdasan buatan sendiri merupakan teknologi yang membutuhkan informasi dari informasi, sama seperti manusia. AI membutuhkan pengalaman dan data untuk menjadikan kecerdasannya lebih baik. Poin penting dalam proses AI adalah pembelajaran, penalaran, dan koreksi diri. AI harus belajar untuk memperkaya pengetahuan mereka. Pembelajaran AI tidak selalu ditentukan oleh manusia, melainkan AI belajar sendiri berdasarkan pengalaman AI ketika manusia menggunakannya.

Hal yang menarik dari kecerdasan buatan adalah dapat memperbaiki dirinya sendiri. Jika kamu pernah mendengar AI berkata, “Jika saya tidak pernah menang, setidaknya saya tidak bisa kalah,” sedikit agak ngeri. AI di program untuk belajar dan berkembang dari kesalahan yang dibuatnya.

Jika kamu masih bingung dengan cara kerja AI, mari kita ambil contoh yaitu AlphaGo. Saat pertama kali dikembangkan, diberikan 100.000 tanggal Go-Match untuk dipelajari. Kemudian AlphaGo Go bermain dengan dirinya sendiri dan setiap kali kalah meningkatkan permainannya dan permainan ini berulang hingga jutaan kali.

Salah satu keunggulan AI dibandingkan manusia adalah AI AlphaGo adalah manusia hanya dapat memainkan satu game dalam satu waktu. AI dapat mensimulasikan banyak pertandingan secara bersamaan. Sehingga belajar dan mengalami juga bisa lebih dari orang. Hal ini terbukti saat AlphaGo bermain melawan Go World Champion tahun 2016 lalu dan mampu menjadi pemenangnya.

Contoh Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence banyak digunakan di berbagai bidang seperti industri, kedokteran, pendidikan, bisnis bahkan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh aplikasi AI yang sering kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

1. DeepFace Facebook

Contoh kecerdasan buatan adalah teknologi DeepFace Facebook. Kecerdasan buatan ini mengenali wajah orang dalam pesan foto. Dengan teknologi ini, kamu tidak perlu lagi menandai seseorang di foto secara manual karena AI ini melakukannya untuk mu.

Kamu mungkin bertanya-tanya bagaimana AI tahu bahwa orang di foto itu adalah kamu? Kamu harus tahu bahwa sebelum AI dapat mengetahui bahwa orang di foto itu adalah kamu, ia akan dilatih berdasarkan data. Informasi tersebut didapat saat kamu menandai orang di foto sebelumnya dan dari hasil saran AI tentang orang di foto yang kamu terima. Setelah pelatihan dan dengan banyak data, AI akan dapat mengidentifikasi orang di foto tersebut.

2. Rekomendasi E-Commerce

Salah satu konsep penerapan kecerdasan buatan yang paling umum adalah rekomendasi produk dalam e-commerce. Mungkin kamu melakukan pembelian dari toko online dan produk direkomendasikan kepada kamu saat berbelanja. Produk hebat tidak berasal dari seseorang yang memprediksi apa yang akan Anda beli, bukan? Rekomendasi produk adalah hasil dari proses kecerdasan buatan.

Jadi dari mana AI mendapatkan produk yang direkomendasikan? Kecerdasan buatan menerima informasi dari kamu, misalnya saat kamu mencari produk, membeli produk, dan melihat produk. Informasi inilah yang diolah dengan konsep kecerdasan buatan yaitu data mining, sehingga kecerdasan buatan merekomendasikan produk yang cocok untuk mu.

3. Asisten Virtual

Contoh kecerdasan buatan selanjutnya adalah asisten virtual, ada banyak penyedia bantuan virtual, seperti Google Assistant, Siri atau Alexa. Seperti asisten pada umumnya, kamu juga bisa berinteraksi dengan asisten virtual ini. Selain itu, asisten virtual dapat merekam saat kamu memiliki janji atau acara dan memberikan informasi saat waktu acara yang ditentukan tiba.

Kamu juga dapat mengajari asisten virtual ini untuk mengirim pesan, memutar musik, membuka aplikasi, dan sebagainya. Asisten virtual ini juga terus belajar saat kamu menggunakannya, sehingga asisten virtual ini tahu apa yang kamu sukai dan apa yang biasa dilakukan.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh penerapan kecerdasan buatan, seperti  fungsi AI milik kamera smartphone, yang dapat menyesuaikan pengaturan kamera berdasarkan kondisi saat ini. Atau kecerdasan buatan mobil Tesla yang bisa melaju tanpa pengemudi.

Apa tantangan menggunakan AI?

Kecerdasan buatan mengubah semua industri, tetapi kita perlu memahami keterbatasannya.

Keterbatasan utama kecerdasan buatan adalah bahwa kecerdasan buatan belajar dari data. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan informasi. Ini berarti bahwa ketidakakuratan dalam data tercermin dalam hasil. Dan setiap tingkat peramalan atau analisis tambahan harus ditambahkan secara terpisah.

Sistem AI saat ini dilatih untuk melakukan tugas yang terdefinisi dengan baik. Sistem yang memainkan poker tidak dapat memainkan solitaire atau catur. Sistem deteksi penipuan tidak dapat mengendarai mobil atau memberi Anda nasihat hukum. Bahkan sistem AI deteksi penipuan layanan kesehatan tidak dapat secara akurat mendeteksi penipuan pajak atau penipuan klaim garansi.

Dengan kata lain, sistem ini sangat terspesialisasi. Sistem ini berfokus pada satu tugas dan tidak jauh dari penggunaan manusia.

Demikianlah mengenai artificial intelligence (AI) yang dapat kami bagikan. Semoga bermanfaat!

Verihubs Secures 39.9 Billion Rupiah Seed Funding, to Release Credit Scoring Service

The E-KYC service startup Verihubs announced $2.8 million (approximately 39.9 billion Rupiah) seed funding round led by Insignia Venture Partners with participation from Central Capital Ventures (CCV) and Armand Ventures. The company plans to expand into regional markets, as well as develop new products, one of which is credit scoring.

Participated also in this round a series of local startup angel investors, including Budi Handoko (Shipper’s Co-Founder), Jefriyanto and Ricky Winata (Payfazz’ Co-Founder), Rohit Mulani (Gotrade’s Co-Founder), Chinmay Chauhan (Bukuwarung’s Co-Founder), and Pramodh Rai (Modalku’s ex-Chief Product Officer).

Previously, in the 2019’s pre-seed, Payfazz’ Co-founder, Hendra Kwik and Xfers’ Co-founder, Tianwei Liu participated in this stage along with Indigo Creative Nation.

Quoting from TechCrunch, a series of angel investors were previously Verihubs’ users. Together with Payfazz, Verihubs opens the opportunity for customers to deposit money with local agents to use for online payments, and BukuWarung, to access transaction data.

The two examples above are Verihubs solutions for the unbanked segment. Meanwhile, the company also serves the segment of users who already have a bank account. The CCV entrance as Verihubs’ investor ranks opens the possibility of implementing e-KYC verification, especially for users with bank accounts, as they can partner with BCA to access customer data.

Currently, 46 companies have used Verihubs’ service, most of which are in the financial sector. The number of users is targeted to be doubled to 100 companies, because Verihubs technology can also be used for e-commerce companies, marketplace rentals, and hospitality. One of Verihubs users came from hospitality, they used the platform to simplify the room check-in process.

Verihubs’ Co-founder & CEO, Rick Firnando said, before Verihubs, many of its clients still doing manual customer verification, which takes between one to two weeks. Verihubs serves as an all-in-one verification solution to only five seconds, using AI-based identity authentication technology and APIs that enable companies to continuously verify returning customers via SMS, WhatsApp or speed dial.

“Because developer has difficulty to do integration with multiple vendors, Verihubs allows clients to do KYC, offer phone number verification using WhatsApp or SMS, and also verify customer financial data,” Rick said.

When users log into the app using Verihubs for the first time, they will be asked to take a selfie and then upload a photo of their government-issued photo ID. Verihubs AI technology compares the two photos to see if they match, and cross-references the ID with a telecom operator’s credit score and Indonesian government database, including criminal records.

The company applies a transaction fee-based business model, the client will pay according to the number of successful verifications.

Rick continued, the company is building a credit scoring system based on transaction data and account balances. In addition, it plans to expand into regional markets, such as Vietnam and the Philippines.

“For the ID verification system, we found that Verihubs already has a product-market fit in Indonesia, however, we want to expand it to new products. We consolidate financial data from multiple sources, not only for banks, but also for the unbanked population. And we are also exploring potential expansion into new markets, such as the Philippines and Vietnam.”

This startup has just graduated from summer batch of Y Combinator 2021, this funding is claimed to be YC’s first AI startup from Indonesia.

Verihubs was founded in 2019 in Jakarta by Rick Firnando with more than 9 years of experience in the B2B industry, and Williem, an AI researcher with a PhD in computer vision from Inha University, South Korea.

Market competition

In Indonesia, there are already several services targeting similar segments such as ASLI RI. In collaboration with LoginID, a Silicon Valley company, ASLI RI launched AsliLoginID, a Biometric-Authentication as a Service (BaaS) platform with FIDO2 certification. The certification is one of today’s most stringent security standards, internationally recognized and is compatible with various types of computing device operating systems.

In addition, one of the service development startups based on artificial intelligence Nodeflux also has a business line that focuses on developing solutions to simplify the eKYC process, Identifai. Nodeflux alone is one of the partners of the Directorate General of Civil Registration as a joint platform provider to provide the best performance in data utilization without security risks.

Regarding the SaaS industry landscape that specifically develops API-based verification solutions, Rick also said that in terms of education, the target market for this service already has a good understanding of the importance of verification solutions. “As the fintech industry and other digital-based companies grow, this solution will be increasingly needed and developed,” he said.

According to ReportLinker, the global software as a service (SaaS) market is expected to grow from $225.6 billion in 2020 to $272.49 billion in 2021 at a compound annual growth rate (CAGR) of 20.8%. The market is expected to reach $436.9 billion by 2025 at a CAGR of 12.5%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Awal Verihubs e-KYC

Verihubs Kantongi Pendanaan Tahap Awal 39,9 Miliar Rupiah, Segera Rilis Layanan Skoring Kredit

Startup pengembang layanan e-KYC Verihubs mengumumkan penutupan pendanaan tahap awal sebesar $2,8 juta (sekitar 39,9 miliar Rupiah) yang dipimpin Insignia Venture Partners dengan partisipasi dari Central Capital Ventura (CCV) dan Armand Ventures. Perusahaan berencana ekspansi ke pasar regional, serta mengembangkan produk baru, salah satunya skoring kredit.

Putaran ini juga diikuti oleh sejumlah angel investor startup lokal. Di antaranya, Budi Handoko (co-founder Shipper), Jefriyanto dan Ricky Winata (co-founder Payfazz), Rohit Mulani (co-founder Gotrade), Chinmay Chauhan (founder Bukuwarung), dan Pramodh Rai (eks-Chief Product Officer Modalku).

Sebelumnya, dalam putaran pra-tahap awal di 2019 kemarin, Co-founder Payfazz Hendra Kwik dan Co-founder Xfers Tianwei Liu turut serta dalam tahap ini selain Indigo Creative Nation.

Mengutip dari TechCrunch, sejumlah angel investor ini sebelumnya adalah pengguna layanan Verihubs. Bersama Payfazz, Verihubs membuka kesempatan bagi pelanggan menyetor uang dengan agen lokal untuk digunakan untuk pembayaran online, dan BukuWarung, untuk mengakses data transaksi.

Kedua contoh di atas adalah solusi Verihubs untuk segmen unbanked. Sementara itu, perusahaan juga melayani segmen pengguna yang sudah memiliki rekening bank. Masuknya CCV sebagai jajaran investor Verihubs, membuka kemungkinan implementasi verifikasi e-KYC terutama bagi pengguna yang memiliki rekening bank, karena dapat bermitra dengan BCA untuk mengakses data nasabahnya.

Terhitung, saat ini ada 46 perusahaan yang telah menjadi pengguna Verihubs, sebagian besar bergerak di bidang keuangan. Ditargetkan jumlah pengguna akan dilipatgandakan menjadi 100 perusahaan, lantaran teknologi Verihubs juga dapat digunakan untuk perusahaan e-commerce, rental marketplace, dan hospitality. Salah satu pengguna Verihubs datang dari perhotelan, mereka menggunakan platform tersebut untuk permudah proses check-in kamar.

Co-founder & CEO Verihubs Rick Firnando mengatakan, sebelum mengadopsi Verihubs banyak kliennya yang masih memverifikasi pelanggan secara manual yang membutuhkan waktu antara satu hingga dua minggu. Verihubs berfungsi sebagai solusi verifikasi secara menyeluruh menjadi lima detik, menggunakan teknologi autentikasi identitas berbasis AI dan API yang memungkinkan perusahaan terus memverifikasi pelanggan yang kembali melalui SMS, WhatsApp, atau panggilan kilat.

“Karena integrasi dengan banyak vendor itu sulit dilakukan oleh developer, itulah mengapa Verihubs memungkinkan klien untuk melakukan KYC, menawarkan verifikasi nomor telepon menggunakan WhatsApp atau SMS, dan juga memverifikasi data keuangan pelanggan,” ujar Rick.

Saat pengguna masuk ke aplikasi yang menggunakan Verihubs untuk pertama kalinya, mereka akan diminta untuk mengambil foto selfie dan kemudian mengunggah foto tanda pengenal berfoto yang dikeluarkan pemerintah. Teknologi AI Verihubs membandingkan kedua foto untuk melihat apakah mereka cocok, dan melakukan referensi silang ID dengan skor kredit operator telekomunikasi dan database pemerintah Indonesia, termasuk catatan kriminal.

Perusahaan menerapkan model bisnis berbasis transaction fee, klien akan membayar sesuai dengan jumlah verifikasi yang berhasil dilakukan.

Rick melanjutkan, perusahaan sedang membangun sistem skoring credit berdasarkan data-data transaksi dan saldo akun. Selain itu, berencana untuk memperluas ke pasar regional, seperti Vietnam dan Filipina.

“Untuk sistem verifikasi ID, kami menemukan bahwa Verihubs sudah ada product-market fit di Indonesia, tetapi kami ingin memperluas ke produk baru. Kami mengkonsolidasikan data keuangan dari berbagai sumber, tidak hanya untuk bank, tetapi juga populasi yang tidak memiliki rekening bank. Dan kami juga menjajaki ekspansi ke pasar baru, seperti Filipina dan Vietnam.”

Startup ini baru saja selesai ambil bagian dalam batch musim panas Y Combinator 2021, pendanaan ini diklaim sebagai startup AI pertama dari Indonesia yang didukung YC.

Verihubs didirikan pada 2019 di Jakarta oleh Rick Firnando yang memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun di industri B2B, dan Williem, peneliti AI yang memegang gelar PhD dalam bidang computer vision dari Universitas Inha Korea Selatan.

Kompetisi pasar

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menargetkan segmen sejenis seperti ASLI RI. Bekerja sama dengan LoginID, perusahaan asal Silicon Valley, ASLI RI luncurkan AsliLoginID, sebuah platform Biometric-Authentication as a Service (BaaS) yang mempunyai sertifikasi FIDO2. Sertifikasi tersebut menjadi salah satu standar keamanan yang paling ketat saat ini, diakui secara internasional dan kompatibel dengan beragam jenis sistem operasi perangkat komputasi.

Selain itu, salah satu startup pengembang layanan berbasis kecerdasan buatan Nodeflux juga memiliki lini bisnis yang fokus mengembangkan solusi untuk mempermudah proses eKYC yaitu Identifai. Nodeflux sendiri menjadi salah satu mitra Ditjen Dukcapil sebagai penyedia platform bersama untuk memberikan performa terbaik dalam pemanfaatan data tanpa risiko keamanan.

Terkait lanskap industri SaaS yang spesifik mengembangkan solusi verifikasi berbasis API, Rick turut menyampaikan bahwa dari segi edukasi, target pasar untuk layanan ini sudah memiliki pemahaman yang baik akan pentingnya solusi verifikasi. “Seiring pertumbuhan industri fintech serta perusahaan lain yang berbasis digital, solusi ini akan semakin dibutuhkan dan berkembang,” pungkasnya.

Menurut laporan dari ReportLinker, pasar perangkat lunak sebagai layanan (SaaS) global diperkirakan akan tumbuh dari $225,6 miliar pada tahun 2020 menjadi $272,49 miliar pada tahun 2021 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 20,8%. Pasar diperkirakan akan mencapai $ 436,9 miliar pada tahun 2025 dengan CAGR 12,5%.

Targetkan Segmen B2C, Prosa.ai Luncurkan Produk SaaS “Text-to-Speech”

Setelah sempat mengalami hambatan dalam pertumbuhan bisnis akibat pandemi, pengembang platform Natural Language Processors (NLP) Bahasa Indonesia Prosa.ai mengklaim terus mengalami pertumbuhan yang positif hingga saat ini.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto mengungkapkan, selama ini perusahaan fokus pada segmen B2B dari kalangan pemerintahan, menjadikan proyek yang telah dijalankan harus ditunda karena adanya pengalihan budget. Namun di pertengahan 2021 kondisi sudah semakin pulih dan proyek yang sempat tertunda berjalan kembali.

“Di sisi lain saya melihat pandemi sudah mengakselerasi adopsi digital. Sehingga jika dulunya tidak menjadi fokus, kini sudah banyak perusahaan hingga pemerintahan yang mengadopsi teknologi untuk mempermudah pekerjaan mereka,” kata Teguh.

Dalam implementasinya, Prosa.ai memiliki dua produk utama. Ada Prosa Text untuk layanan rekognisi teks, menyediakan jasa dalam bentuk API dan juga aplikasi kustom. Beberapa di antaranya adalah identifikasi berita hoax, hate speech, ekstraksi opini, klasifikasi jenis dokumen, ekstraksi informasi khusus, alat dasar NLP, dan lain-lain.

“Saat ini kami masih fokus kepada dua produk utama tersebut. Namun saat ini sudah mengalami pengembangan, bukan hanya conversational AI saja kita juga sudah muai merambah ke regulation technology,” kata Teguh.

Salah satu kerja sama strategis yang telah terjalin adalah dengan Bank Indonesia untuk risk analysis. Prosa.ai juga telah menjalin kemitraan dengan DPR untuk pengecekan regulasi. Sementara untuk layanan healthcare yang terbilang high regulated, mereka juga mengklaim turut membantu proses tersebut memanfaatkan analysis tools yang ada.

Disinggung seperti apa persaingan di antara pemain yang menawarkan layanan serupa, menurut Teguh untuk Indonesia sendiri belum terlalu banyak pemain lokal. Selain Prosa.ai, ada pemain lokal lain yang juga menggarap NPL berbahasa Indonesia, antara lain Media Kernels Indonesia, Bahasa.ai, dan Kata.ai.

Kebanyakan pemain yang mencoba menawarkan layanan serupa dengan Prosa.ai adalah perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Microsoft dan lainnya. Namun demikian kapabilitas utama mereka lebih ke Bahasa Inggris untuk produk NLP-nya.

Untuk mempercepat akselerasi bisnis Prosa.ai memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana. Harapannya proses tersebut bisa dilancarkan dalam beberapa bulan ke depan.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Prosa.ai adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A. Pendanaan tersebut dipimpin oleh GDP Venture. Investasi tersebut melanjutkan pendanaan awal yang diterima tahun 2018 dari Kaskus (juga merupakan portofolio GDP Venture).

“Target kita tahun ini bisa mencapai pertumbuhan bisnis hingga dua kali lipat dibandingkan tahun lalu,” kata Teguh.

Luncurkan produk di segmen B2C

 

Produk terbaru yang telah diluncurkan menyasar segmen B2C adalah SaaS Text-to-Speech (TTS), sebuah solusi berbasis cloud yang dapat memenuhi kebutuhan dalam mengubah teks menjadi suara.

Prosa TTS dilengkapi dengan berbagai macam fitur yang memudahkan pengguna. Saat pandemi permintaan yang datang justru banyak dari end consumer, terutama mereka konten kreator hingga influencer untuk keperluan pengisian suara video dan sejenisnya.

“Kami menawarkan pilihan freemium kepada pengguna. Secara gratis mereka bisa mencoba namun dengan keterbatasan yang ada. Jika ingin menikmati fitur lainnya mereka bisa berlangganan dengan harga mulai dari Rp50 ribu,” kata Teguh.

Ke depannya Prosa.ai juga memiliki rencana untuk meluncurkan produk menarik lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh segmen B2C. Untuk memperluas bisnis, perusahaan saat ini juga telah menjalin kolaborasi dengan publisher besar di Indonesia untuk generating content E-Book secara otomatis. Rencana strategis lainnya yang mulai dilirik oleh Prosa.ai adalah, menyediakan pilihan bahasa Indonesia untuk berbagai platform seperti media sosial.

“Saat ini sudah ada perusahaan asal Tiongkok yang tengah menjajaki kerja sama dengan kami. Mereka memiliki platform text dan speech namun hanya untuk bahasa inggris dan bahasa mandarin. Kita masih melakukan technical due diligence jika proses sudah rampung semoga bisa menjadi mitra agar bisa melakukan request recommendation dengan mereka,” kata Teguh.

Proyeksi ukuran pasar layanan NLP global / MarketsAndMarkets

Menurut laporan, ukuran pasar NLP global telah mencapai $11,6 miliar pada tahun 2020 dan akan tumbuh hingga $35,1 miliar pada 2026 dengan CAGR 20,3%. Pertumbuhan SaaS tersebut dikarenakan kompleksitas pembuatannya. Pengembang aplikasi memiliki kecenderungan layanan siap pakai yang dapat diintegrasikan dengan backend kreasinya.

Peluang lain, saat ini belum banyak platform yang mengakomodasi korpus bahasa Indonesia. Sementara perkembangan ekosistem digital di tanah air menunjukkan traksi luar biasa. Konsumen menuntut layanan aplikasi yang semakin cerdas. Sehingga peluang layanan berbasis kecerdasan buatan seperti TTS tersebut juga semakin besar.

Bekerja Sama dengan Militer, Beberapa Pegawai Unity Ungkapkan Kekecewaan

Menyebut nama Unity kepada para gamer tentunya akan mengingatkan mereka kepada salah satu engine game yang telah digunakan oleh banyak game selama hampir 20 tahun. Game-game modern seperti Genshin Impact, Fall Guys, hingga Mobile Legends bahkan juga dibuat dengan Unity.

Di luar industri game, engine ini juga digunakan di beragam keperluan pengolahan grafis seperti film, arsitketur, otomotif, hingga keperluan militer. Untuk yang terakhir, meskipun perusahaan Unity sendiri dengan bangga menyebutkan bahwa mereka bekerja sama dengan militer, namun kabar terbaru ternyata menunjukkan bahwa beberapa pegawai Unity tidak menyukai kerja sama tersebut.

Laporan tersebut diungkap oleh Vice yang melakukan wawancara terhadap tiga narasumber yang berasal dari pegawai dan juga mantan pegawai dari Unity yang meminta disembunyikan identitasnya untuk masalah keamanan.

Menurut pengakuan dari para narasumber ini, proyek-proyek Unity yang bekerja sama dengan militer tersebut akan diberi kode nama “GovTech“. Unity sendiri mengumumkan proyek tersebut kepada publik pada bulan Maret 2021 lalu bahwa mereka mengembangkan teknologi di semua produk mereka untuk membantu pemerintah dalam beradaptasi dengan AI (artificial intelligence) dan machine learning.

Kerja sama antara kedua belah pihak itu menimbulkan kekhawatiran pada para pegawai terkait masalah etika yang muncul dari potensi persilangan antara proyek militer dan non-militer. Mereka mengambil contoh kecerdasan buatan atau AI yang awalnya dikembangkan untuk video game, dapat juga berakhir di dalam proyek militer tanpa mereka ketahui.

Salah satu sumber tersebut juga mengutarakan bahwa dirinya bergabung ke Unity karena percaya mereka memiliki tujuan untuk memberdayakan developer dan juga membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Lebih blak-blakan, sumber tersebut menyebut bahwa dirinya kini tersadar bahwa mencari keuntungan lewat perang merupakan cara tercepat untuk mencari keutungan secara universal di industri teknologi.

unity ipo
Image Credit: Unity

Setelah Vice mencoba menghubungi pihak Unity untuk meminta komentar, sang CEO John Ritccitiello disebutkan langsung mengeluarkan pernyataan internal kepada seluruh pegawai Unity bahwa kontrak mereka dengan militer sangat terbatas. Dan Unity tidak akan mendukung program kerja sama yang mereka tahu melanggar prinsip atau nilai-nilai perusahaan.

Namun ternyata pesan yang disampaikan kepada lebih dari 4.000 karyawan Unity tersebut malah menimbulkan reaksi negatif. Karena kenyataannya hanya segelintir karyawan yang mengetahui keterlibatan Unity dengan militer, sedangkan berkat pernyataan tersebut semua karyawan kini mengetahuinya.

Hal ini akhirnya membuat sang CEO berjanji akan membuat pertemuan terbuka untuk seluruh pegawai Unity yang akan diadakan hari Selasa waktu setempat untuk membahas bersama terkait topik kerja sama militer tersebut.

AI untuk Pendidikan

Mendongkrak Peringkat PISA dengan Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI) terus dioptimalkan di berbagai bidang untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam melakukan aktivitas tertentu. Tak terkecuali di bidang pendidikan, setumpuk permasalahan masih menjadi PR bersama di Indonesia untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Terlebih saat ini pandemi yang memaksa setiap siswa untuk secara mandiri melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah – dipaksa mengadopsi teknologi pembelajaran untuk mengejar kompetensi yang dicanangkan dalam kurikulum.

Terkait dengan AI di dunia pendidikan, DailySocial berkesempatan untuk melakukan diskusi dengan Co-Founder & CEO CoLearn Abhay Saboo dan Founder & CEO Blox.ai Ashwini Asokan. CoLearn adalah startup edtech di Indonesia yang memfokuskan layanan untuk membantu siswa K-12 mendapatkan konten dan layanan pembelajaran khususnya di bidang matematika dan fisika. Sementara Blox.ai adalah startup berbasis PaaS yang memungkinkan setiap perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas AI-nya secara native.

Baik CoLearn maupun Blox.ai adalah portofolio dari Sequoia Capital India.

Diawali dari visi

Mengawali perbincangan, Abhay mengatakan bahwa visinya dengan CoLearn sangat jelas, yakni membantu Indonesia meningkatkan peringkat di PISA. Seperti diketahui Programme for International Student Assessment (PISA) adalah salah satu tolok ukur kualitas pendidikan di suatu negara. Riset ini mengambil sampel siswa-siswi dari berbagai negara untuk mengukur kualitas.

Per survei tahun 2018, Indonesia berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Untuk nilai matematika, berada di peringkat 72 dari 78 negara. Sedangkan nilai sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Cenderung stagnan sejak 15 tahun terakhir.

Lewat inovasinya, CoLearn saat ini memiliki dua produk utama. Pertama fitur “Tanya” yang diberdayakan dengan teknologi AI. Membantu siswa menemukan solusi ketika menemui kesulitan pengerjaan soal matematika atau fisika. Siswa cukup mengambil foto soal yang dikerjakan dari aplikasi, kemudian sistem akan memberikan konten video rekomendasi yang relevan untuk membantu mengerjakan soal tersebut.

Fitur kedua adalah kegiatan pembelajaran eksklusif lewat Live Tutoring, untuk membantu siswa memahami konsep pembelajaran bersama mentor berpengalaman. Di sini Abhay mengaku menerapkan standardisasi yang cukup ketat, khususnya dari sisi tutor dan penyampaian materi, untuk memastikan setiap siswa mendapati keluaran hasil pembelajaran (learning outcomes) paling optimal.

Demikian juga dengan Ashwini, di masa yang mengharuskan banyak orang untuk beralih ke edtech ini menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi inovator untuk menghasilkan pendekatan teknologi yang paling relevan. Penerapan AI yang ideal dalam pendidikan pun seharusnya bisa menjadikan teknologi tidak hanya mendigitalkan pendidikan, namun benar-benar memberikan dampak efisiensi dan personalisasi.

Pada akhirnya pendidikan harus selalu dua arah, proses belajar dan mengajar. Ashwini menyebutkan proses pengajaran (training) ini yang harusnya bisa lebih dioptimalkan dengan AI dalam sebuah platform edtech. Karena, cara atau metodologi dalam penyampaian materi akan berkorelasi erat dengan kualitas hasil pembelajaran tersebut. Dan yang paling penting, AI harus bisa menghadirkan pengalaman yang unik bagi setiap siswa, memfasilitasi kebutuhan pembelajaran dan tingkat pemahaman masing-masing.

Permasalahan di Indonesia

Sekilas, layanan CoLearn sebenarnya sama seperti dengan yang disediakan oleh pemain edtech lain. Menurut Abhay, proposisi nilai yang coba dihadirkan startupnya adalah para kualitas materi. Fokus pada pembelajaran di bidang tertentu menjadikan CoLearn dapat memberikan konsentrasi lebih banyak dalam memberikan pengajaran tentang konsep dasar suatu permasalahan – alih-alih hanya membantu setiap siswa menjawab soal.

Ia bercerita, mengambil studi kasus tentang kegiatan bimbel, kultur di Tiongkok atau India program pelajaran tambahan di luar kelas formal tersebut difokuskan untuk menajamkan pemahaman konsep dari mata pelajaran yang didapat di sekolah. Sementara ketika melihat di Indonesia, tidak sedikit orang tua yang membawa anaknya ke bimbel untuk mendapatkan bantuan dalam mengerjakan PR yang didapat dari sekolah atau persiapan ujian. Hal ini yang coba difasilitasi dengan lebih instan lewat AI di fitur Tanya.

Mendefinisikan permasalahan ini dianggap penting bagi CoLearn, karena pada dasarnya setiap startup edtech akan memiliki pendekatan yang serupa – kaitannya dengan model bisnis dan cara-caranya untuk bertahan. Bagi Abhay, ia tidak menginginkan untuk menjadi solusi untuk semua bidang studi, maka memutuskan fokus pada bidang-bidang tertentu saja yang dianggap bisa meningkatkan peringkat PISA Indonesia secara global.

Sebanyak 4 juta siswa sejak 4 bulan beroperasi dianggap menjadi respons yang baik dari pasar, tentang bagaimana konsep pembelajaran yang lebih personal dengan AI dan live tutoring yang lebih mengajarkan konsep bisa diterima di Indonesia.

Peran AI

Ashwini menyampaikan, banyak skenario AI yang dapat diciptakan untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih baik. Terkait kolaborasinya dengan CoLearn ia menceritakan, di fitur Latihan Soal hasil pembelajaran akan dianalisis untuk menyoroti aspek kelemahan siswa dalam materi bahasan tertentu, untuk selanjutnya sistem dapat memberikan rekomendasi pembelajaran yang lebih relevan sesuai apa yang sebenarnya dibutuhkan. Termasuk di fitur Live Tutoring yang disediakan, ketika ada interaksi tanya-jawab, sistem AI dapat diimplementasikan untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan unik setiap peserta didik.

Pembelajaran yang lebih personal pada akhirnya akan menjadi aspek penting dalam pelaksanaan pendidikan berbasis teknologi. Di saat banyak siswa sudah mulai lelah dengan kelas Zoom atau materi video on-demand, cara paling efektif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran adalah dengan mengidentifikasi setiap masalah unik yang dimiliki masing-masing pelajar. Menghasilkan learning journey yang baik dapat menjadi prioritas para pemain edtech untuk bisa benar-benar menyelesaikan isu pendidikan di Indonesia.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Zenius to Implement AI Technology by Introducing ZenCore

Edutech startup Zenius introduces ZenCore to improve general knowledge of three fundamental subjects, mathematics, verbal logic, and English. In developing this latest feature, they implemented AI and machine learning technology to learn the capabilities of each user based on their answers to questions in Core Practice.

CorePractice is a site on ZenCore containing hundreds of thousands of questions from three main branches of concentration. Users can take advantage of CoreInsight to learn about existing topics for greater insight as it contains explanations of practice questions, in the form of easy-to-understand concept videos.

Zenius system will automatically determine the user’s basic level of ability from these answers by calculating an algorithm that is designed as accurately as possible. The accuracy of users’ answers will determine their level on the ZenCore scoreboard.

Zenius’ Chief Education Office, Sabda P.S. explained, one of Indonesia’s common problem today is the basic understanding of the community as it is too focused on specific sciences. Moreover, each person has different ability from one another. This is why we cannot create the same subject provision for all, because each person must learn with their respective abilities.

“We equipped ZenCore with a ranking and scoring scheme to ignite a competitive attitude in every user. Through the gamification approach, we expect that users will share their values ​​on social media, and invite friends to compete in a positive way,” he said in an official statement, Thursday (1/7).

This feature is also part of the company’s efforts to optimize retention on its platform because just like games, ZenCore will make users curious to get a better score. With the gamification format, he wants to emphasize that the learning process does not always have to be serious and rigid.

In a study that Sabda quoted from ScienceDirect, the concept of gamification applied in education was proven to be able to increase the average score of students by 34.75%. Meanwhile, students who were educated using gamification-based materials also experienced an increase in performance of up to 89.45% compared to students who only received one-way material.

Sabda also mentioned, ZenCore can be accessed for free. Users who want to deepen their basic skills can try to complete 100 levels containing more than 135 thousand questions. All of these questions are compiled by the curriculum development team at Zenius based on basic questions from mathematics, verbal logic, and English that are familiar in everyday life.

“ZenCore is the beginning of our focus on maximizing the implementation of AI technology into the Zenius platform. Going forward, we will continue to develop features that utilizes AI technology to provide related learning experiences for all users,” Sabda said.

It is said that during the 2019/2020 school year, Zenius has been accessed by more than 16 million users from rural and urban areas throughout Indonesia. Zenius has more than 90 thousand learning videos and hundreds of thousands of practice questions for elementary-high school levels that have been adapted to the national curriculum.

Additional technology in the edtech industry

Prior to Zenius, tmany edutech players have started to use the latest technology to provide added value for its users. Its closest competitor, Ruangguru, has released Roboguru which is designed to help students answer questions from various subjects by providing discussions and recommendations for learning videos.

Roboguru takes advantage of Photo Search and User Generated Content capabilities. Users only need to send photos of questions that they feel are difficult to do, then the system will provide material recommendations that can help solve the problem.

There is also Cakap, which embeds AR-based content to make the learning process more interactive. This technology was developed with AR&Co., through ISeeAR technology. Learning sessions conducted through video teleconferencing are equipped with interesting animations to increase children’s interest in learning.

Furthermore, ELSA Speak which utilizes artificial intelligence combined with voice recognition to help users pronounce English. The application will assess the user’s pronunciation and provide scores or recommendations for improvement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here