Tag Archives: Asosiasi Blockchain Indonesia

Industri web3 Indonesia 2024

Ekosistem Web3 Indonesia Optimistis Proyeksikan Bisnis Tahun Depan

Pemuda asal Semarang, Ghozali Everyday jadi fenomena pada tahun 2022. Dalam sekejap, ia mengantongi miliaran Rupiah dari foto selfie yang dijual di platform OpenSea. Obyek berbasis non-fungible token (NFT) pun jadi bulan-bulanan para peminat aset digital maupun yang sekadar penasaran.

Euforia NFT tak bertahan lama saat kenaikan suku bunga acuan dan inflasi menghantam global. Peminatnya menurun, nilai NFT dan kripto ikut merosot. Harga koleksi Bored Ape Yacht Club dilaporkan terjun bebas dari jutaan dolar AS jadi puluhan ribu dolas AS. Tak jauh berbeda, harga terendah foto Ghozali di OpenSea tinggal 0,03 ETH dari harga terendah sebesar 0,13 ETH per 2022.

Volume transaksi perdagangan aset kripto juga dilaporkan terus menurun selama tiga tahun terakhir. Sempat tembus di angka Rp859,4 trilun pada 2021, total transaksinya kembali turun ke Rp306 triliun pada 2022, dan per September 2023 nilainya tinggal Rp94,4 triliun.

Pasar Indonesia mengenal blockchain awalnya lewat kripto, lalu berkembang ke proyek lainnya, misalnya NFT. Baik kripto dan NFT cenderung banyak diminati oleh segmen ritel atau individu. Sebagai aset digital yang diperdagangkan, nilainya sangat fluktuatif sehingga berisiko tinggi. Alhasil, fluktuasi ini membentuk sentimen negatif di kalangan masyarakat.

“Tak bisa dimungkiri, kondisi bull market terjadi pada tahun 2020 hingga 2022. Ini ditandai dengan kenaikan harga, orang-orang fokus untuk menghasilkan jutaan dolar dalam semalam lewat kripto sehingga menciptakan mindset bahwa produk Web3, seperti kripto dan NFT adalah speculative asset,” ujar CEO Gaspack Novrizal Pratama saat diwawancarai DailySocial.id.

Pada tulisan ini, DailySocial.id menyoroti tentang refleksi industri blockchain dan proyeksinya dari sejumlah pemain dan asosiasi.

Sorotan tren 2024

Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) dan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) menyatakan terus aktif mendorong adopsi blockchain, termasuk di Kementerian atau lembaga terkait untuk mengatasi isu di tingkat nasional. Salah satunya proyek pembuatan Central Bank Digital Currency (CBDC), Digital Rupiah.  Upaya lainnya adalah edukasi dan literasi untuk meningkatkan kualitas SDM.

Asih Karnengsih, Direktur Eksekutif ABI-Aspakrindo mengakui bahwa industri blockchain mengalami perlambatan sementara yang dipicu oleh fluktuasi dan perubahan minat pasar. Namun, faktor ini adalah hal yang wajar mengingat industri ini masih terbilang baru.

“Siklus ekosistem Web3, jika dianalisis secara teknis, mengalami hal serupa dalam periode tertentu. Penurunan minat dibutuhkan dalam sebuah siklus untuk memastikan pihak-pihak di dalam ekosistem ini dapat berkontribusi secara positif, tidak cuma mengikuti tren yang sifatnya sementara. Fase ini menjadi momentum bagi para pengembang teknologi untuk mengeksplorasi inovasi,” ucap Asih kepada DailySocial.id.

Berdasarkan data Kominfo per September 2023, terdapat sebanyak 1.629 perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan pengembang teknologi blockchain di Indonesia. Adapun, Asosiasi memetakan industri Web3 berdasarkan model usaha sebagai berikut:

Ekosistem Blockchain di Indonesia / Sumber: Asosiasi Blockchain Indonesia

Sementara, VP of Operations Upbit Indonesia Resna Raniadi memperkirakan adopsi beberapa tren Web3 masih berlanjut meski industrinya sempat jungkir balik. Menurutnya, tren peralihan internet generasi Web2.5 (mencakup kripto, NFT, AI, hingga metaverse) ke Web3 akan terus berlangsung.

Kemudian, NFT disebut masih akan memainkan peran terhadap transformasi industri kreatif, terutama dalam hal kepemilikan karya seni digital maupun barang koleksi lain. NFT banyak diadopsi oleh seniman maupun kreator untuk memonetisasi karyanya kepada penggemar dan kolektor.

“Tahun 2023 telah memberikan gambaran yang menarik tentang perkembangan dunia cryptocurrency. Dengan pertumbuhan proyek baru dan adopsi blockchain, industri ini terus bergerak maju. Meski ada tantangan yang perlu diatasi, peluang baru dan inovasi terus bermunculan,” ujar Resna dalam keterangan resminya.

Transformasi industri kreatif

Asosiasi menilai daya tarik utama NFT tak hanya terletak pada bukti kepemilkan untuk memastikan asal usul suatu produk digital, tetapi juga pintu pengembangan ekosistem digital yang lebih transparan. Ini menjadi unsur penting bagi sektor seni dan game.

Senada dengan hal itu, Co-Founder dan CEO Artopologi Intan Wibisono berujar bahwa penggunaan blockchain sebetulnya dapat membantu melacak rekam jejak dan keaslian sebuah karya. Di samping itu, NFT punya peran untuk memberi akses ke pasar luas dan tidak terkungkung oleh batasan lokasi. Keduanya dianggap sering menjadi isu utama, baik bagi seniman maupun penggemar karya.

Concern kami bukan cuma soal transaksi jual-beli, tetapi upaya melindungi [ekosistem] dalam jangka panjang. Industri kesenian belum ada disrupsi teknologinya, [jika ada] disrupsinya sangat kompleks. Makanya, kami coba menggabungkan blockchain ke dalam marketplace,” tutur Intan saat berbincang dengan DailySocial.id.

CEO Gaspack Novrizal Pratama menambahkan, pemanfaatan NFT memberi seniman dan kreator kesempatan untuk memonetisasi karyanya tanpa melibatkan pihak ketiga. Sebagian besar hasil penjualan masuk ke kantong mereka. “Kami ingin empowering mereka supaya tidak hanya dihargai sebagai commission artist saja.”

Hasil penjual karya digital NFT di Gaspack / Sumber: Gaspack

Sejumlah seniman, kreator, dan korporasi mulai memanfaatkan NFT untuk mengutilisasi karya, baik untuk tujuan monetisasi karya maupun mempererat hubungan dengan penggemarnya. Berdasarkan laporan “Statista Digital Economy Compass 2022“, terdapat 1,25 juta pengguna NFT di Indonesia, juga negara terbesar ke-8 di dunia. Di posisi pertama ada Thailand dengan 5,65 juta pengguna.

Beberapa seniman atau kreator, musisi Isyana Sarasvati merilis koleksi NFT Mystery di mana pemiliknya bisa merasakan pengalaman ruang sinestetik antara audio-visual dari karya-karyanya. Bumilangit juga memanfaatkan NFT untuk mengutilisasi ekosistem semestanya yang berkaitan dengan film, games, dan komik digital. Beberapa yang sudah dirilis adalah 346 unit NFT  Gundala dan 381 unit NFT Sri Asih.

Blockchain pada enterprise

Private blockchain adalah jaringan blockchain yang adopsinya mungkin belum sepopuler public blockchain. Secara sentimen, pemahaman pasar terhadap blockchain juga kebanyakan merujuk pada produk public blockchain, seperti kripto dan NFT. Namun, dari sisi permintaan, kebutuhan private blockhain sangat besar.

Padahal, private blockchain dan public blockchain memiliki perbedaan utama pada siapa yang dapat mengakses dan berpartisipasi di dalam jaringan. Public blockchain terbuka untuk siapa saja, sedangkan private blockchain hanya dapat diakses oleh pengguna tertentu.

Salah satu use case-nya adalah pengelolaan aset (treasury management) berbasis digital berbasis blockchain. Disampaikan Co-CEO D3 Labs Tigran Adiwirya, solusi ini memungkinkan perusahaan untuk melacak aset anak usahanya, mulai dari pencatatan, lokasi, hingga aktivitas perpindahannya. Solusi ini disebut dapat memudahkan perusahaan melakukan audit.

Ia juga menilai bahwa blockchain sebetulnya tidak sekompleks dari apa yang diketahui orang, karena pada dasarnya hanya teknologi pencatatan yang dikelola secara terdesentralisasi. Blockchain juga dapat diaplikasikan ke sektor-sektor yang sifatnya lekat dengan kebutuhan data, misalnya rekam medis pada sektor kesehatan.

“Kami berada di persimpangan antara fintech dan blockchain, antara Web2 dan Web3. Maka itu, kami sedang kalibrasi karena sering disalahpahami [sebagai produk blockchain]. Dibilang Web3, tidak juga karena tidak ada elemen kripto. Adopsi solusi pada enterprise tidak secepat retail. Ada faktor compliance. Perceive complexity terhadap blockchain juga beragam. Jadi harus ada [pemain] yang mendorong industrinya.” papar Tigran.

Geliat aset kripto di Indonesia terus meningkat sebagai aset investasi / Unsplash

Industri Kripto Bertumbuh Pesat, Hasilkan Pajak 246,45 Miliar Rupiah

Kesadaran pemerintah akan pesatnya pertumbuhan industri kripto di Indonesia telah mendorong kebijakan pengenaan pajak atas transaksi kripto. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN PPh, pemerintah memandang aset kripto sebagai komoditas yang memenuhi kriteria sebagai objek PPN. Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Mei 2022.

Berdasarkan Final Publikasi APBN KiTa Edisi Januari 2023, pajak atas transaksi Kripto jika merujuk pada PMK 68/2022 Pasal 19, dikenakan PPh Pasal 22 kepada Penjual aset Kripto, Penyelenggara PMSE, dan Penambang Aset Kripto (miner). Sedangkan subjek PPN Kripto atau yang dikenakan PPN atas transaksi aset Kripto adalah Pembeli aset Kripto dan Penjual aset Kripto.

Bila dijabarkan per jenis pajaknya, Pajak Kripto merupakan hasil dari penerimaan PPh Pasal 22 atas Transaksi Aset Kripto melalui Penyelenggara PMSE DN, serta penyetoran sendiri PPN DN atas Pemungutan oleh Non-Bendaharawan.

Sumber: Final Publikasi APBN KiTa Edisi Januari 2023

Belum lama ini, Wakil Menteri Perdagangan Indonesia Jerry Sambuaga mengungkapkan bahwa akumulasi pajak kripto per Desember 2022 mencapai Rp246,45 miliar. Dengan rincian, total perolehan pajak PPh sebesar Rp117,44 miliar dan PPN sebesar Rp129,01 miliar.

Angka tersebut mewakili 53,55% dari total pajak atas transaksi kripto dan pajak Fintech P2P Lending yang bernilai Rp456,49 miliar. “Kontribusi  transaksi kripto kepada negara, dibandingkan negara lain, seperti Korea Selatan dan India, kita termasuk yang proporsional,” tambahnya.

Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) Asih Karnengsih turut menyampaikan, “Walaupun pajak kripto baru diterapkan pada 1 Mei 2022, sudah dapat meraih  angka Rp246,45 pada Bulan Desember 2022. Asosiasi Blockchain Indonesia beserta pemain Kripto lainnya percaya bahwa pengembangan sektor kripto akan terus tumbuh seiring dengan perkembangan regulasi dan minat masyarakat.”

Penggunaan token kripto di Indonesia

Memasuki tahun 2022, pasar kripto disebut tengah mengalami masa bear market. Mengacu pada situs Investopedia, bear market adalah kondisi di mana nilai cryptocurrency telah turun setidaknya 20% dan terus turun. Contohnya ketika terjadi crash cryptocurrency di tahun 2017 lalu, investor melihat Bitcoin turun dari US$20 ribu menjadi US$3.200 dalam beberapa hari.

Kondisi ini juga berdampak pada jumlah transaksi kripto di Indonesia yang mengalami penurunan dan hanya bernilai Rp266,9 triliun. Angka ini menurun 68,9% dari tahun sebelumnya di angka Rp858,76 triliun. Terkait hal ini, Jerry mengungkapkan, “Kontribusi transaksi kripto kepada negara, dibandingkan negara lain, seperti Korea Selatan dan India, kita termasuk yang proporsional.”

Meskipun demikian, pengguna platform kripto yang telah melewati tahapan know your customer (KYC) disebut meningkat menjadi 16,3juta pengguna. Faktanya, jumlah pengguna kripto di negara ini terus bertambah, yang tadinya hanya 11,2 juta pengguna di tahun 2021, meningkat sebesar 48,7% pada November 2022 di angka 16,55 juta pengguna.

Di samping itu, Jerry juga melihat adanya potensi ekspor pada token yang diterbitkan proyek lokal. Ia menyebutkan ada 10 token lokal dari 383 token yang telah disetujui Bappebti. Token lokal yang dimaksud, antara lain Toko Token (TKO), LDX Token, Zipmex Token (ZMT), NanoByte (NBT), TadPole (TAD), ASIX Token (ASIX), Leslar, Pintu (PTU), Vexanium (VEX), dan Tokenomy (TEN).

Menurut Jerry, konsep aset kripto dan blockchain akan memberikan pengaruh luas dan mengubah pola pengaturan ekonomi perdagangan menjadi berbasis otoritas pasar dan komunitas. Salah satu yang menjadi perhatian adalah diperlukan kehadiran sebuah lembaga yang mengatur dan mengawasi industri kripto terkait perlindungan konsumennya.

Asih menambahkan, “Kami belum lama ini juga telah melakukan audiensi dengan OJK dan turut menyampaikan potensi dari pembentukan Bursa Kripto yang dapat membantu pengawasan perdagangan dan inovasi aset kripto kedepannya. Kami harap untuk kedepannya, peresmian Bursa Kripto ini dapat membantu industri Kripto di Indonesia serta pengembangan teknologi Blockchain secara keseluruhan.”

Kemendag dan Bappebti juga disebut segera merealisasikan hal tersebut adalah dengan menyegerakan peluncuran bursa kripto yang ditargetkan segera rilis sebelum Juni 2023. Bursa Kripto Indonesia akan berperan sebagai “pengatur” dalam industri kripto dengan tujuan untuk mencegah pihak-pihak tertentu dalam melakukan monopoli pasar.

Lanskap industri Web3 di Indonesia. Sumber: Indonesia Cypto Outlook 2022

Laporan “Indonesia Web3 Landscape dan Crypto Outlook 2022” yang dirilis Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) dan Indonesia Crypto Network (ICN) menunjukkan bahwa terdapat 569 perusahaan atau startup terdaftar di sistem Online Single Submission (OSS) yang masuk dalam kategori “Aktivitas Pengembangan Teknologi Blockchain” dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Industri (KBLI) 62014.

Tren Crypto Indonesia 2022

Crypto Outlook 2022: Transaksi Kripto di Indonesia Merosot

Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) dan Indonesia Crypto Network (ICN) baru saja merilis “Indonesia Crypto Outlook Report 2022” yang menyoroti perkembangan industri blockchain dan kripto tanah air di sepanjang tahun ini.

“Lanskap ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang ekosistem industri blockchain dan aset kripto di Indonesia,” tutur Chairwoman ABI Asih Karnengsih.

Laporan ini menyebut bahwa industri blockchain dan kripto di Indonesia tumbuh secara eksponensial selama enam tahun terakhir. Pertumbuhan ini turut didukung oleh peningkatan penetrasi internet, saat ini telah mencapai 77% atau sebanyak 210 juta pengguna.

Per Oktober 2022, jumlah investor kripto di Tanah Air tercatat sebanyak 16,4 juta orang, melampaui investor pasar modal yang sebesar 9,98 juta orang. Namun, sepanjang periode Januari-Oktober 2022, transaksi kripto di Indonesia merosot hingga 61% atau menjadi Rp279,8 triliun dari periode sama tahun lalu yang menembus angka Rp717,99 triliun.

Dirinci berdasarkan jenisnya, data Indodax mencatat Bitcoin sebagai aset dengan transaksi tertinggi selama tiga tahun berturut-turut dari 2018-2020. Di 2021, Dogecoin mengambil alih posisi teratas dengan total transaksi sebesar Rp40,8 triliun. Kemudian per Agustus 2022, Theter mengambil transaksi terbesar dengan Rp18,4 triliun.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini tercatat 569 perusahaan atau startup terdaftar di sistem Online Single Submission (OSS) yang masuk dalam kategori “Aktivitas Pengembangan Teknologi Blockchain” dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Industri (KBLI) 62014.

Adapun, lanskap ekosistem blockchain dan kripto Indonesia dipetakan menjadi 12 kategori dari sebanyak 383 proyek kripto; masih didominasi oleh platform Blockchain (90), Decentralize Finance (84), dan transaction-based (59).

Sebelumnya, dilansir dari Liputan6.comKetua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Teguh Kurniawan Harmanda menilai penurunan volume transaksi kripto di Indonesia terjadi karena efek domino krisis makroekonomi global. Pasar lesu akibat kebijakan moneter Amerika Serikat (AS),

“Guncangan sistem keuangan global bisa memberikan efek cukup besar bagi pasar kripto. Guncangan tersebut adalah situasi makroekonomi yang goyah akibat resesi dan geopolitik yang memanas. Hal ini bisa membuat situasi crypto winter bisa terjadi,” tuturnya.

Kebijakan kripto

Tahun ini juga menjadi tahun ramainya kebijakan yang dicetuskan pemerintah demi memperketat regulasi industri kripto di Indonesia. Laporan ini mencatat sejumlah kebijakan baru yang muncul, seperti pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembelian aset kripto yang berlaku sejak per 1 Mei 2022.

Pemerintah akan mengenakan PPh dan PPN dikenakan dengan tarif final masing-masing sebesar 0,1% dan 0,11% untuk pedagang terdaftar, serta masing-masing 0,2% dan 0,22% untuk pedagang yang belum terdaftar. Adapun, total pendapatan pajak dari aset kripto per Oktober 2022 mencapai Rp191,1 juta.

Kemudian, Bappebti menerbitkan perubahan atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka dari Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.

Laporan ini juga menyoroti langkah Bank Indonesia untuk mengeksplorasi pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital melalui Proyek Garuda. Sekadar informasi, Bank Indonesia (BI) menerbitkan white paper Rupiah Digital atas restu Presiden Joko Widodo pada November lalu.

“Pengembangan Rupiah Digital akan menjadi satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia.” Tutur Gubernur Bank Indonesia Perry Warijiyo seperti dikutip dari Detik.com.

The Crypto Fever: From Regulation through Technology Development

Over the past year, the trading price of crypto assets recorded a significant upward trend. Bitcoin, for example, is still experiencing a strengthening over 40% year-to-date as of May 19, 2021. Meanwhile, over the past year, it shot up to 320%. This trend has attracted many Indonesian investors.

The high transaction of crypto assets has made many countries take steps to protect the ecosystem. Globally, Asia has played a significant role in the development of the crypto asset industry over the past decade.

In this region, each country is competing to take part as a hub for crypto and blockchain assets. According to CoinGecko’s report, there were 318 new exchanges, an increase of 706% in the last 18 months.

As many as 40% of them come from Asia.

Indonesia, as the fourth most populous country in the world, is home to a large proportion of the digital business community. Quoting from the e-Conomy 2019 report, as many as 92 million Indonesians are still unbanked, followed by 42 million people in the underbanked group. The rest, there are 42 million people who already use financial or banked services.

This great opportunity is at the same time a serious challenge for the financial industry, many financial analysts believe that unbanked users could be the next potential market in digital currency or crypto.

In Indonesia alone, crypto assets are regulated by the Government through the Ministry of Trade and specifically formulated a special agency under it, the Commodity Futures Trading Supervisory Agency (CoFTRA). This was marked by the issuance of Minister of Trade Regulation No. 99 of 2018 concerning General Policy for the Implementation of Crypto Asset Futures Trading.

CoFTRA has also discussed the establishment of a special exchange for crypto assets. In an interview with DailySocial, Head of CoFTRA, Indrasari Wisnu Wardhana, said that this plan is going through the verifying process the required documents submitted by the Exchange to CoFTRA. In the application, there are several requirements to be fulfilled/completed by the prospective Crypto Asset Physical Market Exchange.

He encouraged candidates for the Crypto Asset Physical Market Exchange to fulfill the requirements as soon as possible, therefore, CoFTRA can immediately issued for approval as a Crypto Asset Physical Market Exchange. “The presence of the Crypto Asset Exchange is very important, but we need to prepare it well, therefore, nothing happened that can harm the community. The Ministry of Trade through CoFTRA is finalizing the establishment process of the institution,” he said.

He continued, the presence of the Futures Exchange in physical trading of crypto assets has a strategic role to oversee physical trading transactions of crypto assets and mitigate risks, especially crypto assets that can be traded on the physical market of the variants that have been set by CoFTRA.

According to CoFTRA’s records, until April 2021, crypto asset customers who actively transact at crypto asset traders reached 4.8 million people with a transaction value of around IDR 237.3 trillion (January-April 2021). Wisnu thought, customers make investments or crypto transactions because they see the value/price of crypto assets that tend to rise from time to time.

The price movement of crypto assets, especially Bitcoin, from January 1, 2021 to April 30, 2021, increased by 95.82% to Rp. 807.3 billion from the previous Rp. 412.2 billion. “This is what drives crypto asset customers to have a high interest in making crypto asset transactions.”

The issued regulation

After the Minister of Trade Regulation No. 99 of 2018, CoFTRA issued another derivative rule in the form of a Perba (CoFTRA Regulation) No. 5 of 2019 concerning Technical Provisions for the Implementation of the Physical Market for Crypto Assets on the Futures Exchange and the amended regulations, as well as CoFTRA Regulation No. 7 of 2020 concerning the Establishment of a List of Crypto Assets that can be Traded in the Crypto Asset Physical Market.

The CoFTRA regulations set out several institutions involved in Physical Trading of Crypto Assets, those are the Futures Exchange, Futures Clearing, Depository Managers and Crypto Asset Traders.

The rapid development has forced CoFTRA to formulate other regulations, including provisions regarding the obligation of prospective Crypto Asset Physical Traders to report to CoFTRA all the identities of registered customers; report all managed wallets; every Customer acceptance process for prospective Crypto Asset Physical Merchants must be carried out with know your customer (KYC) system.

Then, customers are given an understanding or explanation regarding the risks and implementation of Crypto Asset transactions. Another oversight carried out by CoFTRA is the issuance of the Circular Letter of the Head of CoFTRA No. 758/BAPPEBTI/SE/12/2019 concerning Submission of Periodic and Occasional Reports in the context of monitoring the activities of physical traders of crypto assets.

In order to stay in line with developments, CoFTRA has amended CoFTRA Regulation No. 5 of 2019 three times with Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 3 of 2020 concerning the Third Amendment to Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 5 of 2019 concerning Technical Provisions for the Implementation of Physical Markets. Crypto Assets on the Futures Exchange.

The summary of the technical provisions in this policy contains:

1. The transaction mechanism that occurs in the Crypto Asset Physical Trader System in the Physical Futures Exchange Market, some of the Crypto Assets are stored in a wallet where the deposit is held and some are stored in the Crypto Asset Physical Trader’s Storage, the deposit of funds, both buying/selling of funds is recorded and kept in a separate account of the Clearing House (70%) and a separate account of a Physical Crypto Asset Trader (30%) and also reported and supervised by the Futures Exchange and CoFTRA;

2. Crypto Asset Physical Merchant is required to have ISO 27001 (information Security Management System) and ISO 27017 (cloud security) and ISO 27018 (cloud privacy) certifications whether Crypto Asset Physical Merchant uses the cloud;

3. Servers used as trading systems must be placed in the country. It’s the same for Crypto Asset Storage Managers;

4. In order to guarantee the Crypto Assets secured, CoFTRA requires that the storage be carried out in the form of hot storage and cold storage, where 50% of the total Crypto Assets managed by the Crypto Asset Physical Merchant must be placed with the Crypto Asset Storage Manager and those with agreement guarantee cooperation with the Crypto Asset Storage Insurance;

5. Of the 50% Crypto Assets kept by Physical Traders of Crypto Assets, at least 70% of them are stored offline or in cold storage and 30% at most are stored online or hot storage;

6. It is prohibited to trade other types of Crypto Assets other than those stipulated in the Perba concerning the list of types of Crypto Assets that can be traded in the Crypto Asset Physical Market, including the prohibition of selling Crypto Assets created by the prospective Crypto Asset Physical Trader concerned or its affiliated party;

7. Mandatory denomination in IDR;

8. In terms of ownership of customer funds, CoFTRA stipulates that Crypto Asset Physical Traders must place 70% of customer funds in a separate account placed with the Futures Clearing House.

CoFTRA’s intention towards all these regulations is to protect the public in crypto assets trading. Reflecting on other countries, there are many platforms that take away the money of their customers or investors.

Limited to trading

Sumber: Depositphotos

As we look closely, all the regulations issued by CoFTRA covers only crypto trading. This means that crypto assets stored for a certain period of time on a platform, are exchanged for other products of the same type, and can be bought or sold by investors through a futures exchange, which is fully regulated by CoFTRA.

Indonesia is one of the countries that recognizes crypto assets as a commodity, not as a currency.

In the Selasatartup session held by DailySocial, Tokocrypto’s COO, TK Hermanda mentioned the regulation regarding crypto’s derivative products, one of which is decentralized finance (DeFi) and centralized finance (CeFi) which is yet to be included in Indonesia’s regulation.

“When it involves trading, it will be under CoFTRA, but when it becomes a new instrument that involves finance, it should be under OJK. That’s my opinion. This discourse will surely develop. OJK should be open with a new variant [crypto]. Therefore, it can’t be limited to trading, there are many derivative crypto assets beyond that to be accommodated,” said the man familiarly called Manda.

Apart from that, Chairman of the Indonesian Blockchain Association (ABI) Oham Dunggio highlighted that the current crypto asset business processes, is it clearing, depository, and exchange processes, occur individually in each entity. He said, this is quite basic issue that should be highlighted by CoFTRA before entering into other matters, such as taxation.

“In my opinion, this crypto asset business process is only in one entity assisted by blockchain technology. For me, this is only basic before it penetrates on other things, such as taxation,” Oham said.

The presence of ABI and ASPAKRINDO (Indonesian Crypto Asset Traders Association) is tasked with guarding the crypto industry to grow healthy. ABI is an association that focuses on blockchain technology with two main focuses, advocacy and education. Meanwhile, ASPAKRINDO has a vision to realize the growth and development of the crypto asset industry in Indonesia.

ASPAKRINDO’s Secretary, Robby argued, CoFTRA has high concerns as it involves consumer funds, therefore they are more careful in making rules and policies.

He even considered that CoFTRA is the most prepared regulator for the Crypto Asset Trading policy. The reason is, there are some foreign exchanges that do not follow the regulations in their country.

“ASPAKRINDO’s role is to bridge the needs of Crypto Asset Physical Traders registered in Indonesia with CoFTRA in formulating the best rules for Indonesian consumers,” Robby said.

In addition to the marketplace for trading crypto assets, derivative products have emerged, such as DeFi (decentralized finance), NFT (Non Fungible Token), and others present in Indonesia. Tokocrypto and Pluang are two examples that offer such services to their investors. Next, there is NOBI that specifically offers passive income for crypto investors through three DeFi-based products (staking, saving, and strategy).

Responding to this derivative product, Wisnu said that since CoFTRA Regulation Number 5 of 2019, people who want to trade crypto assets must be careful, study the characteristics of the investment instrument, and know the background/profile of the trader in charge, whether the trader has registered with CoFTRA.

To date, CoFTRA has recorded as many as 13 Physical Crypto Asset Traders who have met the requirements to trade crypto assets. Then set as many as 229 crypto asset coins eligible for trading on the Crypto Asset Physical Trader. Tokocrypto is the first company registered with CoFTRA since November 2019.

He said, with optimism and targeted policies, it is not impossible that crypto asset trading will grow and have competitive diversification from other types of investment assets, including stocks in the future.

“Looking at what is happening right now, there are already many types of diversification of crypto assets, ranging from stable coins and other types of crypto assets based on the development of Ethereum as the backbone.”

Wisnu also sees that the implementation of crypto asset trading will have many challenges. If not closely monitored, this instrument can be exploited by irresponsible parties such as marketing through MLM or Ponzi schemes which are currently rife in trading crypto assets that have not been approved by CoFTRA.

“Not to mention that crypto assets can be used as a means of money laundering and suspicious transactions for illegal acts such as terrorism. For this reason, it is necessary to supervise and cooperate with relevant authorities in monitoring crypto asset trading such as PPATK and the Police to prevent transactions that are prohibited in physical trading of crypto assets,” Wisnu said.8


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar header: Depositphotos.com

Aturan yang diterbitkan Bappebti tentang aset kripto baru mencakup perdagangan, sementara sudah banyak realisasi produk derivatif

Demam Aset Kripto: Antara Regulasi dan Perkembangan Teknologi

Selama setahun terakhir, harga perdagangan aset kripto mencatatkan tren kenaikan yang signifikan. Bitcoin, misalnya, secara year-to-date per 19 Mei 2021, masih mengalami penguatan lebih dari 40%. Sementara selama setahun terakhir melesat hingga 320%. Tren tersebut memboyong perhatian banyak investor Indonesia.

Tingginya transaksi aset kripto membuat banyak negara ambil langkah untuk melindungi ekosistem. Secara global, Asia mengambil peran signifikan dalam perkembangan industri aset kripto selama satu dekade terakhir.

Di kawasan ini, masing-masing negara bersaing untuk mengambil bagian sebagai hub aset kripto dan blockchain. Berdasarkan laporan CoinGecko, terdapat 318 bursa baru atau meningkat sebesar 706% dalam 18 bulan terakhir.

Sebanyak 40% di antaranya berasal dari Asia.

Indonesia, sebagai negara terpadat keempat di dunia, menjadi rumah bagi sebagian besar komunitas bisnis digital. Mengutip dari laporan e-Conomy 2019, sebanyak 92 juta orang Indonesia masih dalam kelompok unbanked, diikuti dengan 42 juta orang masuk kelompok underbanked. Sisanya, ada 42 juta orang yang sudah menggunakan layanan finansial atau banked.

Peluang besar ini sekaligus menjadi tantangan serius bagi industri keuangan, banyak analis keuangan percaya bahwa pengguna yang tidak memiliki rekening bank bisa menjadi pasar yang berpotensi berikutnya dalam mata uang digital atau kripto.

Di Indonesia sendiri, aset kripto diatur Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan secara spesifik dirumuskan badan khusus di bawahnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Hal ini ditandai dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto.

Wacana pendirian bursa khusus aset kripto juga sudah diumbar Bappebti. Dalam wawancara bersama DailySocial, Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana menuturkan, rencana ini sudah sampai proses verifikasi dokumen persyaratan yang diajukan pihak Bursa kepada Bappebti. Dalam permohonan tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi/dilengkapi calon Bursa Pasar Fisik Aset Kripto.

Ia mendorong agar para calon Bursa Pasar Fisik Aset Kripto dapat secepatnya memenuhi persyaratan agar Bappebti dapat menerbitkan persetujuan sebagai Bursa Pasar Fisik Aset Kripto. “Kehadiran Bursa Aset Kripto ini sangat penting, namun kami perlu mempersiapkannya dengan baik agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan masyarakat. Kementerian Perdagangan melalui Bappebti sedang menyelesaikan proses pembentukan kelembagaan tersebut,” tuturnya.

Ia melanjutkan, kehadiran Bursa Berjangka dalam perdagangan fisik aset kripto memiliki peran strategis untuk mengawasi transaksi perdagangan fisik aset kripto dan memitigasi risiko, terutama aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto yang sudah ditetapkan oleh Bappebti.

Dalam catatan Bappebti, hingga April 2021, pelanggan aset kripto yang aktif bertransaksi di pedagang aset kripto mencapai 4,8 juta orang dengan nilai transaksi sekitar Rp237,3 triliun (Januari-April 2021). Indrasari memandang, pelanggan yang melakukan investasi atau transaksi kripto ini karena melihat nilai/harga aset kripto yang cenderung naik dari waktu ke waktu.

Pergerakan harga aset kripto, khususnya Bitcoin, dari 1 Januari 2021 hingga 30 April 2021 mengalami kenaikan sebesar 95,82% menjadi Rp807,3 miliar dari sebelumnya Rp412,2 miliar. “Kenaikan inilah yang mendorong para pelanggan aset kripto memiliki minat yang tinggi untuk melakukan transaksi aset kripto.”

Regulasi yang sudah diterbitkan

Setelah Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018, Bappebti kembali mengeluarkan aturan turunan berbentuk Perba (Peraturan Bappebti) No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka dan peraturan perubahannya, serta Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Dalam peraturan Bappebti tersebut ditetapkan beberapa kelembagaan yang terlibat dalam Perdagangan Fisik Aset Kripto yaitu Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, Pengelola Tempat Penyimpanan dan Pedagang Aset Kripto.

Pesatnya perkembangan, membuat Bappebti kembali merumuskan peraturan lainnya, termasuk ketentuan mengenai kewajiban calon Pedagang Fisik Aset Kripto untuk melaporkan kepada Bappebti seluruh identitas pelanggan yang telah terdaftar; melaporkan seluruh wallet yang dikelola; setiap proses penerimaan Pelanggan bagi calon Pedagang Fisik Aset Kripto wajib dilakukan know your customer (KYC).

Terakhir, pelanggan diberikan pemahaman atau penjelasan terkait risiko dan pelaksanaan transaksi Aset Kripto. Pengawasan lain yang dilakukan Bappebti adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Kepala Bappebti Nomor 758/BAPPEBTI/SE/12/2019 tentang Penyampaian Laporan Berkala dan Sewaktu-waktu dalam rangka pengawasan terhadap kegiatan pedagang fisik aset kripto.

Demi tetap sejalan dengan perkembangan, Bappebti sudah mengubah hingga tiga kali Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019 dengan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Rangkuman ketentuan teknis yang tertuang dalam beleid ini adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme transaksi yang terjadi pada Sistem Pedagang Fisik Aset Kripto di Pasar Fisik Bursa Berjangka, sebagian Aset Kriptonya disimpan di wallet tempat penyimpanan (depository) dan sebagian lagi disimpan di Tempat Penyimpanan Pedagang Fisik Aset Kripto, penyetoran dana baik transaksi beli/jual dananya dicatat dan disimpan pada rekening terpisah pada rekening terpisah Lembaga Kliring (70%) dan rekening terpisah Pedagang Fisik Aset Kripto (30%) dan serta dilaporkan dan diawasi oleh Bursa Berjangka dan Bappebti;

2. Pedagang Fisik Aset Kripto wajib memiliki sertifikasi ISO 27001 (information Security Management System) dan ISO 27017 (cloud security) dan ISO 27018 (cloud privacy) apabila Pedagang Fisik Aset Kripto menggunakan cloud;

3. Server yang dijadikan sebagai sistem perdagangan wajib ditempatkan di dalam negeri. Sama halnya juga bagi Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto;

4. Untuk memberikan jaminan keamanan Aset Kripto yang disimpan, Bappebti mewajibkan penyimpanan dilakukan dalam bentuk hot storage dan cold storage, di mana 50% dari total Aset Kripto yang dikelola Pedagang Fisik Aset Kripto wajib ditempatkan pada Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto dan yang telah memiliki perjanjian kerjasama penjaminan dengan pihak Asuransi penyimpanan Aset Kripto;

5. Dari 50% Aset Kripto yang disimpan sendiri oleh Pedagang Fisik Aset Kripto, paling sedikit 70% nya disimpan secara offline atau cold storage dan paling besar 30% disimpan secara online atau hot storage;

6. Dilarang memperdagangkan jenis Aset Kripto selain yang telah ditetapkan dalam Perba tentang daftar jenis Aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto termasuk juga dilarang menjual Aset Kripto yang diciptakan oleh calon Pedagang Fisik Aset Kripto yang bersangkutan atau pihak afiliasinya;

7. Denominasi wajib dalam mata uang IDR;

8. Dari sisi pemilikan dana pelanggan, Bappebti mengatur bahwa Pedagang Fisik Aset Kripto wajib menempatkan dana pelanggan sebesar 70% pada rekening terpisah yang di tempatkan pada Lembaga Kliring Berjangka.

Itikad Bappebti terhadap seluruh regulasi ini adalah untuk melindungi masyarakat dalam perdagangan aset kripto. Berkaca dari negara lainnya, ditemukan begitu banyak platform yang membwa kabur uang nasabah atau investornya.

Baru mencakup perdagangan

Sumber: Depositphotos

Bila dicermati, seluruh regulasi yang diterbitkan Bappebti di atas baru mencakup seputar perdagangan kripto. Artinya aset kripto yang disimpan dalam jangka waktu tertentu di sebuah platform, dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, dan dapat dibeli atau dijual investor melalui bursa berjangka sajalah yang sudah diatur sepenuhnya Bappebti.

Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang mengakui aset kripto sebagai komoditi, tidak sebagai mata uang.

Dalam sesi SelasaStartup yang diadakan DailySocial, COO Tokocrypto TK Hermanda menyampaikan aturan mengenai produk derivatif kripto, salah satunya decentralized finance (DeFi) dan centralized finance (CeFi) belum memiliki regulasi di Indonesia.

“Ketika verba-nya trading ini diranah Bappebti, tapi ketika ranahnya jadi instrumen baru yang berbau finance, seharusnya dalam OJK. Itu hemat saya. Wacana ini pasti akan berkembang. OJK harusnya open dengan varian baru [kripto]. Jadi jangan terperangkap di perdagangan saja, di luar itu ada banyak turunan aset kripto yang bisa dimainkan,” kata pria yang lebih akrab disapa Manda ini.

Di luar itu, Chairman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Oham Dunggio menyoroti bahwa saat ini proses bisnis aset kripto, baik itu proses kliring, depositori, dan bursa terjadi secara sendiri-sendiri di tiap entitas. Menurutnya, isu ini cukup mendasar yang perlu disoroti Bappebti sebelum masuk ke hal lain, seperti perpajakan.

“Menurut saya, proses bisnis aset kripto ini di satu entitas saja yang dibantu dengan teknologi blockchain. Bagi saya, hal ini basic sebelum menyentuh hal lain, seperti perpajakan,” kata Oham.

Kehadiran ABI dan ASPAKRINDO (Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia) bertugas mengawal industri kripto agar tumbuh sehat. ABI adalah asosiasi yang fokus pada teknologi blockchain dengan dua fokus utama, yakni advokasi dan edukasi. Sementara, ASPAKRINDO memiliki visi yang ingin mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan industri aset kripto di Indonesia.

Sekretaris ASPAKRINDO Robby berpendapat, Bappebti memiliki kekhawatiran yang tinggi karena menyangkut dana konsumen, oleh karenanya mereka lebih berhati-hati dalam membuat aturan dan kebijakan.

Bahkan ia menilai, Bappebti adalah regulator yang paling siap dalam meregulasi kebijakan Perdagangan Aset Kripto. Pasalnya, tak sedikit bursa di luar negeri yang tidak mengikuti regulasi di negaranya.

“Peran ASPAKRINDO yaitu menjembatani kebutuhan para Pedagang Fisik Aset Kripto yang terdaftar di Indonesia dengan Bappebti dalam merumuskan aturan yang terbaik bagi konsumen Indonesia,” ujar Robby.

Selain marketplace jual beli aset kripto, saat ini sudah bermunculan produk derivatif, seperti DeFi (decentralized finance), NFT (Non Fungible Token), dan yang lainnya hadir di Indonesia. Tokocrypto dan Pluang adalah dua contoh yang menawarkan layanan tersebut kepada para investornya. Berikutnya, ada NOBI yang spesifik menawarkan passive income untuk investor kripto melalui tiga produk berbasis DeFi (staking, saving, dan strategy).

Menanggapi produk derivatif ini, Indrasari menyampaikan, sejak ditetapkan Peraturan Bappebti Nomor 5 tahun 2019, masyarakat yang ingin bertransaksi perdagangan aset kripto harus berhati-hati, perlu mempelajari karakteristik instrumen investasi tersebut, serta mengetahui latar belakang /profil pedagang yang memperdagangkannya, apakah pedagang tersebut sudah terdaftar di Bappebti.

Hingga saat ini, Bappebti telah mencatat sebanyak 13 Pedagang Fisik Aset Kripto yang telah memenuhi syarat untuk memperdagangkan aset kripto. Kemudian menetapkan sebanyak 229 koin aset kripto yang layak untuk diperdagangkan pada Pedagang Fisik Aset Kripto. Tokocrypto  adalah perusahaan pertama yang terdaftar di Bappebti sejak November 2019.

Menurutnya, dengan optimisme dan kebijakan yang tepat sasaran, bukan suatu hal yang tidak mungkin dalam masa depan perdagangan aset kripto akan semakin berkembang dan memiliki diversifikasi yang kompetitif dari jenis aset investasi lainnya termasuk saham.

“Melihat yang terjadi saat ini saja sudah banyak jenis diversifikasi aset kripto yang ada, mulai dari stable coin dan jenis-jenis aset kripto lainnya dengan berdasarkan pada pengembangan Ethereum sebagai backbone nya.”

Indrasari juga melihat pelaksanaan perdagangan aset kripto akan memiliki banyak tantangan. Jika tidak diawasi dengan ketat, instrumen ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pemasaran melalui skema MLM atau Ponzi yang sekarang sedang marak terjadi pada perdagangan aset kripto yang belum mendapat pengesahan dari Bappebti.

“Belum lagi aset kripto bisa digunakan sebagai sarana pencucian uang dan transaksi mencurigakan untuk tindakan ilegal seperti terorisme. Untuk itu, perlu pengawasan dan kerjasama dengan otoritas terkait dalam pengawasan perdagangan aset kripto seperti PPATK dan Kepolisian untuk mencegah transaksi yang dilarang dalam perdagangan fisik aset kripto,” tutup Indrasari.


*Gambar header: Depositphotos.com

Konsorsium Blockchain ASEAN

Promosikan Blockchain, Enam Negara Bentuk Konsorsium Khusus

Enam negara ASEAN dan Australia mengumumkan pembentukan ASEAN Blockchain Consortium (ABC) untuk membina dan memperkuat hubungan lintas batas dalam mempromosikan teknologi blockchain. Keenam negara tersebut diwakili Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), Asosiasi Blockchain Singapura (BAS), Asosiasi Teknologi Ledger Terdistribusi Filipina (DLTAP), Pusat Bisnis dan Keuangan Internasional Labuan (Labuan IBFC), Asosiasi Perdagangan Operator Aset Digital Thailand (TDO), dan Blockchain Australia (BA).

Dalam acara penandatanganan digital ini didukung oleh Decodo, platform penandatanganan digital berbasis blockchain. Dihadiri oleh Edi Prio Pambudi Penasihat Senior Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Indonesia); Sopnendu Mohanty, Chief FinTech Officer, Monetary Authority of Singapore (MAS), Chia Hock Lai, Co-Chairman BAS; Muhammad Deivito Dunggio, Ketua ABI; Justo A Ortiz, Ketua DLTAP; Farah Jaafar-Crossby, CEO Labuan IBFC; Peeradej Tanruangporn, Presiden TDO, dan Steve Vallas, CEO BA.

Setelah penandatanganan secara virtual, webinar bertajuk “ASEAN Blockchain: Opportunities and Challenges” diadakan untuk membahas tren industri dalam blockchain di ASEAN.

Acara ini juga menandai kolaborasi pertama antara organisasi blockchain di seluruh ASEAN dan Australia untuk mendorong pendidikan blockchain, berbagi pengetahuan tentang pengembangan aset digital, dan mempromosikan adopsi teknologi blockchain di seluruh ASEAN dan Australia.

“Konektivitas digital merupakan hal yang mendesak selama pandemi yang terjadi untuk menjaga bisnis tetap berjalan. Kemudian, ini adalah kesempatan bagi blockchain untuk menata kembali konektivitas digital dengan adaptasi tingkat lanjut,” ucap Edi Prio Pambudi, Penasihat Senior Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Indonesia) dalam keterangan resmi, Kamis (22/4).

Penandatangnan MOU ini memiliki tujuan dan sasaran yang sama yaitu untuk melayani kepentingan publik di bidang teknologi blockchain. Juga bertujuan untuk lebih meningkatkan kerja sama di antara enam organisasi untuk membawa industri ke tingkat yang lebih tinggi, melalui kontribusi mereka terhadap pengembangan industri blockchain dan aset digital.

Organisasi-organisasi blockchain ini akan bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan adopsi penggunaan teknologi blockchain. Mereka juga akan terlibat dengan regulator untuk memastikan kepatuhan hukum terhadap peraturan yang ditetapkan dengan semestinya.

Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Muhammad Deivito Dunggio menambahkan, “Kebangkitan teknologi blockchain di dunia tidak dapat dihindari, Indonesia sebagai tingkat adopsi digital tertinggi akan berada di garis depan, MoU dapat menjadi titik awal dari kemajuan teknologi baru di industri blockchain.”

Introducing Rupiah Token as a Stablecoin to Represent Rupiah

Rupiah Token (IDRT) is an Ethereum blockchain-based token with a value reflecting Rupiah. It is classified stable, which is a crypto asset with stable value – in this case, 1 to 1 value with the Rupiah. The value of 1 IDRT equal to Rp1, – both in purchases and sales.

In terms of each IDRT issued and circulating, PT Rupiah Token Indonesia (Rupiah Token) as the manager is required to add deposits in Rupiah to the custodian bank account. According to the audit report issued as of May 1, 2020, the total Rupiah Token in circulation has reached 72.7 billion with guarantees of the same value in Rupiah.

“Although there are lots of stablecoin circulating the crypto world, there is not a single Rupiah stablecoin on the blockchain […] We aim to provide Indonesia with a safe and easy way for crypto trading using Rupiah in the blockchain on global exchanges,” Rupiah Token’s Anthony Thio explained.

The practice of StableCoin has actually been applied by many developers. For example in Singapore, there are Digix coins (DGC) supported by gold reserves, so 1 DGX is always equal to 1 gram of gold.

To date, IDRT has been channeled to dozens of exchange and crypto-wallet platforms; including the Binance, UPbit, PundiX, Zipmex, and TrustWallet portals.

In terms of IDRT, Zipmex’s Co-founder & CEO, Marcus Lim said, “We are starting to see changes in the Asian economy related to the acceptance of digital and stable currencies. As China is preparing to launch its central bank’s digital currency (e-RMB), we will see this trend spreading in Southeast Asia […] Placing coins in Rupiah and bringing to all our markets a new foreign exchange service for the public. ”

RupiahToken

 

Highly Confident with cryptocurrency

Jeth Soetoyo is the Founder & CEO of RupiahToken, he is also the founder of a mobile application called Pintu which is designed for users in Indonesia in conducting cryptocurrency transactions.

In his discussion with the DailySocial team, Jeth expressed his opinion on the current trends in crypto assets. As for him, timing is important in market penetration. Moreover, people are getting interested in Bitcoin, when all expect a significant increase in its value.

He said, crypto-assets basically have proven to function well as alternative assets. He saw the resilience of Bitcoin several times recently as a value storage asset. Exemplified when several countries in South America which currencies have experienced massive inflation in recent years, the adoption of Bitcoin is very high there.

“I cannot predict the future of our own currency, but when the government issues debt at interest rates close to 0 it provides a strong potential scenario for high inflation. Usually, during this time (eg in the 1930s and 1970s) there is a tendency for interest shifting towards ‘hard currencies’ such as gold,” Jeth said.

Jeth continued, “This year, Bitcoin is the best performing asset compared to other asset classes (including gold, equity, bonds, etc.). I believe that macro conditions now guarantee to see more of Bitcoin. I believe this did not happen in 2017 and there is no real reason for people to see Bitcoin with a more critical eye until now. ”

Is it capable to increase crypto penetration?

Indonesian Blockchain Association’s Supervisory Board, Steven Suhadi told DailySocial on his views. Personally, he is unsure about stablecoin, such as IDRT will increase people’s enthusiasm for crypto investment. However, it might be useful to get people accustomed to the workings of cryptocurrencies, on how they are easily transferred, etc.

“Stable coins can provide a glimpse of view to the public, business, and government on blockchain-based digital currencies (also known as central bank digital currencies – CBDC),” he said.

He also emphasized that every bank entering the Indonesian market must comply with relevant government regulations, especially from BI and OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Rupiah Token

Rupiah Token Hadir sebagai “Stablecoin” yang Merepresentasikan Nilai Rupiah

Rupiah Token (IDRT) adalah token berbasis blockchain Ethereum yang memiliki harga merefleksikan nilai Rupiah. Tergolong dalam stablecoin, yakni aset kripto yang memiliki nilai stabil – dalam hal ini dipatok 1 banding 1 dengan Rupiah yang disetorkan. Harga 1 IDRT akan selalu setara dengan Rp1,- baik dalam pembelian maupun penjualan.

Pada setiap IDRT yang diterbitkan dan beredar, PT Rupiah Token Indonesia (RupiahToken) sebagai pengelola wajib menambah deposit Rupiah di rekening bank kustodian. Menurut laporan audit yang diterbitkan per 1 Mei 2020, total Rupiah Token yang beredar telah mencapai 72,7 miliar dengan jaminan dalam Rupiah dengan nilai yang sama.

“Meskipun ada banyak stablecoin yang beredar di dunia kripto, namun belum ada satupun stablecoin Rupiah di blockchain […] Kami bertujuan untuk memberikan kepada Indonesia cara yang aman dan mudah menggunakan Rupiah di blockchain, seperti untuk perdagangan kripto di bursa global,” terang CPO RupiahToken Anthony Thio.

Praktik stablecoin sebenarnya sudah diaplikasikan oleh banyak pengembang. Misalnya di Singapura, ada koin Digix (DGC) yang didukung dengan cadangan emas, sehingga 1 DGX selalu disetarakan dengan 1 gram emas.

Saat ini IDRT didistribusikan ke belasan platform exchange dan crypto-wallet; termasuk di portal Binance, UPbit, PundiX, Zipmex, hingga TrustWallet.

Mengomentari IDRT, Co-founder & CEO Zipmex Marcus Lim menyampaikan, “Kami mulai melihat perubahan dalam perekonomian di Asia dalam kaitannya dengan penerimaan mata uang digital serta stablecoin. Saat Tiongkok tengah bersiap untuk meluncurkan mata uang digital bank sentral mereka (e-RMB), kami akan melihat tren tersebut menyebar di Asia Tenggara […] Menempatkan koin ke Rupiah dan membawa ke semua pasar yang kami miliki membuka layanan penukaran mata uang asing baru untuk masyarakat.”

RupiahToken

Masih cukup percaya diri dengan cryptocurrency

Jeth Soetoyo adalah Founder & CEO RupiahToken, ia juga merupakan founder aplikasi mobile bernama Pintu yang didesain untuk pengguna di Indonesia melakukan transaksi cryptocurrency.

Dalam diskusinya dengan tim DailySocial, Jeth menyampaikan pendapatnya tentang tren aset kripto saat ini. Baginya timing menjadi penting dalam penetrasi pasar. Karena seperti diketahui, Bitcoin sempat menjadi produk yang diidamkan banyak orang, saat semua berspekulasi mengharapkan kenaikan signifikan dari nilainya.

Ia bercerita, aset kripto pada dasarnya telah membuktikan bisa berfungsi baik sebagai aset alternatif. Beberapa kali ia melihat ketahanan Bitcoin dalam beberapa waktu terakhir sebagai aset penyimpanan nilai. Dicontohkan saat beberapa negara di Amerika Selatan yang mata uangnya mengalami inflasi besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir, adopsi Bitcoin di sana sangat tinggi.

“Saya tidak dapat memprediksi masa depan mata uang kita sendiri, tetapi saat pemerintah menerbitkan utang pada tingkat suku bunga mendekati 0 memberikan skenario potensial yang kuat untuk inflasi yang tinggi. Biasanya selama masa ini (mis. pada 1930-an dan 1970-an) ada kecenderungan untuk peralihan minat menuju ‘mata uang keras’ seperti emas,” ujar Jeth.

Jeth melanjutkan, “Tahun ini saja, Bitcoin adalah aset dengan kinerja terbaik dibandingkan dengan kelas aset lainnya (termasuk emas, ekuitas, obligasi, dll). Saya percaya bahwa kondisi makro sekarang menjamin untuk alasan melihat Bitcoin lagi. Saya percaya ini tidak terjadi pada tahun 2017 dan tidak ada alasan nyata bagi orang untuk melihat Bitcoin dengan mata yang lebih kritis sampai sekarang.”

Apakah bisa gairahkan minat aset kripto?

Kepada DailySocial, Supervisory Board Asosiasi Blockchain Indonesia Steven Suhadi memberikan pandangannya. Secara personal ia kurang yakin stablecoin seperti IDRT bisa meningkatkan gairah masyarakat dalam investasi kripto. Namun mungkin akan bermanfaat membuat masyarakat terbiasa dengan cara kerja mata uang kripto, tentang bagaimana mereka mudah ditransfer dll.

“Koin yang stabil dapat memberikan pandangan sekilas kepada publik, bisnis, dan bahkan pemerintah tentang mata uang digital berbasis blockchain (juga dikenal sebagai mata uang digital bank sentral – CBDC),” ujarnya.

Ia pun menegaskan, setiap stablecoin yang memasuki pasar Indonesia harus mematuhi peraturan pemerintah terkait, terutama dari BI dan OJK.

Application Information Will Show Up Here
Meskipun kondisi sedang "bearish", bursa aset kripto baru terus bermunculan di Indonesia

Dinamika Bursa Aset Kripto di Indonesia

Akhir tahun 2018 lalu harga mata uang kripto atau cryptocurrency terus mengalami tren penurunan. Mantan CEO Paypal Bill Harris kepada CNBC berpendapat bahwa nilai bitcoin akan terus turun karena tidak ada “nilai” yang terkandung di dalamnya.

Bitcoin pernah naik lebih dari 1.300% pada 2017 menjadi hampir US$20.000, kemudian kehilangan hampir setengah nilainya dalam tiga bulan pertama tahun 2018. Bitcoin merosot di bawah US$6.000 pada bulan November 2018.

“Harus ada sesuatu yang mendukungnya. Bitcoin tidak menghasilkan pendapatan, tidak ada profitabilitas,” kata Harris.

Menurut sejumlah pemain industri di Indonesia, cryptocurrency seperti bitcoin adalah teknologi yang masih tergolong baru dan lifecycle teknologi baru tidak selalu linier atau selalu naik.

“Kita semua bisa melihat harganya yang kadang naik, kadang turun. Dengan perubahan harga yang begitu cepat, sebenarnya ini daya tarik dari cryptocurrency sendiri. Harga turun jadi momentum untuk membeli bitcoin. Lalu, bitcoin disimpan untuk jangka panjang hingga momen harganya naik untuk dijual kembali,” kata Community & Event Luno Debora Ginting kepada DailySocial.

Jaminan pemerintah

Meskipun sudah ada tanda-tanda yang memperlihatkan bahwa bitcoin secara global mengalami penurunan yang menyebabkan banyak aksi penjualan secara besar-besaran (sell-off) pada bulan November 2018, di awal tahun ini Indonesia banyak disambangi marketplace cryptocurrency asing. Mulai dari Upbit dan GoPax, keduanya dari Korea Selatan, serta Liqnet yang berbasis di Singapura.

Menurut CEO Upbit APAC Alex Kim, kedatangan Upbit ke Indonesia karena adanya potensi bisnis blockchain dan kejelasan hukum terkait dengan aset kripto yang menarik perhatian pemain asing. Indonesia juga disebutkan telah melahirkan startup unicorn dan memiliki pasar yang dinilai sangat antusias.

“Saya melihat bisnis tradisional juga dapat mengambil manfaat dengan mengeksplorasi teknologi blockchain untuk mengubah bisnis mereka, seperti yang mereka lakukan dengan teknologi internet. Blockchain tidak akan menjadi alat yang cocok untuk semua. Tetapi kepercayaan dan efisiensi yang diberikannya bisa menjadi bagian yang hilang dalam menyelesaikan banyak masalah bisnis.”

Secara khusus ada tiga faktor mengapa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pasar cryptocurrency. Mulai dari besarnya populasi hingga penetrasi pasar terhadap penggunaan smartphone yang juga tinggi, di mana lebih dari 50% orang Indonesia sudah menggunakan internet dan smartphone dalam kehidupan sehari-hari. Sementara dari sisi regulasi, para regulator juga mendukung transaksi jual-beli ini dan sepenuhnya diawasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti).

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) di awal tahun ini menelurkan Peraturan No 5 Tahun 2019 yang mengatur ketentuan penyelenggaraan pasar aset kripto di bursa berjangka.

Peraturan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang perdagangan aset kripto yang menjadi pegangan exchange besar yang tertarik menjajaki bisnis di Indonesia.

“Negara kita yang sudah mulai mengulik mengenai regulasi yang sebenarnya membuat para crypto exchanger lebih berani untuk masuk. Namun, mungkin dengan regulasi yang ada, para crypto exchanger asing akan terkendala dengan besarnya minimum kapital yang diterapkan untuk mendapatkan izin beroperasi di Indonesia nantinya,” kata Debora.

Dengan keluarnya peraturan tersebut, semua pedagang aset kripto diwajibkan melengkapi dokumen yang diminta regulator. Jika sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta, legalitas mereka sebagai platform bursa aset kripto menjadi lebih terjamin.

“Dengan memberikan kejelasan hukum tentang aset kripto sebagai komoditas, dengan jelas menetapkan standar untuk integritas pasar, perlindungan investor, dan pencegahan pencucian uang atau pendanaan teroris. Saya percaya bahwa regulator akan sangat mempercepat inovasi yang sehat ke arah yang lebih matang,” kata Alex.

Selain nama-nama yang sudah disebut di atas, setidaknya sudah ada 20 marketplace aset kripto yang beroperasi di Indonesia, seperti Indodax, Luno, Triv, Tokocrypto, NUCEX, NUSAX, Coinone, Huobi Pro, Rekeningku, UDAX, BITRADX, BITOCTO, Bitsten, Biido, Tokenomy, Pintu, Latoken, Liquid, dan Marketcrypto.

Demografi pengguna

Meskipun sebagian marketplace aset kripto melakukan edukasi ke pasar guna menarik lebih banyak pengguna, saat ini belum banyak pengguna yang melakukan transaksi jual-beli aset kripto di Indonesia.

“Sebagai operator pasar sekunder, kami memiliki dua jenis pengguna, investor dan emiten. Di sisi investor, pengguna target saat ini adalah generasi yang mengerti teknologi. Mereka terbuka untuk teknologi baru dan mengikuti tren global terbaru dengan rasa ingin tahu yang besar. Meski demikian, jumlah investor crypto-asset sangat kecil saat ini,” kata Alex.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, populasi Indonesia saat ini paling banyak berada di usia produktif.

“Kaum muda atau milenial punya perhatian dan ketertarikan terhadap sebuah inovasi, utamanya teknologi. Sebab mereka pada umumnya menginginkan sesuatu yang serba cepat, mudah dan aman. Teknologi menjawab aspirasi mereka, salah satunya melalui Blockchain yang mendukung eksistensi Bitcoin sebagai aset digital yang perlu dimiliki dan telah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda masa kini.”

Jika diurai lebih lanjut, di Indonesia sendiri terdapat beberapa target pasar yang diincar pemain bursa aset kripto di Indonesia, pertama adalah rentang usia produktif 23-44 tahun.

Berikutnya adalah pengkategorian berdasarkan interest dan background. Para penggiat dan pelaku investasi digolongkan ke dalam beberapa subgrup berdasarkan jenis investasi yang mereka lakukan, di antaranya adalah penggemar aset kripto, stocks, dan forex investor/trader, dan wealth atau fund manager.

Kategori yang terakhir diklaim merupakan pengguna bursa aset kripto terbanyak saat ini. Mereka sudah mengetahui dan terbiasa melakukan transaksi jual-beli, di luar aset kripto.

Salah satu investor, sebut saja Cak Uding, mengatakan kebanyakan investor Indonesia saat ini cenderung sekadar “main-main” di bursa kripto. Meskipun ia tidak menampik ada trader yang berani bertransaksi dengan jumlah besar, kebanyakan tidak berbasiskan pertimbangan matang. Hal ini berbeda dengan investor di pasar saham konvensional.

“Saya melihat masih banyak yang prematur [sebagai produk investasi] dan volatilitas transaksi kebanyakan didorong oleh rumor atau gosip. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah persoalan jaminan hukum,” ujarnya.

Seorang investor lain, sebut saja Andre, melihat kebanyakan bertransaksi di aset kripto karena ikutan-ikutan.

“Sebagai trader, saya melihat di Indonesia sepertinya banyak yang ‘ikut-ikutan’. Trading setelah terjadi booming bitcoin di tahun 2017. Banyak orang berbondong-bondong mencari keuntungan dari bertransaksi jual beli di kripto waktu itu. Tapi kalau melihat tren sekarang, saat harga kripto merosot tajam, banyak yang melakukan withdrawal untuk mengamankan asetnya atau bahkan mengalihkannya ke investasi lain,” katanya.

Fase awal

CCO Tokocrypto Teguh Harmanda kepada DailySocial mengakui bursa aset kripto saat ini masih berada di fase awal. Sampai saat ini secara demografi belum bisa diketahui secara jelas siapa trader bursa mata uang digital di Indonesia.

“Terus terang untuk old trader [yang sudah cukup lama berkecimpung di produk ini -Red] mereka tidak menemukan masalah, karena masih tetap bisa menemukan profit saat ini. Tapi bagi trader baru yang melihat sentimen harga kripto yang luar biasa, saya rasa mentalnya belum cukup mampu untuk melihat pasar yang sedang bearish ini.”

Teguh sendiri masih percaya jika suatu saat kripto akan memberikan keuntungan positif, ketika teknologi yang melandasinya berbasis blockchain, sudah diadopsi secara masif.

Sementara menurut Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Steven Suhadi, meskipun mengalami penurunan secara besar-besaran sepanjang tahun 2018, namun ia melihat untuk beberapa tahun ke depan tren bursa aset kripto akan makin meningkat. Bukan hanya digunakan oleh existing user tapi pengguna baru.

“Jika kita lihat di Amerika Serikat dan negara lain, trennya makin meningkat. Dan dengan adanya regulasi serta aturan yang mengatur soal crypto asset exchange paling tidak bisa membantu meyakinkan masyarakat untuk menggunakan bursa aset kripto lokal dan asing di Indonesia,” kata Steven.

Emurgo's mission is to develop blockchain technology in Indonesia / Pixabay

Emurgo Implements Blockchain Technology for Business in Indonesia

A Japan-based firm developer supporting and making business incubation, Emurgo, besides training and mentoring students in Indonesia, has signed the agreement with three companies in Indonesia. They are Hero Intiputra (Hero Group), Senada Group, and Kilau Group.

“We’ve ensured Emurgo Japan to be the first blockchain platform partnering with locals in Indonesia. PT Emurgo Solusi Indonesia is Emurgo’s first joint venture,” Metodius Anwir, PT Emurgo Solusi Indonesia’s CFO, told DailySocial.

The Tokyo-based company is now open in other Asian countries, such as Hong Kong, Vietnam, and Singapore.

Blockchain for retail, property, and financial service

Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo
Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo

As a big company, Hero Intiputra is making strategic partnership to Emurgo. Cardano Project, which focuses on the blockchain technology implementation, is expected to improve Hero Intiputra’s performance in some industries, such as trading, wholesale, and distribution all over Indonesia.

“Together with Hero Intiputra, we’ll collaborate to find study case for blockchain strategy implementation specifically in global trading and retail implementation in Indonesia,” he said.

Through Cardano Project, Emurgo expects to support the company for blockchain implementation and decentralized applications development using Cardano software as the main industry.

“Aside of Hero Intiputra, we look for a collaboration with Senada Group that has experience related to the energy sector, and with Kilau Group for property and financial industries,” he added.

Therefore, Emurgo expects to provide investment and opportunity for startups which use blockchain technology by giving incubation and invite more new talents for the use of blockchain technology to be implemented for public affairs.

“Through its business network, Emurgo wants to implement blockchain technology for enterprises, and consistent in commercial partnership using Cardano technology,” Anwir explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian