Pada 2017, perusahaan jasa ekspedisi J&T Express (J&T) mencatat jumlah pengiriman barang sebanyak 300 ribu paket per hari. Tiga tahun kemudian, J&T mencatatkan rekor pengiriman tertingginya dengan 2 juta paket per hari atau hingga 20 juta paket di sepanjang 2020.
Dalam enam tahun perjalanannya sejak berdiri di 2015, J&T telah mencatatkan milestone yang signifikan di industri logistik. Perusahaan kini telah memiliki 100 gateway center, 4000 operating point, 30.000 pegawai, dan ribuan armada untuk menjangkau seluruh Indonesia.
Perusahaan yang didirikan Jet Lee dan Tony Chen, para petinggi perusahaan ponsel Oppo, telah melebarkan sayap bisnis ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Setelah Indonesia, J&T sudah hadir di Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Tahun ini J&T disebut telah menyandang predikat unicorn menurut daftar CB Insights. Valuasinya pun fantastis, $7,8 miliar atau sebesar Rp113,5 triliun. J&T menempati urutan kedua unicorn dengan valuasi terbesar di Indonesia setelah Gojek dan diklaim sebagai startup logistik pertama di Indonesia.
Model bisnis dan pendanaan baru
Informasi ini cukup banyak memunculkan pertanyaan. Pasalnya, J&T dinilai menggunakan model bisnis tradisional, sama halnya seperti perusahaan logistik legacy seperti JNE. Perusahaan juga dianggap tidak termasuk dalam kategori bisnis smart logistics.
Jika patokannya adalah valuasi, nilai yang dirilis CB Insights wajar mengingat perusahaan sudah beroperasi di empat negara. Namun, jika kembali pada asas startup yang sifatnya disruptif, tidak diketahui apa saja inovasi atau teknologi yang dikembangkan perusahaan selama enam tahun berdiri.
Dari observasi dan informasi yang dikumpulkan DailySocial, satu-satunya hal yang dapat menghubungkan J&T dengan predikat unicorn tersebut adalah pengaruh besarnya dalam memberikan ongkos kirim jasa pengiriman yang murah dan gratis melalui kemitraannya dengan e-commerce.
Hal ini terlihat dari strategi kunci J&T dalam menggandeng marketplace besar sejak 2017, yaitu Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Saat itu, seperti dikutip dari Merdeka, CEO J&T Robin Lo menyebut bahwa jasa logistik dari bisnis e-commerce berkontribusi sebesar 50% terhadap pendapatan perusahaan di 2017.
Di situasi pandemi Covid-19, kontribusi tersebut naik signifikan. Terlebih, riset e-Conomy SEA 2020 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan bahwa sektor e-commerce masih menjadi motor penggerak ekonomi digital dengan pertumbuhan 54% atau $32 miliar.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto bereaksi terhadap hal ini dan menilai bahwa informasi ini sepatutnya disuarakan ke publik. Apalagi J&T juga berencana untuk go public di bursa Amerika Serikat (AS). Menurutnya, jika ini semata untuk menaikkan valuasi, sudah seharusnya pemerintah mulai mengatur persaingan sehingga pemain asing tidak dapat menghancurkan pasar logistik.
“Kami mempertanyakan apa iya sebesar itu valuasinya? JNE saja mungkin [valuasinya] sudah Rp10 triliun, kenapa tidak disebut unicorn? JNE menggunakan mitra di daerah-daerah, sedangkan J&T ‘nempel’ di titik JNE dengan modal sendiri. Apakah model business process [J&T] bisa tidak tidak terbatas di Indonesia? Persaingannya harus di medan yang pas lah,” paparnya saat dihubungi DailySocial.
Dengan rencana IPO ini, J&T berencana menghimpun pendanaan sebesar U$1 miliar atau sekitar Rp14,4 triliun usai mengantongi investasi sebesar $300 juta beberapa waktu lalu. “Penawaran ini bakal menaikkan valuasi J&T Express menjadi $5 miliar,” ungkap salah seorang sumber di perusahaan seperti diberitakan Bloomberg.
Mungkin saja, apabila IPO terealisasi, gebrakan inovasi teknologi J&T di smart logistics akan lebih banyak dilakukan tahun ini.
Smart logistics
Dalam beberapa tahun terakhir, investor menaruh investasi besar di vertikal smart logistics. Berdasarkan catatan kami, ada delapan deal investasi yang diperoleh startup logistik di sepanjang 2020.
Di awal tahun ini, SiCepat Ekspres (SiCepat), yang tidak bermula di bisnis smart logistics, juga telah menerima pendanaan signifikan dari VC. SiCepat memperoleh Rp2,4 triliun dari sejumlah investor, seperti Falcon House Partners, Kejora Capital, DEG (Lembaga Keuangan Pembangunan Jerman), MDI Ventures, hingga Pavilion Capital (anak perusahaan Temasek Holdings).
Hal yang membedakan SiCepat dan J&T adalah perusahaan mengambil strategi pengembangan inovasi dengan ekspansi horizontal yang masif. Perusahaan mencaplok kepemilikan 51% saham platform food delivery DigiResto yang berada di bawah naungan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS). Kemudian induk SiCepat, Onstar Express Pte. Ltd., berinvestasi ke Logitek Digital Nusantara (LDN) yang merupakan anak usaha Telefast, bagian dari grup M Cash.
Ekspansi ini menjadi strategi kunci SiCepat, terutama melalui DigiResto yang disebut telah terintegrasi dengan tiga ekosistem utama, yakni multi delivery, multi merchant, dan multi payment.
Bicara inovasi smart logistics, Co-Founder Paxel Zaldy Ilham Masita menilai sebetulnya pengembangan di segmen ini dinilai lebih sulit dibandingkan dengan vertikal lain, seperti digital payment atau fintech. Smart logistics berkaitan dengan barang fisik sehingga peranan manusia masih sangat diperlukan untuk perpindahan barang. Berbeda dengan fintech yang bisa mengubah uang fisik menjadi non-tunai (cashless). Apalagi industri logistik di Indonesia dinilai belum punya standar jadi.
Alhasil, proses manual masih banyak dilakukan dan sulit untuk mendigitalisasinya. Sementara digitalisasi di sektor keuangan dinilai lebih mudah karena sudah distandarisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
“Contoh minor, standarisasi data. Misalnya, maksimum jumlah karakter untuk alamat dan format nomor telepon itu belum ada sehingga menyulitkan integrasi API antar-platform. Kalau smart logistics di luar negeri tinggal plug and play. Ini baru bicara standardisasi pra kondisi dari smart logistics,” ujarnya dihubungi DailySocial.
Dari situasi ini saja, sebetulnya ada peluang bagi pelaku startup logistik untuk masuk ke ranah pengembangan tools atau solusi yang belum terstandarisasi. Namun, lanjut Zaldy, pandemi Covid-19 menjadi momentum besar bagi sektor logistik untuk membantu mempercepat digitalisasi ke arah smart logistics. Konsumen mau tak mau “dipaksa” mengikuti proses berbasis digital.
Perusahaan maskapai kini beradu di ranah logistik kargo dalam upaya menyelamatkan diri dari pengaruh pandemi. Cerahnya potensi bisnis platform e-commerce yang belum menunjukkan tanda penyurutan menambah optimisme untuk terjun ke sana.
Dibukanya ranah bisnis baru ini oleh pemerintah karena okupansi penumpang menurun drastis karena pemberlakuan PSBB dan kompaknya penutupan pintu masuk kedatangan turis oleh berbagai negara. Akhirnya ratusan pesawat harus dikandangkan (grounded) dan merumahkan karyawannya demi efisiensi.
Di sisi lain, pemain “dadakan” menguntungkan para pemain logistik last mile karena semakin banyak pilihan armada yang bisa mereka pilih untuk pengiriman antar pulau. Hanya saja, inovasi teknologi yang dihadirkan maskapai lokal tidak jauh berbeda dengan apa yang kebanyakan ditawarkan perusahaan logistik last mile.
International Air Transport Association (IATA) bersama PwC merekomendasikan pemain maskapai untuk membuat solusi yang bisa mengatasi pain point dari pemain e-commerce. Dalam penelitiannya, mereka mengklasifikasikan 50 pemain e-commerce global teratas berdasarkan empat kategori model logistik yang mereka anut dan pain-point dari kategori tersebut.
Masalah tersebut adalah kurangnya visibilitas; risiko keterlambatan; ketergantungan pada pihak ketiga; kontrol perbatasan dan masalah logistik terbalik. Keseluruhan masalah ini bisa diatas oleh kargo udara. Ada empat model bisnis yang bisa ditawarkan, bisnis yang terdedikasi penuh; pengirim barang lewat udara; hybrid; atau Courier, Express, and Parcel (CEP).
“Rekomendasi kami adalah menentukan model logistik mana yang ingin mereka layani dan bekerja untuk memperbaiki pain-points tersebut bersama-sama, menggunakan pendekatan jaringan transportasi ujung ke ujung. Menghubungkan para pihak melalui berbagi data akan, pada gilirannya, mengoptimalkan proses mereka.”
Inovasi teknologi ini punya andil penting dalam mendukung ekosistem. Punya obyektif yang sama, tapi implementasi yang beda saat masih fokus pada bisnis pengangkutan penumpang. Misalnya penggunaan aplikasi dengan beragam fitur untuk permudah booking pesawat, atau memesan makanan in-flight dengan beragam metode pembayaran.
Menyeriusi bisnis kargo
Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Yosephine Sinaga menerangkan, bisnis kargo kini menjadi salah satu bisnis utama dalam layanan charter yang paling berkontribusi terhadap bisnis grup. Pertumbuhannya diklaim kian meningkat selama pandemi. Sayangnya, ia tidak mencantumkan angka detail lebih dalam.
Sebagai catatan, AirAsia menjalankan bisnis kargo di bawah entitas terpisah bernama Teleport sejak 2018. Di bawah entitas ini, AirAsia memosisikan diri sebagai penyedia jasa kargo udara untuk pasar kargo ritel dalam negeri melayani kebutuhan pengiriman barang dan komoditas dengan jumlah relatif sedikit ke berbagai kota di Indonesia dan Asia Pasifik.
Pengirimannya dengan menggunakan aset AirAsia yang terdiri dari pesawat penumpang (passenger charter) dan pesawat kargo (cargo charter). Jenis Airbus A320-200 yang dapat dioperasikan dalam dua konfigurasi, khusus kargo kapasitasnya berjumlah 17 ton, sementara penerbangan angkut penumpang, ruang kargo yang tersedia sekitar 5-6 ton.
“Dalam periode pemulihan ekonomi saat ini, bisnis kargo menjadi sangat vital untuk menggenjot roda perekonomian. Melalui Teleport Indonesia, kami akan segera melakukan ekspansi di Indonesia dengan tidak hanya berfokus melayani perusahaan pengiriman, tetapi juga bisnis e-commerce yang sangat tinggi permintaannya di Indonesia,” terangnya kepada DailySocial.
Kondisi yang berbeda dimiliki Garuda Indonesia. Perusahaan pelat merah ini tergolong masih baru terjun ke industri logistik. Saat ini hanya Citilink yang sudah memiliki unit pesawat kargo (freight), sedangkan Garuda belum.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, selama ini perusahaan terlalu sibuk di bagian penumpang. Padahal di dalam badan pesawat, kurang lebih terdiri atas 50% bagian atas [penumpang] dan 50% bagian bawah [kargo].
Sebelumnya dalam kondisi normal, bisnis pengangkutan penumpang di Garuda Indonesia menyumbang 80% dari total bisnis. Kini bisnis penumpang anjlok hingga 90%. Bisnis kargo dan carter diproyeksikan bisa berkontribusi antara 40%-60%.
“Kita sangat sibuk mengurus di bagian atas yang tentunya memang penting, namun kita melupakan bagian bawah,” kata Irfan dikutip dari Republika.
Dia melanjutkan, “Moda transportasi pengiriman barang yang paling murah dan cepat adalah pesawat. Oleh sebab itu, sekarang kami sangat fokus untuk diskusi soal kargo, dan tampaknya semua maskapai memikirkan hal yang sama.”
Untuk mengoptimalkan itu, lewat anak usahanya Aerojasa Cargo, perusahaan merilis KirimAja yang merupakan layanan cargo door to door berbasis aplikasi yang dilayani oleh armada Garuda Indonesia dan Citilink.
KirimAja menggunakan konsep bisnis berbasis komunitas, membuka kesempatan masyarakat menjadi agen Sohib KirimAja. Sebagai agen, mereka bertugas menerima paket dari pengirim sebelum diteruskan kepada kurir.
Kurir ini bertugas melakukan penjemputan paket ke lokasi pick up dan drop point dan mengantarkannya ke penerima akhir. Di dalam aplikasi tersebut, pengirim dapat melacak status pengiriman secara real-time.
Strategi Lion Air
Situasi bisnis Lion Air Group tak jauh berbeda dengan maskapai lain pada umumnya. Namun mereka terbantu kinerja anak usahanya yang bergerak di bidang logistik, Lion Parcel, yang dirintis sejak 2013. Lion Parcel bertindak sebagai perusahaan logistik last mile, bertarung dengan pemain sejenisnya di Indonesia.
CEO Lion Parcel Farian Kirana mengklaim kinerja perusahaan terus tumbuh secara eksponensial hingga pandemi berlangsung. Memasuki awal tahun ini, pengiriman paket dan dokumen melonjak di angka 90-100 ton per harinya. Bahkan saat penerapan PSBB, Lion Parcel mencatatkan pertumbuhan jumlah paket sebesar 17%.
Selama periode tersebut, barang yang sering dikirimkan adalah pakaian, masker, dan alat kesehatan. Kota asal dengan pengiriman terbanyak datang dari Jakarta, Medan, dan Tangerang; sementara untuk kota tujuan pengiriman adalah Jakarta, Makassar, dan Medan. Sayangnya, dia enggan membeberkan kontribusi Lion Parcel terhadap bisnis grup.
“Kami pun sudah bekerja sama erat dengan berbagai [pemain] e-commerce di Indonesia seperti Tokopedia dan Bukalapak, sehingga pengiriman kami dapat melayani penjual dan pelanggan yang bertransaksi di [platform] e-commerce,” terang Farian.
Karena Lion Parcel menjadi anak usaha Lion Air Group, maka mereka bisa memanfaatkan aset pesawat sebagai armada pengiriman lewat udara. Dia mengatakan, Lion Air memiliki 283 pesawat dan konektivitas darat yang dikelola oleh mitra perusahaan tersebar di 188 kota. Hal tersebut mencakup 1.000 mitra kurir virtual Point of Sales (POS) dan 7.000 POS.
Inovasi teranyar yang perusahaan kembangkan dengan memanfaatkan aset grup adalah Onepack, layanan next day delivery dengan success rate mencapai 95%. Layanan ini memanfaatkan jaringan penerbangan Lion Air Group dari barat sampai ke timur, termasuk rute-rute perintis yang dioperasikan Wings Air dengna jadwal penerbangan lebih pasti.
“Dalam tahap awal, konsumen bisa menikmati layanan ini untuk pengiriman barang dari Jakarta ke 28 kota dari 18 kota ke Jakarta. Diluncurkannya kembali produk ini merupakan jawaban kami untuk memberikan layanan dan solusi terbaik yang sesuai dengan kondisi di masa pandemi saat ini.”
Perkembangan teknologi yang dihadirkan Lion Parcel berupa aplikasi yang dilengkapi fitur pick up request, drop off, live tracking, dan cek tarif. Dari fitur pick up request, konsumen tidak perlu keluar rumah karena kurir akan mendatangi lokasi pembeli untuk menjemput paketnya.
“Kami menjalankan kemitraan dengan model low asset model sehingga lebih fleksibel memudahkan peningkatan skalabilitas bisnis, seperti penambahan jumlah kurir, mitra POS, dan pembukaan destinasi baru yang dikelola konsolidator. Model ini dapat menciptakan kesempatan baru economy sharing,” tutup Farian.
Tren aviasi global
Langkah yang diambil maskapai di atas mencerminkan kondisi global. Mengutip laporan The Load Star, bisnis pengangkutan penumpang turun hingga 74% secara year-on-year pada April 2020. Di Amerika Serikat saja, pada bulan yang sama, bisnis ini turun hingga 94%.
Maskapai asal Inggris Virgin Atlantic misalnya, menambah penerbangan kargo lebih dari sepertiga menjadi 600 selama Juni, lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Lalu maskapai dari Finlandia, Finnair yang menambah kapasitas kargo dengan mengeluarkan kursi kelas ekonomi dari kabin di dua unit Airbus A330-nya. Hal yang sama juga dilakukan maskapai besar lainnya, seperti British Airways, Lufthansa, Emirates, dan United.
Dampak pivotnya maskapai adalah kebutuhan moderinisasi kargo dengan sistem IT terkini. American Airlines disebutkan menangguhkan sebagian besar proyek IT-nya selama pandemi, kecuali divisi kargo yang direorganisasi. Sistem IT di divisi tersebut dimodernisasi secara maksimal untuk mengurangi hambatan yang awalnya membutuhkan 100 dokumen digital, kini hanya 10 saja.
AirAsia juga mendigitalkan jaringan kargo udara berbasis blockchain, yang disebut Freightchain. Layanan ini menawarkan jaringan digital untuk mengonfirmasi dan melacak kargo udara secara transparan berdasarkan teknologi blockchain ledger yang didistribusikan.
Pengirim dapat menemukan semua koneksi jaringan kargo yang tersedia yang dimiliki oleh maskapai penerbangan. Caranya dengan memberi transparansi mengenai bagaimana kargo mereka berpindah dari titik A ke titik B. Sistem ini juga akan memfasilitasi pemesanan berdasarkan permintaan real time menggunakan proses penawaran yang kemudian divalidasi di blockchain.
Freightchain dapat menyederhanakan proses pemesanan sampai konfirmasi 10 kali lebih cepat daripada metode tradisional. Sebelum diresmikan ke publik pada April lalu, Freightchain telah diujicobakan untuk pengiriman kargo berisi obat-obatan dari India ke Mongolia.
Sistem ini memesan rencana perjalanan instan melalui Kuala Lumpur, Malaysia, dan Seoul, Korea Selatan, secara real time melalui penerbangan dengan tiga operator berbeda menggunakan kontrak pintar pada blockchain.
Karena tidak tersedianya penerbangan langsung dari Bengaluru ke Ulan Bator, pengirim harus menemukan secara manual ketersediaan semua penerbangan yang terhubung dan menghubungi banyak agen untuk menyelesaikan tautan di beberapa maskapai.
Dengan Freightchain, semua data koneksi, kontak, dan kontrak ada di dalam blockchain, membuatnya mudah untuk mengidentifikasi tautan, memesan penerbangan, dan mengonfirmasi rencana perjalanan.
Meski pemain maskapai sedang terlunta-lunta, di sisi lain permintaan pesawat kargo tetap ada, terutama datang dari perusahaan e-commerce raksasa. Mengutip The STAT Trade Times, lini kargo udara milik Amazon, Amazon Air, mengungkapkan akan menyewa tambahan 12 unit pesawat Boeing 767-300 yang akan dikonversi menjadi pesawat kargo untuk menangangi kenaikan permintaan transaksi. Amazon Air akan memiliki 80 unit pesawat secara total.
Unit logistik milik Alibaba, Cainiao Smart Logistics Network, mengumumkan rencananya untuk melipatgandakan jumlah pesawat kargo, dari 260 menjadi 1.260 dalam sembulan bulan mendatang. Durasi pengiriman akan jauh lebih cepat menjadi tiga sampai lima hari untuk pengiriman internasional, dari sebelumnya tujuh sampai 10 hari.
Tantangan di industri
Pengamat logistik sekaligus CEO PowerCommerce.Asia Hadi Kuncoro mengatakan, pergeseran model bisnis di atas terjadi karena perubahan perilaku konsumen yang didorong perkembangan teknologi digital. Kondisi itu telah menggeser area bisnis perdagangan menuju perdagangan direct-to-consumer (e-commerce).
“Maka sangat wajar ketika pemain industri melihat ini sebagai peluang yang mengakibatkan para pelaku maskapai penerbangan pun melakukan ekstensi bisnis ke ranah hilir sebagai penyedia last mile,” kata Hadi.
Kendati demikian, bertambahnya pemain ini tentu semakin memberikan tekanan persaingan yang tinggi diantara pelaku industri. Namun dalam kapasitas peluang, Indonesia ini sangat besar jadi masih sangat wajar.
“Konsumer akan semakin diberikan keuntungan dengan banyaknya pilihan dan harga yang kompetitif. Yang harus dijaga adalah bagi pelaku yang menguasai dari hulu ke hilir seperti para maskapai ini wajib dipantau oleh pemerintah dalam hal penguasaan monopolistis dalam bisnis e-logstics ini.”
Dia melanjutkan, saat ini infrastruktur jalan tol berkembang pesat, menyambung Pulau Jawa dan Sumatera. Oleh karenanya, pergeseran e-logistics kini menjadi sangat optimal di distribusi darat melalui tol untuk kota-kota besar di kedua pulau tersebut.
“Peluang terbesar untuk kargo udara dari para maskapai penerbangan ini adalah berfokus pada distribusi destinasi ke luar Jawa. Bahkan dalam jangka panjang seharusnya pemerintah dan pelaku Industri penerbangan mulai berfikir mengkoneksikan negara-negara ASEAN.”
Dia melanjutkan, “Koneksi ASEAN akan membuka peluang. Tidak hanya menggunakan fasilitas pesawat komersial penumpang, namun juga pengoperasian pesawat kargo (freighter cargo) ke beberapa destinasi gemuk luar jawa dan negara-negara ASEAN.”
Mendukung pernyataan Hadi, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memaparkan, secara umum pemain logistik belum menjadikan pengiriman lewat udara menjadi pilihan utama. Pertimbangan utamanya adalah harga yang berbanding jauh dibandingkan dengan armada laut.
“Pengiriman kargo lewat udara untuk pengiriman keluar Jawa masih sangat sedikit dibandingkan laut. [kisarannya] Hanya 7%-10% dari kargo laut karena memang harga kargo udara kan sangat berbeda jauh,” ucapnya.
Sementara pengiriman antar kota di dalam Jawa yang cenderung lebih banyak menggunakan jalur darat daripada udara sejak kehadiran jalur tol Trans Jawa. Terlebih selama pandemi ini jalur udara belum banyak jadwal yang tersedia.
“Padahal untuk pemain logistik ekspres, kargo udara adalah pilihan utama karena butuh cepat. Tapi untuk tujuan pengiriman di dalam Jawa sudah mulai beralih ke darat selama pandemi ini.”
Kendati begitu, ramainya maskapai yang terjun ke bisnis kargo patut ia apresiasi. Biaya kargo udara bisa saling berkompetisi memberikan harga terbaik. Bagi industri, ketergantungan terhadap kargo udara sangat tinggi terutama saat menjangkau pengiriman ke kota-kota di luar Jawa yang memang pilihan paling efisien hanya lewat udara.
Dari pengamatan Zaldy, selama pandemi ini harga pengiriman yang ditawarkan maskapai penerbangan relatif sama dengan kargo udara [pesawat kargo]. Dengan catatan, ada beberapa rute yang turun tapi penurunannya tidak banyak.
“Kita harapkan dengan makin banyaknya maskapai penerbangan menyediakan kargo udara, seharusnya harga bisa lebih turun lagi.”
Menurutnya, apabila perusahaan maskapai bisa fokus pada layanan kargo udara dengan pelayanan terbaik dan harga yang bersaing, hal itu akan membantu ekosistem secara keseluruhan. Jangan sampai maskapai akhirnya tergiur menjadi perusahaan kurir logistik karena itu bukan bisnis utamanya.
Zaldy yang juga menjabat COO Paxel mengatakan, khusus Paxel sendiri sudah menjadi pengguna setia pesawat kargo untuk melayani pengiriman same day. Namun karena pandemi, layanan ini akhirnya harus diubah menjadi next day.
“Sampai sekarang Paxel masih memanfaatkan air cargo untuk [pengiriman] keluar Jawa, tapi layanan same day belum bisa karena jadwal pesawat yang masih tidak pasti [karena pandemi]. Jadinya enggak bisa same day, jadinya next day,” tutupnya.
Sekitar tiga tahun lalu, saya berkesempatan mewawancarai mantan petinggi sebuah situs e-commerce raksasa. Dia menanyakan suatu hal kepada saya, apakah saya pernah belanja di tempatnya? Berapa lama pengirimannya? dan pertanyaan berkaitan lainnya.
Saya pun menjawabnya sambil mengira-ngira. Seingat saya pesanan sampai di tujuan dua hari setelah pembayaran dilakukan.
Ia kemudian mengernyitkan dahi dan bergumam, “Hmm, itu masih cukup lama. Lokasi tokonya di Jakarta juga kan ya?”
Saya menjawab, “Sepertinya begitu. Oh, itu masih kurang cepat ya? Padahal saya sudah [merasa] puas.”
“Itu masih kurang cepat karena pengiriman dalam kota,” ungkapnya. Kami melalui intermezzo tersebut dan melanjutkan wawancara.
Bagi konsumen, semakin cepat barang sampai di tangan akan semakin baik pengalamannya, termasuk menggiring mereka jadi loyal terhadap suatu brand.
Di balik segudang masalah yang Indonesia miliki, hal inilah yang membuat industri logistik belakangan jadi seksi untuk diseriusi. Industri ini turut berpengaruh besar ke ekosistem e-commerce namun inovasinya cenderung lamban.
Menurut Kemenhub, biaya logistik di Indonesia sekitar 29% dari total PDB di 2018, lebih besar dibanding angka 24% di tahun 2016. Data Bank Dunia di tahun yang sama memperlihatkan, Indonesia ada di posisi ke-63 dari 160 negara untuk indeks performa logistik.
Belakangan ini mulai ramai konsep smart logistics sebagai upaya modernisasi cara kerja logistik dengan teknologi. Tujuannya agar dapat menekan ongkos operasional dan pelayanan untuk konsumen tetap prima.
Di Tiongkok, konsep ini sudah lebih dahulu diterapkan. Menurut laporan JustLogsIt dan Bank of China di tahun 2016, Negeri Tirai Bambu tersebut berhasil menurunkan ongkos logistik selama satu dekade terakhir. Pada 2015, rasionya terhadap PDB adalah 16%.
Ongkos ini dipengaruhi tiga hal, yaitu biaya transportasi, pergudangan, dan manajemen yang di dalamnya mencakup soal upah.
Pengembangan smart logistics di Tiongkok dipicu buruknya kualitas gudang dan distribusi di negara tersebut, yang mendorong perusahaan e-commerce, seperti Alibaba (lewat Cainiao Network) dan JD.com (lewat JX), untuk mengoperasikan sistem logistik secara mandiri.
Sampai akhir 2015, sebanyak enam pemain ritel online telah membangun 49 logistics hubs, 200 regional distribution centers, dan 1.000 sub distribution centers. Alibaba memiliki penetrasi pasar 60% untuk pengiriman kurir instan, sementara JD.com 26,4% pada 2015.
Untuk mendorong efisiensi, pemerintah Tiongkok merilis peta jalan “Long Term Plan of China Logistics Industry Development” (2014-2020) yang merintis pengembangan konsep sistem logistik modern untuk mencapai pertumbuhan tahunan 8% dari industri logistik, dengan proporsi 7,5% terhadap PDB di 2020.
Pemahaman smart logistics
Berkaca dari fakta yang terjadi dan roadmap pemerintah Tiongkok, smart logistics bertujuan meningkatkan efisiensi industri logistik secara keseluruhan dengan pemanfaatan teknologi.
Di dalam proses logistik ada kombinasi berbagai fungsi, dari transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan dan analisis informasi logistik dan sebagainya.
Pemanfaatan smart logistics dapat berupa penggunaan RFID (Radio Frequency Identification), GPS, komputasi awan, dan teknologi informasi lainnya ke dalam proses logistik, sehingga terjadi efisiensi dan penghematan ongkos. Bisa dikatakan smart logistics tidak jauh berbeda dengan logistics 4.0.
Menurut CEO Waresix Andree Susanto, hal ini adalah dimensi baru dalam manajemen logistik yang menggunakan aliran data untuk mendapatkan wawasan baru untuk mengoptimalkan operasi. Pelanggan pun akan puas dan melindungi bisnis mereka.
“Komponen penting untuk smart logistics akan terhubung dengan data, analitik canggih, keputusan otonom, dan IoT. Oleh karena itu, smart logistics akan memainkan peran yang sangat penting untuk merampingkan proses antara e-commerce marketplace – penjual – perusahaan logistik – dan konsumen akhir,” katanya kepada DailySocial.
Tidak sebatas penggunaan teknologi, menurut Head of Corp Communications & Public Affairs JD.id Teddy Arifianto, smart logistics juga harus dimulai dari mengubah mindset orang-orang, baik dari sisi penyedia layanan hingga konsumen.
“Sehingga terdapat sinergi utilitas yang terintegrasi end-to-end dan akhirnya membawa dampak tidak hanya dari sisi profit untuk bisnis, tapi juga buat hidup manusia itu sendiri,” terang Teddy.
SVP of Operations & SVP Product Management Blibli Lisa Widodo menambahkan, smart logistics bertujuan untuk memenuhi harapan konsumen yang sangat besar untuk pengiriman barang yang cepat, tepat waktu sesuai estimasi, biaya efisien, bisa dilacak posisinya, sehingga aman dari risiko barang hilang atau rusak.
“Kelebihan tambahannya adalah jadwal pengiriman dan alamat pengiriman yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen,” katanya.
Menurut Huatai Securities, smart logistics didukung empat aspek, yakni jaringan sensor, jaringan seluler dan internet, komputasi awan, dan aplikasi layanan. Kombinasi tersebut menghasilkan manajemen yang komprehensif dari aliran material dan aliran informasi seluruh rantai logistik.
Dari sumber yang sama diklaim hasil implementasi smart logistics diprediksi akan maksimal. Pertama, gudang modern dapat menghemat 70% biaya ruang dibandingkan gudang tradisional. Kedua, smart logistik dapat mengurangi 80% biaya tenaga kerja di segmen pergudangan.
Ketiga, melalui pemantauan penuh seluruh proses transfer dan penyimpanan bahan, efisiensi dan tingkat akurasi akan semakin meningkat. Selain itu, dari big data yang dikumpulkan sistem smart logistics, perusahaan logistik dapat memberikan lebih banyak nilai tambah untuk pelanggan.
Peluang bisnis baru
Lantaran smart logistics memiliki banyak kombinasi proses di dalamnya, hal ini menimbulkan peluang bisnis baru yang bisa dipertimbangkan pelaku logistik agar tetap adaptif dengan perkembangan teknologi. Peluang tersebut berbentuk menawarkan layanan maupun model bisnis baru dan digitalisasi kegiatan operasional inti.
Berdasarkan laporan PwC bertajuk “Industry 4.0: Digital Supply Chain-Logistic Autumn Conference” yang terbit tahun 2016, penawaran layanan bisa dilakukan dengan menerapkan end-to-end integrated supply chain system. Ini memungkinkan perusahaan memiliki rantai distribusi terintegrasi dari supplier, production, distribution, hingga customer.
Sistem tersebut akan memudahkan perusahaan mulai dari proses administrasi, pencatatan arus barang keluar masuk gudang, database yang terintegrasi hingga pemasaran. Terkait pencatatan arus keluar masuk barang, pelaku bisa menawarkan solusi warehouse management system ke konsumen B2B yang memungkinkan manajemen gudang secara real time, akurat, dan teroptimasi.
Model bisnis baru lainnya untuk konsumen B2B adalah dalam hal angkutan barang dari kota ke pedesaan dengan menyediakan platform yang mempertemukan kebutuhan distribusi perusahaan dengan penyedia jasa dalam berbagai aspek penyelenggaraan logistik.
Dari aspek pengangkutan barang misalnya, sebuah platform berbasis marketplace yang mempertemukan penyedia jasa angkutan barang dan perusahaan yang membutuhkan pengangkutan logistik bisa menjadi model bisnis baru.
Berbagai solusi seperti ini sudah mulai digeluti berbagai startup logistik yang beroperasi di Indonesia. Contohnya adalah Waresix yang fokus pada sewa gudang; TheLorry menawarkan jasa sewa truk; Kargo menghubungkan shipper dan transporter dalam platform; Shipper sebagai platform agregator perusahaan logistik; Lacak.io untuk GPS khusus di kendaraan logistik, Enchanto sebagai platform SaaS untuk teknologi e-commerce, dan masih banyak startup lainnya.
Keseluruhan startup tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dengan menawarkan masing-masing solusinya yang tergolong “niche“, bahkan ada beberapa layanan yang menyasar korporasi logistik besar untuk internal perusahaan.
Sekarang adalah momen berlomba-lomba jadi yang terbesar.
Banyak investor tertarik dengan konsep-konsep smart logistics yang ditawarkan berbagai startup. Dalam setahun terakhir, pemberitaan soal funding di segmen ini makin marak, di antaranya pendanaan sebesar Rp24 miliar untuk Waresix dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures, kemudian pendanaan untuk TheLorry senilai Rp83 miliar yang dipimpin FirstFloor Capital.
Berikutnya, Kargo Technologies memperoleh dana sebesar Rp107 miliar dari Sequoia India dan Travis Kalanick, lalu SiCepat memperoleh kucuran dana sebesar Rp704 miliar dari Barito Teknologi dan Kejora InterVest Growth Fund.
Tak mau kalah, Grab baru-baru ini mengucurkan investasi ke Ninja Van untuk mengembangkan layanan GrabExpress.
Saingan terdekat Grab, Gojek, juga mengumumkan pendirian perusahaan patungan dengan JD.com untuk mengembangkan perusahaan logistik J-Express (JX).
Kondisi di Indonesia
CEO Iruna Yan Hendry Jauwena menjelaskan, secara umum konsep smart logistics sudah mulai menunjukkan perkembangan sedikit lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena sudah ada banyak pemain logistik konvensional yang sadar pentingnya transformasi teknologi.
Segmen ini tertolong dengan “cerita” digitalisasi ekonomi yang mengharuskan sektor logistik mengambil peran di dalamnya. Meskipun demikian, menurut Yan, masih butuh proses edukasi lebih dalam lagi, karena pada dasarnya sektor logistik berangkat dari sektor yang tidak begitu terlalu familiar dengan pemanfaatan teknologi.
Dia menilai solusi logistik yang berangkat dari startup masih belum bisa menjawab isu yang dihadapi di Indonesia. Isu utama logistik itu selalu terkait biaya. Solusi apapun “labelnya“ jika tidak bisa menekan biaya, berarti belum menjawab permasalahan.
“Hal-hal seperti tracking atau meningkatkan visibility itu merupakan fitur yang saat ini merupakan nice to have saja. Selama biayanya mahal yah masih tidak menjawab,” kata Yan.
Di samping itu, kebanyakan solusi yang dihadirkan startup logistik diperuntukkan buat bisnis C2C. Tantangan terbesar itu justru ada di B2B karena ada faktor SDM-nya.
“Mereka sudah terbiasa dengan pola kerja lama, kurang dekat dengan teknologi sehingga sudah pasti tidak bisa diajak ‘ngebut’,” tambahnya.
Di sisi lain, Lisa Widodo memandang industri logistik tumbuh sesuai dengan pertumbuhan industri e-commerce. Mereka terus berlomba-lomba meningkatkan kapasitas dan kemampuan operasional supaya lebih efisien dan cepat.
Kurir kini dilengkapi dengan aplikasi di smartphone sehingga mampu memberi update status pengiriman barang dengan lebih cepat. Label pengiriman barang dilengkapi dengan barcode atau kode QR sehingga proses penanganan barang bisa dilakukan automasi untuk sorting dan status pengiriman.
Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pemain startup kini semakin agresif dalam mencari celah dan memperbaiki efisiensi di industri logistik. Caranya dengan mengintegrasikan logistik secara digital untuk multi moda.
“Seperti yang dilakukan oleh Waresix [portofolio East Ventures]. Karena kita negara kepulauan, jadi enggak bisa dibanding dengan negara daratan lain,” terangnya.
East Ventures menjadi salah satu VC yang mulai aktif berinvestasi ke startup logistik. Setelah Waresix, VC asal Singapura tersebut mengumumkan investasi tahap awal untuk Triplogic, startup logistik on demand.
Triplogic diharapkan menyempurnakan ekosistem rantai pasokan yang sudah ada sehingga memberikan pengalaman yang lebih baik. Fore Coffee dan Triplogic dianggap cocok untuk saling melengkapi karena mereka bermain di logistik last mile.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan menambahkan, perlu komitmen dari pemerintah maupun swasta dalam merealisasikan smart logistics. Dari sisi pemerintah perlu penguatan di sisi regulasi dan kecepatan eksekusi dengan perhitungan yang matang dan target waktu yang terarah.
Menurutnya, Tiongkok bisa seperti sekarang karena ada komitmen yang kuat dari pemerintahnya. Indonesia harus berbenah diri dulu dengan masalah berkaitan dengan jaringan informasi dan logistik. Fokus ke eksekusi, tidak hanya wacana.
“Yang penting itu digital mindset, bukan mengubah proses manual jadi digital. Kita tidak mau hanya berhenti dalam pembuatan sistem saja, tapi harus ke arah yang lebih advance, menuju blockhain in logistics, misalnya,” ujar Yukki.
Dia melanjutkan, hal ini juga berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan kepercayaan terhadap suatu teknologi baru. Ambil contoh, apakah sudah siap dokumen tanpa cap basah? Sudah siap specimen elektronik? Sudah siap OGA (other government agencies) menerima itu semua?. Bila jawabannya iya, maka berikutnya harus membuat standarisasi keamanan digital.
Penerapan smart logistics
DailySocial menghubungi sejumlah perusahaan startup logistik untuk memaparkan soal produknya. Yan Hendry menerangkan, konsep Iruna sebenarnya adalah bentuk pelokalan Cainiao milik Alibaba dengan mengedepankan konsep kolaborasi dengan para pemain logistik yang sudah hadir sebelumnya, kemudian menggabungkan semua kekuatan logistik yang dimiliki semua pemain logistik dalam satu platform.
“Tentu modifikasi perlu disesuaikan dengan konteks Indonesia karena para pemain logistik jika bisa tergabung ke dalam jaringan seperti Cainiao tentunya harus memahami hal mendasar dalam pengiriman e-commerce,” terangnya.
Iruna sendiri resmi beroperasi sejak 2017, menyediakan layanan end-to-end mulai dari channel management, fulfillment center, dan last mile delivery. Semuanya dapat terpantau lewat aplikasi Iruna Power Seller. Teknologi lainnya adalah Leanbox dengan tiga sistem utama: warehouse management system, transport management system, dan rider application yang dilengkapi dengan e-signature dan visual receiver image capturing function.
Perusahaan kini masih terus membangun kolaborasi sebanyak mungkin dengan para pemain logistik sehingga terbentuk kekuatan supply yang siap bertransformasi digital, sekaligus memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan tergilas oleh yang lain.
“Tahun ini Iruna perkuat teknologi yang sudah ada seperti WMS (Warehouse Management System), produk integrasi sistem untuk keperluan Last Mile Delivery Integrator yang saat ini dijalankan.”
Andree Susanto menerangkan sejak awal didirikan di 2017, Waresix berusaha memberdayakan logistik melalui ekosistem rantai pasokan yang mereka bangun. Perusahaan mengembangkan infrastruktur untuk mendukung pergerakan arus barang seperti pergudangan, transportasi darat (first mile dan last mile), transportasi laut, bahkan layanan pergudangan internasional untuk klien luar negeri.
Lewat integrasi ekosistem tersebut, perusahaan dapat bekerja lebih efisien dengan menurunkan keseluruhan biaya rantai pasokan. Tidak hanya untuk menjaga stabilitas harga, tetapi juga membantu kesetaraan ekonomi.
“Cara kami untuk dukung industri logistik dengan bekerja sama dengan perusahaan hebat yang menyelesaikan logistik last mile seperti NinjaExpress, Gojek, Grab, JNE, J&T, dan lainnya seperti agregator last mile,” ujar Andree.
Waresix memiliki lebih dari 2.000 mitra gudang dan penyedia transportasi untuk membantu 100 klien bisnis yang berasal dari perusahaan besar maupun skala menengah. Transaksi di platform diklaim mencapai 100 ribu metrik ton perbulan, tumbuh 25% setiap bulannya. Layanannya tersedia di Jakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Bali, Makassar, Balikpapan, Bandung, Palembang, dan Dumai.
Dengan konsep ini, Andree mengaku optimis perusahaan akan segera meraup keuntungan setelah tumbuh 15 kali lipat dalam setahun.
Startup lainnya yang mencoba usung teknologi sebagai layanannya adalah Paxel yang bergerak di solusi pengiriman last mile antar kota antar provinsi dengan tarif rata. Co-Founder Paxel Zaldy Ilham Masita menerangkan, Paxel berdiri karena selama lima tahun terakhir perkembangan e-commerce tumbuh dengan pesat namun belum diimbangi industri logistik.
Di dua tahun terakhir muncul kebutuhan dari konsumen yang menginginkan pengiriman same day. Hal ini menjadi suatu tren baru dan menginspirasi untuk berdirinya Paxel.
Dikutip dari laporan PwC tentang Global Consumer Insight Survey 2018, sebanyak 41% responden rela membayar lebih untuk mendapatkan layanan same day delivery.
Paxel memanfaatkan kombinasi antara big data, algoritma, dan loker pintar (smart locker) untuk pengiriman estafet. Loker pintar ini berbentuk screenless smart locker dan memanfaatkan mini sorting location dengan AI routing. Juga, bersifat universal sehingga bisa dipakai oleh semua perusahaan kurir, food delivery, tanpa perlu integrasi.
Perusahaan mengembangkan loker pintar ini bersama partner perusahaan di Hong Kong bernama Pakpobox.
“Kami sudah roll out 100 smart locker tersebut di gedung perkantoran dan apartemen di Jakarta,” terang Zaldy.
Bermain di ranah last mile ini, sambungnya, memiliki tantangan tersendiri karena belum ada standarisasi logistik untuk domestik baik secara fisik maupun data. Pihaknya butuh pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah tersebut.
“Banyak tantangan yang harus kita selesaikan sebagai the first mover, tapi sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang makin baik, kita harapkan masalah line haul antar kota bisa segera kita atasi.”
Sejak setahun berdiri, bisnis Paxel terus berkembang dengan baik dengan rerata pertumbuhan volume sebesar 30% setiap bulannya. Layanan Paxel kini sudah bisa digunakan untuk pengiriman same day delivery di Jawa dan Bali. Rencananya perusahaan akan melebarkan sayapnya ke Medan dan Makassar pada kuartal ketiga tahun ini.
Pemain last mile lainnya, AVP Marketing Ninja Xpress Indonesia Tika Sylvia Utami menjelaskan isu pemain logistik adalah Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dibutuhkan solusi dengan smart delivery.
Perusahaan memanfaatkan kebutuhan pengiriman dengan jaringan logistik berbasis teknologi. Contohnya dengan pembaruan real time tracking, titik-titik pick up alternatif dan opsi pelacakan paket yang bisa dimanfaatkan konsumen.
” Kami mengandalkan teknologi serta operasional excellence yang didukung dengan SDM agar pengiriman lebih efektif dan efisien. Kami berupaya memastikan bahwa data layanan pengiriman dapat terorganisir di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, serta memastikan secara real time,” terang Tika.
Diklaim Ninja Xpress telah meng-cover 100% wilayah Indonesia. Terakhir disebutkan mereka telah memiliki 30 ribu kurir, 70% di antaranya adalah armada roda dua.
JNE tidak mau kalah dalam mengembangkan teknologi terkini demi memperkuat penetrasi bisnisnya di Indonesia. Presiden Direktur JNE Mohammad Feriadi menuturkan, perusahaan secara berkala terus melakukan pengembangan teknologi dan saat ini masih dalam tahap pembangunan Mega Hub yang berlokasi di Tangerang. Rencananya hub ini akan diresmikan pada akhir tahun ini.
Di dalam Mega Hub tersebut akan dilengkapi dengan robot penyortir barang atau disebut automation crossbelt sorter machine. Robot berteknologi ini disediakan oleh Damon, perusahaan penyedia alat pendukung operasional logistik dan supply chain asal Shanghai, Tiongkok.
Feriadi menjelaskan, Mega Hub nantinya mampu menyortir hingga 1 juta barang per hari atau 48 ribu kiriman per jam. Dengan kapasitas tersebut, perusahaan dipastikan dapat menangani lebih banyak paket dan mendistribusikannya ke seluruh Indonesia maupun 250 negara di seluruh dunia.
“Dari sisi persaingan, sekarang banyak pemain baru bawa teknologi yang begitu hebat dan baik. Tentunya jadi tantangan buat kita sebagai pemain lama harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Caranya dengan mengubah proses, harus lebih efisien dan kompetitif dengan memanfaatkan teknologi dan perbaikan internal,” terang Feriadi.
Secara berkala, perusahaan terus menyempurnakan teknologi tracking. Dulunya konsumen sudah merasa puas apabila pengiriman cepat sampai. Namun kini bisa dimonitor langsung posisi kiriman antar poin secara real time.
Aplikasi pun turut disempurnakan. Konsumen dapat mengetahui lokasi JNE terdekat dari jangkauan mereka disertai fitur pendukung lainnya seperti tracking, cek tarif, dan fasilitas untuk para seller yang ingin terhubung dengan logistik JNE.
Tiap tahunnya, sejak 2010, pertumbuhan bisnis kurir ekspress di JNE tumbuh 30%-40% per tahun. Pertumbuhannya terus meningkat, bahkan dalam beberapa bulan terakhir mencapai rata-rata 19 juta paket per bulan, bahkan lebih dari 20 juta paket pada momen Ramadan dan Idul Fitri di 2017.
Partisipasi perusahaan e-commerce
Perusahaan e-commerce menjadi bagian yang paling bergantung pada layanan logistik. Di balik semua tantangannya, ada yang memilih untuk mengombinasikannya dengan membangun sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan yang sudah ada.
Investasi yang harus dikucurkan perusahaan lumayan besar karena harus mengelola gudang dan membangun jaringan armada. Perusahaan tersebut di antaranya adalah Lazada dengan LEX (Lazada Express), Blibli dengan Blibli Express Service (BES), dan JD.id dengan J-Express (JX).
Teddy Arifianto menerangkan, JD.id beruntung dengan jaringan logistik yang dimiliki sendiri perusahaan, meski belum 100% melayani seluruh Indonesia, namun mulai bertransformasi secara teknologi dengan sistem tracker.
“Kami juga bermitra dengan beberapa jasa logistik lainnya untuk memastikan layanan ke konsumen terjaga,” ujar Teddy.
Menurutnya, industri e-commerce dapat menjadi katalis utama untuk memajukan logistik baik dari sisi peningkatan kualitas SDM, pengembangan infrastruktur hingga penggunaan teknologi. Di JD.com, smart logistics menjadi kunci utama yang mengubah dan menentukan ritel di masa depan.
“Di JD.com sudah menerapkan smart logistics melalui penggunaan teknologi di segala lini: gudang yang full automation, hingga pengiriman menggunakan drone untuk daerah rural dan sulit dijangkau.”
Tokopedia pun menyadari peranan logistik yang begitu vital. Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya berinisiatif untuk pengembangan merchant on-demand berteknologi AI dengan menggunakan gudang pintar (smart warehouse).
Dia menggambarkan, nantinya pebisnis dapat melayani ke semua provinsi di mana pasarnya berada tanpa harus membangun warehouse sendiri. Sehingga tren urbanisasi tidak perlu dilakukan.
Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menambahkan, gudang pintar ini bisa dimanfaatkan para penjual untuk menaruh persediaan produk di wilayah-wilayah di mana tingkat permintaannya cenderung tinggi. Pembeli di wilayah tersebut pada akhirnya bisa mendapatkan kebutuhannya dengan lebih efisien karena ongkos kirim yang lebih murah dan waktu pengiriman lebih singkat.
“Inovasi seperti ini diharapkan bisa membawa solusi nyata bagi ekosistem perdagangan online, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Indonesia,” kata Erwin.
Perusahaan sudah mulai menghadirkan gudang-gudang pintar ini di beberapa kota di Indonesia sebagai langkah awal dan inisiatif tersebut akan diumumkan secara resmi dalam waktu dekat.
“Inovasi-inovasi di atas kami percaya akan menjadi lompatan berikutnya, yang dapat mengakselerasi pencapaian misi kami untuk pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia.”
Jet Commerce sebagai penyedia solusi end-to-end e-commerce juga turut merasakan pentingnya kehadiran logistik untuk mendukung operasional e-commerce jauh lebih efektif dan efisien. Hubungan antara keduanya saling menguatkan satu sama lain dalam memberikan pengalaman yang terbaik kepada konsumen.
Marketing Director Jet Commerce Agustina Putri Wijaya menjelaskan, masih banyak orang yang berpikir perusahaannya adalah penyedia fasilitas warehouse dan logistik, padahal layanan yang diberikan lebih dari itu.
Perusahaan menyediakan layanan end-to-end yang dilakukan mulai dari menyiapkan sekaligus mengoperasikan akun official store di berbagai situs e-commerce, merancang dan mengeksekusi pemasaran digital, menyediakan tim CS, hingga layanan warehouse dan fulfillment.
“Terkait logistik, kami berupaya untuk mengatasi dan meminimalisir kendala-kendala dari sisi operasional tersebut melalui warehouse management system (WMS) dan teknologi fulfillment center yang mumpuni,” kata Agustina.
Jet Commerce baru saja meresmikan fulfillment center terbaru di kawasan Daan Mogot seluas 3.700 meter persegi atau tiga kali lipat lebih besar dari lokasi sebelumnya. Fasilitas tersebut didukung oleh WMS, order management system (OMS), serta dilengkapi dengan peralatan modern seperti belt conveyor dan mobile scanner.
Konsep yang dibawa Jet Commerce ini terinspirasi situs e-commerce Tmall milik Alibaba. Tmall sebagai platform terbuka menyediakan infrastruktur untuk membantu brand mengoperasikan etalase toko digitalnya. Oleh karenanya, Jet Commerce menjadi mitra resmi, bukan anak usaha dari Alibaba.
“Pertumbuhan cepat yang diraih juga menjadikan kami mampu berekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara [Vietnam dan Thailand]. Selain meningkatkan performa bisnis e-commerce brand-brand yang sudah bermitra, kami akan menambah lagi dengan brand dari kategori lain.”
Sementara itu, Blibli masih fokus penambahan 18 gudang baru, sehingga bertambah jadi 32 gudang sepanjang tahun ini yang akan ditempatkan di sekitar Jawa dan Sumatera.
Membawa konsep Cainiao ke Indonesia
Perkembangan Tiongkok yang pesat untuk memajukan industri logistik, dikontribusikan peran Alibaba yang agresif membangun jaringan dari berbagai aspek. Alibaba menjadi salah satu pendiri Cainiao pada 2013 bersama dengan mitra lainnya, termasuk empat perusahaan kurir ekspres besar di Tiongkok.
Cainiao bukan mengirimkan paket secara mandiri, melainkan mengoperasikan platform data logistik untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mitra logistik untuk memenuhi transaksi antara pedagang dan konsumen dalam skala besar. Perusahaan menggunakan big data dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi di seluruh rantai logistik.
Data yang disediakan Cainiao dapat diakses secara real time oleh pedagang untuk mengelola inventaris dan pergudangan dengan lebih baik. Konsumen pun dapat melacak pesanan mereka. Mitra kurir ekspres dapat mengoptimalkan rute pengiriman dengan platform yang disediakan Cainiao.
Berbagai pembaruan sistem dilakukan seperti membuka gudang robot terbesar di Tiongkok. Di sana, robot dibekali dengan pembaruan sistem berupa perencanaan rute maju dan alokasi persediaan sesuai dengan permintaan konsumen, menghindari kemacetan, dan mempercepat laju pengiriman.
Terkait pengiriman lintas negara, pada momen 11.11 tahun lalu, sebanyak 5 juta paket impor diproses melalui bea cukai dalam waktu kurang dari lima jam. Sebelumnya kebutuhan yang sama membutuhkan waktu sekitar delapan jam dan 57 jam di tahun 2017 dan 2016.
Kemampuan Cainiao yang luar biasa ini menjadi ambisi bagi setiap perusahaan logistik Indonesia untuk mengadopsinya. Seperti yang dilakukan Iruna dan berbagai startup lainnya.
Dengan modifikasi yang disesuaikan dengan geografis Indonesia, Cainiao versi lokal dipastikan akan hadir. Meskipun demikian, Zaldy Ilham Masita memastikan satu hal yang harus ditiru Indonesia dari Cainiao adalah penerapan standarisasi pertukaran daa yang sama untuk setiap partner logistik di Alibaba.
“Sehingga antar perusahaan jasa logistik bisa saling berkolaborasi. Ini yang harus ditiru Indonesia,” ujarnya.
Dari sisi regulasi, payung regulasi yang kuat dibutuhkan, khususnya realisasi Peta Jalan E-Commerce yang sempat mandek.
Willson malah lebih optimis konsep Cainiao akan segera datang dalam 3-6 bulan mendatang. “Kita tunggu 3-6 bulan, akan ada bisnis model yang akan Indonesia sekali,” pungkasnya.
Secara kasat mana orang sering menilai, ketika saat ini industri e-commerce di Indonesia sedang mencuat, bisnis logistik sebagai pendukungnya pun turut menguat. Namun dari data yang disampaikan oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyatakan bahwa tahun ini industri logistik secara umum hanya akan mampu tumbuh 10 persen, lebih rendah dari target yang dipatok sebesar 15%. Bisnis e-commerce diperkirakan menyumbang kontribusi 5-7% hingga September lalu, tak sesignifikan pertumbuhan industri e-commerce itu sendiri.
Disampaikan oleh Ketua Umum ALI Zaldi Ilham Masita, kendati tren belanja online meningkat, namun bisnis tersebut belum membawa logistik mampu menunjukkan peningkatan berarti. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena kondisi ekonomi yang masih kembang-kempis, adanya kenaikan biaya logistik di bandara dan pelabuhan hingga 30 persen dan arus barang yang tidak mengalami peningkatan drastis. Kendati demikian ALI meyakini di tahun 2017 mendatang kontribusi sektor e-commerce bisa mencapai 15%.
Kebutuhan logistik di e-commerce semakin banyak opsinya
Industri e-commerce dituntut untuk makin handal dengan makin beragam barang yang diperdagangkan. Untuk memfasilitasi tuntutan tersebut, banyak inovasi yang dilakukan layanan e-commerce terkait dengan dukungan logistik. Beberapa layanan e-commerce besar mulai membangun kanal logistiknya sendiri, contohnya Lazada dengan Lazada Express. Kenyamanan menggunakan layanan logistik sendiri ini turut didukung dengan tren pembangunan gudang di berbagai titik yang memiliki traksi pelanggan tinggi.
Kerja sama dengan penyedia layanan on-demand turut menjadi solusi yang mulai banyak diterapkan, contohnya oleh Bukalapak dan Tokopedia menggandeng Go-Jek untuk layanan antar cepat. Selain itu, PopBox dengan menghadirkan loker-loker di tempat strategis, turut menyumbang pilihan dalam penyampaian barang oleh sebuah layanan e-commerce. Beberapa layanan e-commerce yang beroperasi di Indonesia, seperti ZALORA dan MatahariMall, turut menggunakannya.
Opsi tersebut tentu memberikan dampak kepada bisnis logistik. Terlebih saat melihat demografi konsumen aktif e-commerce adalah di jangkauan layanan-layanan tadi. Meskipun demikian, beberapa pengguna (umumnya online marketplace) masih tinggi ketergantungannya dengan bisnis logistik umum. Apakah bisnis logistik tetap bisa menaruh harapan tinggi untuk terdongkrak melalui sektor e-commerce saat arus logistik di dalamnya memiliki opsi yang lebih banyak? Tren di negara lain menunjukkan hal ini dan hal serupa seharusnya juga terjadi di Indonesia untuk tahun-tahun mendatang.
Tak hanya terjadi di Indonesia, inovasi logistik juga terus digenjot di India
Perbincangan terkait dengan dukungan bisnis logistik dan e-commerce tak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara dengan pertumbuhan e-commerce yang cukup tinggi pun turut mematangkannya. India, dengan karakteristik yang sering dikatakan mirip dengan Indonesia, tatanan bisnis logistik di wilayah tersebut juga didorong untuk berinovasi. Industri logistik di sana saat ini mencapai $300 miliar. Tentu saja ada tantangan yang harus dipecahkan untuk mampu menumbuhkan bisnis bersama hype e-commerce, salah satunya terkait dengan kecepatan pengiriman.
Beberapa bisnis e-commerce telah memiliki basis besar di India. Mereka pun mulai merumuskan strategi logistik yang beragam, seperti halnya di Indonesia. Contohnya Snapdeal, sejak tahun 2015 pihaknya telah meluncurkan Snapdeal Instant, layanan pengantaran dengan durasi hitungan jam. Ada juga Amazon. salah satu pemain kunci di e-commerce global ini bahkan telah membangun gudang penyimpanan di lima titik krusial di India untuk efisiensi proses logistik. Para pemain berlomba-lomba menaruh investasi dalam pemenuhan logistik.
Tatanan bisnis logistik di India saat ini banyak memfokuskan untuk sistem manajemen pengiriman yang memberikan kenyamanan lebih. Contohnya pada sistem tracking hingga pemanfaatan big data untuk melakukan analisis prediktif kebutuhan konsumen. Ketergantungan tinggi terhadap kualitas logistik dalam menunjang bisnis e-commerce memaksa para pemainnya untuk sigap dalam memenuhi tuntutan konsumen.
Industri e-commerce Indonesia sedang dalam grafik yang menanjak. Sudah banyak pihak yang memprediksikan tren ini terus berlanjut selama beberapa tahun ke depan. Semakin populernya e-commerce di Indonesia ternyata membuat banyak pihak menuai keuntungan. Tak hanya pelaku e-commerce, industri seperti jasa logistik pun turut menikmati hasilnya.
Disampaikan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita, bisnis e-commerce telah berhasil mendongkrak pendapatan bisnis jasa titipan atau kurir hingga 30% atau mencapai Rp 50-70 triliun. Peningkatan ini terjadi berkat integrasi layanan dengan sistem online.
Peningkatan tersebut kebanyakan terjadi di wilayah Jabodetabek dan pulau Jawa. Beberapa waktu lalu hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPW Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jateng Elvis Wendri. Elvis memaparkan bahwa pendapatan untuk jasa pengiriman di Jawa Tengah bisa tembus hingga $15 juta.
“Ke depan kalau e-commerce terus berkembang, maka bisnis jasa titipan akan sangat cerah,” ujar Zaldy.
Di balik itu semua Zaldy masih menyayangkan masih banyaknya perusahaan jasa titipan yang belum mampu terintegrasi dengan layanan e-commerce. Menurutnya masih banyak perusahaan yang belum mampu membangun sistem informasi teknologi yang solid. Selain itu ia juga menekankan akan kebutuhan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mampu menerapkan sistem e-commerce.Lebih jauh Zaldy juga mengomentari tentang pentingnya infrastruktur dan pergudangan. Ia menuturkan bahwa pertumbuhan jasa penitipan juga dibarengi dengan kebutuhan gudang. Sektor pergudangan mengalami peningkatan 10 persen. Permintaan gudang di luar Pulau Jawa meningkat disebabkan oleh berkembangnya infrastruktur di daerah.
“Permintaan gudang meningkat untuk luar Jawa dengan mulai banyaknya proyek-proyek yang berhubungan dengan infrastruktur mulai dibangun,” kata Zaldy.
Jika jasa logistik bisa tumbuh berkat industri e-commerce, pelayanan prima jasa logistik sangat dibutuhkan untuk mendukung adopsi budaya belanja online. Data APJII tahun 2014 menyebutkan alasan terbesar masyarakat enggan berbelanja online lantaran lamanya proses pengiriman.