Tag Archives: aurora marsye

Looking Through Ajaib’s Mission to be Retail Investors’ First Choice

Within two years, Ajaib managed to become the first unicorn in investment or wealthtech in Southeast Asia. Starting the journey with mutual funds, Ajaib’s growth skyrocketed when the stock asset class was launched in mid-March 2020, it’s all due to the “birth” of many young investors amidst the pandemic.

The approach is quite different from similar players with tendency to adopt a strategy of deepening the mutual funds product range, or enriching the asset class to other instruments, such as gold or cryptocurrencies in order to introduce investment to novice investors.

In the recent Ajaib’s media gathering, it is said that the users have reached more than 1.4 million people. Around 96% of them are novice investors, with 90% coming from a young age and the rest are gen Z. Moreover, about 60% of users are actively use the platform and have stock portfolio.

Ajaib Sekuritas’ Director of Stock Brokerage, Anna Lora explained, the increasing number of users is also reflected in the total transaction volume of 30 billion per month with 5 million transactions. Before the company acquired Primasia Sekuritas (currently known as Ajaib Sekuritas) the monthly transaction value was in the range of Rp. 1 trillion-Rp 2 trillion, furthermore, the number has grown rapidly to Rp. 6 trillion-Rp. 8 trillion.

“We believe in the strength of Indonesian retail investors as a driving force for capital market investors. In Ajaib, the phenomenon of rising retail investors comes from second-tier cities,” he said.

Application for novice investors

In accordance with the company’s mission to be known as a friendly application for novice retail investors, all strategies and products need to be aligned. Ajaib’s VP of Product, Aurora Marsye said the application was fully designed to make it easier for novice investors to get into the stock business.

Such features as 100% online registration within minutes; no minimum investment and account opening without initial deposit; comprehensive chart display, in-depth technical and fundamental analysis; and various educational materials and discussion forums, are some of the main features to attract young people.

“We remove all kinds of barriers that have been preventing young investors to get into the stock market. With these various facilities, new users only need courage to invest,” Aurora said.

Although the application is designed as friendly as possible for users, Ajaib still prioritizes to educate, considering that stock investments are classified as high risk high return investments. Another approach is to hold regular trainings by utilizing social media platforms for young people.

“Because the target is retail investors, we observe their space, it is currently in the social media. We approach them, try to win the ball. We believe all players will also take this strategy to facilitate easy access for users,” Anna added.

Furthermore, it is part of the company’s strategy to improve the stock investors’ literacy. He said, quality improvement is important, but maintaining the user’s quality is equally important.

In Indonesia, the ratio of capital market investors and the population is still unequal. As of November 2021, KSEI recorded 7.1 million capital market investors, increased by 84% from the same period in the previous year of 3.27 people. Of the total investors, 99.51% are retail investors, dominated by the age group under 40 years with 59.81%.

Unfortunately, he could not elaborate further on the characteristics of Ajaib’s users, whether investors or traders, to the style and average allocation of funds in investing. “Everything is mixed as it all comes down to the [preference] of each investor. At Ajaib, the portion under management between mutual funds and stocks is even,” Anna revealed.

It includes plans to add other asset classes, after acquiring 24% of Bank Bumi Artha‘s shares. Anna ensures this strategic move will make it easier for Ajaib to develop more products in the future.

Learn from Robinhood

Ajaib’s moves are often compared to what Robinhood did in disrupting the financial industry, especially the stock market in the United States. Apart from designing an intuitive, user-friendly and up-to-date application, a key part of Robinhood’s strategy is zero commission on stock trading.

This is obviously attractive and helps with user acquisition. In the process, Robinhood monetizes its business with payments for order flow, stock borrowing fees, and subscriptions. In a way, “forcing” the incumbents in the brokerage industry to do the same.

Previously, incumbents such as Fidelity, Wellington, Charles Schwab, and E*Trade, were ruling the retail investor segment. Even E*Trade and Schwab account for over 40% of the brokerage industry’s total online revenue, according to IBISWorld in 2019. However, Robinhood has managed to attract more than 21 million active users, doubling from 2020, surpassing Schwab’s market share last year.

In creating new demand, Robinhood has succeeded in acquiring users from various races, from previously dominated by whites and experienced investors who are closely related to the stock market.

Behind Robinhood’s glittering achievements, this company leaves a controversy. From its convenience application, which uses gamification, the company seems to “underestimate” the educational aspect, especially since Robinhood’s main target is novice investors. Regulators in the state of Massachusetts went so far as to file a complaint against the company citing “aggressive tactics to attract inexperienced investors.”

It is one of the many controversies that burdens the regulators. According to SEC officials, bringing retail investors more access to capital markets is a good thing, as long as the core principles for protecting investors are not altered by apps that encourage active trading through behavioral cues.

“Our belief is, the more we lower the barriers to entry, the more we level the playing field and allow people to invest their money at a younger age, the better our economy will be and the better the society will be as we are kind. We live at the intersection of capitalism, democracy and innovation,” said Robinhood’s CEO, Vlad Tenev. “And I think it’s a very interesting place,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Strategi Bisnis Ajaib

Melihat Upaya Ajaib Menjadi Aplikasi Pilihan untuk Investor Ritel

Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.

Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.

Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.

Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.

“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.

Aplikasi untuk investor pemula

Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.

Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.

Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.

Berkaca dari Robinhood

Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.

Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.

Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.

Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”

Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.

“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here