Pasar otomotif online Indonesia kembali diisi oleh pemain baru di segmen car marketplace. Galemoru resmi memperkenalkan aplikasinya yang diposisikan sebagai platform pertama di Indonesia yang memfasilitasi pembelian mobil baru secara instan, aman, dan transparan.
Galemoru didirikan oleh Harry Sendiko (CEO) yang sebelumnya mengecap perjalanan karier panjang selama 30 tahun lebih di Astra International. Adapun aplikasi tersebut dikembangkan sejak Oktober 2021.
Kehadiran Galemori dikatakan untuk menjawab perubahan perilaku generasi Z dan milenial terhadap tren belanja online. Selain itu, pihaknya melihat belum ada penjualan mobil di Indonesia yang 100% dilakukan lewat aplikasi. Kebanyakan transaksi di sejumlah car marketplace masih terjadi secara hibrida, alias menggabungkan O2O untuk meningkatkan pengalaman pembeli.
“Kita melihat bahwa gen Z itu cenderung tidak ingin membeli melalui salesman, karena faktor tidak transparan, hanya berorientasi pada penjualan, dan tidak memahami produk. Ini yang saya dapati dari [pengalaman saya] di lapangan langsung,” tutur Harry ditemui di acara peluncuran Galemoru di Jakarta (7/12).
Untuk memberikan pengalaman transaksi all-in-one dalam satu aplikasi, Galemoru menggandeng sejumlah tenant, mencakup diler hingga perusahaan asuransi. Saat ini, ekosistem Galemoru telah bekerja sama dengan 5 merek mobil, 4 perusahaan leasing, dan 5 perusahaan asuransi.
Secara bertahap, mereka akan menambah ekosistemnya, tak cuma fasilitas transaksi, tetapi juga layanan pelengkap, seperti perbaikan mobil, spare part, hingga trade-in dalam aplikasinya. Pihaknya juga membuka peluang kemitraan B2B dengan startup atau penyedia layanan yang mendukung ekspansi bisnisnya.
Aplikasi Galemoru kini sudah dapat diunduh di Google Play Store dan AppStore.
Pasar otomotif digital
Saat ini, pasar otomotif digital di Indonesia kebanyakan justru menggarap platform jual-beli mobil bekas, seperti Broom, Moladin, dan mobbi milik Grup Astra. Namun, Galemoru menyebut potensi penjualan mobil baru masih besar mengingat siklus penjualan mobil bekas dipicu oleh keinginan pemilik mobil untuk mengganti unitnya dengan yang baru.
Meski platform jual-beli mobil bekas mendominasi, digitalisasi pada ekosistem pelengkapnya juga mulai berkembang. Ada yang berfokus pada sektor aftermarket otomotif, seperti Otoklix dan Bengkel Mania.
Berdasarkan proyeksi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil pada 2024 diestimasi naik menjadi 1,1 juta, yang mana telah memperhitungkan gejolak politik karena Pemilu.
Tak seperti sektor keuangan dan perdagangan, digitalisasi manufaktur di Indonesia terbilang baru. Sejumlah rangkaian prosesnya masih dilakukan secara manual atau tradisional. Artinya, potensi digitalisasinya masih besar. Perlu diketahui, industri manufaktur berkontribusi paling besar terhadap PDB Indonesia dengan capaian 16,3% pada kuartal II 2023.
Pasca-pendanaan awal yang diterima tahun lalu, Imajin berbicara soal potensi pasar otomotif, solusi pengelolaan proyek, dan skalabilitas pasar. Imajin sejak lima tahun terakhir ikut berkontribusi mendigitalisasi sektor ini. Berawal dari konsultan manufaktur di 2014, kemudian menawarkan cara baru dengan mengembangkan platform untuk mempertemukan supply dan demand.
Kendaraan listrik akselerasi pasar otomotif
Imajin adalah online marketplace bagi manufaktur industri kecil menengah (IKM) yang menawarkan jasa moulding, pengecoran, perakitan mesin, hingga pembuatan komponen otomotif. Imajin juga mengembangkan solusi manajemen proyek untuk membantu pengguna memantau pekerjaan.
Target pasarnya adalah pemilik manufaktur dan pemilik bisnis/brand dengan fokus utama menyuplai material metal dan plastik. Permintaan produksinya didominasi oleh sektor otomotif, elektronik, dan kemasan.
Tren kendaraan listrik (EV) yang sedang digenjot pemerintah beberapa tahun ini disebut membawa dampak terhadap bisnis Imajin. Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya menyebut lebih dari 20 brand EV tengah mengambil kue pasar di Indonesia, berlomba memberikan keunggulan produk.
“Ini sesuatu yang menurut kami potensial. Ada antusiasme tinggi terhadap brand baru. Tak cuma EV, brand otomotif besar juga banyak merilis model baru. Ini ikut mendorong produksi Imajin karena sebagian besar klien kami adalah otomotif,” ujarnya saat dihubungi DailySocial.id.
Mengutip CNN Indonesia, saat ini ada 50 perusahaan pengembang EV di Indonesia dengan total investasi lebih dari Rp3 triliun. Sejalan dengan upaya mendongkrak Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), brand baru yang masuk ke pasar Indonesia mau tak mau harus membangun atau bermitra dengan manufaktur lokal.
“Pemilik brand bisa bermitra dengan manufaktur kami supaya bisa produksi,” tambah Chendy. Nilai pasar kendaraan listrik di Indonesia ditaksir sebesar $20 miliar atau lebih dari Rp300 triliun. Adapun, TKDN kendaraan listrik ditarget dapat mencapai 40% pada 2026.
Standar kualitas
Dalam pengembangan platformnya, Imajin tak sekadar menghubungkan saja, tetapi juga menambahkan quality assurance dalam prosesnya. Hal ini untuk memastikan produksinya dapat memenuhi standar kualitas di setiap komponen.
“Tidak seperti marketplace, mencari mitra manufaktur, langsung ketemu dan lakukan transaksi, itu sulit untuk memastikan kualitasnya. Nah, customer kadang khawatir apakah pesanannya bisa dikerjakan dengan benar. Makanya, kami terlibat dalam proses itu. Kami tambahkan quality assurance, bangun quality center di Cikarang. Sebelum dikirim ke customer, produknya dikirim ke Imajin dulu [untuk pengecekan kualitas] sesuai standar,” jelasnya.
Kemudian, Imajin juga menambahkan sejumlah fitur untuk mempermudah pemesanan proyek. Misalnya, fitur Quick Note untuk mempermudah proses desain dan kalkulasi sebelum diproses ke mitra manufaktur. Saat ini, baru beberapa material yang dapat diproses lewat fitur Quick Note.
Ada pula Dashboard yang membantu pengguna memantau pengelolaan proyek, mulai dari waktu pengerjaan hingga saat produk siap dikirimkan. Chendy menyebut penambahan fitur selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan mitra/pengguna.
“Dulu tidak ada dedicated dashboard, aktivitasnya masih dilakukan secara manual. Ini bisa memicu miskomunikasi dari vendor maupun customer, seperti approval atau perubahan ukuran. Makanya, kami coba simplifikasi semua proses itu lewat Dashboard,” tuturnya.
Pasar Jawa masih luas
Jepang menjadi pasar empuk bagi Imajin untuk memulai ekspansinya di luar Indonesia. Terlebih, industri otomotif sangat besar di Negeri Matahari Terbit tersebut. “Kami sudah lama [punya] kemitraan di sana, tetapi sekarang ingin kami seriusi. Ada angel investor kami yang menjadi representatif Imajin di sana,” tambahnya.
Terdapat lebih dari 600 pabrikan lokal yang bermitra dengan Imajin, mulai dari mold maker, dies maker, injection, hingga fabrication. Lebih dari 100 pelanggan juga telah menggunakan jasanya, termasuk perusahaan Jepang di Indonesia.
Imajin merupakan startup pertama di Indonesia yang ditunjuk oleh Kemenperin sebagai hub manufaktur. Ekspansinya nanti juga akan mengikuti rekomendasi dari Kemenperin sebagaimana program manufaktur 4.0 berjalan.
“Kami masih lakukan riset untuk ekspansi ke Batam, semoga bisa terealisasi awal 2024. Kita juga riset di Kalimantan dan Sumatera. Namun, ekspansi nanti tergantung dari program Kemenperin. Kalau arahnya ke sana, kami bakal masuk. Saat ini kebanyakan manufaktur ada di Pulau Jawa. Pasarnya masih sangat besar untuk kami masuki.”
Di tengah ramai tren profitabilitas di industri startup, Chendy enggan mengomentari lebih lanjut. Namun, ucapnya, Imajin berdiri hampir 10 tahun dan telah lama beroperasi dengan modal sendiri sebelum akhirnya dapat pendanaan dari East Ventures. Mengejar growth bukan menjadi goal bisnisnya.
“Kami terbiasa bootstrapping dengan apa yang kami miliki, it’s becoming our culture. Kami bertumbuh dengan responsibility.”
Startup otomotif Otoklix mengumumkan telah mengantongi pertumbuhan pendapatan 2x lipat secara tahunan (YoY) dalam dua tahun terakhir dan kini tengah mendekati profitabilitas.
Untuk memperkuat posisinya sebagai pelopor aftermarket otomotif Indonesia, mereka berencana membuka bengkel sendiri untuk meningkatkan margin dan tengah menjajaki kemitraan B2B dengan korporasi–Telkom salah satunya.
Otoklix juga memasuki kemitraan strategis dengan Pertamina untuk memulihkan kembali jaringan layanan Bright Olimart di stasiun bensin
perseroan.
“Pertumbuhan dua digit kami dalam unit ekonomi positif menunjukkan bahwa kami berada di jalur yang benar. Begitu mendekati keuntungan, kami siap merebut pangsa pasar yang lebih besar dan menetapkan standar industri baru. Ini akan membuat Otoklix menjadi pilihan utama perawatan otomotif di Indonesia,” tutur Founder & CEO Otoklix Martin Reyhan Suryohusudo.
Pertumbuhan ini disebut terealisasi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatan utamanya. Otoklix menargetkan dapat mencapai keuntungan dalam satu tahun dengan melihat dari model bisnis dan tingginya permintaan atas layanan mereka di pasar.
Berdiri pada 2019, Otoklix pernah memperoleh pendanaan seri A senilai $10 juta (setara Rp143,5 miliar) yang dipimpin Alpha JWC Ventures dan AC Ventures pada 2021. Investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain Surge (Sequoia Capital India), Ex-CEO Astra International Prijono Sugiarto, Co-Founder YouTube dan Google Executives di XA Network Steve Chen.
Platform Otoklix menawarkan proses pemeliharaan kendaraan bagi pemilik kendaraan dengan klaim proses yang lebih mudah, terstandardisasi, dan transparan. Pengguna dapat menemukan bengkel independen yang direkomendasikan di sekitarnya dan menerima jaminan untuk transaksi di lokasi yang bekerja sama dengan Otoklix.
Sementara bagi bengkel, Otoklix menyediakan perangkat lunak manajemen hubungan pelanggan dan rantai pasokan yang dikembangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan, margin, dan efisiensi operasional.
Pelopor aftermarket kendaraan listrik
Martin menilai sektor aftermarket otomotif Indonesia terhambat oleh sejumlah tantangan usang. Layanan perbaikan kendaraan di Indonesia terbilang rumit. Dealer resmi menghadapi biaya yang tinggi dan waktu tunggu yang panjang.
Di sisi lain, sektor bengkel independen yang menguasai 80% pasar, mengalami masalah lain seperti risiko penipuan, kurangnya standardisasi, dan pelayanan purnajual yang tidak memuaskan. Bahkan, banyak bengkel independen menggunakan metode manual untuk mengelola transaksi yang dapat menghambat perkembangan dan profitabilitas mereka.
Namun, ada potensi besar yang belum tergali di sektor ini, misalnya mengembangkan solusi digital untuk mempermudah pemeliharaan kendaraan dan operasional bengkel independen. Sektor aftermarket otomotif Indonesia disebut sebagai salah satu yang terbesar di Asia Tenggara dengan perkiraan nilai mencapai $16 miliar.
Pihaknya menilai pasar Indonesia telah siap mengadopsi inovasi teknologi yang dapat mengatasi permasalahan di sektor otomotif. Untuk itu, Otoklix tengah mempersiapkan sejumlah strategi dan layanan untuk menjadi pelopor pertama di sektor aftermarket kendaraan listrik yang akan segera hadir.
Pihaknya akan mengembangkan AI secara eksklusif untuk mengotomatisasi proses data sehingga dapat meningkatkan efisiensi di bengkel. Selain itu, Otoklix juga akan mendorong kapabilitas tim bengkel untuk melayani sepeda motor listrik. “Rencana kami untuk memegang peran sentral dalam perbaikan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia.
Mengukur pasar mobil bekas di Indonesia berbeda jauh dengan industri mobil baru. Tidak seperti Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) yang secara rutin merilis penjualan mobil sebagai tolak ukur untuk banyak hal, tidak ada data resmi yang mengukur seberapa besar pangsa pasar mobil bekas di negeri ini.
Walau demikian, startup yang bermain di segmen ini, Broom, mengestimasi kasar bahwa pasar ini bernilai 3x hingga 4x lipat dari data penjualan mobil baru. Mengacu dari data Gaikindo, penjualan mobil baru pada 2022 tembus 1 juta unit. Artinya, pasar mobil bekas diestimasi terjual hingga 5 juta unit untuk periode yang sama dan menjadi prospek yang menggiurkan bagi para pemain otomotif.
Broom juga mengompilasi dari berbagai sumber data mengenai kondisi diler di Indonesia. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat sebanyak 50 ribu diler rata-rata memiliki 4-5 unit mobil di garasi/area parkir yang mereka sewa. Sementara untuk penjual yang bersifat makelar, jual mobil karena dapat info dari pihak lain, diestimasi angkanya bisa dua kali lipat sekitar 100 ribu diler.
“Angka estimasi ini tidak kelihatan secara resmi karena pemainnya banyak,” papar Co-founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dari riset internal, juga ditemukan bahwa 8 dari 10 orang memilih mobil sebagai pembelian pertama dalam awal karier mereka. Lalu sebanyak 90% transaksi mobil bekas terjadi di diler mobil bekas. Sehingga diler menjadi titik penjualan utama mobil bekas, di mana pun titik awal dari outlet mana saja, ujung-ujungnya terjadi di diler.
Tambah menarik lagi karena siklus kerjanya yang simpel. Diler beli mobil lalu taruh di garasi sebagai showroom, lalu tunggu sampai mobil terjual, dan baru mereka akan mendapat keuntungan.
Pada umumnya, turnover inventori unit mobil di tiap diler tergolong cepat untuk mobil niaga. Rata-rata per unitnya butuh 3-4 minggu sudah terjual dengan harga jual berkisar Rp120 juta sampai Rp200 juta. Tapi ini tergantung lagi pada jenis, merek, dan tahun mobil.
“Memang di dunia otomotif, khususnya jualan mobil bekas ini pemainnya cukup banyak. Kenapa banyak? Karena menarik harga mobil sekali terjual antara Rp120 juta-Rp200 juta untuk mobil niaga dari observasi kami, inventory turnover-nya cepat dan sizeable, sekali jual langsung dapat uangnya.”
Lantaran sebagian besar diler ini masih berskala UMKM, dalam artian rata-rata kapasitas untuk menyimpan mobil hanya berkisar 4-6 mobil yang ditaruh di garasi rumah mereka. Isu yang mereka hadapi juga persis sama dengan UMKM kebanyakan di Indonesia. Yakni, operasional yang masih konvensional, mengandalkan buku dan papan tulis untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya.
Serta, dikarenakan skala bisnisnya mikro, mereka kesulitan dalam mengakses pinjaman ke lembaga keuangan dalam rangka mengembangkan bisnisnya. Pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk memutar/menambah stok mobil agar garasi mereka dapat memberikan lebih banyak pilihan buat konsumen.
“Ini dua problem yang kami temukan di diler mobil bekas. Mereka terbatas akses finansial, dengan memanfaatkan nilai ekonomis dari stok yang mereka miliki hadir solusi Broom Buyback. Lalu karena perputaran stok lama, mereka butuh kemudahan untuk memutar stok lebih cepat, solusi yang kami hadirkan adalah Broom Hive.”
Kedua produk tersebut sudah dirintis secara publik. Buyback telah hadir sejak Broom pertama kali beroperasi di 2021. Produk ini menyediakan solusi untuk mengatur kecepatan perputaran inventori mobil di diler dengan cara menjual sementara stok mobil menumpuk ke Broom untuk dibeli kembali sesuai durasi yang ditentukan.
Selanjutnya, BroomHive merupakan showroom offline milik Broom untuk permudah diler menjual unitnya dengan mudah dan cepat, sekaligus memberi akses kepada konsumen ke berbagai pilihan mobil bekas. Pembeda menarik BroomHive dengan showroom mobil kebanyakan adalah unit-unit yang dipajang berasal dari mitra diler yang menitipkan unitnya untuk dijual oleh Broom.
Solusi tersebut menjawab seluruh masalah yang dihadapi stakeholder, yakni konsumen akhir, diler, hingga lembaga keuangan, mengingat di BroomHive juga tersedia mitra asuransi dan leasing.
Bukan disrupsi
Pandu mengakui bahwa solusi yang ditawarkan Broom ini bukanlah mendisrupsi proses kerja para diler, melainkan memanfaatkan teknologi untuk mengatur inventori para diler. Setelahnya, diler akan mendapat pencatatan keuangan yang nantinya bisa dipakai apabila mereka mau mengajukan pinjaman usaha.
“Yang Broom mau fokuskan adalah membuat alur proses jual-belinya lebih streamline, dari yang awalnya cuma catat di kertas, sekarang sudah digital.”
Menariknya, tim Broom menemukan bahwa ada fenomena yang mana para pebisnis diler merasa sudah nyaman dan cukup dengan apa yang mereka jalankan selama ini. Bila ditelaah lebih lanjut, sambungnya, sebenarnya “nyaman” versi mereka itu semu, sebab tidak disadari sebenarnya merepotkan karena banyak hal yang harus diurus dalam operasional bisnisnya.
“Mereka merasa nyaman karena ada wisdom sudah punya pelanggan misalnya, karena demikian hidupnya dirasa sudah streamline. Tidak apa-apa kalau mereka merasa demikian karena yang kami berikan ini adalah kesempatan untuk level up, dengan mendatangkan lebih banyak traffic karena secara nature bisnis ini tidak sesantai itu.”
Sebagai langkah edukasi, Broom akan terus aktif mengadakan aktivitas offline bersama komunitas diler mobil bekas sebagai target utama penggunanya.
“Ambisi kami adalah menginginkan semua diler punya teknologi sama, akses keuangan yang sama, dan mutu layanan dapat ditingkatkan.”
Pendekatan hulu ke hilir ini berbeda dengan kebanyakan pemain startup yang membidik vertikal otomotif. Umumnya mereka masuk ke hilir dengan menyediakan platform marketplace yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah menjual mobil secara lebih mudah dan menjangkau lebih banyak calon pembeli. Strategi ini digarap oleh OLX Autos, Carsome, Oto, mobil88 (Astra), Carro, dan masih banyak lagi. Moladin jadi pesaing terdekat bagi Broom.
Berencana masuk ke hilir
Pada Juli kemarin, Broom memperkenalkan anak usaha PT Taktis Maju Sejahtera (TMS), yang sudah resmi terdaftar sebagai Penyedia Inovasi Keuangan Digital (IKD) dalam Klaster Agregator di OJK. Menurut Pandu, langkah ini mengawali Broom untuk masuk ke ranah konsumer akhir. Sebagai agregator, TMS akan menjadi channeling Broom untuk bermitra dengan berbagai lembaga jasa keuangan yang relevan dengan industri otomotif.
“TMS akan menawarkan solusi baru dan bernilai bagi para pelaku industri otomotif, khususnya di pasar mobil bekas. Sebagai agregator IKD, kami bertujuan untuk merampingkan dan meningkatkan layanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan unik sektor ini,” pungkasnya.
Adapun untuk rencana pengembangan diler, perusahaan membidik perluasan ke area Bali dan kota lain di Jawa.
Dipaparkan per Juli 2023, Broom sudah bekerja sama dengan 6.000 showroom, memiliki tujuh kantor cabang yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Solo, dan Yogyakarta. Broom disebutkan mencetak omzet sebesar Rp1,2 triliun, ditargetkan tahun ini angka tersebut dapat naik hingga 3 kali lipat.
Startup car marketplace Moladin pekan lalu mengumumkan telah merumahkan 11% dari total pegawai yang dimiliki. Sekurangnya 360 karyawan terdampak PHK. Perusahaan berdalih, keputusan sulit ini didasarkan pada upaya menciptakan bisnis kerberlanjutan dalam jangka panjang.
Kendati perusahaan menjamin hak-hak pegawai terdampak akan diberikan sesuai beleid yang ada, keputusan ini tentu menambah catatan kurang baik untuk ekosistem startup digital. Lebih lagi sempat tersiar kabar bahwa pengumuman pemecatan pegawai dilakukan dalam townhall mendadak berdurasi sekitar 5 menit.
Layoff di segmen car marketplace
Di segmen car marketplace, Carsome telah terlebih dulu melakukan aksi serupa. Q4 2022 lalu Carsome juga dikabarkan telah melakukan efisiensi operasional dengan merumahkan 10% dari total pegawainya. PHK tersebut dilakukan bertahap, memberikan dampak kepada unit usahanya di Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
Januari 2023 OLX Autos juga pangkas 300 karyawan dan ubah model bisnis utama mereka menjadi B2B dan C2B. Ini dilakukan setelah pada pertengahan 2022 lalu mereka mendapati tren kenaikan bisnis penjualan mobil bekas yang disampaikan di pagelaran GIIAS 2022. Kenaikannya sampai 8%, dengan transaksi penjualan hingga 20 ribu unit per bulan dengan taksiran nilai Rp4 triliun.
Menurut Gakindo, di tahun 2022 penjualan ritel untuk mobil (baru) mencapai 1.013.582 unit. Angka ini naik 17,4% dibandingkan dengan tahun 2021. Mengokohkan kondisi pulih seperti tren penjualan sebelum pandemi.
Di tahun 2023, Gakindo punya target penjualan 975 ribu unit. Ini tidak jauh dari angka yang ditargetkan tahun lalu, yakni 960 ribu unit. Terkesan kurang ambisius, karena pihaknya mencoba realistis melihat kondisi perekonomian di tengah ancaman resesi yang mengakibatkan penurunan daya beli (atau setidaknya stagnan).
Bisnis yang diminati investor
Sebagian besar platform car marketplace saat ini mengusung model bisnis C2B2C. Membeli mobil bekas dari pengguna, lalu melelangkannya ke mitra bisnis (diler) atau menjualnya secara langsung lewat aplikasi digital yang dimiliki. Proses inspeksi yang detail dan keberadaan inspection center yang tersebar di berbagai kota menjadi salah satu proposisi nilai yang ditawarkan. Proses jual-beli yang biasanya rumit dan membutuhkan waktu lama, sekarang menjadi relatif lebih cepat dan transparan.
Pandemi yang membuat transaksi jual-beli mobil bekas meningkat menjadikan setiap pemain car marketplace ingin menjadi pemenang. Salah satunya dengan memanfaatkan duit investor untuk memaksimalkan pertumbuhan dan ekspansi.
Untuk mengoptimalkan momentum tersebut, awal 2022 Moladin berhasil menutup putaran pendanaan seri A, sekaligus mengukuhkan model bisnis baru mereka. Diketahui ketika meluncur, Moladin fokus pada penjualan sepeda motor, pendanaan baru itu menjadi “bahan bakar” perusahaan untuk pivot dan fokus menjadi marketplace produk kendaraan roda empat.
Tak lama berselang, Moladin juga dikabarkan dapat pendanaan seri B $96 juta dari DST Global dan sejumlah investor lainnya. Capaian ini membuat kisaran valuasi perusahaan meningkat hingga $700 juta.
Co-Founder & CEO Moladin Jovin Hoon sempat mengatakan, pasar mobil bekas di Indonesia masih sangat terfragmentasi. Masih banyak pemain di ekosistem seperti agen dan diler yang belum memiliki platform dan sistem kerja yang terstruktur. Tujuan Moladin mendemokratisasi sistem tersebut. Pasca-pivot, ia mengatakan selama 6 bulan Moladin mendapati pertumbuhan bisnis yang eksplosif kendati enggan memberikan kisaran angkanya.
Carsome pun sama, di awal 2022 mereka baru mengumumkan pendanaan seri E senilai Rp4,1 triliun. Untuk meningkatkan bisnisnya, bahkan satu bulan setelahnya mereka melakukan akuisisi atas iCarAsia, yang merupakan induk startup Mobil123 dan Carmudi Indonesia. Ekspansi memang jadi kunci perusahaan perluas ekosistem penjualan mobil bekas di jaringannya.
Bisnis car marketplace perlu penyesuaian
Strategi growth at all cost mulai direvisi, seiring dengan kekhawatiran investor terhadap portofolionya untuk bisa mencapai titik profit. Di sisi lain, ancaman gejolak ekonomi global juga memberikan perhatian tersendiri terhadap industri otomotif.
Di Amerika Serikat, tunggakan cicilan mobil meningkat signifikan pada Desember 2022. Data terbaru Cox Automotive, tunggakan pinjaman lebih dari 2 bulan terakhir di 2022 meningkat 5,3%. Dibanding tahun 2021, lonjakannya 26,7% lebih buruk. Ini menjadi preseden tersendiri, karena berada di level tertinggi sejak krisis keuangan global 15 tahun lalu.
Kendati belum ada data sejenis yang kami temukan untuk konsumen di Indonesia, ada beberapa temuan menarik yang berkaitan dengan konsumen di sini. Menurut survei yang dilakukan oleh Astra pada 2021, sekitar 71% responden mengaku membeli mobil secara kredit.
Sementara itu, data dari OJK mengatakan rasio kredit macet di perusahaan multifinance (perusahaan yang banyak menangani kredit pembelian kendaraan bermotor) ada di level 2,54%. Di sisi lain, jumlah penarikan kendaraan yang diakibatkan gagal bayar rata-rata mencapai 144 unit per bulan.
Kondisi tersebut memaksa setiap bisnis yang bergerak di dalamnya untuk melakukan penyesuaian, setidaknya sampai kondisi ekonomi dipastikan kembali normal dengan daya beli masyarakat yang kian membaik. Bisa saja satu tahun ke depan atau lebih. Perusahaan mengantisipasi dengan melakukan efisiensi di titik-titik yang bisa dilonggarkan, termasuk mungkin dengan mengurangi ekspansi dengan memfokuskan pada konversi transaksi dari persebaran yang sudah ada.
Moladin saat ini mereka sudah memiliki sekitar 10 ribu agen, dengan ratusan warehouse yang tersebar di puluhan kota di Indonesia.
Pasar jual-beli mobil bekas disebut mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Investasi yang dilakukan para pelaku industri untuk membangun jaringan diler juga mempengaruhi peningkatan kualitas dan reliabilitas mobil bekas yang kemudian mendorong minat konsumen. Selain itu, pandemi yang berdampak pada penurunan daya beli pelanggan untuk mobil baru disebut sebagai faktor meningkatnya volume penjualan mobil bekas.
Dalam bisnis jual beli mobil bekas, penjual mobil pribadi kerap dihadapkan pada dua pilihan, yaitu jual ke diler dan platform jual instan tanpa repot dengan harga lebih rendah, atau jual santai ke pemakai langsung tapi harus siap repot. Otofrens hadir untuk mendampingi segmen pasar yang ingin jual santai tanpa repot. Selain itu, perusahaan juga menawarkan garansi dan layanan selengkap diler, dengan transparansi dan harga kompetitif dari pemakai langsung.
Otofrens didirikan dua co-founder, yaitu David Alexander (CEO) dan Onie Sunoto (CTO). Sebelumnya, perusahaan mengaku sempat beroperasi dengan nama Prodiler yang awalnya dibuat sebagai platform SaaS untuk diler mobil bekas, lalu pivot menjadi platform titip jual mobil. PT Otofrens Teman Favorit resmi meluncur pada Agustus 2022.
Dalam operasionalnya, setiap mobil akan diinspeksi secara profesional, lalu dipasarkan dengan foto, video, dan iklan yang optimal. Penjual dapat memantau seluruh prosesnya secara online, hingga bertemu dengan calon pembeli serius untuk negosiasi final. Dengan demikian, penjual tidak perlu lagi melayani calon pembeli yang kurang serius, pedagang yang menawar dengan harga di bawah pasaran, ataupun modus penipuan.
Dari sisi pembeli, mereka akan mendapatkan laporan inspeksi yang komprehensif, sehingga sudah mempunyai ekspektasi yang tepat sebelum melihat mobilnya langsung, yang dapat dilakukan di lokasi penjual maupun layanan home test drive di lokasi pembeli.
Selain itu, pengguna juga ditawarkan keuntungan seperti garansi mesin & transmisi, jaminan bebas banjir & tabrakan, opsi kredit yang jujur & lengkap, reparasi, hingga pengurusan dokumen. Dengan berbagai nilai tambah tersebut, praktis mobil berkesempatan terjual dengan harga terbaik, walaupun masih lebih kompetitif dari harga jual diler.
Selama proses pemasaran, mobil tetap dapat digunakan oleh pemilik karena tidak perlu dititipkan. Komisi pun hanya dibayarkan apabila mobil sukses terjual melalui Otofrens.
“Sebagai pencinta otomotif, kami tidak puas dengan kondisi industri saat ini dan arahan yang diusung oleh para pemain besar. Maka itu kami memilih untuk berjuang melalui startup ini demi mewujudkan mimpi kami untuk industri. Hal ini hanya dapat terwujud dengan dukungan teman-teman pelaku dan pencinta otomotif sekalian,” ungkap David.
Perusahaan sendiri telah didukung oleh beberapa investor yang percaya pada visi misinya. Saat ini ada sekitar 3 angel investor yang memilih untuk tidak disebutkan namanya. Mereka merupakan bagian dari co-founding team (sebagai advisor) dengan latar belakang praktisi industri digital di Indonesia (e-commerce dan digital advertising).
Kedepankan efisiensi dan transparansi
David turut mengungkapkan masa-masa jatuh bangun dan kembali ke titik nol. Menurutnya, tantangan terbesar adalah membangun kepercayaan pengguna, baik seller maupun buyer. Hal ini disebabkan oleh minimnya transparansi di industri ini. Apalagi sebagai pemain baru, tidak mudah untuk membangun reputasi dalam waktu singkat.
Perusahaan memosisikan diri sebagai “biro jodoh” yang mempertemukan penjual dan pembeli mobil bekas yang pas. Mimpi besar Otofrens adalah transaksi antar pemakai langsung yang 100% transparan tanpa batas jarak & waktu, serta kesempatan bagi siapa pun untuk berkontribusi dan mencari rezeki. Atau singkatnya menjadi seperti ojol untuk industri mobil bekas.
David mengungkapkan, “Model bisnis kami yang berbeda dari diler konvensional membuat prosesnya lebih efisien dan transparan. Tanpa memegang stok sendiri, komisi yang kami terapkan jauh lebih rendah dari margin keuntungan diler. Kondisi mobil pun dapat dilihat dengan apa adanya, dan jika diperlukan pembeli dapat memilih opsi reparasi sesuai keperluan. Hasilnya adalah solusi yang win-win bagi penjual dan pembeli dari segmen yang sesuai.”
Selama menjalankan bisnis ini, David juga mengungkapkan bahwa timnya telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan pembiayaan, baik konvensional maupun syariah, bengkel reparasi, biro jasa, dan yang terbaru dengan Warranty Smart Indonesia untuk penyediaan garansi mesin yang diberi nama “Otofrenshield”.
Hingga saat ini, David mengungkapkan bahwa perusahaan masih memiliki skala bisnis yang terbilang kecil. Namun, ia percaya bahwa timnya telah membangun fundamental yang semakin solid dengan pertumbuhan organik yang konsisten. Dari sisi pengguna, perusahaan bisa menangani sekitar 40-50 unit mobil setiap bulannya.
Target ke depan
Saat ini, lanskap industri tengah didominasi oleh dua kubu. Di satu sisi segelintir diler besar beserta beberapa platform raksasa yang tengah fokus pada layanan jual instan. Pada dasarnya, mereka mengadopsi model diler konvensional dengan modal yang jauh lebih besar dan dukungan teknologi. Di sisi lain, ada banyak sekali makelar dan pedagang rumahan yang masih bekerja secara tradisional dan sering kali kurang transparan dalam menjalankan bisnisnya.
Dikotomi ini persis seperti yang terjadi di industri transportasi beberapa tahun silam, hingga revolusi digital oleh ojek/taksi online berhasil membawa kebaikan bagi pelaku usaha dan konsumen. Tentu masih melekat di benak kita, bagaimana resistensi para pelaku usaha di fase awal, sebelum akhirnya mereka menyadari keuntungannya.
“Kami percaya suatu hari orang dari Sumatra bisa beli mobil dari Jawa tanpa perlu datang. Kami percaya suatu hari banyak orang awam yang bisa ikut mencari nafkah secara jujur melalui Otofrens,” ungkap Onie Sunoto selaku co-founder & CTO Otofrens.
Dengan mengusung konsep sharing economy, layanan Otofrens dilakukan oleh ‘Teman Jual Beli Mobil’, layaknya pengemudi ojol yang terbuka untuk semua kalangan. Bahkan ke depannya konsep Teman ini juga akan diterapkan ke UMKM pendukung ekosistem seperti bengkel, biro jasa, dll. Sama seperti ojol yang turut membawa dampak positif bagi warung makan dan UMKM lainnya.
“Keberadaan kami bukan bertujuan menggantikan atau mematikan makelar dan pedagang rumahan. Justru sebaliknya kami ingin merangkul mereka untuk bekerja lebih efektif dengan dukungan teknologi,” jelas Onie.
David turut menegaskan bahwa di tahun ini, timnya tengah fokus memperkuat fundamental perusahaan. “Dengan fondasi yang kuat, kami yakin bisa lepas landas di tahun depan. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan, kami bisa menangani total 1000 mobil per bulan, yang akan dikelola oleh 100 mitra (Teman Jual Beli Mobil).”
Carsome Group mengumumkan telah merampungkan akuisisinya terhadap iCar Asia. Mereka mengambilalih 80,1% saham dari Catcha Group dan pemegang saham lainnya. Setelah aksi korporasi ini, Carsome menjadi pemegang saham tunggal di perusahaan listing produk otomotif tersebut.
iCar Asia sebelumnya juga sudah melantai di Australian Stock Exchange (ASX) sejak September 2012. Saat berita ini diterbitkan, kapitalisasi pasar iCar Asia (ASX: ICQ) di kisaran AUD 238,4 juta atau setara 2,4 triliun Rupiah.
Seperti diketahui, iCar Asia memiliki sejumlah platform listing otomotif yang tersebar di sejumlah negara di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, mereka turut mengoperasikan portal Mobil123 untuk konsumer dan aplikasi SiJari untuk diler mobil. September 2019, iCar Asia juga mengumumkan akuisisinya atas Carmudi Indonesia senilai 42 miliar Rupiah.
Baik Carmudi ataupun Mobil123 saat ini tetap beroperasi dengan mereknya sendiri-sendiri. Selain portal listing, iCar Asia juga memiliki media otomotif OtoSpirit untuk pasar Indonesia, didirikan sejak 2016.
Dalam rilis resminya, Co-founder & Group CEO Carsome Eric Cheng menyebutkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan iCar Asia sejak Juli 2021. “Kami senang dengan kelancaran penyelesaian akuisisi ini. Kemitraan ini akan memungkinkan kami untuk lebih meningkatkan penawaran di proses pencarian, pertimbangan, pembelian, dan pemenuhan, mencakup seluruh ekosistem otomotif yang berlabuh pada nilai-nilai inti kepercayaan, transparansi, dan teknologi.”
Selain itu diharapkan masuknya iCar Asia dalam sinergi strategis memungkinkan Carsome memberikan solusi dan pengalaman yang lebih beragam di seluruh rantai nilai jual-beli mobil, baik untuk diler maupun konsumer. Apalagi diproyeksikan perputaran bisnis jual-beli mobil bekas kawasan Asia Tenggara setiap tahun menghasilkan nilai lebih dari $55 miliar.
Gerak cepat Carsome
Awal tahun ini, Carsome baru saja mengumumkan penutupan pendanaan seri E senilai $290 juta atau sekitar 4,1 triliun Rupiah; dan berhasil mendongkrak valuasi perusahaan menjadi sekitar $1,7 miliar.
Saat ini mereka berjalan dengan model bisnis C2B2C — tidak hanya membeli dari konsumen dan menjualnya kepada jaringan diler, mereka kini turut menjual mobil bekas secara langsung ke konsumen. Dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di berbagi kota.
Terkait strategi M&A, ini bukan yang pertama dilakukan oleh Carsome. Sebelumnya unit mereka di Indonesia juga telah mengakuisisi mayoritas saham PT Universal Collection, yakni perusahaan jasa lelang mobil dan motor yang telah memiliki kantor cabang di berbagai wilayah, termasuk Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, hingga Sumatera. Aksi ini dikatakan dapat mendukung strategi omnichannel perusahaan, untuk menawarkan layanan online-offline yang terintegrasi.
Untuk platform car marketplace sendiri, sekarang memang tengah mengalami momentum pertumbuhan cepat. Selain Carsome, sejumlah startup lain juga mendapat pendanaan yang cukup signifikan. Termasuk teranyar Moladin selaku penantang lokal, pertengahan Januari lalu mereka umumkan pendanaan seri A yang mendongkrak valuasi perusahaan di angka 3,3 triliun Rupiah. Selain itu di kancah regional juga ada Carro yang juga telah sampai tonggak unicorn.
Sementara untuk platform listing sendiri, Mobil123 dan Carmudi termasuk yang mendapatkan atensi teratas jika dikaitkan dengan capaian trafik – masuk top 10 situs paling dikunjungi. Selain itu mereka juga memiliki sejumlah pesaing, satu di antaranya adalah Oto.com, OLX Indonesia, GridOto, hingga CintaMobil (bagian dari Dai Viet Group, asal Vietnam).
The car marketplace platform, Carsome, announced a $290 million Series E funding round 4.1 trillion Rupiah. This round brough the company’s valuation to approximately $1.7 billion, awarding them as one of the largest automotive e-commerce platforms in Southeast Asia.
The round was led by several investors, including the Qatar Investment Authority (QIA), 65 Equity Partners and the Seatown Private Capital Master Fund. Participating also the Mediatek, Sunway, Gokongwei Group, YTL Group, and Taiwan Mobile. QIA was previously rumored to have led Traveloka‘s latest fundraising.
Carsome plans to use the fresh funds to accelerate investments in people, products, technology, data capabilities, infrastructure and regional expansion of its “Carsome Certified” retail brand across their key markets of Malaysia, Indonesia and Thailand.
Earlier in September 2021, Carsome has announced a $170 million series D2 round. Simultaneously, the company also announced a credit (debt funding) worth $30 million to strengthen the car financing business. Then, the company’s valuation increased to $1.3 billion.
Business in Indonesia
Carsome has been operating in Indonesia since 2017 with a consumer-to-business (C2B) business model. They buy used cars from the community, then auction the vehicles off to dealers in its network. However, its business model has developed into C2B2C, instead of purchasing only, they selling used cars directly to consumers.
The online-to-offline approach combines the capabilities of web-based services with experience center outlets spread across various cities. Carsome Indonesia’s Country Head Delly Nugraha said, “We found big opportunity after expanding our business to the B2C segment. As a very retailed segment, in an effort to expand and improve our business, we will start expanding into strategic areas in the future.”
In mid-2021, Carsome has acquired a majority stake in PT Universal Collection to expand its business in car and motorcycle auction services. This resulting in Delly’s appointment as the President Director of PT Universal Collection. This corporate action allows Carsome to expand its network reach, access to finance and leasing providers, and potentially enter the motorcycle market.
Market competition
Carsome’s main competitor in the regional market is Carro. The company was previously announced a $360 million series C funding in mid-2021 led by SoftBank Vision Fund 2, followed by several investors including East Ventures. With the latest funding, both Carro and Carsome have reached the unicorn status.
The ongoing strategy is identical, with the C2B2C model, Carro has the Carro Automall service for its O2O approach. In Indonesia, Carro has taken series of strategic actions, including the Jualo acquisition in 2020 and becoming a shareholder in Allo Bank in early 2022.
As both players rely on web services to reach its final consumers, here’s the traffic comparison graph of the two services for the Indonesian market:
In Indonesia, there are also some other players, OLX Autos (formerly BeliMobilGue) which has now been integrated with OLX’s services. The platform focused more on buying cars from consumers — although some of the products that have been inspected are starting to be sold through OLX and other online marketplace channels.
–
Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Pengembang platform car marketplace Carsome mengumumkan telah menutup putaran pendanaan seri E mereka senilai $290 juta 4,1 triliun Rupiah. Perolehan ini meningkatkan valuasi perusahaan menjadi sekitar $1,7 miliar, memantapkan mereka menjadi salah satu platform e-commerce otomotif terbesar di Asia Tenggara.
Putaran ini dipimpin sejumlah investor, meliputi Qatar Investment Authority (QIA), 65 Equity Partners, dan Seatown Private Capital Master Fund. Turut terlibat di dalamnya Mediatek, Sunway, Gokongwei Group, YTL Group, dan Taiwan Mobile. QIA sebelumnya juga dirumorkan memimpin putaran pendanaan terakhir yang digalang oleh Traveloka.
Carsome berencana menggunakan dana segar untuk mempercepat investasi pada sumber daya manusia, produk, teknologi, kemampuan data, infrastruktur, dan perluasan regional merek ritelnya “Carsome Certified” di seluruh pasar utama mereka di Malaysia, Indonesia, dan Thailand.
Sebelumnya pada September 2021 lalu Carsome mengumumkan telah mendapatkan pendanaan baru dalam putaran seri D2 senilai $170 juta. Bersamaan dengan itu, perusahaan juga mengumumkan perolehan kredit (debt funding) senilai $30 juta untuk memperkuat bisnis pembiayaan mobil. Kala itu valuasi perusahaan terdongkrak menjadi $1,3 miliar.
Bisnis di Indonesia
Carsome hadir di Indonesia sejak 2017 dengan model bisnis consumer-to-business (C2B). Mereka membeli mobil bekas dari masyarakat, kemudian melelangnya ke diler-diler yang ada di jaringannya. Namun demikian, kini model bisnis mereka berkembang menjadi C2B2C, tidak hanya membeli, mereka kini turut menjual mobil bekas langsung ke konsumen.
Pendekatan yang dilakukan dengan online-to-offline, memadukan kapabilitas layanan berbasis web dengan gerai experience center yang tersebar di berbagai kota. Country Head Carsome Indonesia Delly Nugraha mengatakan, “Setelah mengembangkan bisnis ke segmen B2C, ternyata kita melihat peluang besar. Ke depannya, karena B2C merupakan segmen yang sangat retail, dalam upaya memperluas dan meningkatkan bisnis, kita akan mulai ekspansi ke daerah strategis.”
Pada pertengahan 2021 lalu, Carsome juga melakukan akuisisi saham mayoritas terhadap PT Universal Collection untuk memperluas bisnis di biang jasa lelang mobil dan motor. Sebagai hasil kesepakatan ini, Delly turut ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Universal Collection. Aksi korporasi ini memungkinkan Carsome untuk memperluas jangkauan jaringan, akses ke penyedia keuangan dan leasing, serta berpotensi memasuki pasar sepeda motor.
Kompetisi pasar
Kompetitor utama Carsome di pasar regional adalah Carro. Terakhir Carro mengumumkan pendanaan C pada pertengahan tahun 2021 senilai $360 juta dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2, diikuti sejumlah investor termasuk East Ventures. Dengan pendanaan terakhirnya, baik Carro ataupun Carsome sudah mencapai tonggak unicorn.
Strategi yang digulirkan pun identik sama, mengusung model C2B2C, Carro juga memiliki layanan Carro Automall untuk melangsungkan pendekatan O2O. Di Indonesia, sejumlah aksi strategis turut dilakukan Carro, termasuk melakukan akuisisi Jualo pada tahun 2020 dan masuk menjadi pemegang saham di Allo Bank pada awal 2022 ini.
Karena kedua pemain tersebut mengandalkan layanan web untuk menjangkau konsumen akhirnya, berikut ini perbandingan trafik situs kedua layanan untuk pasar di Indonesia:
Di Indonesia sebenarnya juga ada pemain lainnya yakni OLX Autos (sebelumnya BeliMobilGue) yang kini sudah terintegrasi dengan layanan milik OLX. Fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen — kendati saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya.
–
*Update: Kami melakukan revisi atas kesalahan penulisan “Jualo” di artikel, sebelumnya “Jubelio”. Jualo diakuisisi Carro pada tahun 2020: simak beritanya di sini.
Bertujuan untuk memperluas edukasi dan kesadaran masyarakat umum akan pentingnya perawatan kendaraan pribadi yang digunakan sehari-hari, platform social commerce yang fokus kepada otomotif Otozilla diluncurkan. Salah satu fokusnya ialah mefasilitasi komunitas.
Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Otozilla Kenny Joseph mengungkapkan, Indonesia saat ini menjadi negara terbesar yang memiliki komunitas pecinta otomotif di Asia Tenggara. Membuktikan peluang untuk mengakomodasi layanan dan kebutuhan mereka.
“Kebanyakan mereka yang tergabung dalam komunitas bukan hanya tertarik dengan satu brand kendaraan saja, namun juga ingin memperluas networking. Harapannya bisa didapatkan lebih banyak informasi hingga rekomendasi bengkel dan keperluan perawatan kendaraan mobil dan motor lainnya,” kata Kenny.
Selain komunitas, Otozilla juga berfungsi sebagai marketplace yang menawarkan kesempatan kepada merchant untuk menjual mobil dan motor hingga produk dan jenis perawatan kendaraan lainnya dalam satu platform. Masing-masing penjual diharuskan membayar biaya keanggotaan premium, bisa memanfaatkan platform yang berfungsi sebagai media sosial, pengelolaan anggota hingga aktivasi acara untuk berbagai komunitas otomotif.
Meskipun belum memiliki mitra bengkel dan merchant yang banyak jumlahnya, namun Otozilla mengklaim memiliki produk yang sudah tervalidasi dan terjamin kualitasnya.
“Untuk komunitas saat ini kami tidak mengenakan biaya, sehingga mereka bebas untuk membuat halaman khusus untuk masing-masing anggota di komunitas. Kita juga menyediakan Organizational Management System yang bisa digunakan oleh mereka yang ingin mengelola anggota dan menggelar kegiatan otomotif di Otozilla,” kata Kenny.
Berbeda dengan platform seperti Carsome hingga OLX Autos, Otozilla ingin menjadi platform social commerce yang menyediakan satu wadah untuk semua kegiatan komunitas otomotif di tanah air. Pemain serupa yang sebelumnya telah menawarkan konsep serupa adalah Modifikasi.com. Saat ini Otozilla telah mendapatkan pendanaan pre-seed dari beberapa angel investor.
“Kami cukup beruntung mendapatkan angel investor yang memiliki latar belakang selama 20 tahun di dunia otomotif. Dengan demikian bisa membantu kami untuk menambah wawasan dan memperluas jaringan di dunia otomotif,” kata Kenny.
Meluncurkan software DASH
Untuk memberikan informasi yang lengkap seputar kondisi kendaraan pengemudi, Otozilla meluncurkan DASH. Harapannya bisa memberikan solusi untuk membantu pengemudi lebih paham dan juga terbantu dalam pemeliharaan mobil dan keselamatan dalam berkendara.
Dengan menggunakan perangkat (hardware) yang bisa dibeli di berbagai layanan e-commerce, nantinya bisa didapatkan informasi yang akurat seputar kondisi kendaraan pribadi. Semua bisa dilakukan dengan menyematkan software yang dikembangkan sendiri oleh Otozilla di masing-masing kendaraan.
“Indonesia termasuk negara yang cukup tertinggal dengan teknologi ini dibandingkan negara lainnya. Ke depannya kita ingin mengembangkan teknologi ini melalui integrasi dengan layanan lainnya yang dikembangkan sendiri maupun melalui kemitraan dengan pihak terkait,” kata Kenny.
Biaya berlangganan yang ditawarkan untuk DASH sekitar Rp200 ribu (lifetime) untuk versi awal. Untuk versi berikutnya Otozilla akan mengenakan biaya berlangganan selama 6 hingga 12 bulan untuk pelanggan. Mereka menargetkan bisa menjual DASH sebanyak 2,5 juta unit di tahun 2022 mendatang.
Otozilla juga memiliki rencana untuk meluncurkan fitur emergency berupa tombol khusus yang bisa diakses oleh pengemudi. Rencananya fitur tersebut akan diluncurkan pada kuartal ketiga tahun depan.
“Kami ingin ke depannya lebih banyak lagi masyarakat umum yang mengerti dan memahami kondisi mobil dan motor mereka. Bukan hanya pecinta otomotif saja, namun masyarakat umum yang tidak terlalu menyukai otomotif namun kerap menggunakan kendaraan mereka untuk memberikan kenyamanan saat berkendara,” tutup Kenny.