Tag Archives: Ayunda Afifa

Program Akelerator Startup Upturn

Upturn Bicara Debut Program Akselerator hingga Tesis Investasi

Startup Upturn resmi memulai program akselerator perdananya pada Mei 2022 lalu. Mengklaim pencapaian positif pada debut program ini, Co-founder dan Partner Upturn Riswanto berencana memperluas keterlibatannya di industri startup melalui kendaraan investasi baru.

Selain Riswanto, Upturn turut didirikan Ayunda Afifah dan Bharat Ongso. Sejak April 2022, pihaknya telah berganti nama dari sebelumnya “Tunnelerate”. Selain itu, Upturn kini beroperasi dengan entitas baru PT Upturn Akselerasi Nusantara dan telah menghentikan operasional pada entitas yang menaungi Tunnelerate. Perlu dicatat, Upturn merupakan startup untuk program akselerator, bukan pemodal ventura (VC).

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Riswanto bercerita singkat mengenai program akselerator, hipotesis, hingga rencana investasi startup. Ia juga mengungkap tengah melakukan perekrutan untuk mengisi posisi Managing Partner yang dapat mewakili Upturn jangka panjang.

Program akselerator

Alih-alih fokus terhadap alasan rebranding, Riswanto lebih menyoroti upaya Upturn untuk membantu mengakselerasi bisnis startup di Indonesia. Dengan posisinya saat ini, program akselerator menjadi langkah tepat untuk memfasilitasi founder ke sejumlah mentor, investor, dan jaringan yang dimiliki Upturn.

Sebagai gambaran, nilai ekonomi digital di Indonesia tercatat sebesar $70 miliar pada 2021 yang juga terbesar di Asia Tenggara. Angka tersebut diperkirakan dapat menembus $146 miliar pada 2025.

Upturn telah meluncurkan “Upturn Scale Program Batch I” pada 17 Mei 2022. Sebanyak 14 peserta terpilih dari 200 pendaftar untuk mengikuti kegiatan selama sepuluh minggu. Adapun, sekitar 15 mitra VC terlibat dalam kegiatan Demo Day. Melalui kegiatan Demo Day, pihaknya berupaya mendorong kesiapan peserta untuk memformulasikan pitch deck sehingga dapat menarik minat investasi bagi pengembangan bisnisnya.

Ke-14 peserta ini di antaranya adalah Jaramba, Flash Campus, Broiler X, Wiseree, Cari Mobil, Bengkel Mania, Bintang Kecil, Goritax, Kibble, Psikologimu, Rakamin Academy, Sgara, Stellar X, dan Belajar Lagi.

“Kami mendapat support dari Amazon Web Services (AWS), Xendit, GoWork, dan beberapa perusahaan tradisional yang ingin melakukan transformasi digital. [Melalui program ini] kami bantu startup untuk melakukan validasi [masalah],” ujarnya.

Tesis investasi

Saat ini, Upturn mengincar sektor agnostik. Namun, mengingat para Partner Upturn punya sejumlah core expertise tertentu, ada beberapa sektor yang dinilai masih potensial di Indonesia, seperti agriculture, aquaculture, dan fintech; selain sektornya besar, fintech berkembang dinamis.

Selain itu, Partner Upturn memiliki pengalaman karier kombinasi, yakni pernah bekerja di perusahaan tradisional dan startup. Hal ini menjadi nilai tambah untuk berfokus pada fundamental bisnis dan unit economics. “Kami tidak ingin berinvestasi karena takut tertinggal [tren]. Malah, peserta di Batch I rata-rata sudah profitable dan bootstrapping. Contoh, platform Belajar Lagi,” ungkap Riswanto.

Sekadar informasi, Riswanto merupakan angel investor di startup agritech Eratani. Ia dan Bharat Ongso memiliki pengalaman karier kuat di sektor IT dan fintech. Sementara itu, Afi memiliki pengalaman karier kuat pada bidang people dan culture.

“Menurut tesis kami, saat dunia sedang krisis, orang akan kembali ke [hal] dasar. Orang butuh makanan, infrastruktur seperti logistik, dan modal melalui fintech. Maka itu, Upturn menawarkan value pada product development [berdasarkan pengalaman karier] dan business network yang kami miliki,” tambahnya.

Pihaknya meyakini masih banyak founder potensial dan bisnisnya berjalan baik di Indonesia, tetapi tidak memiliki know-how yang cukup untuk mencari pendanaan ke VC. Alih-alih berinvestasi karena tren, ia ingin menekankan komitmennya untuk mencari startup yang memiliki produk yang betul-betul dipakai pengguna dan membangun sustainable business.

Not every shiny founder [dengan latar pendidikan dari universitas ternama] can create a successful business. Sebaliknya, not every non-shiny founder tidak bisa membangun startup yang bagus.”

Kendaraan investasi

Riswanto menekankan bahwa pihaknya ingin mengambil peran di industri digital melalui dua wadah berbeda. Maka itu, usai debut program perdananya ini, Upturn berencana mendirikan entitas baru yang berfungsi sebagai kendaraan investasi. Sementara, program akselerator angkatan kedua akan digelar pada tahun depan.

Ia berujar, rencana tersebut sejalan dengan feedback positif yang diterima dari program akseleratornya. “Kami dapat banyak exposure sehingga ada ajakan untuk kolaborasi. Ini menjadi sinyal positif karena artinya banyak yang mulai vertical-focused,” ujar Riswanto.

“Kami pikir startup yang sudah menjalankan program akselerator pasti ingin mencari pendanaan. Di Batch I, ada startup yang kami coba hubungkan ke investor, dan ada yang sudah closing,” ucapnya.

Dalam beberapa bulan ke depan, pihaknya akan mengeksplorasi model yang dinilai cocok dengan visi-misi Upturn. Ia mempertimbangkan investasi lewat model kemitraan dengan VC atau perusahaan digital, seperti Grab Velocity Ventures (Grab) atau Sembrani Wira (BRI Ventures).