Tag Archives: Bank Indonesia

Bank Indonesia resmi memperkenalkan QRIS sebagai standar QR Code pembayaran untuk sistem pembayaran Indonesia.

QRIS dari Bank Indonesia Akan Jadi QR Code Tunggal di Indonesia

Bank Indonesia akhirnya resmi memperkenalkan dan meluncurkan QR Code Indonesian Standard (QRIS) ke publik bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Indonesia, tanggal 17 Agustus lalu. BI menciptakan QRIS untuk menyederhanakan sistem pembayaran menggunakan QR Code di seluruh Indonesia.

QRIS berfungsi mendukung pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, atau mobile banking. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan QRIS akan menjadi standar QR Code tunggal yang berlaku di seluruh Indonesia.

“Jadi ini betul-betul QRIS, satu-satunya yang berlaku di Indonesia tidak boleh ada yang lain. Yang lain harus tunduk pada QRIS ini dan InsyaAllah unggul  (universal, gampang, untung, langsung),” ucap Perry seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

QRIS beroperasi dengan metode merchant present mode. Artinya pihak pedagang yang akan menampilkan QR Code untuk dipindai para konsumen.

Konsumen dapat menggunakan fasilitas QRIS ini lewat semua aplikasi pembayaran digital, dompet elektronik, atau mobile banking yang memiliki fitur QR Code sebagai metode pembayaran. BI menegaskan tidak ada biaya tambahan bagi konsumen saat bertransaksi menggunakan QRIS.

Untuk pihak merchant, biaya yang dibebankan dalam transaksi QRIS ini cukup bervariasi. BI mematok biaya merchant discount rate (MDR) sebesar 0,7 persen dari transaksi. Khusus untuk sektor pendidikan, biayanya menjadi 0,6 persen, untuk pembelian bahan bakar minyak di SPBU menjadi 0,4 persen, dan untuk donasi jadi 0 persen.

QRIS menjadi upaya BI menggenjot efisiensi perekenomian dan keuangan inklusif dalam bentuk nontunai. Dengan QRIS, merchant tak perlu lagi menyediakan sejumlah QR Code dari sejumlah penerbit berbeda. QRIS disusun berdasarkan standar internasional EMV Co yang memungkinkan interoperabilitas antar penyelenggara, antar instrumen, termasuk antar negara.

BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) merupakan pihak yang mengembangkan QRIS. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran atau penerbit QR Code diberi waktu hingga 31 Desember 2019 untuk melakukan transisi dan per 1 Januari 2020 QRIS berlaku menyeluruh di seluruh Indonesia.

Zipay E-money Acquires License from Bank Indonesia

Zipay e-money platform officially acquired the license from Bank Indonesia and legally operated on May 6th, 2019. The business run under PT Max Interactives Technologies.

Currently, the Zipay service is available to all Android or iOS users. Some basic services, such as PPOB, game vouchers, data plan, BPJS, and water bill are available.

Looking back to the Fintech Report 2018 issued by DailySocial, there are many non-bank payment services appeared to date. Some have gotten the license to held e-money operation, while others only registered as fintech providers.

Having a license is an important factor for legal operation in the financial platform. It means, the company provider has standardized, either to the limitations or the risk mitigation.

Based on the issued survey in Fintech Report 2018, 98% of 1419 respondents using the fintech platform said the service provider “must be” registered and monitored by authority.

However, as the increased players, regulators continue to make adjustments. Regarding the Bank Indonesia Regulation (PBI) in 2018, there is a rule No. 20/6/PBI/2018 as an update regarding the e-money system. In general, the criteria applied to provider companies is tightening, for example, related to paid-up capital, company ownership status, and transaction value.

As the other niche players, Zipay seems to be targeting specific user segments. Because it’s quite difficult to defeat the leading players of today’s market, like Go-Pay, Ovo, Dana or LinkAja; particularly related to the service integration. We have tried contacting Zipay to get the strategy and target market.

Unlike OJK (as a license issuer for lending-based fintech platforms), BI seems to be more selective in giving out license. As of June 2019, there are only 3 new players registered, those are OttoCash, LinkAja, and Zipay.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Aplikasi E-money Zipay

Aplikasi E-money Zipay Resmi Kantongi Lisensi dari Bank Indonesia

Platform e-money Zipay resmi mendapatkan lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia dan resmi beroperasi secara legal pada 6 Mei 2019. Layanan tersebut berdiri di bawah naungan bisnis PT Max Interactives Tecnologies.

Saat ini layanan Zipay bisa diunduh oleh pengguna ponsel Android maupun iOS. Beberapa layanan dasar seperti pembayaran PPOB, voucher game, paket data, BPJS, hingga PDAM bisa dilakukan di sini.

Jika melihat kembali Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial beberapa waktu lalu, hingga saat ini sudah ada puluhan penyedia layanan pembayaran non-bank. Sebagian dari mereka sudah mendapatkan lisensi untuk mengoperasikan e-money, sebagian lagi baru terdaftar sebagai penyedia teknologi finansial.

Memiliki lisensi menjadi faktor penting untuk legalitas operasional platform keuangan. Karena artinya perusahaan penyedia telah memenuhi standardisasi, baik dalam kaitannya dengan batasan-batasan yang ditentukan maupun mitigasi risiko.

Berdasarkan survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2018, 98% dari 1419 responden pengguna platform fintech mengatakan penyedia layanan “sangat perlu” untuk terdaftar dan diawasi oleh otoritas.

Namun demikian, seiring jumlah pemain yang bertambah, regulator juga terus melakukan penyesuaian. Terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI), tahun 2018 terdapat aturan No. 20/6/PBI/2018 sebagai pembaruan mengenai sistem e-money. Secara umum kriteria yang diterapkan untuk perusahaan penyedia menjadi lebih ketat, misalnya terkait modal disetor, status kepemilikan perusahaan, dan plafon nilai transaksi.

Seperti niche players lainnya, Zipay tampaknya hadir menyasar segmentasi pengguna yang spesifik. Karena cukup suit jika harus mengalahkan pemain yang mendominasi pasar saat ini, seperti Go-Pay, Ovo, Dana atau LinkAja; khususnya dalam kaitannya dengan integrasi layanan. Kami sudah mencoba menghubungi pihak Zipay untuk mendapatkan strategi dan target pasarnya.

Tidak seperti OJK (sebagai pemberi izin untuk platform fintech berbasis lending), BI terkesan lebih selektif dalam menggulirkan izin. Hingga Juni 2019, baru ada 3 pemain baru yang terdaftar, yakni OttoCash, LinkAja dan Zipay.

Application Information Will Show Up Here
Bank Indonesia meresmikan QR Code Indonesia Standard (QRIS) sebagai langkah awal transformasi digital di Sistem Pembayaran Indonesia (SPI)

Bank Indonesia Resmikan Standarisasi QR Code Indonesia

Bank Indonesia meresmikan QR Code Indonesia Standard (QRIS) sebagai langkah awal transformasi digital di Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) dalam membantu percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital.

“Hadirnya QRIS memungkinkan pembayaran melalui QR akan terkoneksi dan terinteropabilitas dengan menggunakan satu standar QR Code,” ucap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Senin (27/5).

Pada tahap awal, BI akan memperkenalkan QRIS untuk merchant presented model (MPM) yang bakal diimplementasikan pada semester II 2019. Sebelumnya, inisiasi ini dilakukan BI sejak setahun lalu dengan uji coba (proyek percontohan) tahap pertama yang berlangsung dari September hingga November 2018.

Selain merilis QRIS, BI juga memperkenalkan lima visi SPI 2025 yang dibuat guna memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. Hal tersebut, sambung Perry, adalah respons atas perkembangan digitalisasi yang merubah lanskap risiko secara signifikan.

Seperti meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik, shadow banking yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran.

Dalam penjabaran visi tersebut akan diwujudkan melalui lima inisiatif yang akan diimplementasikan secara langsung oleh BI, melalui kolaborasi dan koordinasi yang produktif bersama kementerian dan lembaga terkait beserta industri.

Inisiatif pertama adalah digital open banking dan interlink bank-fintech. Perry menjelaskan BI akan merilis standarisasi Open API sebab memungkinkan keterbukaan informasi keuangan bank dan fintech kepada pihak ketiga secara aman untuk memberikan variasi dan kemudahan masyarakat dalam melakukan transaksi dan memungkinkan interlink antara pelaku.

Cakupan kegiatan ini akan diwujudkan dalam tiga hal, standarisasi API Teknis, API Security, dan standarisasi kontraktual.

“BI sudah melakukan survei bagaimana bank bisa engaging dengan fintech melalui API.”

Kedua, pengembangan retail payment. Desain pengembangan SP Ritel secara keseluruhan mengarah pada penyelenggaraan secara real time, seamless, tersedia 24/7 dengan tingkat keamanan dan efisiensi lebih tinggi. Cakupan kegiatan dalam inisiatif ini adalah pengembangan sistem pembayaran berbasis API, pengembangan fast payment, serta perluasan layanan GPN.

Ketiga, pengembangan wholesale payment dan financial market infrastructure. Mengembangkan sistem pembayaran nilai besar dan infrastruktur pasar keuangan yang mampu mendukung kebijakan moneter, SSK, dan mendukung interlink infrastruktur pasar keuangan.

Keempat, data. BI akan melakukan pengembangan data nasional, termasuk infrastrukturnya, yang kolaboratif dan terintegrasi sehingga dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Sebagai bagian dari inisiatif ini adalah pengembangan trusted Digital ID, pembangunan Data Hub, pengaturan Data Protection termasuk consumen consent dan cloud policy.

Terakhir, pengaturan, pengawasan, perizinan, dan pelaporan. Percepatan ekonomi keuangan digital butuh penguatan kerangka pengaturan, perizinan, pengawasan, dan pelaporan, termasuk penguatan teknologi (regtech & suptech).

Pasca pengujian kedua, standardisasi QR Code Bank Indonesia direncanakan mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2019.

Standardisasi QR Code Ditargetkan Mulai Berlaku Paruh Kedua 2019

Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan standardisasi QR Code untuk sistem pembayaran uang elektronik mulai mencapai titik terang. Baru-baru ini pihaknya telah melakukan percobaan yang kedua mengenai teknisnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ricky Satria. Ia juga mengatakan, seperti dikutip dari Tirto, bahwa standardisasi tersebut diharapkan bisa mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2019.

Ini adalah uji coba kedua setelah sebelumnya dilakukan pada bulan November 2018 lalu. Program standardisasi ini oleh BI disebut sebagai “QR Indonesia Standard” (QRIS). Nantinya bakal bersifat merchant presented mode dan dapat memperluas interkoneksi. Tujuannya mendukung ekonomi keuangan digital di Indonesia. Adanya QRIS juga memungkinkan QR Code yang dimiliki perbankan dan fintech dapat saling dikolaborasikan.

Mengenai pengujian tahap dua ini Ricky turut memaparkan bahwa mereka fokus pada berbagai kemungkinan isu. Misalnya untuk penanganan isu ketika terjadi kasus pengguna melakukan transaksi dan saldo terpotong, namun merchant belum mendapatkan nominal dana. Selain itu juga melakukan antisipasi di daerah blankspot (tidak ada sinyal).

Hal lain yang tak kalah menarik, nantinya QRIS ini akan menghadirkan efisiensi kaitannya dengan penerimaan dana. Merchant dapat menerima dana yang berasal dari berbagai instrumen pembayaran, baik dari uang elektronik yang berbasis server, tabungan, maupun kartu debit.

Sebelumnya dalam uji coba pertama di tahun 2018 BI telah memberikan izin penggunaan QR Code untuk pembayaran kepada 12 perusahaan, termasuk Go-Pay, Ovo, TCash, BNI Yap! dan BRI (tiga nama terakhir kini sudah bersatu di platform LinkAja). Selain bersama industri fintech, BI kala itu juga menunjuk Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai lembaga khusus yang akan merampungkan standardisasi QR Code.

ASPI adalah lembaga yang dibentuk BI dengan melibatkan representasi seluruh pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Lembaga tersebut diberi kewenangan dalam lingkup mikro dan teknis untuk membuat aturan main dalam industri sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan ketentuan dan kebijakan.

Finarya's e-money license was issued by Bank Indonesia in March 4th, 2019

Finarya, Linkaja Management Company, Officially Obtained BI’s E-Money License

PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, Linkaja’s organizer, is officially obtained e-money license issued by Bank Indonesia (BI). Finarya has submitted for license in February 21st, 2019 on letter no. 21/65/DKSP/Srt/B.

Finarya has been operating since February 22nd, 2019 with Tcash merger into LinkAja. The interesting thing, this is a new license and not the one owned by Telkomsel’s Tcash.

LinkAja is a QR Code-based payment system managed by four partnered state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Jiwasraya Insurance, and Pertamina. Telkomsel is the biggest shareholder and Danu Wicaksana, Tcash’s CEO is appointed as Finarya’s Director.

Currently, the digital payment app conversion under the State-owned Banks Community (Himbara) into LinkAja, such as E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu and Yap! (BNI) is to be finalized in late March.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Izin penyelenggaraan layanan e-money oleh Finarya dikeluarkan Bank Indonesia pada 4 Maret 2019

Finarya, Perusahaan Pengelola LinkAja, Resmi Kantongi Lisensi E-Money dari BI (UPDATED)

PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya, penyelenggara layanan e-money LinkAja, resmi mengantongi lisensi uang elektronik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Finarya tercatat telah mengajukan izin sebagai penyelenggara emoney LinkAja pada 21 Februari 2019 dengan surat No. 21/65/DKSP/Srt/B.

Finarya sendiri telah efektif beroperasi sejak 22 Februari 2019 dengan peleburan layanan Tcash ke dalam aplikasi LinkAja. Menariknya lisensi ini adalah lisensi baru dan bukan merupakan lisensi Tcash yang dimiliki oleh Telkomsel.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, Pertamina, dan terakhir Danareksa. Telkomsel menjadi pemilik saham terbesar perusahaan ini dan Danu Wicaksana, CEO Tcash, menjadi Direktur Finarya.

Saat ini konversi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI) ditargetkan rampung akhir Maret ini. LinkAja disebutkan bakal resmi beroperasi penuh di pertengahan April 2019.

Dengan masuknya Danareksa ke dalam susunan pemegang saham Finarya, Telkomsel akan mengantongi 25 persen, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri masing-masing 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya dan Danareksa masing-masing 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here
OttoCash

Aplikasi Pembayaran OttoCash Mendapat Lisensi E-money Bank Indonesia

Satu lagi layanan dompet digital (e-money) mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia. Kali ini giliran OttoCash, besutan PT Transaksi Artha Gemilang. Konsep yang diusung OttoCash mirip dengan aplikasi e-money yang sudah ada, misalnya Ovo atau Dana. Dari informasi yang tertera di situs BI, lisensi OttoCash efektif dapat mulai digunakan per 11 Februari 2019.

Pembayaran dengan kode QR juga menjadi salah satu fitur andalan untuk model bisnis online-to-offline — bekerja sama dengan pedagang. Sejauh pantauan tim DailySocial, layanan OttoCash penetrasinya sudah mulai terlihat di kota tier 2 dan tier 3, seperti Rembang, Jawa Tengah. Mereka mengaplikasikan layanan pembayaran di beberapa gerai dan mini-market.

Aplikasi OttoCash baru tersedia untuk platform Android. Sementara fitur yang ada di dalamnya termasuk pembelian pulsa/paket data, pembayaran listrik/air/telepon, pembayaran BPJS, tiket perjalanan, dan pembayaran TV kabel.

Untuk saat ini cash-out atau tarik tunai baru dilayani secara manual di kantor OttoCash. Karena fitur transfer ke rekening bank belum tersedia di aplikasi, masih disiapkan. Sementara yang bisa melakukan tarik tunai adalah pengguna OttoCash Plus, yakni yang sudah melakukan verifikasi dengan identitas diri (KTP).

Dengan terdaftarnya OttoPay, secara total saat ini sudah ada 36 pemain e-money yang sudah mendapatkan lisensi dari BI. Latar belakang perusahaannya pun beragam, mulai dari perbankan, perusahaan telekomunikasi, hingga startup yang secara khusus menggarap platform pembayaran. Menariknya lagi, masing-masing pemain juga mencoba menyasar ceruk pasar khusus, dengan model bisnis yang unik juga.

Application Information Will Show Up Here
UrbanIndo rebranding to 99.co

Bank Sinarmas Obtains E-Money License from BI, Soon to Release “Simas Pay”

Bank Indonesia (BI) recently released e-money license for a new player under PT Bank Sinarmas, “Simas Pay”, server-basee digital payment system. The license [No. 20/416/DKSP/Srt/B] will be effective to operate per 6 December 2018.

This is a second license obtained under Sinarmas conglomerate group. Previously, they’ve obtained license for Uangku through PT Smartfren Telecom.

In early December 2018, Miko Andjidjaja as Sinarmas Director has announced the company’s target to launch e-money product in 2019. The objective is to expand customer base and to increase transaction value.

On that occasion, Miko said the e-money product will be launch (soft-launching) in mid 2019. However, the beta version is available in Google Play.

Sinarmas, as the other banking institutions, feel the urgency to reach digital market. It was done to accommodate millennials trend which is predicted to dominate market transaction.

E-money product is getting popular

This strategy is not exclusive for Sinarmas, PT Bank QNB Indonesia is also trying to implement the similar business model. They started e-money initiative since the q1 of 2017 through Dooet.

Aside from the availability through app, Dooet was integrated for other payment app, Netzme is an example of social media payment app. It was a common act since getting a license from BI is not an easy peasy.

However, the current e-money market niche is considered fierce, because many companies offering services besides banking. Even in Fintech Report published by DailySocial in 2018, services such as Go-Pay (79.39%), Ovo (58.42%), and Tcash (55.52%) became the most popular at this time – those three aren’t under banking.

The other top-tier banks will not only sit still, seeing the rise of fintech transaction. QR Code-Based is one of the payment models that is getting more popular. Recently, Mandiri and BCA start preparing a transaction model using scanner.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Simas Pay Bank Sinarmas

Bank Sinarmas Dapat Lisensi Uang Elektronik BI, Segera Rilis “Simas Pay”

Bank Indonesia (BI) baru-baru ini merilis lisensi uang elektronik untuk pemain baru. Kali ini diberikan kepada PT Bank Sinarmas untuk produk Simas Pay — sistem pembayaran digital berbasis server. Perizinan dengan No. 20/416/DKSP/Srt/B tersebut sudah bisa efektif untuk mengoperasikan aplikasi per 6 Desember 2018.

Di bawah naungan grup konglomerasi Sinarmas, ini adalah lisensi uang elektronik kedua yang didapat. Sebelumnya melalui PT Smartfren Telecom, mereka juga telah mendapatkan perizinan untuk produk Uangku.

Sekitar awal Desember 2018, Direktur Bank Sinarmas Miko Andjidjaja pernah mengumumkan bahwa perseroan memiliki target meluncurkan layanan uang elektronik di tahun 2019. Tujuannya untuk memperluas basis nasabah dan meningkatkan nilai transaksi.

Kala itu Miko mengatakan, produk uang elektronik rencananya akan diluncurkan (soft-launching) pada pertengahan tahun 2019. Kendati saat ini aplikasi versi awal sudah bisa diakses di Google Play.

Seperti perusahaan perbankan lain, Sinarmas merasa adanya urgensi untuk merambah pangsa pasar digital. Hal tersebut dilakukan untuk mengakomodasi tren kebutuhan generasi milenial yang dinilai akan mendominasi transaksi di pasar.

Produk uang elektronik makin ramai

Strategi serupa tidak hanya dilakukan Sinarmas, bank lain yang turut mencoba menggarap model bisnis yang sama ialah PT Bank QNB Indonesia. Mereka sudah mengawali inisiatif uang elektronik sejak kuartal pertama tahun 2017 dengan produk Dooet.

Selain digunakan secara mandiri melalui aplikasi, Dooet juga sempat diintegrasikan untuk aplikasi pembayaran lain. Misalnya aplikasi media sosial pembayaran Netzme. Integrasi seperti itu memang menjadi praktik yang cukup lumrah, mengingat mendapatkan lisensi uang elektronik dari BI tidak mudah.

Namun ceruk pasar uang elektronik saat ini bisa dibilang sengit, pasalnya di luar perbankan juga ada banyak perusahaan yang menghadirkan layanan. Bahkan dalam Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial beberapa waktu lalu, layanan seperti Go-Pay (79,39%), Ovo (58,42%), dan Tcash (55,52%) menjadi yang terpopuler saat ini – ketiganya bukan bernaung di bawah perbankan.

Perbankan besar lain pun tak tinggal diam melihat peluang transaksi fintech yang semakin meningkat. Salah satu model pembayaran yang makin diminati ialah berbasis QR Code. Belum lama ini, Bank Mandiri dan BCA mulai mempersiapkan model transaksi dengan fitur pemindai tersebut.

Application Information Will Show Up Here