Tag Archives: Bank Indonesia

Perolehan lisensi e-money yang tidak mudah membuat startup mulai memikirkan jalan pintas / Pexels

Platform Uang Elektronik Makin Jadi Komoditas Online Penting

Masyarakat di kota-kota besar sudah terlihat semakin fasih menggunakan uang elektronik untuk keperluan sehari-hari. Hal tersebut diimbangi dengan semakin umumnya layanan yang menerima pembayaran menggunakan e-money, misalnya bertransaksi di gerbang tol. Menurut data Bank Indonesia, secara total di bulan Januari 2018, dengan 27 penyelenggara uang elektronik yang mendapatkan lisensi, tercatat nominal transaksi mencapai 3,49 triliun Rupiah dengan jumlah transaksi mencapai lebih dari 215 juta buah.

Produk uang elektronik, khususnya yang berbasis server, menjadi salah satu instrumen penting di pembayaran digital mengingat rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia. Go-Pay dan Tcash bisa dibilang sedang unggul di segmen ini, sementara Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Paytren, dan Grab masih menunggu nasib permohonan mereka sejak produk dompet elektroniknya dibekukan Bank Indonesia.

Bank Indonesia menegaskan dompet elektronik yang menghimpun dana beredar (floating fund) di atas satu miliar Rupiah harus mengajukan izin terlebih dahulu sebelum beroperasi.

Gandeng pemegang lisensi

Terhambatnya perolehan lisensi uang elektronik sedikit banyak mengganggu berbagai rencana dan inovasi yang dicanangkan startup. Untuk mengatasinya, sejumlah startup mulai mengambil jalan pintas. GrabPay memanfaatkan lisensi Ovo untuk kembali membuka dompet elektroniknya, sedangkan TravelokaPay menggandeng Uangku milik Smartfren.

Belum kami ketahui bagaimana syarat dan ketentuan detail keduanya, tetapi setidaknya antara GrabPay dan Ovo tidak ada integrasi dompet. Keduanya murni adalah platform yang terpisah dan GrabPay hanya “meminjam” (atau menyewa) lisensi Ovo.

Dengan menggaet pemilik lisensi yang sudah ada, startup-startup ini tidak terbentur regulasi saat ingin mengeksplorasi langkah-langkah ekspansi selanjutnya. Sampai sekarang berbagai survei menunjukkan masyarakat masih lebih suka menggunakan transfer antar rekening bank untuk melakukan pembayaran online. Bank Indonesia berharap solusi uang elektronik lambat laun bisa menggantikan metode ini.

Persaingan selanjutnya

Menurut survei yang dilakukan DailySocial, Go-Pay menjadi platform e-money berbasis server terpopuler, sementara Mandiri e-money adalah e-money berbasis kartu yang paling dikenal.

Dengan Go-Pay, Ovo, dan Tcash yang berbasis server kini disiapkan untuk mengakomodasi pembayaran menggunakan QR Code, akan terjadi irisan pasar antara uang elektronik berbasis kartu dan server.

Go-Jek sendiri sudah menyatakan pihaknya akan all out mendukung kehadiran Go-Pay yang lebih luas. Langkah ini dimulai dengan akuisisi terhadap dua platform payment gateway, Kartuku dan Midtrans. Kartuku kuat di ranah ritel, sementara Midtrans memiliki basis di ranah online. Implementasi Go-Pay melalui dua payment gateway ini akan mendorong penerimaan yang lebih luas di berbagai merchant, di luar pemanfaatan sehari-hari Go-Pay yang sudah nyaman dinikmati konsumen.

Persaingan menjadi “dompet kedua” semakin ketat. Dengan regulator yang masih saklek dalam menegakkan aturan, bukan tidak mungkin Tokopedia, Bukalapak, Shopee, atau platform besar lainnya akan mengikuti jejak Grab dan Traveloka untuk nebeng lisensi. Platform uang elektronik makin menjadi komoditas online yang penting dan lisensi uang elektronik menjadi barang yang bernilai tinggi saat ini.


Prayogo Ryza berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Kantongi Izin Bank Indonesia, Faspay Siapkan Inovasi Baru Tahun Ini

Faspay mengumumkan perolehan izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara layanan payment gateway. Diklaim Faspay menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang mengantongi izin tersebut.

Adanya pelumas ini menjadi kesempatan bagi Faspay agar terus berinovasi mengembangkan produk baru untuk menjawab kebutuhan pengguna. Kendati demikian, belum disebutkan apa saja produk dan inovasi yang akan diluncurkan Faspay pada tahun ini.

“Faspay semakin terpacu untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan sistem kepada seluruh pengguna. Faspay saat ini juga sedang mengembangkan produk baru guna menjawab kebutuhan pebisnis akan penerimaan dan penyaluran dana secara online,” ucap CEO Faspay Hioe Fui Kian kepada DailySocial.

Perolehan izin ini, sambung Fui Kian, menjadi kenyamanan bagi pemilik website e-commerce karena ada jaminan keamanan dalam menerima atau memproses transaksi online. Dalam model bisnisnya, Faspay sebagai pihak ketiga hadir untuk memproses pembayaran online melalui channel pembayaran seperti virtual account, internet banking, mobile banking, e-money, convenience store, dan kartu kredit.

Selain itu, Faspay memberikan kemudahan dan keamanan tambahan bagi toko online dan konsumen dalam melakukan pembayaran melalui Fraud Detection System (FDS) dan sertifikasi PCI-DSS Level 1.

“Tantangan yang paling utama adalah perubahan dan pergeseran teknologi yang begitu cepat. Kami dituntut untuk selalu update mengikuti perkembangan teknologi. Kami juga terus ditantang untuk menjaga dan meningkatkan kualitas setiap saat. Dengan segala tantangan dan perubahan yang ada inilah pada akhirnya membuat kami terus berbenah diri, agar bersiap dapat menjawab transaksi dan kebutuhan.”

Sepanjang tahun lalu Faspay diklaim berhasil mengakuisisi lebih dari 1.000 merchant dengan berbagai lini bisnis seperti e-commerce, finansial, asuransi, edukasi, perhotelan, penjualan tiket, game online, dan lainnya. Adapun dari segi traffic dan volumenya tumbuh hingga 300 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Faspay telah memproses lebih dari dua juta transaksi setiap tahunnya dan terkoneksi dengan lima bank besar di Indonesia, baik bank pemerintah maupun swasta.

Fitur SNAP QR Code TCASH di pasar modern / TCASH

TCASH Kantongi Izin Bank Indonesia untuk Pembayaran Menggunakan QR Code

Setelah diluncurkan akhir tahun 2017 lalu, TCASH dengan fitur teknologi scan (pemindai) QR Code saat ini kembali memperluas kemitraan, kali ini dengan Pasar Modern Bintaro. Fitur pemindai QR Code milik TCASH, diklaim terintegrasi dengan layanan aplikasi T-Wallet, sehingga diharapkan akan semakin menambah pilihan metode transaksi TCASH.

Selaku badan yang menjadi regulator di sektor pembayaran, Bank Indonesia secara resmi telah memberikan izin kepada TCASH untuk pengoperasian SNAP QR Code di seluruh Indonesia. Hal tersebut ditegaskan oleh CEO TCASH Danu Wicaksana kepada DailySocial.

“Untuk mendapatkan izin tersebut, kami mengikuti proses standar sesuai dengan aturan yang berlaku dari Bank Indonesia.”

Sesuai dengan tujuan utama TCASH, yaitu mempermudah transaksi digital dan mendukung pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Indonesia, diharapkan kerja sama tersebut bisa merangkul lebih banyak merchant dan pengguna TCASH. Saat ini aplikasi TCASH disebutkan telah diunduh hampir tiga juta kali di platform Android maupun iOS.

“Kami menyadari jika ke depannya QR Code akan menjadi solusi utama pembayaran digital, karena kepraktisan dan kemudahan pengaplikasiannya bagi merchant. Karenanya, kami merasa senang dapat menjadi salah satu penyedia produk elektronik terdepan yang telah mendapatkan izin resmi pengembangan dan penggunaan fitur QR Code dari pemerintah,” kata Danu.

Didukung sistem pengoperasian yang aman dan mudah

Sebelum kerja sama ini diresmikan, TCASH telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para merchant di pasar modern bintaro menggunakan sticker NFC. Kini, sekitar 60 pedagang kecil telah dibina dan mengadopsi TCASH sebagai metode pembayaran non-tunai, melalui teknologi QR Code.

“Hingga akhir kuartal pertama tahun 2018, kami targetkan lebih dari 10 ribu merchant TCASH sudah mengaplikasikan QR Code ini,” ujar Danu.

Untuk bisa menerapkan fitur SNAP QR Code, pengguna bisa menggunakan aplikasi TCASH Wallet (di sisi kanan atas). Hanya dengan mengklik logo QR Code dan mengarahkan kamera ke QR Code di merchant, pengguna kemudian diminta mengisi jumlah yang dibayarkan sesuai harga. Setelah proses selesai, akan ada notifikasi yang menyatakan transaksi berhasil.

“Dengan tiga strategi utama, yaitu edukasi, implementasi, dan pendampingan, kami optimis fitur SNAP QR Code ini akan mendapatkan tanggapan positif, baik dari para pedagang, maupun pelanggan TCASH yang berbelanja di pasar tersebut,” tutup Danu.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia Butuh Dua Tahun Kaji Penerbitan Uang Digital

Bank Indonesia mengungkapkan butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan proses kajian penerbitan uang digital, kurang lebih akan selesai pada 2020 mendatang. Kendati demikian, bank sentral belum bisa menjamin apakah uang digital benar-benar dapat diimplementasikan atau tidak.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menerangkan sudah melakukan riset sejak tahun lalu lewat BI Fintech Office (FTO). Sekarang pihaknya tengah merampungkan kajian mata uang digital tersebut.

“Di pipeline kita akan coba dua tahun dari sekarang. Kalau lebih cepat [selesai kajian] itu lebih bagus, yang penting kita harus teliti bagaimana kompleksitasnya. Mau pelajari dulu dari sisi legal, pakai teknologi apa, belum lagi dari sisi operasionalnya akan seperti apa. Itu harus diteliti secara jelas,” kata Onny, Rabu (31/1).

Menurutnya, apa yang dilakukan bank sentral ini telah berkaca pada apa yang sudah dilakukan oleh bank sentral dari berbagai negara. Namun langkah ini bukan dikarenakan maraknya peredaran mata uang virtual seperti bitcoin.

Berdasarkan hasil riset sementara yang diperoleh bank sentral, pemanfaatan uang digital punya banyak kelebihan. Di antaranya tidak memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, lebih efisien karena tidak harus mencetak uang, dapat disimpan di berbagai platform digital, dan sebagainya.

Bila dicontohkan, untuk membayar tol, kini konsumen perlu membayarnya dengan kartu e-money yang diterbitkan masing-masing bank. Tapi untuk kasus uang digital, penerbitnya adalah Bank Indonesia.

“Secara kekuatan hukumnya akan sama dengan uang cetak karena legal tendernya adalah Bank Indonesia yang sudah dijamin oleh Undang Undang sehingga tidak bisa tolak.”

Sejauh ini, lanjutnya, belum ada bank sentral di dunia yang menerbitkan mata uang digital. Akan tetapi ada beberapa bank sentral yang sudah melakukan uji coba penerbitan uang digital ini. Misalnya, Kanada dengan proyek Jasper dan Singapura dengan proyek Ubin.

Inggris pun saat ini diungkapkan Onny masih melakukan kajian yang dilakukan sejak 2016. Hanya Ekuador yang menjadi satu-satunya negara yang resmi menerbitkan mata uang digital.

I.saku Developer Gets E-Money License, Tighten Salim Group Position in Digital Business

Bank Indonesia (BI) site is recently released new name for e-money license. It is for PT Inti Dunia Sukses, effective per October 10th, 2017. The company is well-known as i.Saku e-money’s app developer, which now available in iOS and Android. PT Inti Dunia Sukses is also a part of Salim Group, precisely under Indoritel focusing on Indomaret and few other merchants.

I.Saku app can be used for various transaction including cash deposit, shopping or withdrawal by token. All transactions can be completed on every Indomaret merchants in Indonesia. Various loyalty programs and promos for customer is starting to merge in the app.

Salim Group is getting serious in digital industry

By getting the license, Salim Group shows the desire of being on top in digital industry. As previously informed, Salim Group have ambition in maximizing e-commerce potential. One of which is through the elevenia acquisition, which going to be pushed this year and have an opportunity to compete with players in the top industry.

[Read also: Menelusuri Arah Grup Salim Kuasai Dunia Digital]

In fintech region, Salim Group’s target is getting discovered, post-acquisition of Bank Ina Perdana in particular. They are ambitious in transforming cashless transaction by developing internet banking, mobile banking and e-money. Furthermore, they want to connect it with Indomaret network which now becoming digital transaction payment points.

The next stage of digital financial industry competition

Some players ever promised the license from BI (especially e-money-based e-commerce) have not getting any status update regarding the approval until the late 2017. While previous competition are mostly between on-demand players and telco, the range is getting broader after Lippo Group obtained the license through OVO.

It will comes in vary. While GO-PAY is trying to manouver with its services – rumored to be an agnostic payment system, along with T-CASH – other competitors has their own ways, as Salim Group by using its offline retail to penetrate users. Thus, the fast movement is very important for players in order to win the competition in this current “sexy” business line.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pengembang i.Saku Dapatkan Lisensi E-Money, Perkuat Salim Group di Bisnis Digital

Situs Bank Indonesia (BI) belum lama ini merilis nama baru untuk pemegang lisensi uang elektronik (e-money). Kali ini ditujukan untuk PT Inti Dunia Sukses, tertanggal efektif lisensi beroperasi sejak 10 Oktober 2017. PT Inti Dunia Sukses dikenal sebagai pengembang aplikasi mobile e-money i.Saku, saat ini sudah tersedia di platform iOS dan Android. PT Inti Dunia Sukses juga merupakan bagian dari Salim Group, tepanya di bawah naungan Indoritel, yang fokus mengelola gerai Indomaret dan beberapa usaha lainnya.

Aplikasi i.Saku saat ini sudah dapat digunakan untuk melakukan berbagai transaksi, termasuk setor tunai, belanja, maupun tarik saldo dengan sistem berbasis token. Semua transaksi tersebut bisa dilakukan melalui seluruh jaringan Indomaret yang tersebar di seluruh Indonesia. Berbagai jenis promo dan program loyalitas untuk pelanggan Indomaret kini juga tampak mulai disatukan ke dalam aplikasi tersebut.

Salim Group yang kian serius di ranah digital

Dengan didapatnya lisensi ini, menunjukkan gairah Salim Group yang semakin kuat di industri digital. Seperti diinformasikan sebelumnya, Salim Group berambisi untuk memaksimalkan potensi e-commerce. Salah satunya melalui akuisisi elevenia, rencananya tahun ini akan digenjot sehingga dapat bersaing dengan para pemain di puncak industri. Sebelumnya melalui joint venture bersama LOTTE Group, Salim juga menginisiasi iLOTTE, sebuah layanan e-commerce yang membawa pengalaman ritel ke ranah online.

[Baca juga: Menelusuri Arah Grup Salim Kuasai Dunia Digital]

Di ranah fintech, sebenarnya target Salim Group ke ranah digital juga sudah mulai tercium, khususnya pasca akuisisi Bank Ina Perdana. Dalam akuisisi tersebut, mereka berambisi ingin mentransformasikan pembayaran secara non tunai dengan mengembangkan layanan internet banking, mobile banking, dan juga e-money. Berikutnya mereka ingin menghubungkannya dengan jaringan gerai Indomaret yang kini sudah menjadi poin pembayaran transaksi digital. Dan benar saja, langkah tersebut kini mulai terealisasi.

Babak selanjutnya persaingan di industri keuangan digital

Beberapa pemain yang sebelumnya dijanjikan BI untuk mendapatkan lisensi (terutama pemain e-commerce yang mengusung sistem e-money) justru sampai akhir tahun 2017 belum ada kabar status persetujuannya. Jika sebelumnya pertarungan banyak dihadapkan antara pemain on-demand dan perusahaan telekomunikasi, kini ranahnya menjadi lebih luas, pasca sebelumnya Lippo Group juga sudah mengantongi izin tersebut melalui OVO.

Artinya bentuknya akan bermacam-macam. Ketika GO-PAY mencoba melakukan manuver bersama berbagai layanan yang dimiliki –dan dikabarkan akan menjadi sistem pembayaran yang lebih agnostik, sama seperti T-CASH—para pesaingnya memiliki cara unik tersendiri, misalnya Salim Group dengan memanfaatkan jaringan “ritel offline” yang dimiliki untuk melakukan penetrasi pengguna. Oleh karena itu, gerak cepat memang dibutuhkan para pemain untuk tetap bisa memenangkan persaingan dalam lini bisnis yang sedang “sexy” ini.

Application Information Will Show Up Here

Rangkuman Perkembangan Lanskap Fintech Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Fintech tetap menjadi sektor primadona sepanjang tahun ini. Dalam pemberitaan DailySocial, tercatat ada 91 investasi yang diumumkan dengan rincian 32 startup mendapat investasi tahap awal (seed), 29 startup dapat seri A, dan 9 startup dapat seri B. Sektor startup yang paling banyak menerima investasi adalah fintech sebanyak 29 startup, 14 startup e-commerce, dan 9 startup media, sisanya adalah sektor lainnya.

Karena menjadi primadona, pergerakan isu seputar fintech pun sangat dinamis membuat pemahaman inovasi membelakangi regulasi sering terjadi. Mau tak mau, dua otoritas yang mengurusi sektor ini, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan banyak gebrakan untuk mengawal perkembangan fintech dengan meluncurkan kebijakan baru.

Ditambah setidaknya dalam seminggu selalu ada pemberitaan seputar fintech entah itu mengenai peluncuran startup fintech baru, penambahan fitur, kerja sama bisnis, akuisisi perusahaan, bahkan ada juga yang gulung tikar.

DailySocial mengompilasi rangkuman pemberitaan menarik seputar fintech yang terjadi sepanjang tahun ini. Berikut tulisannya:

Regulasi

Kendati teknologi berjalan sangat dinamis, akan tetapi selalu ada payung hukum di atasnya. Sepanjang tahun ini BI masih disibukkan dengan regulasi seputar sistem pembayaran, sementara OJK masih fokus membuat aturan turunan dari POJK No 77/2016 tentang p2p lending.

BI kian ketat dalam memberi izin lisensi uang elektronik, lantaran kini pengajuan tidak hanya dari perusahaan berbasis keuangan saja, tapi bisa dari perusahaan non keuangan seperti layanan e-commerce. Hal ini terjadi pada BukaDompet (Bukalapak), Tokopedia (TokoCash), ShopeePay (Shopee), dan PayTren yang sampai berita ini diturunkan belum menerima restu dari bank sentral sejak September 2017.

GrabPay (Grab) pun sempat terkena penangguhan, sampai akhirnya sembari menunggu izin keluar, mereka memanfaatkan lisensi yang sudah dimiliki OVO untuk melakukan kerja sama (Desember 2017).

Tidak hanya soal pemberian izin lisensi, BI juga mengeluarkan kebijakan baru bahwa seluruh pemain fintech yang bermain di ranah sistem pembayaran kini harus terdaftar di BI. Setidaknya ada empat kriteria jenis usaha yang wajib mendaftar, yakni uang elektronik, alat pembayaran menggunakan kartu (kartu ATM, debet, dan kredit), penyelenggara transfer dana, dan penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran (di dalamnya terdapat payment gateway, dompet elektronik, dan penyelenggara switching).

Soal bitcoin, BI makin matang melarangnya untuk digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia. Tentunya, pelarangan ini belum berlaku untuk orang-orang yang memanfaatkan bitcoin sebagai produk investasi. Hanya saja, BI tidak ingin menanggung segala risikonya bila terjadi suatu masalah.

Meski terkesan melarang bitcoin, tapi BI mengaku tidak sepenuhnya anti terhadap teknologi bitcoin yang menjadi dasar beroperasinya cryptocurrency. BI malah sedang berencana untuk melakukan uji coba teknologi tersebut pada tahun depan (Oktober 2017).

Sementara itu, BI juga meresmikan gerbang pembayaran nasional (GPN) (Desember 2017). Sistem ini membuat semua transaksi dalam negeri harus di-routing dalam negeri, menggeser peranan perusahaan switching dari luar negeri seperti Visa dan Mastercard. GPN juga didorong untuk mengefisienkan beban transaksi yang dibebankan ke konsumen dan pelaku usaha.

Inovasi bisnis

Dari segi inovasi bisnis, karena semakin banyak pemain yang mulai melirik sektor ini maka kompetisinya pun makin sengit. Inovasi semakin dituntut dalam hal ini. Pemain e-commerce skala besar seperti Bukalapak dan Tokopedia berlomba-lomba menghadirkan produk berbasis fintech dalam platformnya.

Tokopedia, misalnya banyak melakukan kerja sama dengan pemain fintech untuk pinjaman modal, pinjaman online, kartu kredit hingga asuransi (Januari 2017). Bukalapak tak mau kalah, di bulan yang sama, perusahaan ini menghadirkan terobosan yang bisa dikatakan sangat menarik karena menghadirkan BukaReksa, untuk dorong penggunanya berinvestasi di reksa dana.

Tidak berhenti di situ, Bukalapak juga meluncurkan layanan BukaEmas untuk dorong investasi emas. Mereka bekerja sama dengan IndoGold sebagai mitra eksklusif (Juni 2017). Kehadiran BukaEmas, mendorong pemain lainnya seperti Orori menghadirkan layanan serupa e-mas (September 2017), dan aplikasi jual beli emas berbasis syariah Tamasia juga meluncur (Oktober 2017).

Pelaku usaha lainnya, Bank DBS meluncurkan aplikasi perbankan online Digibank yang dikhususkan menyasar kalangan millenial sebagai nasabahnya (Agustus 2017). Digibank hampir mirip dengan aplikasi perbankan yang dibuat BTPN (Jenius).

Bank Commonwealth meresmikan platform perbankan onboarding Tyme Digital (Agustus 2017) untuk pembukaan rekening dan kantor digital sebagai bentuk komitmen untuk bertransformasi ke digital (Oktober 2017).

Masih berkaitan dengan inovasi bisnis, Salim Group merealisasikan komitmen untuk membangun bank digital dengan mengakuisisi 55% saham Bank Ina Perdana (Mei 2017). Grup konglomerasi ini ingin memfokuskan Bank Ina ke layanan e-payment untuk bisnis online.

Masih di dunia perbankan, bank besar berlomba-lomba menggaet startup fintech salah satunya dengan mendirikan modal ventura. BCA mendirikan Central Capital Ventura dengan menyuntikkan modal awal Rp200 miliar (Januari 2017), BRI tak mau kalah. Bank pelat merah ini akuisisi Bahana Artha Ventura (Oktober 2017).

Sementara, BNI mengaku masih mengkaji apakah ingin akuisisi atau organik jadi kemungkinannya akan diumumkan pada tahun depan. Bank Mandiri dengan Mandiri Capital-nya sejauh ini telah menyuntikkan ke tujuh startup fintech, di antaranya Moka, Amartha, PrivyID, dan Cashlez.

Gejolak bisnis

Di tengah perebutan lisensi uang elektronik, Indosat Ooredoo justru memilih untuk mundur dari fintech dan mengalihkan lisensi Dompetku untuk dialihkan ke PayPro (April 2017). Dompetku jadi satu dari sekian banyak produk digital yang satu per satu ditutup Indosat sampai akhirnya menutup penuh dan memilih kembali ke titah sebagai operator telekomunikasi (Juni 2017).

Operator lainnya memilih langkah yang sama, XL Axiata memilih untuk menjual Elevenia ke Salim Group. Sementara XL Tunai hingga kini masih tetap beroperasi. Telkomsel sedikit berbeda, tetap menjalankan produk digital dan layanan e-money T-Cash.

Malah hingga kini, T-Cash terus unjuk gigi sampai akhirnya Telkomsel memilih untuk memisahkan divisi T-Cash jadi perusahaan tersendiri. Serta, bakal memilih untuk jadi platform agnostik yang bisa dimanfaatkan di luar pengguna Telkomsel (Desember 2017).

Masih soal lisensi e-money, saking pentingnya lisensi ini membuat Emtek Group mengakuisisi dua perusahaan e-money Doku dan Espay (Mei 2017). Sambil mengembangkan bisnis fintech, Emtek juga mengakuisisi sebagian saham Bareksa lewat pemegang saham dari Doku (April 2017).

Di bulan yang sama, Emtek juga bekerja sama dengan Ant Financial mendirikan perusahaan patungan untuk mengerjakan produk DANA hasil implementasi dari Alipay di Indonesia. DANA sudah hadir secara eksklusif di platform messaging BBM.

Setelah drama ditangguhkannya GrabPay oleh BI, Grab pun tidak mau diam begitu saja. Dengan memanfaatkan lisensi yang dimiliki sister company, OVO, akhirnya GrabPay kembali berfungsi.

Komitmen Grab yang ingin mengembangkan GrabPay, terlihat dengan mengakuisisi penuh Kudo, rumor ini sudah beredar sejak Februari 2017, hingga akhirnya resmi diumumkan pada April 2017. Kudo menjadi kendaraan Grab untuk memperoleh lisensi uang elektronik, lantaran secara teknologinya sudah comply dengan persyaratan dari BI.

Di sisi lain, Go-Jek dengan mengakuisisi MV Commerce berhasil melenggang dan ‘asyik’ mengembangkan fungsionalitas uang elektroniknya tersebut dengan menghadirkan banyak fitur dalam aplikasi Go-Jek. Misalnya, menghadirkan Go-Points (Februari 2017) dan Go-Bills (November 2017).

Dengan Go-Pay, Go-Jek ingin membawa layanannya ini lebih jauh, keluar dari ekosistemnya sendiri dan bisa dimanfaatkan untuk semua orang. Inisiasi ini melahirkan tiga akuisisi penuh Go-Jek untuk tiga perusahaan fintech, Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati akuisisi ini belum dapat restu dari BI, lantaran Go-Jek belum mengajukan izin akuisisi (Desember 2017).

Baik Grab maupun Go-Jek jadi perusahaan yang cukup sengit dalam hal inovasi. Dengan bantuan modal dari investor dan jaringan dari sister company-nya, membuat keduanya bergerak cepat dalam berinovasi. Padahal, awalnya kedua perusahaan tersebut berbasis aplikasi ride hailing, kini menjelma jadi perusahaan yang bersinggungan dengan dunia keuangan.

Dari sisi startup fintech, UangTeman mengaku akan pivot sepenuhnya menjadi perusahaan p2p lending pasca mengantongi surat tanda terdaftar sebagai pemain p2p lending dari OJK. Pengalihan bisnis ini dimulai pada tahun depan (Desember 2017).

Kinerja industri

P2p lending menjadi salah satu sektor fintech yang paling banyak bermunculan pemain barunya sepanjang tahun ini. Menurut data OJK, hingga Agustus 2017 telah menyalurkan Rp1,44 triliun tumbuh 496,51% secara year-to-date (ytd). Angka ini didapat hasil akumulasi 22 perusahaan p2p lending yang telah mengantongi surat tanda terdaftar.

Penyaluran terbesar masih berasal dari Pulau Jawa dengan porsi 83,2% dan sisanya dari luar Pulau Jawa. Total peminjamnya mencapai 120.174 peminjam, sementara total pemberi pinjamannya mencapai 48.034 pemberi.

Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik volumenya mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun. Angka ini didapat dari hasil akumulasi 26 perusahaan yang sudah memperoleh lisensi e-money dari BI.

Unduh juga laporan perkembangan layanan fintech di Indonesia tahun 2017: klik di sini.

QR Code’s Implementation for Payment and Its Regulations in Indonesia

Payment methods began to evolve in recent years. One of the most widely used is QR Code (Quick Response Code) payment. By installing the application supported by the payment provider, users can complete the transaction by scanning the QR Code. This method is expected to give transaction experience in an easier way. The latest development occurred is Bank Indonesia to issue the regulations of QR Code standard. It is also being discussed by Payment System Association of Indonesia (ASPI).

This technology is not only developed by payment provider startups but also being considered by other payment service providers; one of which is MasterCard Indonesia. MasterCard Indonesia starts to introduce the technology this year, to reach enterprise industries in areas with no EDC technology. MasterCard Indonesia will play a role as payment facilitator for banks.

Beside Mastercard Indonesia, Bank Mandiri was also reviewing the QR Code application for payment in November. As quoted from Kontan’s Senior Vice President Retail and Transaction Banking, Thomas Wahyudi, eventually the payment with QR Code would have its own segment wider than Bank Mandiri’s e-money or e-cash, because QR Code payment is different from other electronic money which balance needed a top-up before making a transaction.

“The segment will expand, the source of fund can be varied, but the payment method will use QR Code,” said Wahyudi.

Other banks are also interested in using QR Code as payment method. BCA and BTN is reportedly preparing QR Code payment method as one of payment facilities.

The application of QR Code technology also seized Bank Indonesia attention. Last November, quoted from Tempo, Bank Indonesia arranged financial transaction using QR Code. The regulation is targeted to be finished in early 2018. This regulation is expected to guarantee consumer protection amid the widespread transactions using QR Code in Indonesia. However, there has been no further details about the form and the regulation.

Meanwhile, the news on QR Code standardization was conveyed by Tcash’s CEO, Danu Wicaksana. In IndoTelko news, Wicaksana revealed that he and ASPI were still discussing about the standardization. It is declared more efficient given that during this time, QR Code players issued their own QR Code.

For additional information, Singapore Payment Council (SPC) has authorized QR Code specification to facilitate electronic payments. SGQR (Singapore Quick Response) system was designed by industry groups. They applied international QR Code protocols to match the needs. It was applied in consideration of improving interoperability between services and ensuring wider acceptance.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Penerapan QR Code untuk Pembayaran dan Aturan yang Disiapkan

Teknologi pembayaran mulai berevolusi di beberapa tahun belakangan. Salah satu yang banyak diadopsi adalah pembayaran memanfaatkan QR Code (Quick Response Code). Dengan memiliki aplikasi yang disediakan penyedia pembayaran pengguna tinggal memindai QR Code yang disediakan untuk bertransaksi. Cara ini diharapkan bisa membawa pengalaman bertransaksi yang lebih mudah dan praktis. Informasi terakhir yang berkembang, pemerintah melalui Bank Indonesia akan menerbitkan aturan mengenai standar QR Code. Hal ini juga tengah dibahas oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

Tak hanya banyak dikembangkan oleh startup penyedia layanan pembayaran teknologi QR Code untuk pembayaran juga mulai dilirik oleh beberapa penyedia layanan pembayaran lain. Salah satunya adalah MasterCard Indonesia. Di tahun ini MasterCard Indonesia mulai mengenalkan teknologi pembayaran menggunakan QR Code untuk menjangkau industri UKM di daerah yang belum teknologi mesin EDC. MasterCard Indonesia akan berperan sebagai  fasilitator pembayaran bagi perbankan.

Tak hanya MasterCard Indonesia, Bank Mandiri November silam juga dikabarkan tengah mengkaji penerapan teknologi QR Code untuk pembayaran. Seperti dikutip dari Kontan Senior Vice President Retail and Transaction Banking Thomas Wahyudi menyampaikan bahwa nantinya pembayaran dengan memanfaatkan QR Code akan memiliki segmen yang lebih luas dibandingkan dengan uang elektronik seperti e-money atau e-cash milik Bank Mandiri lantaran QR Code merupakan metode pembayaran berbeda dengan uang elektronik yang harus diisikan saldo terlebih dahulu.

“Nanti segmennya akan meluas, source of fund (sumber dana) bisa macam-macam, namun metode pembayarannya pakai QR,” ungkap Thomas.

Bank-bank lain juga tak ketinggalan dalam penerapan teknologi pembayaran memanfaatkan QR Code. Nama-nama seperti BCA dan BTN pun dikabarkan tengah menyiapkannya sebagai salah satu bentuk fasilitas pembayaran memanfaatkan teknologi QR Code.

Penerapan teknologi QR Code ini juga menyita perhatian Bank Indonesia. Akhir November silam dikutip dari Tempo Bank Indonesia akan mengatur transaksi keuangan yang menggunakan teknologi QR Code. Ditargetkan aturan tersebut bakal rampung di awal tahun 2018. Regulasi ini diharapkan bisa menjamin perlindungan konsumen terlebih di tengah maraknya transaksi menggunakan QR Code di Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada  keterangan lebih lanjut mengenai bentuk dan regulasi tersebut.

Sementara itu kabar mengenai standardisasi QR Code disampaikan oleh CEO TCASH Danu Wicaksana. Dalam pemberitaan IndoTelko Danu mengungkapkan ia dan ASPI tengah membahas standardisasi ini. Standardisasi dinilai lebih efisien mengingat selama ini para pemain QR Code mengeluarkan QR Code masing-masing.

Untuk informasi Singapura melalui Singapore Payment Council (SPC) telah memberlakukan otorisasi pada spesifikasi QR Code demi mempermudah pembayaran secara elektronik. Sistem SGQR (Singapore Quick Response) dirancang oleh kelompok industri dan menerapkan protokol QR Code internasional yang disesuaikan untuk kebutuhan. Hal ini diterapkan dalam rangka untuk meningkatkan interoperabilitas antar layanan dan memastikan penerimaan yang lebih luas

Go-Jek’s Fintech Acquisition is Still Bank Indonesia’s Pending Approval

Bank Indonesia (BI), Indonesia’s central bank, is yet to give an approval for Go-Jek’s acquisition for two fintech companies, Midtrans and Kartuku, as they have not submit the licencing process to Central Bank. Go-Jek alone has announced the acquisition to public last week.

In order to be approved, Go-Jek has officially submitted its acquisition plan as standard procedure today (12/18). BI requires Go-Jek to report its acquisition plan of Midtrans and Kartuku, considering both companies are engage in central bank supervisory area. The other acquired company, Mapan, is under OJK’s supervision.

“As per today, Go-Jek already announced the acquisition. It has been delivered to us. They are finishing the document according to our standard. BI will doing research later before giving the approval.” said Pungki Wibowo, BI’s Payment System Policy and Supervision Department Director on Monday (12/18).

According to Wibowo, to provide an approval, central bank always consider various aspects such as maintaining national efficiency, public affair, industrial growth and fair businesses.

BI will also dig deeper in broader perspective by applying consolidated supervision whether the company is a part of business group.

The entire assessment process will begin within 45 working days after the document’s approval. BI is yet to confirm the time of acquisition licensing process will be completed.

Wibowo evaluates, Go-Jek is cooperative enough to report directly as being mentioned by BI through the press release last weekend (12/16), a day after Go-Jek announced the acquisition. Go-Jek showed good ethics by immediately working on the document and other requirements regarding the approval.

One of the company acquired has already reported to BI before the acquisition.

On the other hand, Midtrans and Kartuku are yet to obtain license as Payment System Service Provider (PJSP). Both are claimed to process the license as PJSP for payment gateway, in accordance with PTP PBI regulation issued by BI last year.

“Because the services are effective far before PTP PBI regulation active, so that they get transition period to apply for the license before May 9, 2017. They have filed before the due date and still on process,” Wibowo concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian