Tag Archives: bank syariah

Profit Sharing: Pengertian, Jenis, Akad, dan Mekanismenya

Dalam bisnis, kamu mungkin pernah mendengar istilah bagi hasil atau profit sharing, dimana bagi hasil merupakan kesepakatan bisnis antara beberapa pihak. Selain itu, istilah bagi hasil juga dapat digunakan sebagai sistem operasi bank berbasis syariah.

Daripada bingung, yuk simak poin-poin di bawah ini untuk mendapatkan pemahaman lengkap mengenai profit sharing.

Apa Itu Profit Sharing?

Profit sharing adalah suatu sistem atau tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana, dimana sistem tersebut pada dasarnya merupakan kesepakatan untuk membagi keuntungan dari transaksi antara dua pihak, termasuk yang dilakukan di bank syariah.

Jenis Rencana Profit Sharing

Ada tiga jenis rencana profit sharing, yaitu paket tunai atau saham; menjatuhkan paket; dan rencana gabungan.

• Paket Yang Tunai

Kamj biasanya akan menerima uang pesangon pada akhir tahun atau triwulanan, tergantung pada situasi perusahaan.

Keuntungannya adalah karyawan menerima pembayaran mereka segera ke perusahaan. Di sisi lain, kerugiannya adalah pajak dikenakan pada pekerja.

• Rencana yang Ditangguhkan

Tipe ini mengacu pada pembagian keuntungan dalam bentuk dana perwakilan, seperti pemberian imbalan periodik tertentu seperti pensiun. Oleh karena itu, penghasilan karyawan tidak dikenai pajak secara langsung.

Bergantung pada jangka waktunya, karyawan juga dapat menerima beberapa peluang investasi. Premi nominal juga meningkat seiring dengan peningkatan kontribusi karyawan.

• Rencana Gabungan

Jenis ketiga ini merupakan gabungan dari dua paket sebelumnya. Jadi beberapa kemenangan diberikan terlebih dahulu. Namun sisanya dibagikan secara rutin. Keunggulan lainnya adalah adanya pembayaran yang ditangguhkan pada reksa dana yang hanya terjadi pada usia pensiun.

Kelebihan dan Kekurangan dalam Sistem Profit Sharing

Dalam bisnis atau perbankan, skema profit sharing tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Mengingat keuntungan terpenting dari profit sharing adalah transparansi keuntungan yang dibagi antara kedua belah pihak. Jadi tidak akan ada kecurangan. Padahal, sistem profit sharing juga berfungsi untuk menghindari kerugian di antara para pihak.

Meskipun memiliki kelebihan, sistem profit sharing ini juga memiliki kelemahan terutama dibandingkan dengan sistem lainnya yaitu sistem yang membutuhkan pengawasan administrasi terutama dalam kaitannya dengan pengurangan risiko penipuan di pihak para pihak. Pasalnya, ketika ada pihak-pihak dalam bisnis yang tidak saling mengenal, mereka cukup rentan dengan fenomena ini.

Akad Sistem Profit Sharing

Selain mengetahui pengertian, keuntungan dan kerugian bagi hasil, kamu juga perlu mengetahui berbagai jenis perjanjian profit sharing yang biasanya digunakan masing-masing pihak untuk mengoperasikan skema profit sharing.

Mengapa? Karena kontrak atau perjanjian harus dipertimbangkan sebelum melakukan bisnis atau hal lain sebelum membuat perjanjian kerjasama dengan pihak lain. Apa lagi jika mereka yang tidak saling mengenal.

Dalam hal ini, bank syariah biasanya menawarkan bantuan kepada nasabahnya yang ingin menerapkan skema bagi hasil. Caranya dengan bantuan akad agar sistem bagi hasil tetap aman dan transparan.

Jadi bagian dari profit sharing terlihat seperti ini:

1. Mudharabah

Akad pertama yang termasuk dalam skema profit sharing adalah Mudharabah. Hal ini disepakati antara kedua belah pihak saat berinvestasi atau berbisnis bersama.

Keuntungan yang diperoleh dari hasil transaksi yang dilakukan dibagi dengan investor dan juga dengan manajemen modal sesuai kesepakatan. Namun, jika nanti terjadi kerugian di antara mereka, sistem perbankan syariah siap menanggungnya jika terbukti telah terjadi kesalahan tertentu. Hal ini tentu saja berbeda dengan sistem perbankan tradisional dimana dalam keadaan tersebut hanya nasabah yang menanggung kerugian tetapi pihak bank tetap memperoleh keuntungan.

Selain itu, sistem mudharabah ini juga dapat dilaksanakan oleh salah satu donatur yang dititipkan oleh pihak lain.

Namun sebelumnya, di awal akad harus dibicarakan pembagian keuntungan kedua belah pihak. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan risiko seperti kerugian di antara para pihak.

2. Musyarakah

Jenis akad lain yang terdapat dalam pembayaran adalah Musyarakah. Pengaturan ini biasanya dibuat dalam kemitraan yang melibatkan investor atau pengusaha.

Umumnya, sistem akad ini juga digunakan dalam sistem perbankan syariah ketika memberikan pinjaman atau kredit syariah kepada pengusaha UMKM. Adapun dana kredit yang ada pada perusahaan harus aman dan juga tidak melanggar syariah yang ada.

3. Murabahah

Jenis akad profit sharing yang terakhir adalah Murabahah. Sistem kontrak ini memiliki prinsip berupa jual beli barang sesuai kesepakatan para pihak.

Jadi jika ada yang ingin mengajukan modal 15 juta rupiah untuk membeli kendaraan seperti sepeda motor. Setelah itu seseorang pasti akan mendapatkan pinjaman dari bank syariah untuk membeli sepeda motor.

Namun, setelah memberikan pinjaman, bank membuat kesepakatan untuk menjual kembali sepeda motor tersebut seharga Rs 17 juta. Untuk dapat mengembalikan dana pinjaman sepeda motor, maka peminjam harus mengangsur sesuai waktu yang telah disepakati sebelumnya antara peminjam dan pihak bank.

Jenis akad murabahah ini biasanya digunakan untuk membeli atau membiayai produk seperti kendaraan bermotor, rumah bahkan tanah dengan harga yang tinggi.

Mekanisme Profit Sharing

Setelah kita memahami pentingnya profit sharing bersama, hal selanjutnya yang harus kamu ketahui adalah mekanisme profit sharing. Jadi mekanisme profit sharing adalah sebagai berikut:

1. Profit Sharing

Profit sharing adalah jenis atau mekanisme pembagian keuntungan yang pertama. Jenis profit sharing ini merupakan sistem atau mekanisme komersial yang melibatkan kesepakatan antara para pihak untuk membagi keuntungan dari sistem komersial tersebut.

Keuntungan yang diterima kedua belah pihak berasal dari laba bersih perusahaan. Dengan demikian, pendapatan ini diimbangi dengan berbagai biaya operasional lainnya, seperti biaya produksi, dikurangi menjadi biaya operasional.

2. Gross Profit Sharing

Mekanisme bagi hasil lainnya adalah gross profit sharing . Tipe ini adalah sistem perjanjian bagi hasil multi pihak dimana pendapatan atau hasil berbeda dengan jenis profit sharing sebelumnya.

Gross profit sharing adalah sistem kontrak bisnis yang mendistribusikan keuntungan berdasarkan pendapatan dikurangi harga pokok penjualan. Contoh sederhananya adalah laba atas penjualan sebelum dipotong pajak, biaya pemasaran, biaya administrasi dan biaya lainnya. Dengan demikian, pendapatan yang digunakan masih merupakan laba kotor.

3. Revenue Sharing

Mekanisme bagi hasil yang ketiga adalah revenue sharing. Tipe ini adalah skema profit sharing di mana biaya kompensasi, operasi, dan sistem perbankan belum dikurangkan dari pendapatan. Oleh karena itu dihitung berdasarkan total pendapatan dari pengelolaan keuangan perusahaan masing-masing pihak. Jika kita beri contoh sistem syariah, biasanya sistem ini digunakan untuk kebutuhan penyaluran hasil lembaga keuangan syariah.

Namun mekanisme profit sharing yang lebih umum digunakan dalam perbankan syariah biasanya adalah mekanisme bagi hasil bersih antara kreditur dan debitur itu sendiri, dimana dibuat akad atau kesepakatan antara kedua belah pihak.

Oleh karena itu, beberapa informasi penting tentang skema profit sharing atau bagi hasil yang harus diketahui oleh calon pebisnis bagi calon nasabah bank syariah.

Mengenal produk Tepat Pembiayaan Syariah dari BTPN Syariah dan berkenalan dengan Ita Risna dan nasabah pembiayaan BTPN Syariah lainnya dari Aceh

Melihat Cara BTPN Syariah Berdayakan Perempuan Inklusi dari Aceh Hingga Kupang

Bank BTPN Syariah punya model bisnis unik yang berbeda dengan kebanyakan perbankan. Salah satu segmen bisnisnya adalah menyalurkan pembiayaan tanpa agunan kepada perempuan dari keluarga prasejahtera produktif.

Mengapa BTPN Syariah masuk ke segmen ini? Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, terdapat 45 juta masyarakat prasejahtera produktif dan sebanyak 23 juta di antaranya adalah perempuan. Kriteria kelompok prasejahtera produktif ini adalah pengeluaran harian di bawah $2 dan 78% berada di Jawa dan Sumatera.

Menurut riset internal BTPN Syariah, kelompok usaha ini kesehariannya bekerja sebagai pedagang, memproduksi barang, dan beternak. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, dan memperbaiki tempat tinggal.

“Kelas prasejahtera produktif yaitu masyarakat yang sudah berusaha tapi tidak layak melakukan transaksi perbankan. Kami bantu mereka supaya bisa mendapatkan layanan perbankan dan jadi orang yang layak masuk dunia perbankan di kemudian hari,” jelas Direktur Bisnis BTPN Syariah Dwiyono Bayu Winantio, yang akrab dipanggil Iin.

Nasabah yang datang dari kelompok ini kini sudah tersebar di seluruh pelosok negeri, salah satunya di Aceh sejak 2013. Salah satu nasabah yang DailySocial.id temui di kota Serambi Mekah itu adalah Ita Risna yang kini menjadi nasabah inspiratif. Di tokonya berlokasi di Aceh Utara, Ita memproduksi dan menjual kue tradisional dodol, serta oleh-oleh khas Aceh, seperti meusekat, peunajoh, keukarah, dan halua breuh.

Sebelum bertemu BTPN Syariah, Ita mengaku harus pinjam uang sana-sini dari saudara dan kerabat demi terus menghidupi usahanya. Kemudian pada 2016 ia bertemu dengan petugas lapangan BTPN Syariah setelah mendapat informasi dari kawannya.

“Tahun pertama saya dapat modal Rp5 juta karena waktu itu lagi butuh modal buat beli bahan baku. Dikasih pembiayaan dan dibimbing bagaimana caranya, prosesnya. Tahun kedua pembiayaan naik jadi Rp15 juta. Saya beli mesin untuk membantu pengolahan supaya jadi lebih ringan,” ujar Ita.

Nasabah pembiayaan BTPN Syariah Ita Risna / BTPN Syariah

Seiring dengan pesatnya usaha kue dodolnya, Ita mendapat pembiayaan dari BTPN Syariah hingga Rp30 juta saat pandemi di 2020. Kini bisnis Ita berhasil meraup omzet Rp60 juta per bulan dengan keuntungan bersih Rp6 juta-Rp7 juta dan mempekerjakan delapan orang karyawan. Bahkan kue dodol buatan Ita sudah diekspor ke Malaysia.

“Kalau bicara Covid-19, kami jatuh bangun. Di awal Covid-19, kami sempat rugi Rp50 juta, tapi masih dipercaya BTPN Syariah dan diberikan Rp30 juta. Bangun lagi kami dari situ.”

Dibandingkan harus pinjam ke bank atau institusi keuangan lainnya, Ita beralasan betah menjadi nasabah BTPN Syariah karena tidak ada agunan, penagihannya seperti keluarga karena petugas datang ke rumah dua minggu sekali, dan sesi pendampingan. Bahkan saat petugas datang, ia bisa langsung menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabungkan.

Selain Ita, DailySocial.id juga berkesempatan mendatangi salah satu sentra di Aceh, bernama Nila Lampuuk yang sudah berjalan sejak lima tahun. Sentra ini beranggotakan 23 ibu-ibu tangguh, di antaranya ada yang punya usaha laundry, berjualan kue basah, jamu keliling, dan warung kelontong. Rata-rata pinjamannya mulai dari Rp3 juta sampai Rp6 juta. Cicilannya selama satu tahun dan tagihannya dibayarkan secara tunai tiap dua minggu sekali.

Sebagai catatan, Di BTPN Syariah, sentra bisa dikatakan sebagai kelompok yang beranggotakan satu ketua dan beberapa anggota yang masing-masing memiliki usaha tersendiri tetapi berkelompok untuk saling membantu dan menguatkan. Satu sentra biasanya beranggotakan perempuan, rata-rata ibu rumah tangga, yang berusaha menambah penghasilan keluarga dengan berbisnis kecil-kecilan berskala rumahan.

Setiap sentra dipimpin oleh seorang kepala sentra, yang dipilih secara aklamasi oleh anggota. Sentra-sentra ini dijangkau oleh bank melalui seorang petugas lapangan yang disebut Community Officer (CO). CO ini dipilih dari kalangan anak-anak muda dari lingkungan sekitar sentra-sentra pembiayaan. Seorang CO biasanya menangani sekitar 20-25 sentra, dengan jumlah nasabah sekitar 300 orang.

Setiap hari, para CO bertugas berkeliling menjumpai kelompok sentra yang dijadwalkan bertemu setiap dua pekan sekali, mengunjungi rumah nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk melakukan survei, memberikan konsultasi kepada para nasabah, da membangun sentra-sentra baru.

Di Aceh saja, terdapat 297 CO aktif yang menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah dan menyalurkan pembiayaan. Peran utama mereka, selain melayani nasabah, juga menjadi role model dalam membangun perilaku unggul nasabah, yaitu Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu (BDKS).

“Sebelum sentra Nila Lampuuk ini berdiri. Saya diceritakan dari teman di desa lain yang kasih tahu ada pinjaman yang dibayarkan dua minggu sekali untuk semua jenis usaha. Saya minta nomor HP-nya, lalu mulai bangun anggota dari empat orang sekarang ada 23 anggota,” ucap Trini, ketua sentra Nila Lampuuk.

Cerita Ita dan Trini adalah mewakili 79 ribu perempuan inklusi di 5.685 sentra yang terlayani oleh BTPN Syariah di seantero Aceh.

Sentra Nila Lampuuk, Aceh / BTPN Syariah

Paket komplit untuk Tepat Pembiayaan Syariah

Pembiayaan prasejahtera produktif yang diberikan BTPN Syariah untuk sentra-sentra ini disebut dengan Tepat Pembiayaan Syariah, merupakan pembiayaan tanpa jaminan yang diberikan dalam bentuk modal usaha untuk masyarakat prasejahtera produktif, khususnya perempuan. Pembiayaan berkelompok ini memiliki tujuan untuk membangun empat karakter pada diri nasabah, yaitu Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu (BDKS). Diharapkan empat perilaku tersebut dapat menyebar sehingga tercapai tatanan masyarakat yang memiliki kekuatan secara ekonomi di suatu daerah.

Tidak hanya memberikan akses keuangan dan modal usaha saja, Tepat Pembiayaan Syariah juga mengupayakan pemberdayaan melalui Pelatihan dan Pendampingan yang berkala di bidang pengetahuan keuangan, kewirausahaan, dan kesehatan.

BTPN Syariah meracik produk Tepat Pembiayaan Syariah dengan paket komplit untuk memberikan perubahan kehidupan nasabah prasejahtera, meliputi:

  • Paket Keuangan : Bantuan modal usaha yang diberikan kepada nasabah untuk menjawab kebutuhan membangun dan mengembangkan usaha produktif. Bantuan ini kemudian dikembalikan dalam bentuk angsuran dua mingguan. Nasabah juga memperoleh manfaat tambahan lainnya yaitu asuransi jiwa untuk nasabah dan suami, tabungan, serta pembebasan angsuran setiap Hari Raya Idul Fitri. Setelah 3 siklus dapat dilalui dengan baik, nasabah akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pembiayaan perbaikan rumah dan pendidikan anak.
  • Program Pemberdayaan: Nasabah dapat terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program pendampingan berkelanjutan yang meliputi topik kesehatan, kewirausahaan dan pengembangan komunitas.
  • Sistem Keanggotaan : Nasabah dikelompokkan dalam satu sentra yang anggotanya dipilih sendiri oleh nasabah, dipimpin oleh Ketua Setra yang dipilih oleh anggota sentra.
  • Pendampingan : Setiap sentra akan didampingi oleh petugas lapangan terlatih atau disebut Community Officer (CO). Secara rutin CO melayani dan memberikan pendampingan kepada nasabah dengan cara bertemu di tempat-tempat nasabah.

Bukan hanya untuk Muslim saja

Meski BTPN Syariah mendagangkan produk syariah, sejatinya target nasabahnya untuk semua umat beragama, tidak hanya muslim saja. Salah satu contohnya adalah nasabah BTPN Syariah di Bali dan Kupang (Nusa Tenggara Timur), yang didominasi oleh umat Hindu dan Kristiani.

Kepala Pembiayaan BTPN Syariah Area Bali Dony Aditya menyebut sebanyak 90% nasabahnya tidak beragama Islam. Pada awal bisnis perusahaan dimulai di Bali pada 2015 lalu, dengan tim yang kebanyakan mengenakan jilbab, ia mengaku ada ketakutan dalam meningkatkan penetrasi pasar di wilayah berbasis non-muslim tersebut.

“Kami jelaskan bisnis kami perbankan syariah. Tapi layanan kami tidak terbatas kepada umat Islam saja. Nasabah atau pun pekerja lapangan kami pun banyak yang non-muslim. Ini adalah wujud perbankan syariah tidak melulu untuk umat Islam. Toh, semua akad yang kami gunakan, kami terjemahkan dalam bahasa yang mudah mereka mengerti,” kata Dony seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Bisnis perbankan syariah memang tidak terkait agama, meskipun menggunakan akad sesuai hukum Islam. Jadi konsepnya yang diperkenalkan dengan catatan, usaha yang dijalankan nasabah pembiayaan adalah jenis usaha halal. Misalnya, tidak menjual daging babi atau alkohol. Sehingga usaha-usaha untuk keagamaan seperti menjual canang untuk ibadah umat Hindu diperbolehkan.

Wadiah: Pengertian, Rukun, Jenis, Hingga Syaratnya

Tentunya sebagai nasabah bank syariah atau bagi anda yang memiliki pemahaman lebih dalam tentang perbankan syariah akan menemukan berbagai akad yang merupakan salah satu syarat yang sangat penting. Salah satu jenis akad yang sering dijumpai adalah akad Wadiah. Dengan pengertian tersebut, mungkin ada di benak kamu, apa yang dimaksud dengan wadiah? Mari kita pahami lebih jauh pengertian Wadiah sebagai akad dan penggunaannya dalam sistem perbankan syariah.

Pengertian Wadiah

Wadi’ah berasal dari kata wada’asy syai-a, yang berarti sesuatu yang dititipkan atau dititipkan kepada orang lain yang dapat menyimpannya sebagai titipan murni untuk pihak lain, baik pribadi maupun perusahaan, dan mengembalikannya kapan saja penyimpan menginginkannya.

Dalam ekonomi Islam, wadiah adalah titipan nasabah yang harus disimpan dan dikembalikan kapan pun nasabah mau. Bank bertanggung jawab untuk mengembalikan deposit.

Wadiah merupakan akad tabarru’at (tolong-menolong atau gotong royong), oleh karena itu termasuk dalam kategori akad zakat. Namun, akad ini dapat menjadi akad mu’awadhah (pertukaran) atau tijarah (perdagangan untuk mendapatkan keuntungan) jika disepakati adanya rencana bisnis yang menyangkut keuntungan jual beli barang (sewa tempat) dan/atau kegiatannya. keuntungan jual beli (jasa) simpan sesuatu simpan sesuatu.

Rukun Wadiah

Rukun wadiah terdiri atas kehadiran;

• Muwaddi’ atau pihak penitip

• Mustauda’ atau pihak penerima titipan

• Obyek wadiah atau harta yang akan dititipkan

• Akad sebagai bukti kesepakatan penitipan harta. Dalam pelaksanaanya akad bisa dinyatakan dengan cara lisan, tulisan, serta isyarat

Jenis Wadiah

Untuk memahami pengertian wadiah, ada dua jenis akad wadiah yang sering dijadikan asas. Hal ini juga diterbitkan oleh OJK selaku regulator jasa keuangan di Indonesia. Berikut ini adalah pengertian Wadiah berdasarkan jenis dan prinsipnya.

• Wadi’ah Yad Dhamanah

Rekening giro adalah contoh produk tabungan yang menggunakan kata Wadiah Dhamanah. Wadiah yang dipahami sebagai asas bertipe Wadiah yad dhamanah. Pengertian Wadiah dalam Polis ini mengacu pada tanggung jawab pihak yang dipercayakan dengan keutuhan Harta Yang Diawetkan agar pihak tersebut dapat menggunakan Harta yang Diawetkan tersebut.

• Wadi’ah Amanah

Jenis akta titipan wadiah menurut pengertian wadiah, akta ini merupakan jenis akta titipan saja. Dalam hal ini, badan yang berwenang diberikan kewenangan untuk mengelola uang secara benar dan bijaksana. Berbeda dengan konsep wadiah yad dhamanah yang dapat menggunakan harta titipan.

Dalam jenis kontrak ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau menggunakan uang untuk meningkatkan potensi pengembalian penyimpan. Selain itu, dalam semangat wadiah amanah disebutkan bahwa apabila barang atau dana yang dititipkan rusak, tanggung jawab tetap ada pada pemilik.

Syarat Wadiah

Adapun syarat dari Wadiah diantaranya.

• Baik orang yang menitipkan atau orang dititipkan keduanya harus berakal

• Kedua belah pihak harus telah baligh, dan mumayiz. Namun, ada ulama yang mengatakan bahwa anak dibawah umur boleh melakukan akad wadiah selama tidak ada syarat dan ketentuan pedagangan jual beli yang sulit dipahami oleh anak kecil tersebut.

• Harta atau barang yang dititipkan harus dapat diberikan secara fisik.

Dengan memahami makna Wadiah, kini kamu dapat mengelola transaksi perbankan kamu dengan aman seperti menabung sesuai prinsip Islam dan Syariah.

Musyarakah: Pengertian, Manfaat, Jenis, Rukun, dan Syaratnya

Apa itu Musyarakah? Kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah ini jika sudah mengenal sistem perbankan syariah sejak lama. Penjelasan tentang apa itu musyarakah dapat dipahami sebagai salah satu akad perbankan syariah. Bank syariah menawarkan produk perbankan kepada nasabahnya.

Yang membedakan perbankan syariah dengan perbankan pada umumnya adalah semua produk perbankan syariah sesuai dengan syariah atau prinsip syariah. Lantas apa itu Musyarakah, salah satu dari 9 akad perbankan syariah? Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beberapa akad perbankan syariah antara lain Wadiah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istisna’, Ijarah, Ijarah Muntakiyah Bit Tamlik dan Qardh.

Artikel ini membahas berbagai hal tentang apa itu Musyarakah. Silahkan simak hingga tuntas!

Apa Itu Musyarakah?

Musyarakah yang dikeluarkan oleh OJK, yaitu Musyarakah, adalah definisi produk keuangan perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil dalam bentuk pengumpulan modal para pihak dengan tujuan untuk memiliki dan kemudian mengelola aset, perusahaan, atau proyek tertentu. Didasarkan penarikan dan pembagian keuntungan sesuai dengan bagi hasil yang disepakati dalam akad.

Musyarakah atau Syirkah dapat diartikan sebagai kesepakatan kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam bisnis, tujuannya adalah untuk mendapat untung dari usaha patungan.

Lebih spesifiknya Musyarakah adalah ketika dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan serta nasabahnya) dapat menghimpun modal dan kemudian menggabungkan korporasi sebagai badan hukum. Masing-masing pihak yang ikut serta dalam kegiatan musyarakah memiliki bagian proporsional sesuai dengan penyertaan modal yang dilakukannya dan berhak mengendalikan perseroan sesuai dengan sahamnya masing-masing (hak suara).

Dalam dunia perbankan, musyarakah adalah akad kerjasama antara bank dengan nasabahnya dalam pembiayaan usaha, dengan ketentuan membagi keuntungan dan resiko sesuai kesepakatan.

Jenis Musyarakah

Dalam penerapannya, Musyarakah dibagi lagi menjadi empat jenis. Jenis-jenis musyarakah yang dijelaskan dalam “Perbankan Syariah dari Teori ke Praktek” oleh Muhammad Syafi’i Antonio adalah sebagai berikut.

1. Syirkah Al-inan

Syirkah al-Inan adalah akad antara dua orang atau lebih. Setiap pihak menyumbangkan sebagian dari total dana dan berpartisipasi dalam pekerjaan.

Kedua belah pihak berbagi keuntungan dan kerugian sesuai kesepakatan. Namun, bagian kedua belah pihak, baik dalam keuangan, pekerjaan, maupun bagi hasil, tidak harus sama dan identik menurut kesepakatan mereka.

2. Syirka Mufawadah

Jenis musyarakah ini merupakan kesepakatan kerjasama antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak menyumbangkan sebagian dari total dana dan berpartisipasi dalam pekerjaan. Dengan demikian kedua belah pihak berbagi keuntungan dan kerugian sama.

3. Syirkah A’maal

Syirkah A’maal adalah perjanjian kerja sama antara dua orang yang seprofesi, di mana pekerjaan diterima bersama dan manfaat pekerjaan dibagi. Misalnya, kolaborasi dua arsitek dalam proyek pembangunan gedung perkantoran.

4. Syirkah Wujuh

Jenis Musyarakah selanjutnya adalah Syirkah Wujuh. Syirkah wujuh adalah akad antara dua orang atau lebih yang bereputasi baik dan berwenang yang ahli di bidangnya. Praktisi Syirkah Wujuh membeli barang dari toko secara kredit kemudian menjual barang tersebut secara tunai. Selain itu, keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan jaminan yang diberikan oleh masing-masing mitra kepada pemasok.

Rukun Musyarakah

Menurut Standar Kontrak Perjanjian Musyarakah, rukun dan syarat sah akad Musyarakah mencakup:

• subjek akad (aqid)

• proyek atau usaha (masyru’)

• modal (ra’sul mal),

• kesepakatan (sighatul akad)

• nisbah bagi hasil (nishbatu ribhin)

Syarat Musyarakah

1. Sesuatu yang berkaitan dengan segala bentuk musyarakah, baik harta benda maupun lainnya. Dalam hal ini ada dua syarat, yaitu:

• Yang berkenan mengenai properti harus dapat diterima sebagai perwakilan

• Yang berkenan mengenai laba, yaitu pembagian laba harus jelas dan diketahui kedua belah pihak, misalnya separuh, ketiga, dst.

2. Sesuatu yang berkaitan dengan musyarakah mal (kekayaan), dalam hal ini ada hal-hal yang harus dipenuhi yaitu:

• Modal yang tunduk pada perjanjian Musyarakah berasal dari pembayaran (nuqud) seperti junaih, riyal dan rupiah

• Apa yang dijadikan modal (modal) ada pada saat akad musyarakah dibuat, terlepas dari apakah jumlahnya sama atau berbeda.

3. Sesuatu yang terkait dengan bisnis Mufawadah diperlukan:

• Modal (pokok harta) Mufawadhah Syirkah harus sama,

• Bagi bersyikah ahli dalam kafalah

• Syirkah umum diperlukan dari mereka yang menjadi subjek kontrak yaitu dalam segala jenis pembelian, penjualan atau bisnis.

Nah, itulah rangkuman mengenai musyarakah. Jadi, sekarang kamu sudah paham donk apa itu musyarakah, bukan?

Apa Itu Murabahah? Pengertian, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat, Jenis-jenis, dan Keunggulannya

Kamu bisa melakukan berbagai transaksi syariah, contohnya murabahah. Dari luar, Murabahah terlihat seperti transaksi pinjam meminjam biasa. Namun faktanya sistem akad Murabahah jauh lebih terbuka dan menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam pembahasan ini, DailySocial.id membahas lebih lanjut mengenai murabahah.

Apa Itu Murabahah?

Menurut Bariyah (2013), murabahah berasal dari kata al-ribh dan al-ribah yang berarti kebahagiaan atau keuntungan. Pada saat yang sama, Murabahah secara istilah merupakan kegiatan jual dan beli barang menggunakan pertukaran disertai keuntungan tambahan yang telah ditentukan sebelumnya.

Murabahah adalah jenis jual beli yang diperbolehkan. Dalam transaksi murabahah, pedagang harus menyatakan harga barang dan margin atau keuntungan. Jual beli tanpa menyebutkan harga dasar dan margin disebut jual beli musawamah, dan membeli barang yang masih beres disebut jual beli salami, dan kedua transaksi tersebut tetap diperbolehkan. Namun artikel ini akan fokus pada pembahasan jual beli murabahah. Pada dasarnya karakteristik usaha murabahah adalah pembelian produk jadi/alat produksi/aset jangka pendek.

Dalam hal ini harga pokok dan kelebihan atau keuntungan yang ditentukan dalam akad murabahah harus diketahui oleh penjual dan pembeli dan berdasarkan kesepakatan keduanya. Penjual juga tidak berhak menyembunyikan hal-hal yang berkaitan dengan harga, identitas dan kualitas produk.

Dasar Hukum Muharabah

Landasan Hukum Murabahah bersumber dari Al-Quran dan kesepakatan para ulama. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/2000 tentang Murabahah, penjualan barang yang menekankan harga beli di atas pembeli dan pembeli siap, sebagai keuntungan bagi penjual dengan harga yang lebih tinggi untuk membeli.

Kesepakatan para ulama ini mengikuti kaidah-kaidah yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Dasar Hukum Murabahah adalah Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 29, Al-Baqarah Ayat 275, Al-Ma’idah Ayat 1 dan Al-Baqarah Ayat 280.

Rukun dan Syarat Transaksi Muharabah

Selanjutnya, dalam transaksi Murabahah terdapat Rukun yang harus dipenuhi, yaitu:

• Pihak yang berakad (Al-aqidain)

• Penjual/Bank (Bai’)

• Pembeli/Nasabah (Musytari)

• Obyek yang diakadkan (Mahallul ‘Aqad)

• Adanya wujud barang yang diperjualbelikan (Mabi’)

• Harga barang (Tsaman)

• Akad (Sighat al-Aqad)

• Serah (Ijab)

• Terima (Qabul)

Sedangkan diantara Syarat transaksi Murabahah yang harus dipenuhi adalah

• Penjual harus memberi tahu harga barang kepada pembeli

• Laba yang diperoleh dan disepakati harus diketahui secara pasti

• Barang yang dijual harus diketahui dengan jelas.

• Terbebas dari unsur Riba

Jenis-jenis Muharabah

Ada dua jenis murabahah, yaitu murabahah dengan pesanan dan tanpa pesanan. Penjelasan tentang jenis-jenis Murabahah adalah sebagai berikut.

• Murabahah Dibuat Sesuai Pesanan

Jenis murabahah yang pertama adalah murabahah dengan pesanan. Transaksi murabahah dengan pesanan dilakukan setelah produk yang dipesan pembeli sampai di penjual. Jadi, sistem akad Murabahah mengatur bahwa pembeli memesan barang terlebih dahulu. Penjual kemudian memproduksi atau membeli dari pemasok kemudian menjualnya kepada pembeli dengan transparansi harga.

• Murabahah Tanpa Pesanan

Jenis murabahah berikutnya adalah murabahah tanpa pesanan. Jenis akad ini merupakan transaksi murabahah yang dilakukan secara langsung tanpa menunggu barang dipesan karena barang sudah tersedia.

Keunggulan Akad Muharabah

Transaksi murabahah memiliki beberapa keunggulan. Manfaat Murabahah tercantum di bawah ini.

• Transaksi Murabahah Lebih Transparan

Pertama, keuntungan akad Murabahah adalah transaksinya lebih transparan. Karena sistem akad murabahah artinya penjual harus menginformasikan kepada pembeli tentang harga produksi atau pembelian produk dan menyepakati keuntungan yang diterima penjual. Oleh karena itu, transaksi harus dilakukan dengan andal dan jujur.

• Mendahulukan Kepentingan Kedua Belah Pihak

Kedua, keuntungan akad Murabahah adalah mengutamakan kepentingan kedua belah pihak. Kedua belah pihak mendapat manfaat yang sama dari perjanjian ini. Karena penentuan untung penjual sudah disepakati antara penjual dan pembeli. Sehingga kedua belah pihak dapat mengukur keuntungan penjual dan harga yang pas untuk pembeli.

• Tidak Ada Bunga Saat Kamu Menggunakan Sistem Pengembalian Dana

Ketiga, keuntungan akad Murabahah adalah menggunakan sistem imbalan, bukan bunga. Pembiayaan murabahah sering digunakan dalam kredit syariah dimana pihak bank membeli barang yang diinginkan pembeli kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi dari keuntungan sesuai kesepakatan dengan pembeli.

• Keuntungan Bisa Dinegosiasikan

Selain itu, keuntungan murabahah adalah keuntungan dari transaksi dapat dinegosiasikan. Jika pembeli keberatan dengan harga jual produk, hal ini dapat dinegosiasikan dengan penjual.

Begitu pula sebaliknya, jika penjual tidak puas dengan tingkat keuntungan yang ditawarkan pembeli, mereka bisa membicarakan harga di antara mereka sendiri.

• Pembayaran Secara Cicilan Adalah Berdasarkan Kesepakatan

Selanjutnya, keuntungan akad Murabahah adalah cicilannya dibayarkan sesuai akad. Akad murabahah tidak hanya mengatur transparansi, tarif juga dinegosiasikan sesuai akad. Pembeli dapat menegosiasikan jumlah nominal dan jangka waktu pelunasan dengan penjual.

• Dapat Digunakan untuk Kegiatan Konsumsi dan Produksi

Terakhir, keuntungan murabahah adalah dapat digunakan baik untuk konsumsi maupun kegiatan produktif. Pembiayaan murabahah terutama dilakukan oleh lembaga keuangan syariah untuk membantu nasabah membiayai kegiatan konsumsi seperti pembelian rumah dan kegiatan produktif seperti pengembangan usaha.

Nah, itulah rangkuman mengenai murabahah dari pengertian hingga keuntungan yang didapatkan dari transaksi syar’i ini.

Nisbah / freepik

Nisbah: Pengertian, Faktor, dan Jenisnya

Mengetahui tentang Nisbah penting karena merupakan bagian integral dari keuangan Islam dan hukum Syariah.

Jika kamu terlibat dalam transaksi atau bisnis apa pun di negara mayoritas Muslim, kamu perlu memahami Nisbah dan berbagai jenisnya.

Dengan memahami Nisbah, kamu dapat lebih memahami rasio-rasio ini dan membuat keputusan investasi yang tepat.

Berikut ini adalah penjelasan terkait Nisbah lebih lanjut.

Pengertian Nisbah

Dalam perbankan syariah, istilah “nisbah” digunakan untuk menggambarkan tingkat pengembalian suatu transaksi atau investasi. Hal ini dihitung dengan membagi jumlah total yang diinvestasikan dengan jumlah total yang diterima.

Karena membebankan bunga bertentangan dengan hukum Syariah, Nisbah digunakan di perbankan Islam sebagai pengganti suku bunga.

Sebaliknya, investasi ditetapkan sebagai kemitraan di mana investor dan bank membagi laba dan rugi. Pembagian keuntungan antara kedua belah pihak ditentukan oleh Nisbah.

Kesimpulannya, nisbah adalah ukuran tingkat pengembalian investasi yang digunakan di perbankan Islam sebagai pengganti suku bunga.

Faktor Nisbah

Nisbah pada perbankan syariah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian suatu investasi. Berikut ini adalah beberapa faktornya:

Tingkat Persaingan

Tingkat persaingan mengacu pada jumlah pemain di pasar yang menawarkan produk atau layanan serupa.

Dalam perbankan syariah, persaingan antar bank dapat mempengaruhi tingkat Nisbah. Ketika ada lebih banyak persaingan, bank dapat menawarkan tingkat rasio yang lebih rendah untuk menarik pelanggan, dan sebaliknya.

Komposisi Pendanaan

Sumber pendanaan yang digunakan bank untuk membiayai operasinya disebut sebagai komposisi pendanaan. Jenis pembiayaan yang digunakan, seperti apakah berbasis ekuitas atau hutang, dapat mempengaruhi tingkat Nisbah di perbankan syariah.

Rasio yang lebih tinggi mungkin merupakan konsekuensi dari pendanaan berbasis ekuitas, seperti bagi hasil, sedangkan rasio yang lebih rendah mungkin merupakan hasil dari pendanaan berbasis hutang, seperti pinjaman.

Risiko Pembiayaan

Tingkat risiko yang terkait dengan aset dasar atau proyek yang didanai disebut sebagai risiko pembiayaan.

Hal ini dapat berdampak pada tingkat Nisbah di perbankan syariah. Tingkat Nisbah yang lebih tinggi dapat dihasilkan dari investasi yang lebih berisiko.

Jenis-Jenis Nisbah

Nisbah memiliki banyak jenis karena merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur berbagai aspek kinerja bank. Dengan menggunakan berbagai jenis Nisbah, analis dan investor dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang kinerja bank dan membuat keputusan yang tepat terkait investasi mereka.

Berikut ini adalah beberapa jenis Nisbah:

Nisbah Jariyah

Nisbah Jariyah adalah nisbah bagi hasil antara bank dan nasabah dalam akad Mudharabah. Keuntungan dibagi berdasarkan persentase yang telah disepakati sebelumnya.

Nisbah At-tamwil wa al-wada’l

Nisbah At-tamwil wa al-wada’l mengacu pada nisbah bagi hasil dalam akad Musyarakah. Keuntungan dibagi berdasarkan persentase investasi yang disepakati oleh masing-masing mitra.

Nisbah Jumlah Modal (Return on Equity)

Nisbah jumlah modal (Return on Equity) adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas pemegang saham. Ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan menggunakan modalnya untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.

Nisbah Aktiva Tetap (Return on Assets)

Nisbah Aktiva Tetap (Return on Assets) adalah metode untuk mengukur profitabilitas bisnis dengan membagi laba bersihnya dengan total aset. Semakin tinggi rasionya, maka akan semakin baik.

Nisbah Laba Bersih

Nisbah laba bersih adalah jenis nisbah yang paling umum dan digunakan untuk menggambarkan perusahaan yang tidak memiliki hutang. Ini berarti tidak meminjam uang dari bank atau perusahaan lain, melainkan menggunakan arus kasnya sendiri untuk mendanai operasinya.

Nisbah Perputaran

Nisbah Perputaran adalah jenis nisbah yang memungkinkan kamu berinvestasi lebih dari satu reksa dana. Kamu dapat memilih dari berbagai dana dan berinvestasi di dalamnya sekaligus, atau dapat memilih opsi untuk berinvestasi di setiap dana secara terpisah.

Nisbah Fi Ihtiyathi Naqdi

Nisbah Fi Ihtiyathi Naqdi adalah rasio likuid bank terhadap total simpanan. Ini mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Nisbah Capital Ratio

Rasio modal bank terhadap aset tertimbang menurut risiko dikenal sebagai Nisbah Capital Ratio. Ini menilai kemampuan bank untuk mentolerir kerugian jika terjadi kondisi ekonomi yang buruk.

Nisbah Likuiditas

Nisbah likuiditas adalah jenis nisbah dimana investor membeli suatu aset kemudian menyewakannya kembali kepada penjual. Investor kemudian dapat menggunakan pembayaran sewa ini sebagai cara untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan.

Nisbah Si’ri Al-Sahminila Al-Ribni

Rasio pendapatan bersih bank terhadap total asetnya dikenal sebagai Nisbah Si’ri Al-Sahminila Al-Ribni. Ini mengukur seberapa sukses bank menggunakan asetnya untuk menghasilkan uang.

Nisbah Capital To Risk Assets Ratio

Nisbah Capital to Risk Assets Ratio adalah rasio keuangan yang mengukur jumlah modal yang digunakan untuk mendanai proyek tertentu. Rasio ini dapat dihitung dengan membagi jumlah modal yang ditanamkan dengan total aset kemudian mengalikannya dengan 100%. Semakin tinggi angkanya, semakin baik karena itu berarti lebih banyak uang yang diinvestasikan ke dalam proyek.

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai Nisbah, semoga bermanfaat.

Bank Syariah / freepik

Bank Syariah: Pengertian, Keunggulan, dan Kekurangannya

Perbankan syariah telah mendapatkan banyak popularitas sebagai cara bagi umat Islam untuk menginvestasikan uang mereka.

Perbankan syariah mengikuti aturan dan prinsip hukum islam untuk memastikan bahwa transaksi keuangannya sesuai dengan syariah. Bank syariah harus mematuhi prinsip-prinsip Islam seperti melarang pembayaran bunga.

Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut terkait Bank Syariah.

Pengertian Bank Syariah

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi di bawah prinsip hukum Islam, karena itulah disebut syariah.

Prinsip inti dari perbankan syariah termasuk tidak mengenakan bunga untuk meminjam uang, tidak membayar bunga pada rekening tabungan, dan tidak berinvestasi dalam bisnis yang dilarang oleh hukum Islam, seperti perjudian, pornografi, tembakau atau alkohol.

Selain itu, bank syariah sering menggunakan pengaturan bagi hasil, dimana keuntungan dibagi antara bank dan nasabahnya, bukan membayar atau membebankan bunga.

Tujuan perbankan syariah adalah menyediakan produk dan layanan keuangan yang beretika dan bertanggung jawab secara sosial, sekaligus mendukung perkembangan ekonomi komunitas Muslim.

Contoh bank syariah adalah Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, BCA Syariah.

Keunggulan Bank Syariah

Ada beberapa keunggulan perbankan syariah, antara lain:

Perbankan Etis dan Bertanggung Jawab

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip hukum Islam, yang melarang investasi dalam bisnis yang berbahaya bagi masyarakat atau lingkungan. Artinya, bank syariah hanya berinvestasi dalam usaha yang etis dan bertanggung jawab secara sosial, yang dapat membantu mempromosikan pembangunan berkelanjutan.

Tanpa Bunga

Perbankan syariah tidak membebankan atau membayar bunga, yang dianggap tidak adil menurut hukum Islam. Sebaliknya, bank syariah menggunakan pengaturan bagi hasil, yang dapat memberikan pengembalian yang lebih adil baik kepada bank maupun nasabahnya.

Pembagian Risiko

Dalam perbankan syariah, keuntungan dan kerugian dibagi antara bank dan nasabahnya, yang berarti bahwa nasabah tidak bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian apa pun. Hal ini dapat memberikan sistem perbankan yang lebih transparan dan adil.

Inklusi Keuangan

Perbankan syariah menyediakan produk dan layanan keuangan yang dapat diakses oleh Muslim dan non-Muslim, yang mempromosikan inklusi keuangan dan membantu mengurangi kemiskinan.

Stabilitas

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan peraturan dan prinsip yang ketat, yang dapat membantu meningkatkan stabilitas keuangan dan mengurangi risiko krisis keuangan.

Secara keseluruhan, perbankan syariah memberikan alternatif yang bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap perbankan tradisional, yang dapat bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

Kekurangan Bank Syariah

Walaupun perbankan Syariah memiliki banyak keuntungan, ini mungkin bukan pilihan terbaik untuk semua orang, tergantung pada kebutuhan dan preferensi keuangan masing-masing.

Beberapa potensi kekurangannya, antara lain:

Penawaran Produk Terbatas

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip dan peraturan ketat yang dapat membatasi jenis produk dan layanan yang dapat ditawarkannya. Misalnya, perbankan syariah mungkin tidak menawarkan pinjaman atau hipotek konvensional, yang dapat merugikan sebagian nasabah.

Jangkauan Global yang Terbatas

Perbankan syariah terutama terkonsentrasi di negara-negara mayoritas Muslim, yang berarti mungkin tidak tersedia secara luas di belahan dunia lain. Ini bisa menjadi kerugian bagi mereka yang bepergian atau melakukan bisnis internasional.

Biaya Lebih Tinggi

Karena bank syariah tidak membebankan bunga, mereka mungkin membebankan biaya yang lebih tinggi untuk layanan mereka untuk menutupi biaya operasional mereka. Ini bisa menjadi kerugian bagi pelanggan yang mencari opsi perbankan berbiaya rendah.

Kurangnya Jaminan Simpanan

Beberapa bank syariah tidak menawarkan jaminan simpanan, yang berarti bahwa nasabah mungkin tidak terlindungi jika terjadi kegagalan bank. Ini bisa menjadi kerugian bagi pelanggan yang khawatir tentang keselamatan dan keamanan simpanan mereka.

Demikianlah penjelasan selengkapnya mengenai bank syariah, semoga bermanfaat.

Bank Konvensional / freepik

Bank Konvensional: Pengertian, Jenis, dan Perbedaan dengan Bank Syariah

Bank konvensional adalah cara terbaik untuk menyimpan uang kamu. Disana aman, dan mereka menawarkan banyak layanan berbeda.

Kamu dapat mengatur setoran langsung, penulisan cek, dan bahkan kartu kredit melalui bank kamu. Namun, bank juga membebankan biaya untuk layanan ini, yang dapat bertambah seiring waktu.

Bank konvensional memainkan peran penting dalam perekonomian dengan memberikan layanan keuangan kepada individu dan bisnis, dan dengan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan pinjaman dan investasi.

Berikut ini adalah penjelasan terkait bank konvensional lebih lanjut.

Pengertian Bank Konvensional

Bank konvensional adalah lembaga keuangan yang memberikan berbagai layanan kepada pelanggan, termasuk rekening simpanan, pinjaman, dan produk keuangan lainnya. Biasanya, mereka diatur oleh lembaga pemerintah dan beroperasi dalam kerangka hukum dan peraturan.

Bank konvensional biasanya memiliki cabang dan kantor fisik di mana nasabah dapat melakukan transaksi dan berinteraksi dengan staf bank. Mereka juga menawarkan layanan perbankan online kepada pelanggan, memungkinkan mereka untuk mengelola akun mereka dan melakukan transaksi dari komputer atau perangkat seluler mereka.

Bank konvensional menghasilkan uang dengan membebankan biaya pada berbagai layanan, seperti charging fee dan transfer, dan dengan mendapatkan bunga atas simpanan dan pinjaman. Mereka juga berinvestasi di berbagai produk keuangan, seperti sekuritas dan obligasi, untuk menghasilkan pendapatan tambahan.

Contoh bank konvensional adalah BRI, Mandiri, BNI, BTN, dan masih banyak lagi.

Jenis Bank Konvensional

jenis bank konvensional dapat bergantung pada layanan dan produk yang menjadi spesialisasi mereka, serta nasabah yang mereka layani. Berikut ini adalah beberapa jenis bank konvensional, antara lain:

Bank Retail

Ini adalah bank yang menawarkan layanan kepada individu dan usaha kecil, seperti tabungan dan rekening giro, pinjaman, hipotek, kartu kredit, dan produk keuangan lainnya.

Bank Komersial

Ini adalah bank yang menyediakan layanan untuk bisnis, termasuk pinjaman, jalur kredit, dan opsi pembiayaan lainnya. Mereka mungkin juga menawarkan layanan manajemen keuangan, seperti manajemen kas dan valuta asing.

Bank Investasi

Ini adalah bank yang berspesialisasi dalam penjaminan sekuritas dan memfasilitasi aktivitas pasar modal, seperti merger dan akuisisi, dan restrukturisasi perusahaan

Bank Swasta

Ini adalah bank yang menawarkan layanan manajemen kekayaan kepada individu dan keluarga berpenghasilan tinggi. Mereka dapat memberikan saran investasi yang disesuaikan, perencanaan perumahan, dan layanan keuangan lainnya.

Bank Koperasi

Ini adalah bank yang dimiliki oleh anggotanya, yang biasanya adalah pelanggan atau karyawan bank. Mereka mungkin melayani bank ritel, tetapi terstruktur berbeda dan mungkin memiliki prioritas berbeda.

Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Perbedaan utama antara bank konvensional dan bank syariah adalah cara mereka mendekati uang.

Bank konvensional memandang uang sebagai komoditas, alat tukar, dan penyimpan nilai, dan dengan demikian, mereka dapat memperdagangkan uang dengan harga lebih tinggi dari nilai nominalnya, menyewakan uang dan menerima bunga saat peminjam membayar kembali, dan berinvestasi dalam usaha berisiko tinggi untuk menghasilkan keuntungan.

Di sisi lain, bank syariah memandang uang sebagai alat tukar dan penyimpan nilai saja, dan tidak terlibat dalam aktivitas seperti pinjaman berbasis bunga, spekulasi dan perjudian. Sebaliknya, bank syariah menawarkan produk seperti profit and loss sharing, mudharabah, dan musyarakah, yang didasarkan pada prinsip pembagian risiko dan saling menguntungkan.

Selain itu, bank syariah tunduk pada hukum Islam, yang melarang kegiatan tertentu seperti riba dan investasi dalam industri seperti alkohol dan perjudian.

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai Bank Konvensional, semoga bermanfaat.

Bank Hijra akan fokus menyasar pasar retail dan UKM yang dianggap siap beralih ke skema perbankan syariah. Siap merilis aplikasi perbankan digital

Bank Hijra Jadi Ujung Tombak ALAMI Selesaikan Tantangan Bank Digital Syariah

Kisruh terkait pembiayaan melalui bank syariah beberapa waktu lalu menunjukkan pemahaman masyarakat tentang cara kerja prinsip syariah yang masih minim. Hal ini menjadi ironi di negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia.

Penetrasi perbankan syariah di negeri ini memang rendah. Hanya 6,51% jika dibanding perbankan konvensional. Tak heran jika Kementerian BUMN menggabungkan 3 anak BUMN menjadi sebuah bank syariah berkapitalisasi besar demi meningkatkan daya saing.

Kendati begitu, potensi meningkatkan tren perbankan syariah memang ada. Semangat publik untuk memahami pengelolaan dana publik secara syariah menunjukkan tren kenaikan. Kesempatan ini yang dimanfaatkan platform fintech syariah ALAMI Group bersama BPRS Hijra Alami (selanjutnya disebut Bank Hijra), hasil rebrand BPRS Cempaka Al Amin yang sudah diakuisisi.

Bank Hijra tengah mempersiapkan peluncuran aplikasi dalam waktu dekat. Berkaitan dengan hal ini, DailySocial berkesempatan mewawancarai CEO ALAMI Dima Djani.

Di balik keputusannya memilih BPR ketimbang bank umum, Dima tidak menjelaskan lebih jauh. Pertanyaan kami mengenai kemungkinan menaikkan level izin BPRS Hijra sebagai bank umum juga tidak dijawab.

Dia menuturkan aksi korporasi ini adalah bagian proses membantu perluasan akses layanan keuangan syariah agar lebih mudah dan kompetitif kepada seluruh lapisan masyarakat. Proses akuisisi dan penambahan modal dilakukan secara bertahap. Kini sudah mencapai lebih dari Rp50 miliar.

Kegiatan usaha BPR sejatinya lebih sempit daripada bank umum. Mereka hanya bisa menyalurkan kredit (tidak boleh punya kartu kredit dan nilai plafon kredit umumnya terbatas hingga miliaran Rupiah), tabungan, dan deposito berjangka. Jangkauan nasabah BPR juga lebih terbatas pada tingkat provinsi.

OJK sendiri mengklasifikasikan izin pendirian bank hanya dua, yakni bank umum dan BPR. Aturan-aturan terkait bank digital masih terus dipersiapkan dan diharmonisasi regulator. Rencananya POJK khusus bakal terbit tahun ini.

Digital menjadi kata kunci yang dilirik ALAMI. Selain Bank Hijra, pemain perbankan digital yang mengusung semangat syariah adalah Bank Aladin Syariah.

Dima menjelaskan, pada tahap awal Hijra akan memulai sinergi dengan ALAMI Group berbekal sosialisasi OJK mengenai panduan sinergi antara fintech p2p lending dengan BPR. Bentuk sinergi akan dimulai dari financing channeling dan akan dilanjutkan dengan cross selling produk-produk keuangan syariah lainnya.

OJK menerbitkan panduan tersebut untuk meningkatkan kualitas penyaluran pembiayaan fintech lending dengan dukungan jaringan BPR yang luas dan tersebar di seluruh Indonesia. Skema kerja sama yang dapat dikerjakan kedua belah pihak adalah channeling dan referral.

Dima menuturkan, nasabah existing ALAMI akan menjadi target utama akuisisi konsumen Bank Hijra pada tahap awal. Mereka bisa membuka membuka tabungan dengan mudah dan sistemnya akan terus ditingkatkan agar proses integrasinya lebih seamless.

“Sebagai gambaran, kalau di Indonesia, p2p lending ALAMI memberikan tingkat imbal hasil paling tinggi untuk yang sifatnya fixed income seperti bank deposito syariah, sukuk negara, dan P2P syariah. Rerata imbal hasilnya setara 14%-16%,” kata Dima.

Kondisi tersebut diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon nasabah dan memantik lebih banyak minat nasabah perbankan konvensional yang selama ini mengharapkan nilai lebih pada produk perbankan syariah. “Hijra bisa menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut.”

ALAMI memiliki 40 ribu pendana terdaftar pada akhir tahun lalu. Selain mengincar nasabah existing, pihaknya menargetkan segmen urban yang sudah mulai melek keuangan syariah.

Nasabah Hijra nantinya akan jauh lebih mudah mengakses fitur pembiayaan yang ada di ALAMI. Selain itu, fitur lainnya yang wajib ada dalam sebuah bank dipastikan bakal hadir, seperti kemudahan membuka rekening, transfer, terintegrasi di ekosistem tertentu, dan customer service yang mudah dan cepat. “Kami sedang berfokus di sini.”

Selain consumer banking, Bank Hijra juga mengincar segmen SME banking yang dilengkapi fitur membantu orang-orang yang terdampak pandemi untuk membuka usaha. Segmen tersebut besar pangsa pasarnya karena Indonesia punya jutaan UMKM yang diklaim siap hijrah ke segmen digital syariah.

Tampilan aplikasi Hijra / Bank Hijra

Menjawab tantangan

Dima percaya industri perbankan syariah tetap dapat bersaing dengan implementasi teknologi dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kronis yang menghantui selama bertahun-tahun.

Pertama, mengenai bunga kredit lebih tinggi dibandingkan konvensional. Jika ditarik ke belakang, adanya biaya yang lebih tinggi untuk bank syariah karena terbatasnya infrastruktur dan literasi keuangan syariah.

Masyarakat cenderung ragu untuk menaruh dananya di bank syariah karena mereka tidak mengerti apa yang akan didapatkan.

“Faktanya, sekitar 50% dari total liabilitas di bank syariah merupakan deposito. [..] Maka dari itu, biaya pinjaman mereka menjadi lebih mahal daripada bank konvensional. Itu pertama. Dan kedua adalah inefisiensi. Kami tidak melihat [penggunaan] teknologi di bank [syariah]. Jadi kedua faktor ini menciptakan harga [biaya kredit] yang relatif lebih tinggi.”

Kedua, kurang berkembangnya industri atau produk syariah. Menariknya, selama delapan tahun terakhir, dengan kekuatan media sosial dan minat generasi muda permintaan pasar akan produk syariah meningkat secara signifikan.

“Memberikan edukasi yang mudah dipahami oleh masyarakat dan menyajikan teknologi yang memudahkan pada produk yang diberikan akan menjadi strategi ALAMI dalam menghadapi tantangan ini.”

Berikutnya adalah tantangan positioning. Bagaimana Bank Hijra menjadikan syariah tidak sekadar produk pelengkap, tetapi juga sesuatu yang driven. “Jadi orang melihat bukan hanya label, tetapi ada aksinya. Jadi pandangan masyarakat beda. Sekarang masyarakat yang apatis melihat bank syariah.”

Memasuki tahun keempat, kinerja ALAMI diklaim semakin moncer. Pada kuartal I 2021, pertumbuhan pengguna ALAMI naik 1.000% secara year-on-year (yoy) dan total penyaluran sebesar Rp200 miliar. Kualitas penyaluran diklaim baik dengan rasio macet atau gagal bayar masih berada di angka 0%.

Perusahaan telah berkolaborasi dengan eFishery dan BukaPengadaan untuk memperlebar jangkauan penyaluran kredit. Selain pendana individu, ALAMI didukung jajaran pendana institusi, seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), BPR Syariah, dan tujuh BPR lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Bank Jago Plans for Sharia Services and MSME Financing This Year

Aside from gradual integration with the Gojek ecosystem, PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) is also preparing to extend the coverage of digital banking services in 2021.

This year, Bank Jago targeted the middle income and mass market segment, including MSMEs and retail (consumer), both conventional and sharia.

Bank Jago’s President Director, Kharim Indra Gupta Siregar revealed that they will be focused on two things, digital-based sharia services and lending through digital platforms for MSMEs.

The following is an extension of DailySocial’s exclusive interview with Kharim Indra Gupta Siregar and Bank Jago Commissioner Anika Faisal.

Sharia digital banking

Currently, Bank Jago is exploring whether this digital sharia will be presented in a new app or just an additional service in an existing one, Jago App. The company has considered several things regarding this development.

Kharim thought, today’s Islamic banking products in Indonesia tend to be associated as different products from its parent company, which in fact is a conventional bank. This is the factor that makes the new sharia services development to follow the conventional way.

The market opportunity for Islamic banks is very large considering its penetration is quite low in Indonesia. Referring to data from the Financial Services Authority (OJK), the market share of Islamic banks was only 6.33% as of October 2020. The increase was not too significant compared to the market share in 2017 which was only 5%.

In addition, the current Islamic mobile banking services have mostly used the USSD menu considering that the digital ecosystem was not ready at that time, smartphones and airtime were still quite expensive.

He observed that Bank Jago’s position as a tech-based bank provides space for companies to utilize 100% of the same capabilities in developing Islamic banking platforms. Whether it is presented in the form of a new app, it will duplicate the Pocket Jago App feature to the sharia platform.

“Currently, we are going through various processes, such as approval and others. We will have it soon. We’ve seen a good opportunity where sharia users can get similar services on the Jago App. We provide all the capabilities there,” Kharim said.

Meanwhile, Anika Faisal considers that there are no Islamic banking products in Indonesia to date that are able to provide a good user experience. She said, these various considerations are to ensure the company can provide a product proposition that is as good as Jago App.

“I have my own preference for sharia services, not in the context [service preference] for usury or not. Unfortunately, sharia mobile banking in Indonesia is currently not able to provide convenience. Therefore, I challenge Bank Jago to have good convenience products. The product [sharia] is basically the same, but what matters is the service,” she said.

Digital lending for MSME

In 2020, the number of MSME players in Indonesia is estimated to reach more than 65 million, contributing more than 50% to Indonesia’s GDP, and absorbing 97% of the active work budget in Indonesia.

The Bain & Company report in 2019 recorded that there were as many as 92 million people or 50% of the total population who did not have access to banking services (unbanked). 25% or 47 million of them do not have adequate access to banking services (underbanked).

Bank Jago observes promising potential in these two segments. In its 2020 financial report, Bank Jago is said to build a financing business with a digital ecosystem managed through Partnership Lending (Business Finance Solution). Since last year, Bank Jago has collaborated with fintech platforms to channel financing.

Some that have been announced include Akseleran, Akulaku Finance, and Adakami.

The collaboration is expected to accelerate the customer acquisition process, which Bank Jago defines as the productive pre-prosperous segment. This segment is considered to have passed the poverty level, but still needs financing. The company targets this lending to be significantly distributed to this segment.

“We will prepare products/services for the entrepreneurial segment as we see great potential from this segment of business players who are yet to be fully formalized. We are going to announce and it’s in progress. After the second right issue, we get strong capital to pursue lending growth because we don’t have a lot of legacy lending products. Therefore, we can focus more on partnerships. Currently, we have partnered with ten lending sites,” Kharim said.

Overall, he said, Bank Jago has closed good number on growth in lending. According to its records, as of the end of 2020 until the first quarter of 2021, Bank Jago has disbursed loans from around Rp900 billion to Rp1.3 trillion with an increase of 40%.

Kharim revealed that his team will collaborate with partners to provide lending products on the Jago App to support the underwriting process and determine whether prospective customers are eligible for loans.

“Currently, Gojek customers have been offered PayLater products. It means, there is analytics support to provide lending to customers. In this model, we want to expand what can we provided through lending products. This also depends on the ecosystem, such as Gojek’s user ecosystem, partners drivers, and merchant partners. Each has a different approach. We can do this after the Jago App and Gojek integration is running,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian