Tag Archives: Bank Syariah Indonesia

bank syariah indonesia

Bank Syariah Indonesia: Profil, Sejarah, Prinsip dan Produk Layanannya

Sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia telah lama mengadopsi sistem perbankan syariah sebagai bagian penting dari perekonomiannya.

Bank Syariah Indonesia, sering disingkat BSI, adalah salah satu pemain utama dalam arena ini. Dengan pertumbuhan yang pesat dan peran yang semakin signifikan dalam perekonomian, mari kita telusuri lebih dalam mengenai apa itu Bank Syariah Indonesia dan bagaimana perannya dalam mewujudkan keuangan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.

Bank Syariah Indonesia (BSI) adalah salah satu dari beberapa bank syariah terkemuka di Indonesia yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

Dibentuk pada tahun 1999 sebagai hasil penggabungan sejumlah bank umum konvensional menjadi bank syariah, BSI telah tumbuh menjadi institusi keuangan yang kuat dan dihormati di Tanah Air.

Dengan komitmen untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah, BSI memberikan layanan perbankan yang sesuai dengan hukum Islam, menjadikannya pilihan utama bagi masyarakat yang ingin menjalankan aktivitas keuangan mereka sesuai dengan keyakinan mereka.

Profil Bank Syariah Indonesia

Bank Syariah Indonesia (BSI) adalah lembaga perbankan di Indonesia yang mengoperasikan layanannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. BSI terbentuk dari penggabungan beberapa bank syariah utama di Indonesia, yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.

Penggabungan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk menguatkan dan meningkatkan efisiensi sektor perbankan syariah di negara tersebut.

Berikut adalah beberapa poin kunci tentang Bank Syariah Indonesia:

  • Prinsip Syariah: BSI mengadopsi prinsip-prinsip syariah yang melarang penerimaan atau pemberian bunga (riba), yang diharamkan dalam Islam. Sebagai gantinya, bank ini menggunakan konsep bagi hasil, di mana keuntungan dan risiko dibagi antara bank dan nasabah, serta transaksi berbasis aset yang sesuai dengan hukum syariah.
  • Produk dan Layanan: Bank ini menawarkan berbagai produk dan layanan, termasuk tabungan, pembiayaan, dan investasi, yang semuanya dirancang untuk mematuhi hukum syariah. BSI juga menyediakan layanan perbankan digital untuk memudahkan akses nasabahnya.
  • Pangsa Pasar: Meskipun BSI menargetkan terutama umat Muslim dan mereka yang tertarik dengan perbankan syariah, bank ini juga melayani pelanggan dari berbagai latar belakang. Bank ini memiliki jaringan yang luas di Indonesia dan berambisi untuk memperluas jangkauannya lebih lanjut.
  • Tujuan Penggabungan: Penggabungan bank-bank syariah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, meningkatkan daya saing, dan memperluas cakupan layanan, sehingga menghasilkan bank syariah yang lebih kuat dan mampu berkompetisi tidak hanya di pasar domestik tetapi juga secara internasional.
  • Kontribusi Sosial-Ekonomi: Sebagai bank syariah, BSI juga berfokus pada kontribusi sosial dan ekonomi, mendukung kegiatan yang berorientasi pada pengembangan masyarakat dan bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Bank Syariah Indonesia telah menjadi pemain penting dalam industri perbankan syariah di Indonesia, memainkan peran kunci dalam pengembangan dan promosi keuangan syariah di negara tersebut.

Sejarah Bank Syariah Indonesia

Sejarah Bank Syariah Indonesia dimulai dengan pembentukan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991, yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia. Kehadiran Bank Muamalat menjadi tonggak penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1999, pemerintah Indonesia mendirikan Bank Syariah Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk memperluas dan memperkuat sistem perbankan syariah di negara ini. Bank Syariah Indonesia didirikan dengan modal dasar yang cukup besar dan komitmen kuat untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah.

Selama bertahun-tahun, Bank Syariah Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Mereka telah meluncurkan berbagai produk dan layanan perbankan syariah yang inovatif, memperluas jaringan cabang, dan berupaya memenuhi kebutuhan finansial masyarakat Indonesia yang semakin sadar akan prinsip-prinsip syariah.

Bank Syariah Indonesia juga telah menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga keuangan dan perusahaan untuk mendukung pertumbuhan bisnis mereka.

Prinsip-prinsip Bank Syariah Indonesia

1. Tanpa Riba

Salah satu prinsip utama yang menjadi ciri khas Bank Syariah Indonesia adalah larangan terhadap riba atau bunga. Bank ini tidak memberikan atau menerima bunga dalam bentuk apapun dalam transaksi mereka.

Sebagai gantinya, BSI mengimplementasikan prinsip bagi hasil, di mana mereka berbagi keuntungan dan kerugian dengan nasabahnya. Ini menciptakan hubungan yang lebih adil antara bank dan nasabah, di mana risiko dan keuntungan dibagi secara adil.

2. Transparansi dan Keadilan

Transparansi dan keadilan adalah nilai-nilai yang sangat dipegang oleh Bank Syariah Indonesia. Mereka berkomitmen untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada nasabah mereka tentang semua aspek transaksi dan investasi.

Selain itu, BSI juga memastikan bahwa semua transaksi mereka adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tanpa diskriminasi atau penipuan.

3. Investasi yang Berkelanjutan

Bank Syariah Indonesia juga berfokus pada investasi yang berkelanjutan. Mereka tidak hanya memberikan layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi juga berusaha untuk mendukung proyek-proyek yang berkelanjutan dan memiliki dampak positif pada masyarakat dan lingkungan.

Produk dan Layanan Bank Syariah Indonesia

Bank Syariah Indonesia menawarkan beragam produk dan layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Ini termasuk akun tabungan syariah, deposito syariah, pembiayaan syariah, dan produk-produk investasi yang mengikuti prinsip mudarabah.

BSI juga menyediakan layanan perbankan digital yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan dengan mudah dan nyaman.

Selain itu, BSI juga berkomitmen untuk memberikan edukasi keuangan syariah kepada masyarakat, sehingga mereka dapat lebih memahami prinsip-prinsip syariah dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan keuangan mereka.

Dalam era di mana kesadaran akan pentingnya keuangan syariah semakin meningkat, Bank Syariah Indonesia terus berperan sebagai pemain kunci dalam membantu individu dan bisnis di Indonesia untuk mencapai tujuan keuangan mereka dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dengan prinsip-prinsipnya yang kuat dan layanan yang inovatif, BSI terus menjadi pilihan yang relevan dan berarti dalam peta perbankan syariah di Indonesia.

Bank Syariah / freepik

Bank Syariah: Pengertian, Keunggulan, dan Kekurangannya

Perbankan syariah telah mendapatkan banyak popularitas sebagai cara bagi umat Islam untuk menginvestasikan uang mereka.

Perbankan syariah mengikuti aturan dan prinsip hukum islam untuk memastikan bahwa transaksi keuangannya sesuai dengan syariah. Bank syariah harus mematuhi prinsip-prinsip Islam seperti melarang pembayaran bunga.

Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut terkait Bank Syariah.

Pengertian Bank Syariah

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi di bawah prinsip hukum Islam, karena itulah disebut syariah.

Prinsip inti dari perbankan syariah termasuk tidak mengenakan bunga untuk meminjam uang, tidak membayar bunga pada rekening tabungan, dan tidak berinvestasi dalam bisnis yang dilarang oleh hukum Islam, seperti perjudian, pornografi, tembakau atau alkohol.

Selain itu, bank syariah sering menggunakan pengaturan bagi hasil, dimana keuntungan dibagi antara bank dan nasabahnya, bukan membayar atau membebankan bunga.

Tujuan perbankan syariah adalah menyediakan produk dan layanan keuangan yang beretika dan bertanggung jawab secara sosial, sekaligus mendukung perkembangan ekonomi komunitas Muslim.

Contoh bank syariah adalah Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, BCA Syariah.

Keunggulan Bank Syariah

Ada beberapa keunggulan perbankan syariah, antara lain:

Perbankan Etis dan Bertanggung Jawab

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip hukum Islam, yang melarang investasi dalam bisnis yang berbahaya bagi masyarakat atau lingkungan. Artinya, bank syariah hanya berinvestasi dalam usaha yang etis dan bertanggung jawab secara sosial, yang dapat membantu mempromosikan pembangunan berkelanjutan.

Tanpa Bunga

Perbankan syariah tidak membebankan atau membayar bunga, yang dianggap tidak adil menurut hukum Islam. Sebaliknya, bank syariah menggunakan pengaturan bagi hasil, yang dapat memberikan pengembalian yang lebih adil baik kepada bank maupun nasabahnya.

Pembagian Risiko

Dalam perbankan syariah, keuntungan dan kerugian dibagi antara bank dan nasabahnya, yang berarti bahwa nasabah tidak bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian apa pun. Hal ini dapat memberikan sistem perbankan yang lebih transparan dan adil.

Inklusi Keuangan

Perbankan syariah menyediakan produk dan layanan keuangan yang dapat diakses oleh Muslim dan non-Muslim, yang mempromosikan inklusi keuangan dan membantu mengurangi kemiskinan.

Stabilitas

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan peraturan dan prinsip yang ketat, yang dapat membantu meningkatkan stabilitas keuangan dan mengurangi risiko krisis keuangan.

Secara keseluruhan, perbankan syariah memberikan alternatif yang bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap perbankan tradisional, yang dapat bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

Kekurangan Bank Syariah

Walaupun perbankan Syariah memiliki banyak keuntungan, ini mungkin bukan pilihan terbaik untuk semua orang, tergantung pada kebutuhan dan preferensi keuangan masing-masing.

Beberapa potensi kekurangannya, antara lain:

Penawaran Produk Terbatas

Perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip dan peraturan ketat yang dapat membatasi jenis produk dan layanan yang dapat ditawarkannya. Misalnya, perbankan syariah mungkin tidak menawarkan pinjaman atau hipotek konvensional, yang dapat merugikan sebagian nasabah.

Jangkauan Global yang Terbatas

Perbankan syariah terutama terkonsentrasi di negara-negara mayoritas Muslim, yang berarti mungkin tidak tersedia secara luas di belahan dunia lain. Ini bisa menjadi kerugian bagi mereka yang bepergian atau melakukan bisnis internasional.

Biaya Lebih Tinggi

Karena bank syariah tidak membebankan bunga, mereka mungkin membebankan biaya yang lebih tinggi untuk layanan mereka untuk menutupi biaya operasional mereka. Ini bisa menjadi kerugian bagi pelanggan yang mencari opsi perbankan berbiaya rendah.

Kurangnya Jaminan Simpanan

Beberapa bank syariah tidak menawarkan jaminan simpanan, yang berarti bahwa nasabah mungkin tidak terlindungi jika terjadi kegagalan bank. Ini bisa menjadi kerugian bagi pelanggan yang khawatir tentang keselamatan dan keamanan simpanan mereka.

Demikianlah penjelasan selengkapnya mengenai bank syariah, semoga bermanfaat.

Bank Syariah Indonesia

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Bank syariah merupakan penyedia layanan perbankan yang menggunakan prinsip syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Keberadaan bank ini didasari atas syariah Islam yang melarang penggunaan bunga, sehingga bank syariah menekankan keuntungan dari sistem bagi hasil.

Selain menggunakan prinsip syariah, hal lain yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah adanya akad dengan menggunakan hukum Islam. Selain itu, bank syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas yang terdiri dari beberapa Ahli Ekonomi dan Agama yang mengerti mengenai fiqih muamalah, agar seluruh proses kegiatannya tidak menyimpang dari aturan dan prinsip perbankan syariah sesuai dengan syariah Islam.

Lantas, bagaimana perkembangan sejarah bank syariah di Indonesia?

Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Mengutip dari website resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejarah munculnya bank syarial berawal dari inisiatif pendirian bank syariah di Indonesia diawali dengan munculnya diskusi-diskusi mengenai bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Kemudian, didirikanlah perbankan Islam di Bandung bernama Bait At-Tamwil Salman ITB dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta pada tahun 1980.

Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Bank Syariah Pertama di Indonesia

Bank syariah pertama di Indonesia didirikan 1 November 1991, yakni PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang didirikan sebagai hasil dari Tim Perbankan MUI. BMI kemudian resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000. Saat itu, landasan hukum mengenai perbankan syariah belum diatur secara optimal dalam Undang-Undang.

Pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melalui UU No. 10 Tahun 1998, sistem perbankan syariah pun ditetapkan sebagai salah satu sistem perbakan yang digunakan di Indonesia (dual banking system). Hal ini kemudian disambut hangat oleh masyarakat, serta kemudian mendorong berdirinya beberapa bank syariah lainnya.

Produk-produk bank syariah kemudian diatur dalam UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Dengan dibuatnya payung hukum tentang bank syariah, hal tersebut ikut mendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin pesat.

Hingga pada 1 Februari 2021, dibentuklah bank syariah terbesar di Indonesia, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI). BSI merupakan hasil gabungan 3 bank syariah BUMN, yakni PT Bank BRI Syariah, PT Bank BNI Syariah, serta PT Bank Syariah Mandiri. Selain BSI, terdapat juga beberapa bank syariah ada di Indonesia, yaitu PT Bank Aceh Syariah, PT Bank Muamalat Indonesia, PT Bank Mega Syariah dan PT Bank Syariah Bukopin.

Itulah penjelasan mengenai sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan Anda tentang bank syariah di Indonesia.

Dapatkan Berita dan Artikel lain di Google News

Mampukah Raksasa Bank Syariah Indonesia Memberdayakan Ekosistem Fintek Syariah Negara?

Netti Husna adalah guru biologi sekolah menengah negeri di Tangerang Selatan, di perbatasan barat daya Jakarta. Di malam hari, Husna mengajar bahasa Arab di teras depan rumahnya, tempat anak-anak keluarga Muslim berkumpul untuk membaca bahasa resmi Alquran. Sebagai Muslim yang taat, Husna melakukan yang terbaik untuk menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Dia mengikuti aturan yang telah dipetakan oleh generasi taat agama, termasuk bagaimana dia menangani masalah keuangannya. Wanita berusia 50 tahun ini sangat cermat dalam memilih layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya.

“Saya tidak menggunakan kartu kredit dan saya tidak pernah meminjam uang dari lembaga keuangan konvensional karena mereka mengenakan bunga, yang merupakan bagian dari riba, praktik yang dilarang dalam agama saya,” kata Husna kepada KrASIA. Kehati-hatian yang dia lakukan sekarang meluas ke produk tekfin. “Saya boleh saja dengan platform pembayaran mobile karena diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia [MUI], tapi saya tidak menggunakan fitur paylater karena mengusung prinsip seperti kartu kredit,” ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, platform fintek berbasis syariah bermunculan di Indonesia, menawarkan berbagai layanan seperti pinjaman untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta pembiayaan haji dan umrah (haji ke Mekkah). Bekerja sama dengan bank syariah, perusahaan fintech syariah membawa komunitas Muslim ke dalam layanan keuangan. Namun, fintech syariah tidak sekomprehensif platform konvensional.

Husna bersama jutaan Muslim lainnya di Indonesia mengandalkan ekonomi syariah dan opsi perbankan yang mematuhi hukum Islam. Salah satu prinsip fundamental adalah pelarangan bunga yang dibebankan oleh pemberi pinjaman dan investor. Sebaliknya, perbankan syariah menjalankan sistem di mana keuntungan dan kerugian dibagi. Penghasilan apapun dari spekulasi (qimar) atau kebetulan (maysir) juga dilarang, begitu juga dengan partisipasi dalam kontrak-kontrak yang mengandung resiko berlebihan (gharar), seperti short selling di pasar saham dan komoditas. Selain itu, dana yang disimpan ke lembaga perbankan syariah tidak digunakan untuk mendukung industri yang haram — berdosa menurut hukum Islam — seperti produksi atau penjualan minuman beralkohol dan produk daging babi, perjudian, dan apa pun yang berkaitan dengan pornografi.

Ada 225 juta Muslim yang tinggal di Indonesia, populasi Muslim terbesar di satu negara. Guna memajukan ekonomi syariah, Presiden Joko Widodo meluncurkan Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 1 Februari dengan menggabungkan tiga bank BUMN — Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah — menjadikannya bank syariah terbesar negara. BSI merupakan tonggak baru perekonomian Islam di Indonesia. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mengharapkan BSI menjadi salah satu lembaga perbankan syariah terbesar di dunia.

Husna adalah nasabah lama Bank Syariah Mandiri. Dia tidak yakin bagaimana merger akan berdampak pada pelanggan seperti dia, tetapi dia berharap BSI dapat memberikan layanan syariah yang lebih baik dan lebih komprehensif bagi umat Islam.

Gambar oleh Shermin Shu/KrASIA.

Berbagi infrastruktur untuk fintek syariah

BSI memiliki modal inti sekitar Rp20,4 triliun (USD 1,4 miliar). Mereka bertujuan untuk meningkatkan jumlah tersebut hingga Rp 30 triliun (USD 2,1 miliar) pada tahun 2022. Hal ini akan memperkuat infrastruktur fintek syariah, menurut Lutfi Adhiansyah, CEO dari platform fintech Ammana.

“Tidak ada bank syariah yang menerbitkan e-money sendiri, karena beberapa layanan digital seperti rekening lender fund dan payment gateway hanya bisa diterbitkan oleh BUKU 4 bank [yang memiliki prasyarat untuk memiliki modal inti Rp30 triliun]. Layanan mobile banking saat ini juga sangat terbatas, pelanggan tidak dapat membuka rekening online atau menggunakan tanda tangan digital. Teknologi bank syariah tidak secanggih bank konvensional,” kata Lutfi kepada KrASIA. Ia juga menjabat sebagai kepala cluster syariah di AFPI, asosiasi fintech lending Indonesia.

Dengan beberapa perubahan mendasar yang bisa dijadikan momentum oleh BSI, platform fintek bisa menyatu dengan megabank halal dan menyadap segmen di luar lending, seperti credit scoring, e-KYC, tanda tangan digital, dan lain sebagainya, ujar Lutfi. Sederhananya, skala BSI memberikan peluang untuk menjangkau lebih jauh dari tiga institusi pembentuk yayasannya.

Bank-bank yang menjadi tulang punggung BSI akan mengintegrasikan data nasabahnya sehingga memudahkan perusahaan tekfin yang bekerja sama dengan BSI untuk menawarkan layanan kepada nasabahnya. Secara makro, kehadiran Bank Syariah Indonesia menunjukkan niat pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah di skala regional dan global, setara dengan Malaysia dan Maybank Islamic, bank syariah terbesar di Asia Tenggara, bahkan Arab Saudi dan Bank Al Rajhi, yang merupakan bank Islam terbesar di dunia.

Dima Djani, co-founder dan CEO platform P2P lending Alami Sharia, berharap BSI dapat merumuskan dukungan baru untuk ekosistem fintek syariah, terutama terkait dengan pilihan pendanaan yang sebelumnya terbatas, yang meliputi pemberi pinjaman kelembagaan untuk P2P lending dan pembiayaan ekuitas untuk perusahaan itu sendiri. “Kalau kita lihat bank konvensional seperti Bank BRI atau Bank Mandiri, mereka menyediakan infrastruktur end-to-end hingga platform P2P lending biasa. Mereka memiliki perpanjangan tangan dalam bidang VC yang memberikan ekuitas untuk fintech. Dari sisi operasional, mereka menyediakan rekening dana pemberi pinjaman yang memudahkan pemberi pinjaman melakukan transaksi pendanaan di platform fintech. Hal ini yang masih kurang dalam fintech syariah. “Dima menambahkan dengan bertambahnya aset, BSI bisa mengarahkan lebih banyak dana melalui platform fintech.

Namun, dia meredam prediksi itu dengan ekspektasi yang lambat. “Proses merger sangat rumit, apalagi melibatkan tiga bank besar. Mereka harus mengintegrasikan sistem, database, serta tim, termasuk yang terkait dengan kemitraan fintek. Butuh waktu bagi bank untuk menyelesaikan integrasi sebelum beralih ke rencana selanjutnya,” ujar Dima.

Dima menilai, banyak lembaga keuangan syariah yang kesulitan bersaing dengan entitas yang menawarkan layanan konvensional, baik dari segi harga, jangkauan, maupun teknologi. Itu sebabnya pemerintah sangat mendukung BSI. Tapi perlu adanya percepatan, dua kali lebih cepat dari bank konvensional yang sudah dilengkapi dengan teknologi canggih. Mungkin suatu saat BSI juga akan bertransformasi menjadi bank digital syariah, tapi itu tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat,” ujarnya.

Geliat fintek syariah dan ekonomi Islam

Indonesia adalah rumah bagi 12,7% Muslim dunia, porsi yang lebih besar dari negara lain. Tapi itu sendiri tampaknya tidak cukup untuk menggairahkan ekonomi syariah negara. Indonesia masih tertinggal dari Malaysia, yang memimpin industri secara global, menurut Laporan Negara Ekonomi Islam Global yang diterbitkan pada tahun 2020 oleh Salaam Gateway, sebuah platform berita yang mencakup perkembangan ekonomi yang berfokus pada Muslim. Indonesia tertinggal di urutan keempat.

Pada Juni 2020, aset perbankan syariah mencapai Rp545,39 triliun (USD 39,22 miliar), 9,22% lebih tinggi tahun-ke-tahun, dan total pendanaan yang disalurkan mencapai Rp377 triliun (USD27,1 miliar), menurut data yang dihimpun oleh otoritas keuangan negara, OJK. Pangsa pasar perbankan syariah sebesar 6,18%, dengan 196 lembaga yang terdiri dari 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, dan 162 bank pembiayaan rakyat syariah.

Di antara populasi, literasi keuangan syariah masih rendah, sekitar 8% pada 2019, sedangkan literasi keuangan nasional di angka 38%, menurut data OJK.

Startup fintech yang beroperasi di segmen niche ini harus mampu menghadapi berbagai tantangan seperti rendahnya literasi keuangan syariah dan infrastruktur yang belum lengkap. Dari 149 fintech lender yang memiliki lisensi dan terdaftar di OJK per Januari 2021, hanya sepuluh yang sepenuhnya syariah. Tahun lalu, OJK mencabut lisensi platform fintech syariah Syarfi Teknologi, dan membatalkan pendaftaran untuk yang bernama Danakoo karena tidak dapat memenuhi persyaratan OJK.

Meski demikian, Luthfi Adhiansyah optimis fintech syariah, khususnya lending, akan semakin luas penggunaannya dan stabil di tahun-tahun mendatang. “Selama pandemi, platform pinjaman syariah menyalurkan sekitar Rp 1,7 triliun, naik dari Rp 1 triliun tahun lalu. Ini menunjukkan peningkatan permintaan di sektor ini,” ujarnya.

Ada lembaga keuangan dan perusahaan fintek yang menawarkan layanan keuangan konvensional maupun syariah. Diversifikasi dimaksudkan untuk melayani berbagai jenis klien, tetapi terkadang menjadi bumerang — pelanggan konservatif meragukan keaslian produk keuangan yang sesuai dengan syariah jika mereka yakin uang mereka dapat dicampur dengan uang tunai yang ditangani dengan cara non-Islam.

Lutfi meyakini perlunya pemisahan yang tegas antara layanan keuangan konvensional dan syariah guna membangun dan menjaga kepercayaan nasabah. Ini adalah kunci untuk membuat keuangan Islam dapat digunakan secara luas.

Halangan lainnya adalah kurangnya dana. Sejauh ini, tidak ada perusahaan modal ventura yang didedikasikan untuk mendukung platform syariah, dan investor lebih menyukai penyedia layanan keuangan yang menjalankan opsi keuangan Islami bersama dengan layanan konvensional. Itu berarti platform khusus sering diabaikan ketika investor mencari target untuk menyuntik dana.

Satu-satunya startup fintech syariah yang baru-baru ini mendapatkan modal baru adalah Alami, yang mengantongi USD 20 juta dalam putaran pendanaan ekuitas dan hutang bulan lalu, setelah putaran awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures pada tahun 2019. Startup tersebut mengaku sebagai yang pertama mengumpulkan “Skema pendanaan VC berbasis syariah,” mengacu pada struktur pengaturan modalnya yang sesuai dengan aturan Islam. Dalam wawancara sebelumnya dengan KrASIA, Dima menjelaskan skema bagi hasil syariah mirip dengan pembiayaan ekuitas.

“Ada beberapa VC yang tertarik menjajaki fintech syariah, namun akhirnya lebih memilih berinvestasi di perusahaan biasa yang memiliki unit usaha syariah, karena dianggap lebih mudah dan tidak terlalu berisiko. Menurut saya penting bagi regulator untuk memisahkan kedua jenis bisnis tersebut, dan saya berharap BSI dapat menginspirasi institusi lain, termasuk fintek, untuk melakukan spin off unit bisnis syariahnya menjadi perusahaan yang sepenuhnya syariah,” jelas Lutfi.

Terlepas dari banyak tantangan, orang dalam industri percaya bahwa bank syariah raksasa yang baru didirikan dapat menjadi fondasi bagi fintech syariah di Indonesia dan sekitarnya, membantu ceruk segmen ini tumbuh dan bersaing dengan pemain konvensional yang sudah mapan.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial