Tag Archives: bca

Saham blue chip merupakan saham yang cenderung stabil

Apa itu Saham Blue Chip, Keuntungan dan Kekurangannya

Saham blue chip adalah saham dari perusahaan, yang memiliki reputasi cemerlang. Saat ini, banyak orang mulai memahami pentingnya investasi, dan berbondong-bondong menabung saham. Namun, tidak semua saham dapat memberikan keuntungan.

Saham blue chip sendiri, umumnya merupakan saham perusahaan yang sudah besar, stabil secara finansial, dan pemasukan yang cukup. Karena berbagi kelebihan ini, saham blue chip menjadi saham yang populer untuk berinvestasi. 

Beberapa saham blue chip adalah IBM, Coca-Cola, BCA, Boeing, dan lain-lain. Lalu, apa yang membuat saham perusahaan disebut blue chip? Simak ulasan berikut ini ya!

Kriteria Perusahaan Dengan Saham Blue Chip

Perusahaan blue chip telah membuktikan bahwa performa saham mereka, relatif stabil baik saat sulit maupun tidak. Saham blue chip umumnya memiliki beberapa kriteria umum, seperti:

  • Kapitalisasi pasar yang besar. Kapitalisasi pasar adalah nilai dari perusahaan. Saham blue-chip sering kali merupakan saham berkapitalisasi besar, yang biasanya berarti mereka memiliki valuasi pasar sebesar $10 miliar, atau lebih.
  • Perkembangan yang solid dari waktu ke waktu, tidak seperti saham teknologi yang cenderung berkembang terlampau cepat.
  • Saham-saham blue-chip termasuk dalam indeks pasar utama seperti S & P 500, S & P 100, atau Nasdaq 100.
  • Adanya dividen. Perusahaan yang membayar dividen biasanya sudah mapan, yang berarti mereka tidak perlu lagi menginvestasikan banyak pendapatan untuk pertumbuhan mereka.

Kelebihan Saham Blue Chip

Ada beberapa keuntungan jika kamu memilih saham blue chip sebagai tujuan investasi. Keuntungan-keuntungan itu adalah:

  • Stabilitas. Karena perusahaan blue chip sudah beroperasi sangat lama. Perusahaan yang lebih kecil, atau lebih baru, cenderung belum kuat dalam menghadapi resesi maupun perubahan pasar.
  • Dividen. Seperti yang tertulis sebelumnya, banyak saham blue chip yang memberikan dividen, karenanya kamu bisa memiliki pendapatan yang tetap.
  • Minim usaha. Karena saham blue chip tidak mudah berubah seperti sekuritas lain, saham ini tidak memerlukan banyak pengawasan.

Kekurangan Saham Blue Chip

Walaupun banyak keuntungan yang bisa kamu dapatkan dari saham ini, ada juga kekurangan yang perlu kamu perhatikan.

  • Perusahaan blue chip adalah perusahaan yang mapan, sehingga harga saham mereka cenderung tinggi. Namun, kamu bisa membeli sebagian kecil saja dari saham lewat pialang.
  • Kamu mungkin tidak dapat berekspektasi keuntungan yang besar, dalam jangka yang pendek. Kamu akan mendapatkan pertumbuhan perusahaan yang stabil, namun untung yang sedikit dan memerlukan waktu panjang.

Setiap saham memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Apabila kamu hendak berinvestasi ke saham, perlu memperhatikan keuntungan, kelebihan, dan kesesuaiannya dengan rencanamu, ya!

Paxel Kantongi Pendanaan Seri C Sebesar 340 Miliar Rupiah

Startup logistik Paxel mengantongi pendanaan seri C sebesar $23 juta atau lebih dari 340 miliar Rupiah. Putaran keempat ini disuntik PT Astra Digital Internasional (ADI), Central Capital Ventura (CCV), MDI Ventures, Susquehanna International Group (SIG), Endeavour Catalyst, FJ Labs, dan PT Amsaka Investama Sejahtera.

Paxel sebelumnya memperoleh pendanaan seri B senilai $9,4 juta atau setara Rp134,7 miliar Rupiah pada Maret 2022 yang dipimpin MDI Ventures, serta partisipasi dari SIG, PT Luminary Media Nusantara, Bamboo Gold Services, dan Galilee Capital Ventures.

Dalam keterangan resminya, Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro mengatakan investasi ini sejalan dengan upaya perusahaan mempercepat transformasi digital melalui produk dan layanan inovatif. “Kami telah memiliki digital roadmap untuk memetakan perkembangan digitalisasi yang relevan dengan bisnis dan peningkatan kompetisi dan kemampuan digital Grup Astra,” tuturnya.

Presiden Direktur CCV Armand Widjaja menambahkan, saat ini pihaknya telah memperluas fokus investasi ke embedded finance, seperti logistik dan commerce, tak hanya fintech. Ia meyakini pertumbuhan bisnis Paxel akan memberikan dampak besar kepada industri UMKM di Indonesia.

Berdiri di 2017, Paxel menawarkan sejumlah layanan logistik yang membantu pelaku UMKM untuk melakukan pengiriman barang melalui Paxel sameday delivery, smart locker PaxelBox. PaxelBig, PaxelMarket, dan layanan jemput-kelola sampah ecommerce PaxelRecycle. 

Per Juni 2022, Paxel tercatat telah melayani lebih dari 2000 UMKM, 2 juta pengguna, dan mengirimkan lebih dari 17 juta paket dengan klaim tingkat ketepatan waktu di atas 98%. Jangkauannya meliputi 11 provinsi di 86 kabupaten/kota, 589 kecamatan dan 4.846 Desa di Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, dan Sumatera.

Ekspansi pasar

Lebih lanjut, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan operasional Paxel ke luar Pulau Jawa, serta memperkuat last mile dan fulfillment cold chain untuk melayani segmen B2C dan B2B. Pihaknya juga akan memperkuat SDM dan teknologi demi mencapai sustainability growth.

Di samping itu, pendanaan ini akan membuka pintu kolaborasi pengembangan layanan Paxel terhadap jaringan ekosistem raksasa yang dimiliki Astra, Telkom, dan BCA.

Paxel mengklaim dalam empat tahun terakhir telah mengantongi pertumbuhan pendapatan dan pengguna masing-masing sebesar 240% dan 176% per tahun. Selain itu, gross margin juga disebut tumbuh 3,6 kali dan menjadi positif pada kuartal ketiga 2020.

Industri logistik di Indonesia merupakan salah satu penyumbang PDB nasional terbesar dan terus tumbuh selama pandemi. Situasi lockdown memicu konsumen dan pelaku bisnis mencari alternatif untuk mendistribusikan produk ke konsumen, terutama di sektor F&B. Kami melihat Paxel memiliki solusi di bidang ini dan telah membangun infrastruktur yang memungkinkan pengiriman cepat.” ujar Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li.

Industri logistik

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal III 2021, Supply Chain Indonesia (SCI) memperkirakan sektor logistik dapat menyumbang Rp699,1 triliun terhadap PDB atau tumbuh 1,08% (YoY) di 2022

Chairman SCI Setijadi memproyeksikan kinerja sektor logistik, baik transportasi, pergudangan, dan kurir, membaik di sepanjang 2022. Pertumbuhan sektor ini akan didorong utamanya oleh sektor pengolahan, terutama non-migas, diikuti oleh sektor pertanian, perikanan, hingga perdagangan. Pada 2021, industri pengolahan non-migas disumbang sebagian besar dari industri makanan dan minuman (38,4%), kimia dan farmasi (11,4%), barang logam dan elektronik (8,7%), alat angkut 8,4%, serta tekstil dan pakaian 6,1%.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan menambahkan, pertumbuhan industri logistik dalam negeri di 2022 akan dikerek dari dua sektor; (1) pasar yang telah terintegrasi dengan teknologi digital dan (2) logistik yang bersifat penting dan menjadi komoditas utama untuk mendongkrak penerimaan negara.

Application Information Will Show Up Here

BCA to Allocates Rp400 Million in a New Managed Fund Central Capital Ventura

PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) is to allocate IDR 400 billion to Central Capital Venture (CCV) to support investment into the startup ecosystem. BCA’s President Director Jahja Setiaatmadja said that CCV has invested in 26 startups.

In a press conference on BCA’s 2021 performance, Jahja said that the funds will be used to add more good quality startup portfolios, purposely to generate more profits later.

“We provide CCV the authority to determine which fields for its focus,” Jahja said as quoted from Katadata.

On the general note, CCV was formed as BCA’s investment arm to support the development of digital innovation within the company. CCV has a mission to create collaboration between BCA and portfolio, especially in terms of embedded finance.

Since the establishment of CCV in 2017, BCA has invested around IDR 200 billion focusing on the fintech vertical. Some of CCV’s portfolios include Akseleran, Qoala, and Oy!.

Based on the performance report in 2020, CCV has disbursed around Rp157 billion for investment, an increase of 20% from Rp119.3 billion in the previous year. CCV also secured an operational profit of IDR 1.71 billion from a loss of IDR 1.7 billion in 2019.

In addition to CCV, BCA established a new digital bank, BCA Digital, which focuses on being a tech incubator and expanding the ecosystem under the parent company. BCA Digital was officially established in mid-2021 by launching the “blu” mobile banking application.

CVC in 2021

Based on our records, several corporate venture capital (CVC) in Indonesia are still actively investing in startups throughout 2021. Last year, PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) and PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS) formed a new CVC named BTPNS Ventura.

The thing is, we oobserve that several CVCs started to offer different initiatives apart from new managed funds. For example, MDI Ventures introduced the eMerge platform to connect a network of angel investors and startups in Indonesia.

There is also a collaboration between MDI Ventures and cryptocurrency exchange platform Binance to form a consortium through a joint venture. This collaboration is carried out to develop a digital asset exchange platform in Indonesia.

Corporate Venture Capital (CVC) in Indonesia / Source: DS Research

Furthermore, we have BRI Ventures that started to expand its investment vertical by introducing the Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA) with Tokocrypto. The goal is to empower startup projects with blockchain technology and tokenization in Indonesia.

Moreover, the Government launched the Merah Putih Fund (MPF) last year as an effort to encourage the acceleration of innovation, digital potential, and startups in Indonesia. The government involved the five SOEs including Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, and BNI to manage the MPF with a Rp4.3 trillion funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CVC Bank BCA

BCA Menambah Dana Kelolaan Central Capital Ventura Senilai Rp400 Miliar

PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) akan mengalokasikan dana sebesar Rp400 miliar ke Central Capital Ventura (CCV) untuk mendukung upaya investasi ke ekosistem startup. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan bahwa CCV telah berinvestasi ke 26 startup hingga saat ini.

Dalam konferensi pers paparan kinerja BCA 2021, Jahja mengatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk menambah portofolio startup berkualitas bagus dan dapat menghasilkan keuntungan nantinya.

“Kami memberikan wewenang kepada CCV untuk menentukan bidang mana yang akan dimasuki,” ujar Jahja seperti dikutip dari Katadata.

Sebagai informasi, CCV dibentuk sebagai perpanjangan investasi BCA untuk mendukung pengembangan inovasi digital di lingkup perusahaan. CCV memiliki misi untuk menciptakan kolaborasi antara BCA dan portofolio, terutama peluang embedded finance.

Pada awal pendirian CCV di 2017, BCA menyuntik dana sebesar Rp200 miliar dengan fokus utama pada vertikal fintech. Beberapa portofolio CCV antara lain Akseleran, Qoala, dan Oy!.

Berdasarkan laporan kinerja di 2020, CCV telah menyalurkan investasi sebesar Rp157 miliar atau naik 20% dari Rp119,3 miliar di tahun sebelumnya. CCV juga mengantongi laba operasional sebesar Rp1,71 miliar dari kerugian Rp1,7 miliar di 2019.

Selain CCV, BCA mendirikan bank digital baru BCA Digital yang berfokus sebagai tech incubator dan memperluas ekosistem yang sudah dimiliki oleh induk usaha. BCA Digital resmi berdiri pada pertengahan 2021 dengan meluncurkan aplikasi mobile banking “blu”.

Gerak CVC di 2021

Berdasarkan catatan kami, sejumlah corporate venture capital (CVC) di Indonesia masih aktif berinvestasi ke startup di sepanjang 2021. Tahun lalu juga ada kemunculan CVC baru bentukan PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS), yakni BTPNS Ventura.

Menariknya, kami melihat beberapa CVC di antaranya mulai menghadirkan inisiatif berbeda selain menambah dana kelolaan baru. Misalnya, MDI Ventures memperkenalkan platform eMerge untuk menghubungkan jaringan angel investor dan startup di Indonesia.

Ada juga kolaborasi MDI Ventures bersama platform pertukaran mata uang kripto Binance untuk membentuk konsorsium melalui joint venture. Kolaborasi ini dilakukan untuk mengembangkan platform pertukaran aset digital di Indonesia.

Corporate Venture Capital (CVC) di Indonesia / Sumber: DS Research

Kemudian, BRI Ventures juga mulai melebarkan vertikal investasinya dengan mendirikan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA) bersama Tokocrypto. Tujuannya adalah memberdayakan proyek startup dengan teknologi blockchain dan tokenisasi di Indonesia.

Tak kalah penting, tahun lalu Pemerintah meluncurkan Merah Putih Fund (MPF) sebagai upaya untuk mendorong akselerasi inovasi, potensi digital, dan startup di Indonesia. Pemerintah melibatkan sebanyak lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, dan BNI untuk mengelola MPF dengan dana kelolaan fase awal sebesar Rp4,3 triliun.

OVO Google Play Tarik Tunai

OVO Jadi Opsi Pembayaran di Google Play; Hadirkan Fitur Tarik Tunai di Jaringan ATM BCA

Aplikasi e-money OVO kini bisa digunakan untuk melakukan pembayaran atau pembelian item di Google Play. Pengguna kini dapat menemui opsi “Add OVO” di bagian metode pembayaran. Sebelumnya e-money lokal lain yang juga sudah masuk ke ekosistem Google Play adalah Gopay (sejak 2019), DANA (2021), ShopeePay (2021), dan DOKU (2021).

Mereka berbondong-bondong hadir sebagai layanan pembayaran di Google Play bukan tanpa alasan. Perputaran uang di sana sangat besar, jika membuka di laporan keuangan Alphabet Inc. per Q3 2021 ini Google Services (termasuk di dalamnya Google Play) menghasilkan revenue $59,8 miliar.

Terlebih di era esports seperti saat ini, komoditas aset digital dalam game juga menjadi salah satu barang paling banyak ditransaksikan. Menurut data Sensor Tower, tahun ini Moonton telah menghasilkan $69,2 juta transaksi hanya dari Mobile Legend di Indonesia.

Di samping itu, e-money menjadi sistem pembayaran alternatif di tengah kecilnya penetrasi kartu debit/kredit di Indonesia [yang digunakan untuk pembayaran di layanan digital]. Di samping itu, sebenarnya Google juga sudah bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal sejak lama untuk memungkinkan pengguna melakukan pembayaran aplikasi lewat skema potong pulsa.

Sebagai e-money pertama yang mengintegrasikan sistem pembayaran ke Google Play, Gopay telah mengalami peningkatan transaksi secara pesat di tahun lalu. Dari data internal Gojek sepanjang Maret-Mei 2020 memperlihatkan Gopay banyak dipakai untuk pembelian kupon game dengan kenaikan 3x lipat. Aplikasi Free Fire, Mobile Legends, dan PUBG Mobile menjadi yang terfavorit berdasarkan jumlah pembayaran.

Hadirkan opsi tarik tunai di ATM BCA

Hari ini (16/12) OVO juga meluncurkan fitur tarik tunai OVO Cash yang dapat dilakukan di 17 ribu jaringan ATM milik Bank Central Asia (BCA) seluruh Indonesia. Sebelumnya Gopay juga melakukan integrasi yang sama, memungkinkan penggunanya untuk melakukan penarikan tunai saldo melalui jaringan ATM BCA.

Presdir OVO Karaniya Dharmasaputra memaparkan bahwa sinergi ini berangkat dari kesamaan visi kedua perusahaan untuk memperluas layanan keuangan modern, aman serta inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pengguna OVO dapat menarik saldo dengan jumlah minimal penarikan sebesar 50 ribu Rupiah dan maksimal 10 juta Rupiah per hari. Fitur ini dapat digunakan setiap hari oleh pengguna OVO dan akan dikenakan biaya admin sebesar 5 ribu Rupiah untuk setiap penarikan.

Hadirnya fitur ini diperkuat dengan analisa dari Boston Consulting Group yang menyebutkan bahwa layanan pembayaran digital seperti OVO digunakan sebanyak 26 persen golongan masyarakat yang tidak memiliki rekening bank (unbanked) dan 14 persen golongan masyarakat yang memiliki rekening bank tetapi masih menghadapi keterbatasan akses (underbanked), sebagai alat pembayaran yang nyaman, aman dan mampu mendukung kegiatan sehari-hari mereka.

Tingkatkan integrasi dengan bank

Sebelumnya, awal Desember 2021 ini OVO juga baru meresmikan kerja samanya dengan BRI untuk meluncurkan kartu kredit co-brand OVO U Card. Perluasan ekosistem melalui kemitraan strategis memang tengah menjadi langkah penting yang digencarkan semua pelaku industri fintech. Terlebih perbankan juga mulai menempatkan posisinya sebagai enabler, untuk memberdayakan pemain seperti OVO dengan layanan yang lebih luas – melalui Bank as a Services atau embedded finance.

Model kerja sama ini menjadi simbiosis mutualisme. Dari sisi platform, benefit yang didapatkan jelas pada perluasan akses layanan finansial. Sementara bagi bank, memungkinkan mereka untuk meningkatkan transaksi dari segmen pengguna baru yang mungkin sebelumnya tidak terlayani. Di samping itu konsep data sharing di level backend juga akan meningkatkan kapabilitas analisis dan skoring yang dimiliki masing-masing platform, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih personalized kepada nasabah dan calon nasabah.

Application Information Will Show Up Here

Blibli and BCA to Launch “Co-Brand” Credit Card

Blibli and BCA launched the BCA Blibli Mastercard co-branded credit card to increase online shopping transactions on e-commerce platforms. The whole process is run through the Blibli app via the “KK BCA Blibli” thumbnail icon.

BCA’s Director, Santoso explained that the pandemic has changed consumers’ daily shopping habits to digital platforms. It will continue during the post-pandemic, and bank should anticipate this to remain relevant.

“Prior to this co-brand, we already have a collaboration with Blibli and the progress is always showing improvement. Blibli meets various consumer needs, we also see BlibliMart’s progress showing a significant improvement. We want to be present in various consumer needs,” he said during a virtual press conference, Monday (11/10).

Blibli’s Co-founder & CEO, Kusumo Martanto added, “This is the first collaboration in the Indonesian e-commerce sector to utilize Mastercard Sonic technology to ensure quality security and transaction convenience. “At the same time strengthening the synergy between BCA and Blibli in presenting innovative solutions,” he said.

The BCA Blibli Mastercard Credit Card targets Blibli users who are familiar with digital shopping. The submission process is completely online in the Blibli application through the “KK BCA Blibli” thumbnail icon. If you already a BCA debit customer and have BCA credit card, it is enough for the customer to provide the previous credit card number, to be directly sent to your home address or contact the BCA call center.

If you already a debit customer but don’t have a credit card, the customer needs to prepare personal data, including ID card, NPWP, selfie photo, and signature. “We make sure the process is seamless as we target consumers who shop at Blibli and used to shopping online,” BCA’s EVP, I Ketut Alam Wangsawijaya added.

As an added value, this co-branded credit card offers various forms of bonuses when shopping at Blibli. Among them, customers will automatically receive a welcome bonus of up to Rp650 thousand, free annual fee for the first year, cashback for every transaction inside and outside the Blibli application in the form of a Blipay balance.

“Blipay does not have an expiry date, therefore, once consumers want to shop at Blibli they can use Blipay balance. It can be a value for consumers because there are various discounts and multiple cashbacks. Although this is not the first time, we still want to provide the best,” Ketut said.

Previously, BCA’s digital bank unit “blu” had established a strategic partnership with Blibli. In its early day, this collaboration allows Blibli users to open blu accounts, e-commerce payments, and transact via in-app payments.

Facilitate credit card ownership

Ketut continued, the credit card business has slowed down since the pandemic. However, his team is optimistic for indicators of recovery, marked by the tourism sector which sttarted to reviving. This sector is the largest contributor to transactions in the credit card business.

“BCA credit card transaction value per September 2021 is to reach Rp42 trillion. This is a positive tren after the second wave of Covid-19 in July because some offline stores were closed until August.”

Bank Indonesia recorded a credit card transaction volume of 157.01 million times as of July 2021. Year on year (yoy) this number decreased compared to the same position last year of 164.95 million times. Likewise, in terms of number, it is down 7.81% yoy from Rp144.84 trillion to Rp133.52 trillion.

Before Blibli and BCA, there have been several similar collaborations between banking and digital platforms to boost online transactions. Among them, Shopee with Bank Mandiri, also Traveloka with Bank Mandiri and BRI.

Banks are getting interested to online platforms as they generate high traffic and transactions. Shopee, for example, according to iPrice, is a marketplace platform with the highest average visits of up to 90 million times last year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Blibli dan BCA luncurkan kartu kredit co-brand Kartu Kredit BCA Blibli Mastercard, pengajuan secara online melalui aplikasi Blibli

Blibli dan BCA Rilis Kartu Kredit “Co-Brand”

Blibli dan BCA mengumumkan peluncuran kartu kredit co-brand Kartu Kredit BCA Blibli Mastercard, guna meningkatkan transaksi belanja online di platform e-commerce. Seluruh proses pengajuan dilakukan melalui aplikasi Blibli melalui ikon thumbnail “KK BCA Blibli”.

Direktur BCA Santoso menjelaskan pandemi membuat kebiasaan belanja sehari-hari konsumen berubah ke platform digital. Kebiasaan tersebut akan berlanjut ketika post pandemi, dan perlu diantisipasi oleh bank agar tetap relevan dengan kondisi.

“Sebelum kerja sama co-brand ini, sudah ada kerja sama kami dengan Blibli dan progresnya selalu menunjukkan peningkatan. Blibli memenuhi berbagai kebutuhan konsumen, kami juga melihat progres BlibliMart menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kami ingin hadir di berbagai kebutuhan konsumen,” katanya saat konferensi pers virtual, Senin (11/10).

Co-founder & CEO Blibli Kusumo Martanto menambahkan, kolaborasi ini adalah yang pertama di sektor e-commerce Indonesia yang memanfaatkan teknologi Mastercard Sonic untuk memastikan kualitas keamanan, serta kenyamanan transaksi. “Sekaligus memperkuat sinergi antara BCA dan Blibli dalam menghadirkan solusi yang inovatif,” katanya.

Kartu Kredit BCA Blibli Mastercard menyasar para pengguna Blibli yang terbiasa dengan belanja digital. Proses pengajuannya sepenuhnya secara online di aplikasi Blibli melalui ikon thumbnail “KK BCA Blibli”. Bila sudah menjadi nasabah debit BCA dan sudah memiliki kartu kredit BCA, maka nasabah cukup memberi tahu nomor kartu kredit sebelumnya agar dapat segera dikirim ke alamat rumah atau menghubungi call center BCA.

Bila sudah menjadi nasabah debit, namun belum memiliki kartu kredit, nasabah perlu menyiapkan data diri, di antaranya, KTP, NPWP, foto selfie, dan tanda tangan. “Kita pastikan prosesnya seamless karena kami menargetkan konsumen yang belanja di Blibli yang terbiasa belanja online,” tambah EVP BCA I Ketut Alam Wangsawijaya.

Sebagai nilai lebih, kartu kredit co-brand ini menawarkan berbagai bentuk bonus saat berbelanja di Blibli. Di antaranya, nasabah akan otomatis mendapat welcome bonus hingga Rp650 ribu, bebas annual fee untuk tahun pertama, cashback untuk setiap transaksi di aplikasi Blibli maupun di luar aplikasi dalam bentuk saldo Blipay.

“Blipay ini tidak ada expiry date-nya, sehingga suatu saat konsumen mau belanja di Blibli bisa memanfaatkan saldo Blipay-nya. Ini bisa menjadi value buat konsumen karena ada berbagai diskon dan cashback berlipat. Meski ini bukan yang pertama, kami ingin yang terbaik,” kata Ketut.

Sebelumnya unit bank digital BCA “blu” juga telah menjalin kemitraan strategis dengan Blibli. Di tahap awalnya, kerja sama tersebut memungkinkan pengguna Blibli melakukan pembukaan rekening blu, pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi lewat in-app payment.

Permudah kepemilikan kartu kredit

Ketut melanjutkan, bisnis kartu kredit ikut melesu semenjak pandemi. Namun pihaknya optimis sudah terlihat indikator pemulihan, ditandai dengan sektor pariwisata yang kembali menggeliat. Sektor ini termasuk penyumbang terbesar transaksi di bisnis kartu kredit.

“Nilai transaksi kartu kredit BCA sampai September 2021 mencapai Rp42 triliun. Ini sangat positif, bila kita lihat trennya setelah second wave Covid-19 di Juli karena beberapa toko offline sempat tutup hingga Agustus.”

Bank Indonesia mencatatkan volume transaksi kartu kredit sebesar 157,01 juta kali per Juli 2021. Secara year on year (yoy) angka tersebut turun dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebanyak 164,95 juta kali. Begitu pun secara nominal, turun 7,81% yoy dari Rp144,84 triliun menjadi Rp133,52 triliun.

Sebelum Blibli dan BCA, sebelumnya sudah ada beberapa kerja sama serupa antara perbankan dan platform digital untuk mendongkrak transaksi online. Di antaranya, Shopee dengan Bank Mandiri, lalu Traveloka dengan Bank Mandiri dan BRI.

Bank melirik platform online karena mereka memiliki traffic kunjungan dan transaksi yang tinggi. Shopee misalnya, menurut iPrice, adalah platform marketplace dengan rata-rata kunjungan tertinggi hingga 90 juta kali sepanjang tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here
Jajaran tim Central Capital Ventura / CCV

Central Capital Ventura Melihat Peluang Besar pada “Embedded Finance”

Corporate Venture Capital (CVC) menjadi salah satu strategi perusahaan untuk tetap relevan di tengah perkembangan teknologi digital saat ini; sekaligus dijadikan kendaraan agar bisa bersinergi dengan ekosistem startup yang tengah berkembang pesat di Indonesia. Dari beberapa perusahaan yang telah menginisiasi CVC, Bank Central Asia (BCA) menjadi salah satunya melalui PT Central Capital Ventura (CCV).

Sejak berdiri tahun 2017, CCV fokus pada pendanaan tahap awal di vertikal bisnis fintech. Mereka mengemban misi untuk menciptakan kolaborasi antara BCA dengan portofolionya. “Saat membangun portofolio, kami melihat peluang pada embedded finance, di mana dapat menyematkan layanan finansial ke sektor logistik, kesehatan, perdagangan, dan banyak lagi. Dengan demikian embedded finance menjadi sektor baru yang kami jajaki,” ujar Investment Associate CCV Eric Hendrickus.

Dikembangkan oleh fintech, konsep embedded finance memungkinkan berbagai layanan konsumer untuk memiliki kapabilitas finansial seperti pembayaran, pinjaman, atau asuransi. Mereka tidak perlu melakukan pengembangan dari nol, cukup mengintegrasikan layanan yang ada ke dalam backend aplikasi.

Seperti diketahui, sektor fintech diregulasi ketat oleh otoritas, dalam proses pengembangan sebuah layanan harus memiliki perizinan dan memenuhi kriteria tertentu. Menggunakan layanan siap pakai dapat menjadi solusi agar para pengembang aplikasi fokus di model bisnis utamanya — di samping mengembangkan solusi fintech membutuhkan investasi yang besar.

Hipotesis investasi

Turut disampaikan, hingga saat ini dana kelolaan (fund) di CCV hanya berasal dari induk perusahaan [99,9%+ sahamnya dimiliki BCA, sianya BCA Finance]. Berdasarkan laporan keuangan per 2020 yang disampaikan pada April 2021 lalu, secara kumulatif mereka telah menggelontorkan investasi Rp157,7 miliar kepada 17 startup. Teranyar di tahun ini, CCV berpartisipasi dalam putaran pendanaan startup pengembang platform e-KYC Verihubs dan layanan transfer Oy! Indonesia.

Kemudian untuk kriteria yang ditetapkan dalam memutuskan untuk investasi, selain potensi sinergi dengan perusahaan induk, CCV biasanya melihat beberapa variabel. “Kami selalu berhati-hati setiap kali kami melakukan investasi. Ada banyak variabel yang harus diperhatikan, tetapi yang utama adalah: pendiri yang hebat, model bisnis yang sehat & berkelanjutan, pertumbuhan, dan pasar yang besar,” imbuh Eric.

Jika melihat jajaran portofolio CCV, memang tidak semua murni bermain di ranah fintech. Sebut saja pengembang game Agate, startup B2B supply chain Sinbad, platform biometrik Element, dan beberapa lainnya. Eric pun menjelaskan, “Meskipun perusahaan yang Anda sebutkan mungkin bukan startup fintech murni, mereka dapat berperan dalam mendukung layanan keuangan. Misalnya biometrik untuk KYC, gamifikasi untuk pelanggan perbankan, dan lain-lain. Selain itu, kami menyukai mereka sebagai bisnis dan melihat peluang kerja sama dengan BCA.”

Di masa pandemi, ia mengatakan tidak banyak yang berubah dari hipotesis investasi CCV. Bedanya, kini mereka berusaha mencari startup dan sektor mana yang akan menjadi pemenang pasar setelah pandemi. Sepanjang 2021, CCV telah berinvestasi ke 4 startup baru dan melakukan beberapa investasi lanjutan ke portofolio sebelumnya.

“Bahkan sebelum pandemi, kami sudah sangat berhati-hati dalam melakukan investasi […] Dengan adanya pandemi, kami tetap berpegang pada kriteria yang sama, menekankan pada model bisnis yang berkelanjutan,” jelas Eric.

Pandangan mengenai ekosistem startup

Ekosistem startup Indonesia yang ada saat ini dinilai CCV berhasil membuktikan ketangguhannya. Sejak 2017 berkecimpung, mereka melihat tren pertumbuhan eksponensial. Banyak model bisnis baru muncul, memecahkan berbagai permasalahan spesifik di masyarakat. Dalam rentang 5 sampai 10 tahun ke depan, CCV cukup optimis, pertumbuhan yang ada tidak akan melambat. Karena faktanya, pandemi justru mempercepat digitalisasi dan mendorong kemunculan startup baru.

“Kami telah melihat banyak pendiri generasi kedua dan mantan karyawan unicorn memulai perusahaan mereka sendiri. Dari perspektif investor, kami juga melihat investor global semakin tertarik pada startup Indonesia. Selain itu, seiring dengan semakin matangnya ekosistem, ada jalan ‘exit’ melalui M&A serta IPO,” jelas Eric.

“Tren pertumbuhan ini jelas merupakan pertanda baik bagi ekosistem startup Indonesia karena kami bercita-cita menjadi hub teknologi global,” tutupnya.

Selain berinvestasi, CCV juga aktif membantu induk perusahaannya melakukan program edukasi dan akselerasi startup melalui SYNRGY. Verihubs sendiri, yang baru diinvestasi oleh CCV juga merupakan jebolan dari program tersebut. Di luar itu, mereka juga terus meningkatkan proposisi nilainya sebagai CVC, dengan membuka jaringan, menghubungkan dan akses ke ekosistem yang dimiliki BCA untuk para portofolionya.

Saat ini, selain CCV, di Indonesia juga ada beberapa CVC lainnya. Berikut daftarnya:

BCA Digital dan Blibli

BCA Digital Gandeng Blibli sebagai Mitra Ekslusif Aplikasi “blu”

Setelah aplikasinya meluncur pada akhir Juni lalu, PT Bank Digital BCA (BCA Digital) kini resmi mengumumkan Blibli sebagai partner eksklusif “blu” yang pertama untuk memperkuat ekosistem digitalnya. Melalui kolaborasi ini, Blibli diklaim sebagai sebagai platform e-commerce pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan aplikasi bank digital.

Dalam konferensi pers yang digelar virtual, CEO Bank Digital Lanny Budiati mengatakan, inovasi perbankan digital terus berkembang dan tidak lagi terbatas pada layanan finansial saja. Semakin ke sini, penggunaan perbankan digital semakin erat dalam kehidupan sehari-hari, seperti pembayaran transaksi e-commerce, investasi, dan pengelolaan keuangan.

“Kemitraan eksklusif BCA Digital dan Blibli dilakukan untuk memperluas skala ekosistem digital yang berkelanjutan. Keduanya juga punya kesamaan misi, yaitu memprioritas kepuasan pelanggan dan melayani segmen digital savvy,” ungkap Lanny.

Sementara, Co-founder dan CEO Blibli Kusumo Martanto meyakini bahwa pengembangan ekosistem digital di Indonesia dapat mencapai potensi optimalnya melalui kolaborasi. “Maka itu, kami terus berkomitmen untuk berinovasi dan menyesuaikan strategi dengan pasar yang terus berubah dengan menjawab tantangan dan pengalaman selama satu dekade ini,” tambahnya.

Pada tahap awal, integrasi kedua platform memungkinkan pengguna Blibli untuk melakukan pembukaan rekening blu secara langsung, melakukan pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi melalui fitur in-app payment atau fitur QRIS.

Adapun, blu menggandeng PT Dwi Cermati Indonesia (Cermati) sebagai mitra integrator untuk mensinergikan plaform blu ke Blibli. Cermati juga akan memiliki peran penting terhadap pengembangan produk blu di masa depan.

Saat ini, blu punya tiga fitur unggulan yang dapat memberikan kebebasan mengatur keuangan, yaitu bluSaving, bluDeposit, dan bluGether. Berdasarkan data perusahaan, sebanyak 26,2% pengguna mengalokasikan budget di bluSaving untuk belanja. Kemudian, disusul oleh 20,9% alokasi tabungan untuk berlibur, 18,5% untuk dana pensiun, 17,2% untuk membeli rumah, dan 17% untuk kado. Tahun ini, BCA Digital membidik ratusan ribu pengguna blu.

Sampai saat ini, e-commerce masih menjadi motor penggerak terbesar ekonomi digital di Indonesia. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA dari Google, Temasek, dan Bain & Company di 2020, e-commerce menyumbang pertumbuhan tertinggi sebesar 54% atau menjadi $32 miliar dari sebelumnya $21 miliar di 2019.

Sinergi bank digital dan e-commerce

Kolaborasi ini sebetulnya tidak mengherankan mengingat induk blu (BCA Group) dan Blibli merupakan anak usaha dari perusahaan konglomerasi Djarum Group. Dengan kemitraan eksklusif ini, BCA Digital dan Blibli dapat mengeksplorasi model sinergi lebih jauh untuk dapat dikembangkan bersama.

Induk BCA Digital memiliki basis pengguna, jaringan ATM, dan jaringan merchant yang kuat. Sementara Blibli kini bermain di segmen B2C, B2B, dan B2B2C. Platform yang berdiri di 2010 ini juga mengoperasikan Blibli Express Service (BES) yang sudah bekerja sama dengan 27 mitra logistik, 20 gudang barang, dan 32 hub di kota-kota besar Indonesia.

Sejak beberapa tahun terakhir perbankan memang mulai memanfaatkan platform digital, baik itu e-commerce, ride hailing, atau fintech sebagai front-end channel untuk mengakuisisi nasabah baru. Namun, untuk mengoptimalkan kolaborasi dan sinergi, sejumlah platform digital mulai masuk sebagai pemegang saham di bank digital.

Beberapa di antaranya adalah Gojek ke Bank Jago, Akulaku ke Bank Neo Commerce, dan Sea Group (induk Shopee) ke Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE). Pada kasus Bank Jago, sinerginya dengan Gojek akan semakin luas mengingat platform ini telah resmi merger dengan Tokopedia menjadi GoTo. Tokopedia merupakan salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia.

Perubahan paradigma

Didukung arus modal yang besar, tren perusahaan digital yang masuk ke ekosistem perbankan terus bertambah — baik secara global maupun nasional. Maka hal yang layak menjadi perhatian adalah bagaimana “keterlibatan digital” merasuk menjadi DNA dari layanan perbankan itu sendiri.

Dalam sebuah survei ditemukan fakta bahwa ada kecenderungan konsumen untuk memperluas penggunaan sistem perbankan di varian layanan yang lebih luas.

Di Indonesia sendiri tren tersebut mulai diterjemahkan dengan baik oleh masing-masing, baik dari sisi perbankan [yang sebelumnya tradisional] maupun platform digital. Contohnya dalam realisasi kerja sama peluncuran kartu kredit khusus Traveloka bagi nasabah Bank Mandiri dan BRI. Model layanan berbasis Banking as a Services akan memiliki peran penting dalam proses integrasi.

Skenarionya tentu akan lebih intensif saat bank [terlebih digital] memiliki hubungan spesial dengan platform digital tertentu.

Di lain sisi, pandemi banyak mengubah tentang pengalaman yang diharapkan dari nasabah perbankan. Selain meminta penyedia layanan mempertimbangkan digitalisasi menyeluruh, responden mengharapkan ada pengalaman yang lebih personal dan menyeluruh.

Application Information Will Show Up Here

Tren Esports Sponsorship di Asia Tenggara

Industri game di kawasan Asia Tenggara dan Taiwan (GSEA) diperkirakan bernilai US$5 miliar pada 2019. Menurut Niko Partners, pada 2019, jumlah mobile gamers di GSEA mencapai 227 juta orang dan jumlah pemain PC mencapai 154,3 juta orang. Berkembangnya industri game di GSEA juga akan mendorong pertumbuhan industri esports. Alasannya, gamers di GSEA tidak hanya senang bermain game, tapi juga aktif di dunia esports.

Berdasarkan data dari Niko Partners, jumlah penonton di Asia Tenggara mencapai 100 juta orang. Audiens esports di masing-masing negara biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu populasi dan konektivitas internet. Semakin besar populasi sebuah negara, semakin besar pula jumlah penonton esports di negara itu. Sementara itu, infrastruktur internet yang baik akan mendorong pertumbuhan ekosistem esports di sebuah negara.

Banyaknya jumlah penonton memang bisa menumbuhkan ekosistem competitive gaming. Karena, biasanya, semakin besar jumlah penonton, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor. Memang, saat ini, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama di dunia esports. Lalu, bagaimana tren sponsorship di Asia Tenggara?

Industri Endemik Masih Mendominasi Sponsorship untuk Esports

“Perusahaan yang paling sering menjadi sponsor esports adalah perusahaan-perusahaan endemik industri game, seperti produsen komputer, gaming peripherals, maupun ponsel,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners ketika ditanya tentang tren esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Meskipun begitu, perusahaan-perusahaan non-endemik  alias perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan dunia game dan esports pun mulai tertarik untuk mendukung pelaku esports. “Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan non-endemik juga mulai masuk ke sponsorship esports di ASEAN,” ujar Darang. Lebih lanjut dia menjelaskan, perusahaan non-endemik tersebut biasanya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan/minuman, perbankan, dan transportasi.

Yamaha jadi salah satu perusahaan otomotif yang mendukung esports.

Di Indonesia, beberapa perusahaan endemik yang menjadi sponsor esports antara lain Acer Predator, ASUS ROG, Logitech, dan Razer. Mengingat di Indonesia mobile esports sangat populer, beberapa perusahaan smartphone juga aktif menjadi sponsor, seperti Xiaomi dan Samsung. Sementara itu, beberapa perusahaan non-endemik yang ikut aktif di kancah esports lokal adalah Red Bull yang menjadi sponsor dari Bigetron Esports dan ONIC Esports serta Sukro yang mendukung RRQ dan EVOS Esports.

BCA menjadi salah satu bank yang aktif mendukung pelaku esports di Indonesia. Salah satu turnamen esports yang BCA dukung adalah Piala Presiden. Mereka menyebutkan, alasan mengapa mereka tertarik untuk masuk ke komunitas esports adalah karena mereka ingin menggaet hati anak-anak muda, yang memang senang dengan competitive gaming. Contoh bank lain yang mendukung esports adalah BNI, yang belum lama ini menjadi sponsor dari Ladies Series MLBB 2021.

Dari segi nilai sponsorship, perusahaan endemik juga masih unggul. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang menjadi sponsor esports. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan di balik tren tersebut. Pasalnya, kompetisi esports masih bisa diselenggarakan secara online walau pemerintah melakukan lockdown dan masyarakat disarankan untuk melakukan social distancing. Memang, pada awal tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 baru dimulai, konten esports bahkan dianggap bisa menjadi pengganti dari siaran olahraga. Karena, ada banyak kompetisi olahraga yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan.

Vici Gaming yang memenangkan ONE Esports Singapore Major. | Sumber: Talk Esports

Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Singapura menjadi negara yang menarik esports sponsorship dengan nilai yang paling besar. Menurut Darang, alasannya sederhana, yaitu karena Singapura sering menjadi tuan rumah dari turnamen esports dengan hadiah besar. Salah satu turnamen esports yang diadakan di Singapura belum lama ini adalah ONE Esports Singapore Major 2021, yang menawarkan hadiah sebesar US$500 ribu. Dan pada Mei 2021, Free Fire World Series 2021 Singapore digelar di Marina Bay Sands. Total hadiah dari kompetisi Free Fire itu mencapai US$2 juta.

Apa yang Membuat Ekosistem Esports Asia Tenggara Unik?

Hampir semua negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile first. Karena itu, tidak heran jika industri mobile game berkembang pesat di kawasan ASEAN. Alhasil, ekosistem esports yang berkembang pun merupakan ekosistem mobile game. Darang menyebutkan, hal ini juga terlihat pada kontrak esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Di ASEAN, mobile esports menjadi minat utama para sponsor. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, di Asia Tenggara, tidak ada satu game yang mendominasi kontrak sponsorship.

Mobile game tetap menjadi yang paling diminati oleh para sponsor. Beberapa game yang paling banyak mendapatkan sponsor dalam pergelaran turnamen di seantero Asia Tenggara antara lain Free Fire, Arena of Valor, PUBG Mobile, dan Mobile Legends,” ungkap Darang. Ketika ditanya mengapa mobile game populer, dia menjawab, “Pengguna dan penonton mobile esports merupakan segmen terbesar esports di Asia Tenggara. Game ponsel juga mudah diakses, tidak memerlukan spec dan perlengkapan mahal seperti PC dan konsol, serta keberlanjutan turnamen-turnamennya mampu bertahan di kala pandemi. Hal-hal tersebut menjadikan mobile esports sebagai segmen paling populer di Asia Tenggara.”

 

Esports jadi salah satu cabang olahraga bermedali di SEA Games 2019. | Sumber: Esports Observer

Selain populernya mobile game, satu keunikan lain dari ekosistem esports di Asia Tenggara adalah aktifnya pemerintah dalam mengembangkan industri competitive gaming. Buktinya, esports telah dimasukkan dalam beberapa ajang olahraga bergengsi. Misalnya, di Asian Games 2018, esports dinobatkan sebagai cabang olahraga eksibisi. Sementara di SEA Games 2019, esports bahkan menjdi cabang olahraga bermedali. Esports juga akan kembali menjadi bagian dari SEA Games 2021 dan Asian Games 2022. Di Indonesia, esports juga akan menjadi cabang olahraga eksibisi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021. Pemerintah bahkan memilih Lokapala, mobile MOBA buatan developer lokal, menjadi salah satu game yang diadu.

“Satu hal yang unik dan membedakan Asia Tenggara dengan kawasan lain adalah keterlibatan pemerintah sebagai sponsor atau penyelenggara acara esports,” kata Darang. “Sebagai contoh, pemerintah Indonesia melalui PB Esports dan Kemenparekraf, pemerintah Malaysia melalui MDEC, dan pemerintah Singapura melalui SGGA tercatat cukup terlibat dalam penyelenggaraan turnamen esports di negara masing-masing.”

Sumber header: Dot Esports