Tag Archives: BEI

PT Venteny Fortuna International Tbk resmi mencatatkan sahamnya di BEI dan diperdagangkan di Papan Pengembangan dengan kode saham VTNY

Startup HR-Tech Venteny Resmi IPO, Raup Dana 338 Miliar Rupiah

PT Venteny Fortuna International Tbk resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan diperdagangkan di Papan Pengembangan dengan kode saham VTNY. Dalam aksi ini Venteny menawarkan 939,7 juta lembar saham dan berhasil menghimpun dana sebesar 338,3 miliar Rupiah.

Founder dan Group CEO Venteny Jun Waide mengatakan momen bersejarah ini merupakan babak baru bagi perseroan dalam membangun ekosistem teknologi untuk mendukung akselerasi bisnis UMKM dan meningkatkan kualitas hidup karyawan.

“Kami bersyukur, meski di tengah situasi ekonomi global yang penuh tantangan, kami menerima antusiasme yang luar biasa dari para investor, pengguna, dan masyarakat yang telah turut ambil bagian dalam perjalanan kami. Kami percaya, Venteny akan tumbuh bersama di Indonesia,” ucapnya, Kamis (15/12).

Meskipun Venteny baru masuk ke Indonesia pada 2019, setelah pertama kali berdiri di Filipina (2015) dan ekspansi ke Singapura (2016), perseroan memilih untuk melantai di Indonesia karena menyimpan berbagai potensi yang menarik. Baik itu dari skala pasar yang besar, juga memiliki potensi pertumbuhan pasar modal nasional yang kuat dengan jumlah investor ritel yang besar.

“Indonesia memiliki visi dan misi menjadi negara maju dan menduduki lima besar perekonomian dunia pada tahun 2045, di sini lah inovasi teknologi seperti Venteny dapat berperan. Kami optimistis bisnis kami dapat tumbuh bersama masyarakat Indonesia yang nantinya turut berdampak pada perekonomian nasional.”

Waide mengklaim, saham VTNY mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 12,58 kali dari pooling (penjatahan terpusat) berdasarkan data dari sistem E-IPO. Perseroan melepas 939,7 juta saham untuk penawaran umum perdana ini, atau setara dengan 15% dari modal disetor setelah penawaran umum perdana saham.

Investor yang membeli saham VTNY tersebar di 34 provinsi di Indonesia dan enam negara. Adapun jumlah pemesan sahamnya mencapai 18.847 orang.

Sebanyak 42% dana hasil IPO akan dimanfaatkan perseroan sebagai pemberian pinjaman kepada entitas anak perseroan, PT Venteny Matahari Indonesia sebagai modal kerja yang kemudian disalurkan kepada mitra P2P lending. Lalu sisanya, digunakan untuk pengembangan bisnis meliputi superapp untuk karyawan, produk dan layanan, memperluas wilayah pemasaran sebesar 30%, dan modal kerja grup sebesar 28%.

Pasca-IPO, perseroan berencana untuk memperkuat segmen B2B berkolaborasi dengan asosiasi di berbagai industri, menjaga tingkat kolektibilitas kredit, serta memperluas cakupan pasar dengan menambah jumlah kantor cabang sehingga perseroan dapat memberikan dampak yang lebih baik untuk UMKM Indonesia dan karyawannya.

Selain itu, untuk meningkatkan dan memperkuat segmen B2B2E (Business-to-Business-to-Employee), perseroan akan mengoptimalkan big data untuk mengembangkan layanan yang bermanfaat dan tepat guna untuk karyawan di semua segmen.

Dari langkah tersebut diharapkan ada pertumbuhan kontribusi dari employee super-app yang menjadi layanan B2B2E. “Kami akan menjadikan employee super-app ini sebagai aplikasi yang wajib dimiliki oleh seluruh karyawan,” tutup Waide.

Solusi Venteny

Venteny sendiri adalah startup HR-tech yang menyediakan teknologi untuk memenuhi kebutuhan karyawan melalui peningkatan employee happiness dan employee engagement. Venteny membangun ekosistem employee superapp melalui kerja sama dengan pihak ketiga untuk menyelenggarakan beberapa layanannya, seperti Program Teknologi Keuangan (V-Nancial), Program Asuransi Berbasis Teknologi (VENTENY Insurance & Protection Program) atau “VIP”, Program Keuntungan Karyawan (V-Merchant), dan Program Pendidikan Berbasis Teknologi (V-Academy).

Melalui fitur V-Nancial misalnya, terdapat tiga jenis employee loan, yakni Multipurpose Loan, Education Loan, dan Cash Advance yang serupa dengan kasbon yang dapat dipilih. Perseroan bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan yang telah memiliki izin dari OJK sebagai sumber akses dana darurat karyawan.

Model bisnis yang diterapkan Venteny, terdiri dari tiga segmen, yakni B2B, B2B2E, dan B2C. Kontribusi dari B2B mendominasi dengan pertumbuhan pengguna mencapai 161,61% per Maret 2022. Diklaim ada lebih dari 200 korporat yang menaungi lebih dari 200 ribu karyawan yang menjadi penerima benefit dari Venteny.

Menurut laporan keuangan per Juni 2022, Venteny mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar Rp29,2 miliar atau naik 71% (YoY). Beban pokoknya sebesar Rp18,22 miliar, naik 196%.

Sementara, untuk laba komprehensif tahun berjalan tercatat sebesar Rp4,92 miliar, naik drastis hingga 2.005%. Kenaikan ini sejalan dengan pendapatan netto dan peningkatan penghasilan komprehensif lain atas selisih kurs. Adapun, untuk aset perseroan mencapai Rp354,52 miliar, meningkat 47% (YoY) dan liabilitasnya juga naik menjadi Rp273,89 miliar meningkat 31%.

AMVESINDO: Strategi “Exit” dan Tingginya Minat Startup untuk IPO

Beberapa waktu terakhir, perjalanan IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, setelah dinobatkan sebagai salah satu penawaran umum perdana terbesar di dunia tahun ini, harga saham GoTo terpantau terus merosot.

Per hari ini (15/2), harga saham GoTo tercatat di angka Rp96 per saham, turun jauh dibandingkan saat IPO di kisaran Rp338 per saham.

Selain GoTo, perusahaan teknologi lainnya PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga bernasib serupa. Harga saham IPO senilai Rp850 per saham di Agustus 2021 lalu kini jeblok di angka Rp280 per saham (“15/12). Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah IPO merupakan strategi exit yang ideal bagi sebuah perusahaan teknologi?

Di awal Desember ini, Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mengadakan seminar bertajuk “Exit Mechanism for Investors & Startup Companies (IPO vs Acquisition)”. Dalam perhelatan ini, hadir beberapa perwakilan stakeholder untuk membahas strategi exit yang ideal bagi para investor startup di Indonesia.

Strategi exit merupakan salah satu keputusan signifikan dalam runway sebuah perusahaan teknologi, utamanya setelah perusahaan menerima pendanaan dari investor. Seperti diketahui, strategi exit bisa dilakukan melalui IPO, merger maupun akuisisi. Hal ini dilakukan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan atau meminimalkan kerugian.

Terkait strategi exit melalui IPO, perusahaan teknologi masih sering menghadapi tantangan. Bono Daru Adji selaku Senior Partner Assegaf Hamzah & Partners mengungkapkan bahwa peraturan di Indonesia dianggap belum cukup memadai bagi startup untuk melakukan IPO. Selain itu, struktur internal startup tahap pre-IPO sering dianggap belum cukup memadai untuk melantai di bursa.

Namun, peraturan OJK dan BEI belakangan ini sudah mulai disesuaikan dengan kebutuhan startup yang bermaksud untuk IPO. Selain POJK 22/2021 terkait Multiple Voting Shares (MVS), peraturan BEI No. I-A mengenai pencatatan saham tidak lagi mensyaratkan kewajiban profit bagi emiten yang bermaksud mencatatkan sahamnya di Papan Utama.

Hal ini membuka peluang bagi para startup. Strategi exit melalui IPO menjadi salah satu jalur untuk menggalang dana dari investor publik dengan harapan bisa mengembangkan bisnis perusahaan, bukan semata-mata untuk exit. Meskipun begitu, sejumlah investor menganggap mekanisme akuisisi (M&A) lebih menguntungkan dibandingkan IPO.

Hal ini diakui oleh Managing partner of MDI Ventures Kenneth Li. Menurutnya, akuisisi memungkinkan proses likuidasi yang cepat. Sementara IPO memiliki masa tunggu setidaknya 8 bulan. “Itupun kalau harga sahamnya naik,” tambahnya. Namun, ia menegaskan bahwa strategi itu tidak bisa digeneralisasi kepada semua perusahaan.

CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro yang juga menjabat sebagai ketua AMVESINDO mengungkapkan, “bahwa kita sebagai venture capital perlu dana untuk diputar kembali melalui investasi. M&A memungkinkan likuiditas yang ringkas. Sementara IPO memiliki masa tunggu. Sebagai pengelola dana investor, kita juga punya tanggung jawab untuk bisa segera memutar uang tersebut.”

Alternatif penggalangan dana

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2022 ada 59 emiten yang melakukan initial public offering (IPO), Venteny menjadi perusahaan terakhir yang resmi tercatat di BEI. Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Tanah Air. Selain itu, perolehan dana IPO pada tahun 2022 ini disebut mencapai Rp32,68 triliun.

Daftar penggalangan dana terbesar melalui IPO di BEI / Sumber: IDX

Head of IDX Incubator Aditya Nugraha mengungkapkan, “untuk animo IPO, rasanya tahun depan masih tetap tinggi. Di pipeline kami, ada 48 yang sedang diproses untuk tahun depan, ini belum termasuk bulan Desember. Kami yakin tahun depan akan lebih ramai. Harapannya, perusahaan yang masuk akan sizeable dan lebih siap untuk go public, termasuk dari aspek compliance. Tidak sekadar IPO dan membuat market jadi tidak sehat,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan, di bursa sendiri tidak ada definisi startup company melainkan Daftar Saham Teknologi (IDXTECHNO). Dari 48 entitas yang mendaftar untuk IPO di tahun 2023, delapan di antaranya adalah perusahaan teknologi. Sektor ini masih sangat menarik untuk go public, banyak perusahaan yang masih mencari alternatif pendanaan melalui IPO.

Aditya yang akrab disapa Anug ini juga memberi masukan bagi para founder yang berniat IPO di BEI, yaitu dengan membentuk badan hukum di Indonesia agar lebih mudah dalam menjalankan setiap proses. Lalu, founder harus bebenah sejak dini, tidak bisa hanya fokus pada bisnis tetapi lebih detail dalam mengelola aspek administrasi, termasuk legalitas, keuangan, perpajakan, dll.

Selanjutnya, perusahaan harus punya roadmap yang jelas. Ketika IPO, rincian penggunaan danannya harus lengkap. Untuk bisa go public, perusahaan harus bisa menarik minat investor. Mulai dari rencana ekspansi, pengembangan riset, talenta, dll. “Mereka harus punya path yang jelas, tidak bisa mengawang-ngawang. Kalau semuanya lengkap dan jelas, proses IPO bisa lebih lancar,” tutupnya.

Papan Ekonomi Baru BEI

BEI Rilis Papan Ekonomi Baru, Setara Papan Utama Tapi Lebih Ramah Bagi Unicorn

Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan papan pencatatan baru, yakni papan ekonomi baru (new economy board) yang diresmikan kemarin (05/12). Papan tersebut disiapkan untuk saham dengan potensi kapitalisasi pasar besar setara papan saham utama, namun kinerja keuangannya belum positif.

“Kami berharap dengan adanya implementasi papan ekonomi baru ini dapat menjadi salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan sektor new economy untuk tercatat di BEI,” kata Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik seperti dikutip dari Kompas.com.

Di saat yang bersamaan, pengumuman tersebut juga memindahkan tiga saham yang efektif tercatat di papan ekonomi baru, yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI).

Kehadiran papan ekonomi baru merupakan bagian dari upaya perlindungan investor, sekaligus keterbukaan informasi yang dilakukan oleh bursa. Dengan mengelompokkan saham-saham ekonomi baru tersebut dalam papan tersendiri dan diberikan notasi khusus, akan lebih memudahkan investor dalam mengidentifikasi dan membandingkan saham-saham dalam papan tersebut.

Menurutnya, beberapa perusahaan yang sifatnya new economy atau perusahaan berstatus unicorn menyatakan tidak mau masuk ke papan pengembangan tapi papan utama.

“Ini sedikit unik di pasar modal kita ya. Kita ingin menempatkan investor protection, tapi tanpa mengurangi prestisius daripada perusahaan-perusahaan yang masuk dalam papan ekonomi baru. Jadi kita setarakan dengan papan utama, bahkan persyaratannya lebih strict,” tambah Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI Ignatius Denny W dikutip terpisah dari Antara.

Di sisi lain, BEI bertanggung jawab untuk memberikan proteksi khusus untuk investor, tidak hanya sekadar notasi tapi juga mengimplementasikan dalam bentuk papan. “Sehingga yang mau beli itu langsung kelihatan papannya di mana, paling tidak ada awareness-nya dulu.”

Terdapat dua notasi khusus untuk saham yang dicatatkan di papan ekonomi baru, yaitu notasi khusus “K” yang berarti perusahaan menerapkan saham dengan hak suara multipel (SHSM) dan tercatat di papan ekonomi baru, serta khusus “I” yang berarti perusahaan tidak menerapkan SHSM dan tercatat di papan ekonomi baru.

Penggunaan notasi khusus ini untuk mengidentifikasi bahwa saham perusahaan tercatat di papan ekonomi baru, pada dasarnya bukan merupakan informasi bersifat negatif, melainkan merupakan informasi bahwa perusahaan yang bersangkutan memiliki kondisi tertentu.

Dari sisi holistik, lanjut Denny, target BEI yaitu meningkatkan keragaman alternatif investasi yang ada di pasar modal Indonesia tanpa mengurangi proteksi kepada investor. Di sisi lain, Indonesia kebetulan juga merupakan salah satu penghasil unicorn terbesar di dunia.

“Oleh karena itu, bagaimana kita sebagai regulator mem-balancing-nya. Beberapa inisiatif yang sudah dilakukan bursa, kita sudah buat IDX Industrial Classification (IDX-IC) kita ditempatkan benchmark yang beda. Sebelumnya perusahaan seperti GOTO, BELI, sebelumnya masuk others, sekarang sudah ada sektor IT,” pungkasnya.

Lebih transparan untuk investor

Menurut analis, papan baru ini membuat investor lebih sadar tentang karakteristik khusus emiten yang bergerak di bidang ekonomi baru. Karakteristik tersebut memiliki pertumbuhan tinggi, mengoptimalkan teknologi untuk inovasi dan memacu produktivitas, berdampak pada perekonomian serta memiliki manfaat sosial.

Direktur Equator Swarna Capital Hans Kwee mengatakan, dengan karakteristik tersebut, para pembeli saham di papan ekonomi baru tidak bisa mengharapkan hasil investasi yang instan dan jangka pendek. “Dengan kata lain saham dalam papan ini cocok untuk investasi jangka panjang,” ujarnya.

Manfaat bagi emiten itu sendiri adalah sarana branding sebagai growth company yang prospektif di masa mendatang. Status tersebut akan menarik perhatian investor institusi ataupun fund manager yang memang memiliki minat tinggi di saham teknologi. “Papan ini merupakan peluang yang sangat bagus mengingat saham teknologi mulai rebound, seiring perubahan kebijakan suku bunga The Fed yang bakal lebih moderat.”

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menambahkan, papan ekonomi baru merupakan pengakuan dari otoritas bursa terhadap sektor bisnis yang telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selama ini new economy selalu diperdebatkan dengan old economy. New economy merupakan perusahaan yang memiliki model bisnis baru yang berkaitan dengan teknologi dan menciptakan ekosistem. Perusahaan seperti itu menjanjikan growth opportunity sehingga saham seperti GOTO, BUKA, dan BELI, masuk dalam kategori new economy.

Dia berpendapat, dari ketiganya, GOTO berpeluang paling menarik perhatian karena kontribusinya yang luar biasa dalam menggerakkan perekonomian, terutama ekonomi digital.

“Memimpin dengan ekosistem yang mereka miliki, tentu saja hal ini memberikan nilai lebih bagi GOTO. Apalagi dengan pencapaian kinerja GOTO pada Q3 2022, jelas memberikan indikasi bahwa GOTO sudah berada di arah yang benar untuk mencetak profitabilitas. Hal ini tentu saja menjadikan GOTO mendominasi di papan new economy nantinya,” kata Nico.

Mengenal Market Cap dan Contohnya di Indonesia

Dalam dunia investasi baik saham atau kripto mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan istilah market cap. Dalam bahasa Indonesia, market cap sering juga disebut sebagai “kapitalisasi pasar”.

Umumnya market cap bisa digunakan oleh investor untuk mengukur kualitas perusahaan pemilik investasi.

Apa Itu Market Cap?

Dikutip dari laman OCBC NISP, kapitalisasi pasar atau market cap adalah ukuran yang didasarkan pada nilai agregat suatu perusahaan. Market cap biasanya didapatkan dari total pengalian jumlah outstanding share (saham) sebuah perusahaan yang beredar dengan harga satu lembar saham di pasaran.

Ketika kamu mengetahui nilai market cap sebuah perusahaan, kamu bisa menentukan berapa total modal yang harus dikeluarkan untuk membeli semua saham yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Semakin tinggi nilai market cap sebuah perusahaan, maka akan semakin tinggi nilai perusahaan yang memperdagangkan sahamnya diperdagangkan secara umum.

Jenis-Jenis Market Cap

Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menggolongkan market cap dalam tiga jenis, berikut penjelasan dari setiap jenisnya!

1. First Liner

First liner sering juga disebut dengan blue chip dan kamu sebagai investor pastinya sudah familiar dengan istilah ini. Umumnya perusahaan yang tergolong ke dalam first liner memiliki nilai market cap sebesar Rp10 triliun atau lebih.

Sehingga, perusahaan ini biasanya banyak diburu investor dan tak jarang perusahaan blue chip seperti Bank Centra Asia, Tbk (BBCA) atau Astra membagikan dividen kepada investornya.

2. Second Liner

Selanjutnya adalah second liner atau middle caps yang biasanya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai market cap di bawah Rp10 triliun, atau dengan dengan rentang nilai Rp1 – Rp10 triliun. Biasanya jenis ini juga diisi oleh perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang. Salah satu contoh perusahaan yang masuk kedalam second liner market cap adalah PT. Bank Bukopin, Tbk (BBKP).

3. Third Liner

Jenis market cap yang terakhir adalah third liner yang memiliki nilai paling rendah yaitu dibawa Rp1 triliun, umumnya pergerakan harga saham dalam kategori ini juga lebih mudah karena harganya yang lebih murah. Namun, kamu juga perlu hati-hati untuk memilih perusahaan yang memiliki harga saham murah atau harga gorengan. Contoh perusahaan yang masuk kategori third liner adalah Alfa Energi Investama (FIRE).

Cara Menghitung Market Cap

Untuk mengetahui nilai dari market cap, kamu bisa menghitungnya menggunakan rumus market cap seperti di bawah:

Market Cap = Total Saham yang Beredar x Harga per Lembar Saham

Contoh:

Sebuah perusahaan memiliki total saham yang beredar sejumlah 300 juta lembar, dengan harga per lembarnya adalah sebesar Rp2.000. Maka nilai market cap perusahaan tersebut adalah:

Market Cap = 300 juta x 2.000 = Rp600 miliar

Maka perusahaan tersebut memiliki nilai market cap sebesar Rp600 miliar. Sehingga, apabila ingin memiliki semua saham yang dimiliki oleh perusahaan tersebut kamu harus membayar sejumlah Rp600 miliar.

Market Cap Indonesia

Tentunya ada banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki nilai market cap yang bagus dan bisa kamu jadikan sebagai portofolio investasi nantinya. Market cap terbesar di Indonesia adalah perusahaan yang memiliki nilai market cap di atas Rp10 triliun dan masuk ke dalam kategori blue chip di antaranya PT Telkom Tbk (TLKM), Bank Central Asia Tbk (BCAA), Astra International Tbk (ASII), Unilever Tbl (UNVR). 

Salah satu market cap yang berhasil menggeser PT Telkom Tbk (TLKM) adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) uang memiliki nilai kapitalisasi pasar sebanyak Rp431 triliun. Sedangkan, nilai market cap Bukalapak atau PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mencapai Rp114,39 triliun pada tahun 2021.

Jadi, jika kamu memiliki dana yang cukup besar, kamu bisa membeli seluruh saham dari perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, tentunya perlu menyesuaikan modal dengan nilai market cap yang sedang berjalan. 

GoTo resmi mencatatkan penawaran umum di Bursa Efek Indonesia / GoTo

Yang Perlu Diketahui tentang IPO GoTo (Bagian I)

Senin (11/4), entitas gabungan dari Gojek dan Tokopedia resmi melantai di Bursa Efek Indonesia. Menggunakan kode perdagangan “GOTO”, perusahaan mencatatkan sekitar 1,184 triliun lembar saham. Adapun saham yang dilepas ke masyarakat (Seri A) adalah 40,6 miliar lembar dengan harga penawaran Rp338,- per saham.

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. dicatatkan di papan utama, di pencatatan perdananya satu pekan yang lalu, nilai sahamnya sempat meningkat hingga 23%, membuat kapitalisasi pasar perusahaan tembus lebih dari Rp466 triliun; sekaligus merangsek ke 3 besar.

Agenda setelah IPO

GoTo menyampaikan pernyataan pendaftaran sehubungan dengan penawaran umum perdana saham ke OJK sejak 21 Desember 2021. Sekurangnya dana 13,7 triliun Rupiah berhasil terkumpul dari penawaran saham tersebut. Melalui aksi korporasi ini, sejumlah agenda disiapkan oleh GoTo setelah sukses tercatat di BEI.

Penguatan Ekosistem Pengguna

Dalam buku prospektus yang sebelumnya diterbitkan, saat ini GoTo telah mengakomodasi lebih dari 55 juta pengguna yang bertransaksi di platform setiap tahunnya. Di dalamnya termasuk lebih dari 14 juta pedagang dan 2,5 juta mitra pengemudi; dengan bisnis utama seputar layanan on-demand, e-commerce, dan fintech.

Salah satu alokasi dana yang didapat dari IPO, GoTo akan mendorong pertumbuhan jumlah konsumen dan penggunaan layanan, termasuk melalui sinergi ekosistem yang dimiliki oleh Gojek, Tokopedia, serta anak perusahaan yang ada di bawahnya.

Mengutip hasil riset RedSeer, nilai pasar on-demand di Indonesia telah mencapai $5,4 miliar pada 2020 dan diperkirakan tumbuh hingga $18 miliar pada 2025 mendatang. Sementara e-commerce untuk barang fisik nilainya $44,6 miliar pada 2020 dan diproyeksi bertumbuh $137 miliar pada 2025. Dan fintech diproyeksikan telah menyentuh $17,8 miliar pada 2020 dan akan mencapai $70,1 miliar tahun 2025 mendatang.

Penguatan Program Loyalitas

Masih berkaitan dengan upaya menguatkan ekosistem pengguna, program loyalitas dan reward akan disinergikan guna menciptakan pengalaman yang terhubung antarplatform di dalam GoTo. Seperti diketahui sebelumnya, Gopay telah mulai menjadi opsi pembayaran utama di Tokopedia, pun Gopay Coins yang digunakan sebagai sistem reward di aplikasi-aplikasinya.

Tidak hanya untuk konsumen akhir, value added bagi mitra juga menjadi prioritas. Hal ini termasuk melalui perluasan layanan keuangan yang akan terintegrasi antarplatform. Kendati belum disampaikan ke publik rencana riilnya, namun demikian diketahui di GoTo Finance terdapat ekosistem produk fintech yang cukup lengkap, mulai dari e-money, lending, sampai digital bank.

Penguatan Strategi Hyperlocal

Tidak dimungkiri, dari bisnis yang dikelola GoTo dan anak perusahaannya belum melayani masyarakat Indonesia secara menyeluruh, apalagi saat berbicara tentang kota tier-2 dan 3. Saat ini layanan Gojek baru menjangkau kurang lebih 200 kota dari total 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Termasuk lewat program kemitraan.

Kehadiran GoTo di kota lapis kedua dan ketiga sebenarnya juga akan turut meningkatkan visibilitas layanan secara menyeluruh, misalnya memungkinkan layanan pengantaran instan GoSend tersedia ke lebih banyak pengguna Tokopedia. Atau adopsi GoMerchant yang semakin meluas ke mitra UMKM yang belum terjangkau sebelumnya, berimbas pada adopsi platform pendukung lainnya seperti pembayaran hingga POS.

Penguatan Investasi Strategis

Investasi yang dimaksud ditujukan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan di kawasan operasional GoTo, baik di Indonesia maupun negara Asia Tenggara lainnya. GoTo juga akan melanjutkan strategi ventura yang sudah dilakukan, termasuk dengan melakukan M&A serta pendanaan ke bisnis strategis, terutama melalui Go-Ventures.

Transisi menuju bisnis yang ramah lingkungan juga menjadi agenda yang disampaikan. Termasuk penyiapan infrastruktur seperti kendaraan listrik dan komponen pendukungnya.

Adapun secara terperinci alokasi dana dari hasil penawaran umum perdana saham adalah sebagai berikut:

Persentase Dana Peruntukan
30% Emiten
30% Tokopedia
25% Gopay
5% GoFinance
5% Gojek Singapura
5% Gojek Vietnam

Susunan Pemegang Saham

Emiten GoTo menawarkan saham Seri A ke publik yang seluruhnya merupakan saham baru yang dikeluarkan dari portofolionya. Pembagiannya terdapat 2 jenis, yakni Seri A dan B, kendati secara kepemilikan sama, namun saham Seri B memiliki hak suara yang lebih besar, alias saham dengan hak suara multipel (SDHSM).

Sejumlah petinggi GoTo, dari eksekutif Tokopedia dan Gojek, masuk ke daftar SDHSM. Secara keseluruhan mereka memiliki hak suara mayoritas atas keputusan strategis yang akan dihasilkan perusahaan ke depanya.

Skema ini dapat dipandang sebagai sebuah langkah strategis untuk memastikan GoTo masih terus berada di koridor roadmap pertumbuhannya. Dengan gaya pertumbuhan startup, GoTo memang ditargetkan untuk memiliki growth yang signifikan secara gesit – termasuk dengan melakukan perubahan bisnis secara cepat sesuai dengan tuntutan pasar dan kompetisinya. Adanya hak suara yang besar di jajaran eksekutif meminimalkan kendala adanya proses voting yang sama untuk memutuskan hal-hal yang sifatnya mendesak.

Pasca-melantai di BEI, susunan kepemilikan saham di perusahaan adalah sebagai berikut:

Di daftar SDHSM terdapat PT Saham Anak Bangsa. Diketahui di dalamnya terdapat sejumlah investor strategis yang telah mendukung Gojek dari pendanaan ekuitas sebelumnya. Di dalamnya termasuk Temasek, Google, Telkomsel, KKR, Astra International, Taobao, Tencent, dan sejumlah lainnya. Seperti diketahui, sejak menggalang pendanaan lanjutan (Seri B ke atas), lebih banyak investor global yang berpartisipasi dalam pendanaan Gojek maupun Tokopedia.

Sesuai dengan POJK 22/2021, pemegang saham Seri B dilarang mengalihkan sebagian  atau seluruh kepemilikannya selama 2 tahun sejak tanggal efektif.

Laporan Keuangan

Secara konsisten, GoTo memiliki jumlah aset, liabilitas, dan ekuitas yang terus meningkat. Dalam laporan yang diterbitkan, tahun 2021 per September peningkatan jumlahnya cukup signifikan, karena laporan posisi keuangan konsolidasian perusahaan per 31 Juli 2021 telah mencerminkan akuisisi PT Tokopedia.

Kondisi laporan keuangan memperlihatkan bahwa GoTo saat ini memiliki sumber daya yang cukup besar untuk melakukan perluasan bisnis dan inovasi – ditinjau dari jumlah ekuitas yang dimiliki. Besarnya dana ekuitas ini juga ditopang oleh investasi sebelumnya yang telah membawa perusahaan menjadi Decacorn pertama di Indonesia pasca-pendanaan Seri F yang berhasil dibukukan.

Sementara itu dilihat dari rasio pertumbuhan dan usaha memperlihatkan bahwa saat ini GoTo masih di dalam posisi “rugi”. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kondisi ini cukup wajar bagi startup yang masih dalam fase mengejar pertumbuhan. Platform digital membutuhkan kapital yang besar sebagai kompensasi atas akuisisi pengguna yang dilakukan. Dalam realisasinya, hal ini termasuk diskon, free ongkir, dan berbagai benefit lain yang diberikan bagi pengguna.

Sejak awal kemunculannya, pemain seperti Gojek, Tokopedia, bahkan unicorn lainnya identik dengan strategi “bakar uang”. Namun perlu diketahui, bahwa pendekatan ini juga memiliki periode yang diharapkan mengembalikan posisi perusahaan ke titik BEP – saat model monetisasi secara sepenuhnya dijalankan dari basis pengguna di seluruh ekosistem bisnis yang dimiliki.]

Memang, jika dibandingkan dengan perusahaan TBK lain yang telah melantai sebelumnya, konsep ini akan menjadi berbeda. Perusahaan pada umumnya mengedepankan revenue sebagai metrik untuk menunjukkan pertumbuhan dan performa bisnisnya. Semakin untung, akan semakin dinilai baik – pun oleh investor ritel yang memegang sahamnya.

Metrik bisnis

Untuk mengukur pertumbuhan bisnisnya, perusahaan memiliki sejumlah metrik mulai dari nilai transaksi bruto (GTV/Gross Transaction Value), jumlah pesanan, jumlah pengguna bertransaksi tahunan (ATU/Annual Transacting User), dan pendapatan bruto. GTV diartikan nilai transaksi bruto, suatu pengukuran operasional yang mencerminkan jumlah (bukan nilai) transaksi, produk, pembayaran yang terjadi di segmen bisnis tertentu. Sementara pendapatan bruto mewakili total nilai Rupiah yang diatribusikan ke perusahaan dari setiap transaksi.

Dengan kondisi tersebut, perusahaan mengklaim saat ini menjadi penyedia layanan on-demand nomor 1 di Indonesia untuk layanan mobilitas, pesan antar makanan, dan logistik. Nomor 1 juga untuk e-commerce dalam produk fisik dan digital. Dan nomor 1 untuk produk fintech berbasis pembayaran konsumen dan POS berbasis cloud.

Potensi on-demand, e-commerce, dan fintech memang masih sangat besar di Indonesia. Adapun GoTo menempatkan platform tersebut di segmen C2C, B2C, dan B2B – dengan turut menjadikan UMKM sebagai salah satu pangsa pasar utama. Ukuran pasarnya pun kini diperluas dengan ambisi ekspansi regional. Tantangan terbesarnya memang pada kompetisi pasar yang semakin sengit – dengan Grab, Shopee, Akulaku, dan lain-lain. Yang menjadi poin plus dari GoTo, mereka memiliki unit usaha yang cukup lengkap untuk menangani semua lini bisnis yang sebelumnya didirikan ataupun hasil dari akuisisinya atas startup lain.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

7 Cara Main Saham Bagi Pemula Agar Tetap Untung

Setelah mengetahui tentang apa itu saham, keuntungan dan kerugiannya, kamu bisa langsung untuk melakukan investasi saham. Cara main saham juga sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa pun bahkan kapan pun kamu memiliki jaringan internet, kamu dapat melakukan investasi saham.

Cara bermain saham yang paling utama adalah kamu sudah mengetahui tujuan utama apa yang akan kamu lakukan dalam mengelola saham. Apakah kamu ingin melakukan investasi jangka panjang atau jangka pendek?

Setelah mengetahui tujuan tersebut, sekarang kamu bisa tau cara main saham agar tetap untung. 

Yuk, cari tahu beberapa cara main saham agar tidak rugi melulu.

7 Cara main saham untuk pemula agar tetap untung

1. Pahami tentang investasi saham secara detail

Cara main saham yang pertama adalah kamu wajib tahu tentang ilmu investasi saham, karena kenyataannya dalam dunia investasi terutama saham akan memiliki banyak istilah teknis yang cukup sulit.

Yang paling utama adalah kamu perlu tahu apa itu investasi saham yang sebenarnya yaitu sebuah instrumen pasar keuangan yang berupa tanda penyertaan modal seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.

Perlu diketahui juga cara main saham yang benar adalah mengetahui berbagai jenis saham dan memilih investasi saham yang sesuai. Ada tiga cara memilih investasi saham yaitu berinvestasi dalam saham individu, saham bursa efek, dan saham reksadana.

2. Memilih posisi trader atau investor

Untuk cara bermain saham selanjutnya adalah kamu harus menentukan untuk menjadi trader atau investor. Jika, kamu ingin melakukan investasi jangka panjang dan mengambil keuntungan di waktu yang cukup lama maka pilih menjadi investor.

Sedangkan, apabila kamu ingin mendapatkan keuntungan dari investasi jangka pendek atau hanya memiliki selisih harga jual dikurangi harga beli, maka kamu bisa menjadi trader.

Tentunya menentukan posisi ini harus dilakukan secara hati-hati dan melihat dari segala sisi, agar tidak mendapatkan risiko yang terlalu berat.

3. Membeli saham saat harga turun

Seperti yang dibahas di artikel ‘Cara Investasi Saham yang Minim Kerugian Untuk Pemula’ kamu bisa membeli saham saat harganya turun, karena saham yang mengalami harga turun bisa meningkat di periode berikutnya. Sehingga, kamu bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar.

Namun, saat harga saham perusahaan tersebut turun, kamu tetap harus melihat situasinya dan memiliki asumsi apakah saham tersebut nantinya akan naik atau malah akan membahayakan kamu. Cara main saham untuk pemula juga jangan memberikan semua modal yang kamu miliki untuk harga saham yang turun, karena jika kamu tidak hati-hati hal ini bisa berisiko.

4. Diversifikasi saham

Cara main saham selanjutnya adalah diversifikasi saham. Apa itu diversifikasi saham? Yaitu sebuah teknik dalam investasi untuk mengelompokkan dan memilih saham yang memiliki risiko kerugian kecil yaitu saham di bidang sektor perbankan, good consumer, atau juga properti.

5. Gunakan uang dingin

Untuk kamu yang masih pemula untuk melakukan investasi saham, cara main saham ini adalah salah satu cara yang penting yang harus kamu ikuti. Untuk melakukan investasi di tahap awal, kamu harus menggunakan uang dingin atau uang yang memang sudah dipisahkan dari keperluan harian kamu. 

Biasanya uang dingin ini sebagai bonus dan jarang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Uang dingin juga sering disebut sebagai dana menganggur. Adapun, alasan kamu harus menggunakan uang dingin terutama bagi kamu yang ingin trading adalah karena saham itu pergerakannya naik turun. Sehingga, jika saham yang kamu kelola turun, dana untuk kehidupan sehari-hari tidak terganggu.

6. Hindari Hutang

Jangan sampai terlena untuk melakukan investasi ketika modal yang kamu miliki tidak terlalu besar dan beralih untuk berhutang agar bisa bermain saham, karena saham itu adalah investasi jangka panjang dan saham digunakan untuk mendapatkan keuntungan maksimal di masa yang akan datang agar finansial kamu juga meningkat.

Jika, kamu berhutang untuk melakukan investasi saham, maka itu menjadi risiko yang cukup berat, keuntungan saham nantinya akan digunakan untuk membayar hutang dan investasi saham menjadi sia-sia.

7. Pilih Saham dengan Indeks IDX30 dan LQ45

Dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat indeks saham yang berguna sebagai ukuran statik perubahan gerak shaam yang dikelompokan dengan kriteria tertentu. Untuk kamu yang masih baru mengetahui cara main saham dan ingin bermain aman sebaiknya memilih saham di indeks IDX30 dan LQ45.

Adapun, indeks kedua saham tersebut adalah saham yang memiliki fundamental perusahaan yang baik dan memiliki likuiditas yang cukup tinggi. Biasanya saham di indeks tersebut juga memiliki unggulan yang cukup tinggi atau disebut blue chip.

Itulah 7 cara bermain saham bagi pemula agar terus tetap untung. Jika, kamu masih belum mengerti cara bermain saham, saat ini ada banyak alternatif kursus online saham atau dengan aplikasi broker online yang terpercaya.

Nanotech IPO BEI

Nanotech Indonesia Global Bersiap Melantai di Bursa Saham Indonesia

Perusahaan nanoteknologi PT Nanotech Indonesia Global Tbk (IDX: NANO) bersiap menggelar IPO dengan melepas sebanyak 1,28 miliar saham atau setara 29,99% dari modal disetor setelah penawaran umum perdana saham. Nanotech diklaim sebagai bakal perusahaan nanoteknologi pertama di Indonesia yang akan melantai di bursa saham Indonesia.

Dalam prospektus e-IPO Nanotech, perusahaan mematok harga penawaran di kisaran Rp95 hingga Rp105 per saham dengan target dapat menghimpun sebanyak-banyaknya dana sebesar Rp134,92 miliar. Penawaran awal dijadwalkan pada 8-15 Februari dan ditargetkan mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari 2022.

Sebagai informasi, Nanotech berawal dari kelompok penelitian nanoteknologi yang didirikan di 2005 silam oleh Prof. Nurul Taufiqu Rochman. Setelah bertahun-tahun melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan produk baru berbasis nanoteknologi, Nanotech resmi berdiri sebagai entitas resmi di 2019.

Misi Nanotech adalah menjawab permasalahan, kebutuhan dan tantangan para akademisi, investor, industri, dunia usaha, dan pemerintah yang hanya bisa direkayasa dengan sains dan teknologi. Mengutip situs resminya, Nanotech menawarkan jasa sains dan teknologi berbasis R&D, rekayasa material, dan nanoteknologi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun.

Saat ini, Nanotech terhubung dengan lebih dari 300 ilmuwan nanoteknologi, memiliki lebih dari 40 lisensi teknologi, 29 merek dengan teknologi nano, serta 100 bank formula.

Penggunaan dana IPO

Masih berdasarkan prospektus e-IPO, Nanotech merincikan penggunaan dana IPO ini yang terdiri dari (1) Rp16,39 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan jasa teknologi rekayasa material, (2) sebesar Rp16,7 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait jasa layanan teknologi kesehatan, kosmetik, dan farmasi.

Kemudian, (3) Rp16,22 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait layanan R&D, (4) Rp17,04 miliar untuk mesin implementasi teknologi pemanfaatan limbah, dan (5) Rp3,61 miliar untuk pengembangan infrastruktur IT dan sistem penunjang.

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Chief Operatong Officer Nanotech Kurniawan Eko Saputro mengungkap bahwa rencana bisnis ini dapat dijalankan secara paralel di 2022 mengingat Nanotech didukung dengan kerja sama operasi (joint operation) bersama sebagai penyangga beberapa unit bisnis strategis.

Saat ini, Nanotech punya lima SBU (Strategic Business Unit), di antaranya adalah SBU Industri Umum, SBU Kesehatan, Kosmetik dan Farmasi, SBU Akuakultur dan Agribisnis, SBU Pendidikan dan Pelatihan, dan SBU Properti dan Konstruksi. “SBU dengan skema ini akan dilaksanakan pada kuartal kedua 2022 dengan harapan dapat menopang akselerasi pertumbuhan secara keseluruhan,” tutur Kurniawan.

Pada industri kesehatan, kosmetik, dan farmasi sendiri, ia menilai potensinya di Indonesia masih sangat besar. Indonesia memiliki kekayaan alam dengan 30.000 spesies yang telah diidentifikasi dan 950 spesies yang di antaranya memiliki fungsi tanaman obat, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat dan makanan kesehatan.

Dengan kondisi ini, Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan-bahan alami di industri pangan, obat, dan kosmetik. Mengutip riset Statistita, Kurniawan menyebut pasar kosmetik bahan alami dan organik berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir dan diestimasi mencapai $22 miliar pada 2024.

Kemudian, valuasi penjualan kosmetik dunia juga disebut mencapai $145,3 miliar di 2020, dan diperkirakan terus tumbuh dengan CAGR sebesar 4,99 % per tahun selama periode 2020-2025. Menurut riset Statista 2022, valuasi pasar kosmetik dunia diproyeksikan menembus $189,3 miliar di 2025.

Belum lagi, potensi dari industri farmasi yang pertumbuhannya mencapai 12%-13% per tahun. Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pasar farmasi di Indonesia diestimasi mencapai $10 miliar di 2021.

“Indonesia memiliki kekayaan hayati dan bonus demografi. Maka, peluang terbuka lebar untuk Indonesia. Saat ini, SBU yang paling berkontribusi adalah industri umum dan kesehatan, kosmetik dan farmasi. Strategi untuk mendorong pertumbuhan pendapatan antara lain memberikan nilai tambah terhadap jasa dan layanan yang diberikan kepada pelanggan serta kepada pemangku kepentingan yang terkait,” papar Kurniawan.

Adapun terkait implementasi teknologi pemanfaatan limbah, ia menambahkan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan teknologi/sistem pengolahan limbah untuk menjadi material yang lebih aman terhadap lingkungan. Teknologi ini akan ditawarkan ke perusahaan-perusahaan yang bermasalah terhadap inovasi pengolahan atau pemanfaatan limbah yang mereka produksi selama beroperasi. Misalnya, pemanfaatan limbah industri refinery minyak goreng dan tekstil.

RUN System IPO on IDX, Optimizing Momentum for Business Expansion and Sustainability

One of Telkom Group’s investment portfolios, PT Global Sukses Solusi Tbk (RUN System) plans to expand its business and seek funds through an initial public offering (IPO) on the Acceleration Board. This SaaS platform providing ERP solutions targets to collect IDR 49.9 billion Rupiah from its corporate actions.

The development of the company’s business in the past few years and the trust of various parties are believed to be one of the strong reasons for the IPO. With the current conditions, especially the impact of the pandemic that has changed many parts, including the urgency of digitizing business processes has urged companies to find ways to survive and thrive. On the other hand, the IPO is said to help improve the company’s performance.

RUN System’s Founder & CEO, Sony Rachmadi Purnomo said, “We’ve set an IPO as a target since the beginning in order to support business expansion and company’s sustainability. As a startup, agility really helps to grow and develop, however, it can also backfire if we don’t focus on stakeholders and corporate governance. We chose the IPO method in order to maintain the momentum for business expansion and sustainability (GCG) at the same time.”

DailySocial received an official statement that the company is to sell a maximum of 196,800,000 ordinary shares on behalf of which all are new shares and are issued from the company at a value of IDR 4 per share. The number of shares represents a maximum of 20.01% of the total issued and paid-up capital of Run System post-IPO. The share price offered to the public is between IDR 230-254 per share.

In addition, the company also held an ESA (Employment Stock Allotment) Program by allocating shares of a maximum of 1% of the total number of shares offered or a maximum of 1,968,000 shares.

Run System has scheduled the initial offering period between August 20-26, 2021,
with an estimated effective date of August 31st,2021. The IPO date for Run System is targeted between September 2-6, 2021, with an allotment date of September 6th. Meanwhile, the targeted date for distribution of electronic shares is September 7th and listing on September 8th, 2021.

Acting as the implementing guarantor of PT Global Sukses Solusi TBK’s share
issuance are PT BRI Danarekse and PT Mirae Sekuritas Indonesia.

The proceeds from the Initial Public Offering after deducting share issuance costs
are to be used for working capital (74%) including financing new projects, overhead and operational costs. Around 11% will be used for market acquisition and expansion and 10% for research and development. While 5% is to be allocated for the company’s capital expenditure which includes work equipment and infrastructure.

Papan Akselerasi IPO Startup

ERP Market in Indonesia

According to a report published by Allied Market Research, the global ERP market was pegged at $39.34 billion in 2019 and is expected to reach $86.30 billion by 2027, recording a CAGR of 9.8% from 2020 to 2027.

In a recent interview with DailySocial, Sony revealed that the ERP industry market in Indonesia is quite large, with around 10-20% of new companies taking advantage of the service for their business. This makes his team more optimistic about the development of this industry in the future.

The company, which has been focused on developing ERP solutions since 2013 from upstream to downstream, offer four types of products, an ERP software Run System, an enterprise internediary platform Run Market, Run iProbe (HR enterprise solution system), and a point of sales platform iKas.

In 8 years, RUN System has served around 50 companies in various business scales from MSMEs, medium to large, which are engaged in the manufacturing, distribution, trade, and service sectors. Sony said that his team is working on the integration of ERP and the banking sector.

Runway with Telkom Group

In 2014, RUN System participated in the first batch of Indigo Incubator program held by Telkom. Seeing the big potential in this startup, Telkom promotes RUN System as one of the Distribution Partners of ERP solutions for all its customers in Indonesia.

In addition, this Yogyakarta-based startup also received support from MDI Ventures and its managed fund MDI-KB Centauri with a strong partnership with Telkom Indonesia as their go-to-market prior to the IPO.

In 2020, a subsidiary of PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom), PT Metra-Net signed a Shareholder Agreement with RUNSystem. At that time, this agreement had a vision, one of which was to monetize opportunities in the online industry.

As one of its first portfolios, MDI Ventures believes that Run System is a validation of their modernized IPO thesis in comparison to other conventional VC which are much more tailored to the local stock exchange. Run System managed to grow positively on both top-line and bottom-line with profitability since day one while treating IPO as an additional funding milestone. It’s the opposite with how the usual startup dogma, where they are letting go of profit to push growth and treat IPO as one of the exit strategies.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

RUN System IPO

RUN System IPO di BEI, Manfaatkan Momentum untuk Ekspansi dan Keberlangsungan Bisnis

Salah satu portfolio investasi Telkom Group, PT Global Sukses Solusi Tbk (RUN System) berencana untuk mengembangkan bisnisnya dan mencari dana melalui penawaran umum perdana (IPO) di Papan Akselerasi. Platform SaaS penyedia solusi ERP ini menargetkan mengumpulkan Rp49,9 miliar Rupiah dari aksi korporasinya.

Perkembangan bisnis perusahaan beberapa tahun ke belakang serta kepercayaan berbagai pihak diyakini sebagai salah satu alasan kuat untuk IPO. Dengan kondisi saat ini, khususnya dampak pandemi yang mengubah banyak tatanan termasuk tingkat urgensi dari digitalisasi proses bisnis mendesak perusahaan mencari cara untuk bertahan dan berkembang. Di sisi lain, IPO disebut akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan.

Founder & CEO RUN System Sony Rachmadi Purnomo mengungkapkan, “Sejak awal kami sudah menargetkan IPO dalam rangka menunjang ekspansi bisnis dan keberlanjutan perusahaan. Sebagai Startup, agility sangat membantu untuk tumbuh dan berkembang namun bisa menjadi bumerang jika kita tidak fokus pada stakeholder dan tata kelola perusahaan. Kami memilih cara IPO agar dapat menjaga momentum untuk ekspansi dan keberlangsungan (GCG) bisnis secara bersamaan.”

Dalam rilis yang diterima DailySocial, perusahaan disebut akan menjual sebanyak-banyaknya 196,8 juta saham biasa atas nama yang seluruhnya adalah Saham Baru dan dikeluarkan dari portepel Perseroan, dengan nilai nominal Rp4,- per lembar. Jumlah saham tersebut mewakili sebanyak-banyaknya 20,01% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham. Harga saham yang ditawarkan kepada masyarakat sebesar Rp230-254 per lembar.

Selain itu, perusahaan turut mengadakan Program ESA (Employment Stock Allotment) dengan mengalokasikan saham sebanyak-banyaknya 1% dari jumlah penerbitan saham yang ditawarkan atau sebanyak-banyaknya sebesar 1.9 juta saham.

RUN System telah menjadwalkan periode penawaran awal antara 20-26 Agustus 2021, dengan perkiraan tanggal efektif 31 Agustus 2021. Tanggal IPO untuk Run System ditargetkan antara 2-6 September 2021, dengan tanggal penjatahan 6 September. Sedangkan target pendistribusian saham elektronik adalah 7 September dan listing pada 8 September 2021.

PT BRI Danarese dan PT Mirae Sekuritas Indonesia menjadi pihak yang bertindak sebagai pelaksana penjaminan saham PT Global Sukses Solusi TBK yang diterbitkan.

Dana hasil Penawaran Umum Perdana setelah dikurangi biaya emisi saham
akan digunakan sebagai modal kerja (74%) termasuk pembiayaan baru proyek, biaya overhead dan biaya operasional. Sekitar 11% akan dialokasikan untuk akuisisi dan ekspansi pasar dan sebesar 10% untuk penelitian dan pengembangan. Sementara 5% akan digunakan untuk belanja modal perusahaan yang termasuk peralatan dan infrastruktur kerja.

Papan Akselerasi IPO Startup

Pasar ERP di Indonesia

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Allied Market Research, pasar ERP global dipatok pada $39,34 miliar pada tahun 2019 dan diperkirakan mencapai $86,30 miliar pada tahun 2027, mencatat CAGR sebesar 9,8% dari tahun 2020 hingga 2027.

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial, Sony mengungkapkan bahwa peluang industri ERP di Indonesia masih sangat besar, dengan sekitar 10-20% perusahaan yang baru memanfaatkan layanan tersebut untuk bisnis mereka. Hal ini membuat timnya semakin optimis akan perkembangan industri ini ke depannya.

Perusahaan yang sejak tahun 2013 fokus mengembangkan solusi ERP dari hulu ke hilir ini memiliki empat jenis produk yaitu Run System yang merupakan ERP software, Run Market yaitu enterprise internediary platform, Run iProbe (HR enterprise solution system), dan iKas yaitu point of sales platform.

Dalam kurun waktu 8 tahun, RUN System telah melayani sekitar 50 perusahaan di berbagai skala bisnis mulai dari UMKM, menengah, hingga besar yang bergerak di sektor manufaktur, distribusi, perdagangan, dan jasa. Sony menyampaikan timnya tengah menggarap integrasi ERP dan sektor perbankan

Perjalanan RUN System bersama Telkom Group

Pada 2014, RUN System ikut serta dalam program Indigo Incubator batch pertama yang diadakan oleh Telkom. Melihat potensi yang ada pada startup ini, Telkom kemudian menjadikan RUN System sebagai salah satu Distribution Partner solusi ERP bagi seluruh pelanggannya di Indonesia.

Di samping itu, perusahaan rintisan asal Yogyakarta ini turut mendapat dukungan dari MDI Ventures dan dana kelolaannya MDI-KB Centauri dengan kemitraan yang kuat dengan Telkom Indonesia sebagai go-to-market mereka sebelum IPO.

Pada tahun 2020 lalu, anak perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom), PT Metra-Net melakukan penandatanganan Shareholder Agreement dengan RUNSystem. Pada saat itu, kesepakatan ini memiliki visi salah satunya untuk memonetisasi peluang pada industri online.

Sebagai salah satu portfolio pertama mereka, MDI Ventures percaya bahwa Run System adalah validasi dari tesis IPO modern mereka. Run System disebut telah mencapai profitabilitas sejak hari pertama dan menjadikan IPO sebagai jalur pendanaan mereka. Hal ini berbanding terbalik dengan dogma startup biasa, di mana mereka melepaskan keuntungan untuk mendorong pertumbuhan dan menganggap IPO hanya sebagai strategi exit.

Perubahan Persepsi Perusahaan Teknologi Terhadap Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia atau BEI akan memasuki masa sibuk. Setelah berbulan-bulan masa spekulasi, perusahaan e-commerce Bukalapak siap untuk menandai debutnya pada 6 Agustus, menjadi unicorn Indonesia pertama yang terdaftar di BEI. Kemungkinan besar, raksasa teknologi lokal lainnya seperti GoTo dan Traveloka akan menyusul.

Investor menyambut baik langkah Bukalapak. Perusahaan e-commerce ini berhasil mengumpulkan USD 1,5 miliar setelah menetapkan harga sahamnya di atas kisaran Rp 750-850, penerbitan terbesar sejauh ini di Indonesia, menurut sumber yang dikonsultasikan oleh Reuters.

Pembeli saham IPO Bukalapak meliputi investor institusi jangka panjang, pengelola dana kekayaan negara, dan investor ritel.

Meningkatkan kepercayaan diri untuk melantai di BEI

Karena perusahaan teknologi lain seperti GoTo Group, Traveloka, Tiket, dan Kredivo dilaporkan berencana untuk segera go public dengan skema dual listing di AS dan Indonesia, BEI saat ini sedang mempersiapkan peraturan baru untuk mengakomodasi sektor teknologi. Misalnya, bursa dan otoritas keuangan Indonesia, OJK, sedang mengkaji aturan baru terkait hak suara berganda (MVR), yang dimaksudkan untuk memberi pemegang saham yang ada kontrol lebih besar atas perusahaan.

Rancangan peraturan menetapkan bahwa total aset bagi perusahaan untuk menerapkan MVR harus minimal Rp 2 triliun (USD 138 juta), sedangkan bisnis harus telah beroperasi setidaknya selama tiga tahun. Pemegang saham dengan MVR, baik secara individu maupun kolektif, hanya dapat memiliki hingga 47,3% dari seluruh saham. Menurut aturan baru, jika mereka memiliki lebih dari itu, kelebihan MVR akan dianggap sebagai saham biasa.

“Alasan penerapan MVR adalah untuk memberikan kontrol yang lebih besar kepada para pendiri—yang merupakan orang-orang yang memegang peran kunci di perusahaan—untuk mempertahankan dan mewujudkan visi dan misi jangka panjang perusahaan setelah go public,” sebut I Gede Nyoman Yetna Setya, direktur penilaian perusahaan BEI, melalui pesan yang dikirim ke wartawan lokal melalui WhatsApp.

Regulasi baru tersebut masih menjadi pembahasan oleh OJK dan lembaga swaregulasi seperti BEI, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia, dan pemangku kepentingan lainnya di pasar modal.

Vishal Sridhar, seorang analis Asia Tenggara di The Economist Intelligence Unit di India, percaya bahwa jajaran baru perusahaan teknologi besar yang diperdagangkan di BEI akan memberikan dorongan signifikan terhadap kapitalisasi pasar bursa. Hal ini juga akan menarik investor ritel muda dan menginspirasi perusahaan internet lain di kawasan ini untuk memasuki pasar IPO lokal, ujarnya.

“Koalisi uang tunai yang melimpah serta munculnya investor ritel baru di area suku bunga rendah makin meningkatkan volume perdagangan dan memicu serangkaian penawaran umum perdana yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2020. Kita akan melihat banyak startup dari Asia Tenggara memasuki pasar perdana di tahun 2021–2022 saat ekosistem telah matang. Investor mencari exit sementara gelombang perusahaan teknologi berikutnya mulai muncul,” pungkas Vishal kepada KrASIA.

Saham teknologi akan menambah kepercayaan pada Bursa Efek Indonesia, para analis percaya. Dokumentasi oleh Afif Kusuma via Unsplash

Sementara kawasan Asia, secara umum, telah menjadi target akuisisi utama bagi banyak perusahaan SPAC, makin banyak reformasi pasar modal diperlukan bagi bursa regional untuk memikat perusahaan teknologi untuk go public di dalam negeri, kata para analis. “Bursa seperti BEI harus mengambil langkah keluar dari buku panduan Hong Kong dan menghasilkan reformasi ramah pasar independen yang terkait dengan berbagai kelas saham dan kerangka kerja khusus untuk perusahaan inovatif, dengan ambang batas keuntungan dan pendapatan yang rendah,” kata Sridhar.

Sejalan dengan optimisme Sridhar, Suresh Dalai, direktur senior manajemen operasi di perusahaan konsultan bisnis global Alvarez & Marsal, mengatakan bahwa saham teknologi baru akan membantu secara signifikan meningkatkan persepsi BEI sebagai bursa tujuan untuk IPO. Namun, yang lebih penting lagi, ini merupakan peningkatan kepercayaan yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

“Bukalapak direncanakan menjadi IPO terbesar dalam sejarah untuk BEI, yang akan meningkatkan merek bursa. Jumlah dan nilai listing di BEI tahun lalu menurun akibat pandemi, namun listing Bukalapak akan mendorong perusahaan lain untuk listing dan membangkitkan minat investasi pada 2021, menarik BEI keluar dari ‘kelesuan’ di 2020,” kata Suresh.

Antusiasme tinggi dari investor retail

Berdasarkan data KSEI, terdapat 5,6 juta investor saham pada Juni 2021 di Indonesia, naik 44,45% dibandingkan akhir tahun 2020 yang sebanyak 3,88 juta investor. Para ahli berpendapat, angka-angka tersebut menunjukkan peningkatan minat di pasar modal negara. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan kepada media lokal bahwa minat masyarakat terhadap instrumen pasar modal merupakan pergeseran pengeluaran dari konsumsi ke investasi, sehingga meningkatkan permintaan di pasar keuangan.

CEO platform wealth management Moduit, Jeffry Lomanto, mengatakan kepada KrASIA bahwa antusiasme investor ritel dalam berburu saham berbasis teknologi saat ini sangat tinggi, terlihat dari “euforia” terhadap saham-saham bank digital yang terdaftar seperti Bank Jago ( ARTO), Bank Capital (BACA), dan Bank Neo Commerce (BBYB) pada tahun lalu. “Namun pada akhirnya, investor akan mempertimbangkan kembali dan menganalisis kecocokan antara harga saham dengan valuasi perusahaan sesuai dengan kondisi fundamentalnya,” imbuhnya.

Karena Bukalapak akan menjadi unicorn pertama yang go public, investor ritel makin ingin memiliki bagian dari perusahaan, kata Dalai dari Alvarez & Marsal. Dia membandingkan dengan harga saham Sea Group, yang meningkat pesat tahun lalu, menjadikannya perusahaan publik paling berharga di Asia Tenggara.

“Investor ritel telah melihat peningkatan belanja online sejak pandemi dan melihat landasan luar biasa dalam sektor e-commerce di Indonesia. Pasar e-commerce di Indonesia telah tumbuh lebih dari lima kali lipat antara 2015 dan 2020 dan naik lebih dari 10% di tengah pandemi tahun lalu. Saya yakin konsumen akan berbelanja online lebih banyak lagi pasca pandemi,” ucap Suresh. “Fakta bahwa perusahaan e-commerce seperti Shopee dan Bukalapak telah mencapai valuasi tinggi, meskipun mengalami kerugian yang signifikan, menunjukkan minat yang luar biasa untuk investasi dari investor ritel.”

Apakah tren ini akan berlanjut?

Jeffry dari Moduit mengatakan bahwa investor mungkin saja membeli saham dan bereksperimen—sebagian karena hype tetapi juga karena tidak mau ketinggalan. Investor pada tahap ini biasanya lebih intuitif daripada rasional, lebih agresif, dan fokus pada akumulasi kekayaan, sebutnya.

“Mereka bersedia mencoba instrumen investasi apa pun, terutama jika sedang hype. Namun, jenis investasi yang menawarkan pengembalian jangka pendek, seperti saham, emas, dan crypto, lebih disukai,” katanya.

Melihat situasi tersebut, tampaknya antusiasme investor terhadap saham teknologi kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan perusahaan besar Indonesia yang akhirnya mencatatkan sahamnya di BEI. Namun, Jeffry mencegah risiko berinvestasi di perusahaan yang tidak menguntungkan. “Ada beberapa pertimbangan yang bisa dilakukan. Pertama, kami melihat pendorong pertumbuhan utama seperti margin operasi dan arus kas. Dengan begitu, investor bisa mengetahui seberapa mahal atau murahnya valuasi perusahaan.”

Kemudian, setelah mengalami siklus pasar penuh, termasuk untung dan rugi, investor akan berkembang, kata Jeffry. Mereka akan lebih serius membangun portofolio dan lebih fokus untuk melestarikan kekayaan. Akibatnya, instrumen investasi seperti reksa dana dan obligasi, yang memberikan stabilitas dan pengembalian jangka panjang, akan tetap diminati, tambahnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial