Tag Archives: belinda luis

GENEXYZ Kantongi Pendanaan Awal Senilai 14 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Kreator platform teknologi meta-humans dan agregator virtual influencer, GENEXYZ, mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures senilai $1 juta (lebih dari Rp14 miliar). Turut berpartisipasi investor terdahulu Future Creative Network, dan beberapa investor lainnya, seperti EMTEK, MDI Ventures, Trinity Optima, dan Massive Music.

Rencananya, dana segar yang didapat akan digunakan untuk ekspansi bisnis di ranah regional, menjangkau target pasar Asia Tenggara. Selain itu, perusahaan juga akan mengembangkan teknologi yang lebih interaktif dan efektif dalam jaringannya dengan komunitas yang relevan dan memaksimalkan dampaknya pada klien.

Didirikan pada 2022, GENEXYZ menawarkan platform berbasis teknologi yang dapat menghadirkan meta-humans dan agregrator virtual influencer masa kini. Hal ini memungkinkan klien mendapatkan data interaksi yang terukur, serta memastikan terjadinya interaksi yang tepercaya antara brand dan audiens. Hal ini memungkinkan interaksi yang dapat terus dikembangkan (scalable).

Co-Founder dan CEO GENEXYZ Belinda Luis menegaskan, “kami menciptakan seluruh produk virtual influencer secara in-house dengan sumber daya teknologi dan talenta terbaik, dan kami akan terus memperluas kaliber dari tim GENEXYZ di berbagai disiplin industri sekaligus memperkuat komunitas, channel distribusi, dan ekosistem yang ada.”

Investment Professional East Ventures Gavin Adrian menyambut baik GENEXYZ ke dalam keluarga East Ventures. Inovasi futuristik yang dihadirkan perusahaan dipercaya berpotensi bagi brand dalam menangkap peluang interaksi yang besar. “Kami percaya bahwa GENEXYZ hadir untuk merevolusi solusi pemasaran dan menciptakan berbagai dampak baik bagi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Dalam meningkatkan skala bisnis B2B dan B2C, GENEXYZ juga didukung dengan ekosistem jaringan yang kuat di ranah teknologi. Teranyar, perusahaan juga telah menginvasi segmen D2C lewat kolaborasi Lavcaca dan Eatlah.

Lavcaca merupakan produk GENEXYZ yang memiliki karakter khas yang hobi menyanyi lagu dangdut dan mencintai kuliner lokal. Selain itu, IP baru yang belum lama diluncurkan adalah karakter laki-laki dengan keunikan dan kecerdasan yang berwarna, dapat diandalkan untuk berbagai kebutuhan brand,  serta didukung dengan teknologi canggih dan  .

Ragam produk dan karakter yang diciptakan GENEXYZ sejalan dengan fokusnya untuk mengembangkan misi meta human di skala global. Dalam perjalanan bisnisnya, perusahaan juga telah bekerja sama dengan sejumlah brand ternama seperti Bango, Tokopedia, Tiket.com, Ismaya Group, Nivea, Pepsodent, dan Ujung-Ujungnya Dangdut (UUD).

Virtual influencer di Indonesia

Teknologi selalu menawarkan inovasi baru di setiap industri yang disentuhnya. Salah satunya adalah memungkinkan industri pemasaran yang tidak hanya berpusat pada iklan televisi, radio atau koran. Kanal pemasaran kini telah berevolusi menjadi bentuk yang lebih personal dan interaktif. Salah satunya adalah virtual influencer.

Virtual influencer adalah karakter yang dihasilkan komputer atau avatar bertenaga AI yang popularitasnya kian menanjak di platform media sosial. Selayaknya influencer pada umumnya, mereka dapat digunakan untuk memasarkan brand, produk, dan layanan, serta meningkatkan kesadaran brand dan interaksi di media sosial.

Ukuran pasar untuk virtual influencer sendiri dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah virtual influencer yang aktif, tingkat keterlibatan mereka dengan pengikut, serta brand dan bisnis yang berkolaborasi dengan mereka.

Menurut Territory Influence, pasar virtual influencer saat ini bernilai $4,6 miliar dan diproyeksikan naik sebesar 26% pada 2025. Dilansir dari Forbes, survei virtual influencer pada 2022 yang dilakukan oleh Influencer Marketing Factory menunjukkan sebanyak 58% responden mengikuti setidaknya satu virtual influencer. Sebanyak 35% konsumen telah membeli produk yang dipromosikan oleh virtual influencer.

Daya tarik virtual influencer terletak pada kemampuan unik mereka untuk melayani audiens yang lebih muda dan paham teknologi serta minat brand yang semakin meningkat terhadap pemasaran influencer dan iklan digital. Dengan popularitas dan penerimaan yang meningkat pesat, virtual influencer digadang-gadang sebagai kekuatan baru yang siap mengubah industri ini.

Startup kreator meta human GENEXYZ mengumumkan pendanaan pra-awal dari Future Creative Network (FCN), EBIT, Infia Group, dan Benz Budiman

Pengembang “Meta Human” GENEXYZ Umumkan Pendanaan Pra-Awal

Startup kreator meta human GENEXYZ mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal dengan nominal dirahasikan. Sejumlah investor berpartisipasi dalam putaran tersebut, yakni Future Creative Network (FCN), PT Ekonomi Baru Investasi Teknologi (EBIT) sebagai anak perusahaan BOLA (Bali United), Infia Group (media holding dari Dagelan, Volix, dan Folkative), dan Benz Budiman (Creative Gorilla Capital sebagai strategic investor).

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi agar semakin mutakhir dan merekrut lebih banyak talenta — tak hanya untuk teknologi juga seni, yang merupakan bagian terpenting dari GENEXYZ. Perusahaan akan melakukan berbagai kolaborasi menerbitkan IP (intellectual property) unik bersama jajaran investor, mengingat mayoritas investor GENEXYZ adalah pembuat konten.

Secara bersamaan, perusahaan juga mengumumkan kehadirannya ke publik. Startup ini mendeklarasikan diri sebagai pionir untuk agregator virtual influence/human IPs di Indonesia.

GENEXYZ didirikan oleh tiga orang, yakni Belinda Luis (CEO), Christian Melvin (CPO), dan Adrianka (Creative Director) pada pertengahan tahun ini. Mereka bertiga datang dari berbagai latar industri yang saling mendukung satu sama lain dalam meluncurkan GENEXYZ. Belinda lama berkecimpung di dunia teknologi. Sementara, Melvin merupakan pendiri agensi OU Creative, bagian dari FCN dan Anka berprofesi sebagai digital imaging artist.

Ketiganya bertemu pada tahun lalu dan membahas soal ruang lingkup konten, interaksi, dan fungsi pemengaruh yang tak luput dari keterbatasan akses dan skalabilitas. Keterbatasan tersebut, mereka menilai bahwa Indonesia memerlukan solusi berdasarkan teknologi untuk menghubungkan setiap orang secara optimal dan merepresentasikan kredibilitas perusahaan dalam jangka panjang.

Menghadirkan cara baru menjangkau target pengguna

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (30/8), Co-founder dan CEO GENEXYZ Belinda Luis menyampaikan pihaknya meluncurkan GENEXYZ sebagai solusi bagi setiap brand yang membutuhkan voice of market secara optimal di industri kreatif, periklanan, dan ekosistem Web3. Dengan demikian, brand dapat menemukan cara baru dalam menjangkau target konsumer secara tepat dan efisien lewat teknologi meta human.

Perusahaan telah diintegrasikan dengan fitur IP dan teknologi meta human dan memiliki kemampuan untuk dapat bekerja nonstop layaknya robot pintar. Di samping itu, perusahaan juga dilengkapi dengan sistem berbasis data yang memungkinkan pengguna dapat menentukan IP DNA mereka sendiri berdasarkan alur cerita hidup karakter masing-masing dari virtual influencer atau customer service yang ingin dibangun.

“Keunggulan lainnya adalah untuk mengetahui voice of market dan mengontrol narasi, serta keterlibatan komunitas di dalamnya,” kata Belinda.

Melvin melanjutkan, dalam pengembangan meta human, perusahaan memanfaatkan sejumlah teknologi mutakhir yang memungkinkan proses pembuatan lebih cepat. Di antaranya, Unreal Engine yang merupakan alat pembuatan 3D real-time untuk visual foto riil dan pengalaman imersif.

Selanjutnya, Rokoko yang menggunakan teknologi gerak dan sensor grafis 3D yang dapat dipakai untuk membuat adegan kompleks secara langsung, memungkinkan pembuat konten mengubah ruang apapun menjadi tahap penangkapan gerak profesional untuk merekam, memvisualisasikan, dan mengekspor momen.

“Dalam membangun meta human kami ingin hyper realistic, jadi kami mempelajari anatomi tubuh manusia asli dan mengekstraknya agar hasil lebih detail.”

Baru-baru ini, perusahaan merilis IP pertama, hasil berkolaborasi dengan salah satu platform digital musik terbaru, Ujung-ujungnya Dangdut (UUD) dengan menghadirkan penyanyi dangdut virtual pertama yaitu Laverda Salsabila, yang akrab dipanggil Lavcaca. Ke depannya, UUD dan GENEXYZ akan memperkenalkan kecanggihan teknologi ini di generasi muda melalui Mega Tour ke beberapa wilayah Indonesia.

Tidak hanya itu, GENEXYZ juga turut menghadirkan karakter IP lainnya lewat sederet virtual influencer terbaru, melalui kolaborasi epik bersama Infia dan Volix di tahun ini, serta beberapa rencana pipeline IP lainnya yang masih berlanjut dengan target market e-sport, lifestyle, film, entertainment, dan lainnya.

CEO dan Creative Chairman Future Creative Network Ivan Hadywibowo turut menambahkan, pihaknya sebagai jaringan ekosistem yang menjangkau para pelaku bisnis di bidang teknologi dan kreativitas, akan terus mendukung secara penuh langkah yang dilakukan oleh GENEXYZ dalam melakukan pembaruan-pembaruan fitur di dalam platformnya.

“Kami juga sangat optimis, prospek dalam mengembangkan teknologi meta human ini mampu meningkatkan performa pasar digital secara baik dan menyeluruh,” ucapnya.

Aplikasi “tuingle” Hadirkan Teknologi Food Scanner Untuk Pecinta Kuliner

Ide yang unik dan tergolong niche terkadang bisa menjadi menarik jika diterapkan dengan baik dan tentunya menargetkan pasar yang tepat. Hal inilah yang kemudian dilakukan oleh “tuingle”, aplikasi yang menyediakan fitur teknologi food scanner di smartphone.

Berdiri di bawah PT Mitra Ravindra Internasional dan masih dijalankan secara bootstrapping, tuingle hadir menyajikan aplikasi baru yang menggabungkan kegiatan rutin foodies atau pecinta kuliner yang kerap mengabadikan foto makanan sebelum disantap, serta kepedulian tim dari tuingle akan kandungan kalori dari setiap makanan yang disantap.

“Kami bercita-cita untuk mengedukasikan dan memberikan inspirasi kepada masyarakat Indonesia agar memiliki gaya hidup yang sehat dan seimbang. Kami pun ingin membanggakan karya anak bangsa, bila teknologi aplikasi kami dapat mencapai market secara universal dan global karena kami pun mempunyai harapan untuk turut serta mengharumi nama Indonesia di kacamata dunia,” kata Marketing Director & Co-Founder Belinda Luis kepada DailySocial.

Sekilas aplikasi yang sudah bisa digunakan di platform iOS dan Android ini serupa dengan Instagram, namun dengan fitur-fitur tambahan, pengguna bukan hanya bisa mengabadikan foto, menyimpan foto namun juga secara langsung bisa melihat berapa jumlah kandungan kalori setiap makanan yang disantap. tuingle mengklaim akurasi data food scanner dari aplikasi berkisar antara 70-80%.

“tuingle menyediakan fitur teknologi berupa foodscanner yang sangat mudah digunakan sebagai aplikasi untuk pengguna yang sudah menjadi sebuah komunitas yang kami sebut “tuingler/tuinglers”, mereka pun dapat melakukan sharing terhadap sesama tuingler dengan fitur sosial dan tuingle “expressions” yang telah disediakan sebagai efek fitur “FUN” dalam aplikasi tuingle,” jelas Belinda.

Cara mudah melakukan food scanner Tuingle

Sebagai aplikasi food scanner pertama di Indonesia, tuingle ingin menyasar kepada target usia pengguna 18 hingga 50 tahun, namun secara khusus akan memfokuskan kepada usia 21 hingga 40 dengan persentase wanita 60% dan pria 40%.

“Mengenai teknologi food scanner simpel, pengguna hanya perlu foto makanan atau minuman kemudian press SCAN, lalu tuingle akan memberikan informasi nutrisi dalam hitungan detik kemudian data tersebut secara otomatis akan disimpan di dalam personal food diary,” kata Belinda.

Tentunya yang menjadi tantangan dari tuingle saat ini adalah bagaimana agar pengguna bisa lebih mudah mengakses dan tentunya melihat hasil atau tampilan dari tuingle. Lokalisasi konten mulai dari bahasa hingga fitur yang ditawarkan tentunya bisa menjadi strategi yang cerdas untuk startup lokal seperti tuingle.

“Mengenai lokalisasi kami memang berencana untuk membuat aplikasi tuingle lebih user friendly menyesuaikan bahasa dari lokasi pengguna,” kata Belinda.

Inovasi terbaru dan pengembangan produk

Sejak diluncurkan pada awal tahun 2016 tuingle masih mencoba untuk menambah jumlah pengguna, saat ini pengguna aktif tuingle baru mencapai sekitar ribuan, dengan jumlah foto yang diunggah ke tuingle setiap harinya sekitar 500 foto.

“Target kami untuk foto yang diunggah bisa mencapai 10 ribu foto sementara untuk foto makanan yang di-scan diharapkan bisa mencapai 8 ribu,” kata Belinda

Sementara strategi pemasaran yang telah dilakukan selain menggunakan media sosial, viral marketing, word of mouth, social buzz dan lainnya, beberapa waktu lalu tuingle juga mengadakan acara food tasting dan beverage tasting  “The Art of Single Malt” dan mengundang food blogger serta media di Jakarta.

Selain pemasaran, tuingle juga berencana untuk menambah inovasi terbaru berupa fitur menarik dan tentunya bermanfaat untuk pengguna.

“Kedepannya kami berencana untuk menyediakan fitur dan perkembangan di dalam tuingle app yang dapat mendeteksi food allergies, misalkan Anda atau sekiranya keluarga dan teman Anda alergi dengan jenis makanan dan minuman tertentu seperti kacang, dairy, soy dan lainnya. Fitur ini tentunya diharapkan akan sangat banyak membantu masyarakat,” kata Belinda.