Tag Archives: belowcepek

Di Indonesia ada beragam startup fesyen dengan model bisnis dan varian produk yang unik. Beberapa bertahan sampai ke tahap growth, sebagian harus menyingkir

Startup Fesyen, Memupuk Potensi dalam Satu Dekade

Menurut Startup Report yang diterbitkan DSResearch, sepanjang tiga tahun terakhir ada beberapa startup fesyen yang terus meningkatkan putaran pendanaan, termasuk Tinkerlust, Zilingo, Pomelo, Sorabel, Berrybenka, dan Style Theory. Di luar itu, masih banyak platform e-commerce lain di segmen terkait yang masih langgeng di tengah dominasi online marketplace yang menyajikan beragam jenis produk.

Tidak hanya berkembang secara kuantitas, model bisnis yang ditawarkan pun makin bervariasi. Sebut saja yang dilakukan Style Theory, Alih-alih menjual, mereka menghadirkan mekanisme penyewaan produk busana bermerek. Kepada DailySocial mereka bercerita, sejak 2017 hadir di Indonesia telah berkembang dan memiliki sekitar 150 ribu pengguna. Padahal mereka baru melayani kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Fakta tersebut jelas mengindikasikan segmen bisnis ini memiliki potensi yang bukan main. Mari kita dalami.

Pangsa pasar fesyen di e-commerce

Dalam laporan eCommerce Report 2020 – Fashion disebutkan revenue segmen bisnis tersebut di Indonesia diperkirakan mencapai $6,7 miliar per 2020. Angka ini bakal mencapai $12,6 miliar pada tahun 2024 mendatang. Pangsa pasar Indonesia menempati peringkat ke-11 secara global.

Platform online marketplace dengan beragam produk juga kerap menempatkan produk fesyen, terutama dengan pangsa pasar perempuan, di deretan produk terlaris. Disampaikan dalam laporan belanja online di Tokopedia, sepanjang tahun 2019 lima kategori produk paling populer meliputi fesyen, rumah tangga, ponsel, elektronik, dan kesehatan.

Data lain dari Kredivo menunjukkan tren belanja sepanjang tahun 2019. Baik pengguna pria maupun wanita paling banyak menghabiskan layanan kredit di platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhan fesyen berdasarkan jumlah transaksi.

Tren penggunaan layanan kredit di e-commerce sepanjang 2019 / Kredivo
Tren penggunaan layanan kredit di e-commerce sepanjang 2019 / Kredivo

Perjalanan startup fesyen

Pemberitaan DailySocial mencatat hype startup “niche” fesyen sudah dimulai sejak awal dekade. Tahun 2011 beberapa pemain seperti BelowCepek dan LocalBrand mulai memperkenalkan diri ke publik. Kala itu strategi yang dilakukan adalah membuat diferensiasi dari sisi produk, misalnya yang dilakukan BelowCepek dengan menjual berbagai busana dengan harga di bawah 100 ribu Rupiah. Pun demikian LocalBrand yang mengutamakan merek-merek lokal di tengah gempuran mass product yang banyak bertanggar di pusat perbelanjaan.

Tren kehadiran startup fesyen terus bermunculan. Tahun berikutnya Zalora, BerryBenka hadir mengubah stigma di vertikal bisnis ini. Zalora adalah pemain regional yang didukung penuh oleh Rocket Internet – kala itu dikenal sebagai salah satu pencetak bisnis digital disruptif di dunia. Sementara BerryBenka berhasil mencatatkan pendanaan awal dari East Ventures, sekaligus jadi debut pemodal ventura tersebut masuk ke vertikal e-commerce, khususnya fesyen.

Scallope, Laavaa, FimelaShop, Ratimaya, PinkEmma, dan beberapa startup lain makin meramaikan pasar online.

Tahun 2014 Riselo hadir dan menawarkan konsep online marketplace untuk fesyen. Jika sebelumnya kebanyakan modelnya B2C, kini mereka menawarkan model C2C. Mengadopsi dari kesuksesan online marketplace yang mengakomodasi produk secara umum. Di periode ini, sektor e-commerce jadi lokomotif penting bagi bisnis digital, membuat semua orang makin terbiasa dengan transaksi di internet. Persaingan ketat membuat masing-masing pemain berinovasi dalam model bisnis.

Ringkasan satu dekade persjalanan startup fesyen di Indonesia / DailySocial
Ringkasan satu dekade persjalanan startup fesyen di Indonesia / DailySocial

Di tahun 2017-an, konsep online to offline (O2O), pemain seperti BerryBenka, Zalora, Hijub memulai hadirkan toko fisik di pusat perbelanjaan. Namun tidak hanya dilakukan oleh pemain e-commerce, peritel juga menguatkan strategi penjualan melalui kanal digital, seperti Onmezzo (Metrox Group), Matahari, dan MAPemall.

Mendekati akhir dekade 2020, beberapa pemain makin kuat sementara sisanya tidak menampakkan growth. Sorabel (sebelumnya Sale Stock), misalnya, mampu membukukan pendanaan Seri C untuk mendukung akselerasi bisnisnya.

Teknologi yang semakin menjadi urat nadi kehidupan juga mendorong munculnya merek-merek “indie” yang sedari awal memasarkan dan menjual produknya secara online, beberapa O2O, seperti yang dilakukan merek fesyen Cloth-Inc atau Pomelo.

Model bisnis jadi pembeda

Tahun 2015 Samira Shihab (CEO) dan Aliya Amitra (COO) memulai Tinkerlust sebagai startup fesyen unik yang menjual barang bermerek dan tergolong mewah. Tidak hanya produk baru, mereka juga menjual barang preloved yang masih baik kondisinya. Traksinya bagus, hingga dua tahun kemudian mendapatkan pendanaan awal dari Merah Putih Inc dan angel investor Danny Oei Wirianto. Di samping menjadi platform jual beli fesyen preloved, mereka juga menawarkan penyewaan gaun rancangan desainer.

Yuna & Co punya cara lain, mereka memilih optimalkan kecerdasan buatan hadirkan fitur konten interaktif “fashion matchmaker”. Sederhananya, dengan aplikasi tersebut pengguna dapat memanfaatkan asisten virtual untuk memberikan rekomendasi busana terbaik berdasaran preferensi pribadi. Mereka turut menjadi perantara antara merek fesyen dengan konsumen, melalui rekomendasi produk yang disajikan. Pendekatan ini diambil, mengingat tidak sedikit wanita yang memiliki banyak pertimbangan dan selektif saat melakukan belanja, terlebih secara online.

Kemudian, seperti yang sudah sempat disinggung di awal, ada juga Style Theory yang menawarkan pilihan sewa untuk berbagai produk fesyen bermerek. Mereka tawarkan model berlangganan dan on-demand untuk pelanggannya. Saat ini bisnisnya disokong penuh melalui pendanaan Seri B oleh SoftBank Ventures Asia, The Paradise Group, dan Alpha JWC Ventures.

“Pangsa pasar Style Theory pada dasarnya seluruh wanita Indonesia yang membutuhkan variasi baju cukup tinggi untuk kegiatan sehari-harinya. Di antaranya wanita dalam usia produktif yang bekerja di luar rumah, baik itu pekerja kantoran, freelancer, dan pekerjaan lainnya yang sering bertemu dengan banyak orang. Pangsa pasar ini yang akan paling merasa terbantu dengan adanya layanan kami,” ujar tim Style Theory.

Beragam model bisnis yang diterapkan startup fesyen di Indonesia / DailySocial
Beragam model bisnis yang diterapkan startup fesyen di Indonesia / DailySocial

Model bisnis menjadi kunci kesuksesan startup di vertikal ini. Secara mendasar mereka harus bersaing dengan tatanan ritel tradisional yang sudah bertahun-tahun jadi rujukan masyarakat. Hal-hal terkait kultur juga perlu ditangkap baik oleh konsumen – misalnya kebiasaan melihat atau mencoba dulu barang secara fisik sebelum benar-benar membeli. Sorabel salah satunya yang peka dengan kondisi ini, startup fesyen dengan private label tersebut memiliki opsi yang memungkinkan pelanggannya mencoba dulu produk yang diantar kurir sebelum benar-benar menyelesaikan transaksi dengan pembayaran.

Mereka yang tidak bertahan

Sayangnya fitur unik, bahkan dukungan investor sekalipun tidak menjamin startup fesyen dapat bertahan. Tahun 2018 Lyke mengumumkan tutup layanan. Pasca pendanaan seri A mereka cukup optimis dengan bisnisnya, sampai merekrut pesohor Agnez Mo sebagai co-founder sekaligus ambassador. Lyke juga manfaatkan kecerdasan buatan yang memungkinkan pengguna lakukan pencarian produk berdasarkan unggahan foto. Dari isu yang beredar, inefisiensi bisnis menjadi penghambat hingga mengakibatkan startup tersebut tutup.

Awal tahun 2017 platform Lolalola juga resmi menutup bisnisnya. Mereka secara khusus menjual produk pakaian dalam wanita atau lingerie. Salah satu faktor yang membuatnya menyerah, ramainya tren social commerce dan gempuran online marketplace seperti Tokopedia, yang juga memudahkan konsumen temukan produk terkait. Meskipun mengklaim memiliki produk yang unik dan menarik, jika hal ini tidak dibarengi strategi pemasaran dan akuisisi pelanggan yang cukup masif akan sulit mencapai kondisi berkelanjutan.

Jefrey Joe, Managing Partner & Co-Founder Alpha JWC Ventures memberikan analisisnya. “Fashion commerce adalah sektor yang lucrative, tidak ada one winner takes all, sehingga meskipun ada beberapa raksasa, tetap akan ada tempat bagi pemain niche dan pemain baru. Style Theory, misalnya, awalnya muncul sebagai produk niche di Singapura lalu Indonesia, namun kini berhasil membuat fesyen rental sesuatu yang normal/umum dan bagian dari kehidupan urban sehari-hari.”

Ia melanjutkan, “Prinsip sustainability para startup fesyen adalah pertanyaan yang harus ditanyakan ke masing-masing startup. Untuk Style Theory, sejak awal mereka mengusung konsep circular economy untuk mengurangi konsumsi dan sampah fesyen, sekaligus menjawab masalah besar wanita yang cenderung terus-terusan membeli pakaian tapi tak terpakai. Sorabel pun menggunakan machine learning untuk mempelajari tren pembelian, sehingga mereka hanya membuat pakaian yang kemungkinan besar terjual; mereka juga mengontrol proses manufaktur, sehingga bisa meminimalisir waste dari berbagai tahap produksi dan distribusi.”

Strategi Bertahan di Industri E-Commerce Fesyen Menurut Tinkerlust dan BelowCepek

Salah satu horizontal bisnis e-commerce yang cukup memiliki banyak vertikalnya adalah fesyen. Banyak pelaku e-commerce fesyen yang lebih niche menghadirkan produk sesuai dengan target konsumennya, misalnya untuk anak millenial, perempuan karir, baju muslim, anak-anak, dan sebagainya.

Lalu bagaimana untuk cara bersaing dan tetap bertahan dalam pasar e-commerce yang sudah sangat ramai ini? Dalam salah satu sesi diskusi panel yang diadakan Local Startup Fest 2.0 menghadirkan Co-Founder dan COO Tinkerlust Aliya Amitra dan Founder & CEO Belowcepek & ReeIndonesia Riana Bismarak. Keduanya membeberkan strategi dan tips apa saja yang perlu dilakukan agar dapat bertahan di dunia e-commerce fesyen.

Buat produk sesuai kebutuhan target konsumen

Riana Bismarak menuturkan strategi fesyen saat sebelum dan sesudah era teknologi mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pelaku tidak bisa menerapkan konsep buat baju dulu, baru dijual. Melainkan, cari target konsumennya dan buat produk sesuai kebutuhan mereka.

“Dalam fesyen itu, tren copy desain itu sangat mudah terjadi. Kita tidak bisa marah, yang bisa dilakukan adalah terus produksi barang yang dibutuhkan target konsumen Anda. Idealisme tidak bisa selalu dilakukan, karena Anda punya perusahaan yang harus dapat dipertahankan. Jadi ya harus dengarkan pasar, suka enggak suka perusahaan harus tetap sustain dengan buat sales,” Kamis (19/10).

Sebab, di tengah persaingan yang ketat, pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk fesyen itu salah satunya karena brand. Ketika mereka sudah nyaman dengan satu brand, berpotensi menjadi konsumen loyal.

Untuk menciptakan identitas brand tersebut, yang dilakukan Riana dalam ReeIndonesia adalah membuat produk dengan harga dan kualitas yang tidak kalah dengan brand luar negeri, packaging yang menarik, dan menyertakan ucapan terima kasih. Hal-hal yang bersifat personal sangat dibutuhkan dalam membangun brand produk fesyen.

Pihaknya melakukan strategi yang agak berbeda untuk BelowCepek. Agar produknya dapat diterima masyarakat, Riana menggunakan orang lokal yang bukan seorang model dengan tinggi dan ukuran tubuh rata-rata orang Indonesia.

“Kalau menggunakan orang bule sebagai model, kurang cocok bila menyasar orang Indonesia sebagai konsumen karena tidak semua orang lokal bertubuh tinggi. Sekaligus meyakinkan konsumen bahwa produk BelowCepek memiliki ukuran proporsional sesuai orang lokal.”

Strategi pemasaran yang sesuai target konsumen

Kendati sudah ada pemain serupa seperti Tinkerlust, yang menyediakan barang-barang preloved. Tidak melunturkan semangat Aliya Amitra untuk terus mengembangkan Tinkerlust. Dia mengaku saat ini target penjual di Tinkerlust adalah perempuan kelas A yang miliki barang mahal layak jual, sementara target pembelinya adalah ibu-ibu yang berasal dari Jakarta juga.

Padahal, dari hasil riset yang dilakukan sebelum Tinkerlust berdiri adalah ingin menjangkau orang-orang dari luar Jakarta yang kesulitan mencari barang branded. Terkait terbatasnya pembukaan gerai barang branded seperti Zara dan H&M yang masih terfokus di sekitaran Pulau Jawa saja.

“Awalnya kami identify target konsumen, awalnya kami definisikan pembelinya adalah anak kuliah dan orang-orang dari luar Jakarta. Dari situ kami sesuaikan cara pemasarannya dan tampilan Tinkerlust yang lebih cheerful. Namun ketika dilakukan, kenyataannya berbeda. Sejak saat itu kami mulai ganti identitas dan ubah cara pemasarannya,” terang Aliya.

Pihaknya pun banyak melakukan pemasaran secara offline dengan membentuk komunitas-komunitas, sekaligus upaya membentuk brand awareness. Menurut Aliya, dengan menyesuaikan strategi akan membuat konsumen jadi lebih nyaman saat menggunakan layanan Tinkerlust.

Menerapkan teknologi terkini

Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membuat pelaku usaha harus rajin-rajin memanfaatkannya agar dapat menciptakan penjualan. Dalam Tinkerlust, Aliya melakukan pemanfaatan teknologi dengan membuat dashboar untuk memudahkan para penjual melacak status barang mereka apakah sudah terjual atau belum.

Lalu, menganalisis data konsumen untuk membaca kebiasaan konsumen berdasarkan minat dan daftar belanja mereka yang terakhir. Hasilnya akan terlihat ketika mengunjungi situs Tinkerlust, konsumen akan disuguhkan dengan daftar barang-barang yang mereka inginkan berdasarkan kebiasaan sebelumnya.

“Sekarang setiap harinya kami menerima 200-300 produk fesyen. Cara untuk orang mau belanja di kita harus menerapkan strategi sesuai data. Ini juga salah satu strategi kami dalam meminimalkan budget pemasaran yang masih terbatas, harus tetap hati-hati.”

Hal yang sama juga diutarakan Riana. Menurutnya, ketika membandingkan teknologi yang ada di 2011 saat BelowCepek baru berdiri dengan kondisi sekarang ada banyak efisiensi yang bisa dia terapkan.

Dia mencontohkan, untuk membeli website BelowCepek di 2011 harganya tergolong investasi terbesar yang harus digelontorkan saat pertama kali mendirikan BelowCepek. Namun kini, dengan teknologi yang ada dia hanya menggelontorkan biaya situs sebesar Rp400 ribu per bulan.

“Bentuk inovasi dari teknologi adalah kami bisa saving cost. Karena saya tidak punya investor, jadi tidak bisa hiring orang-orang teknologi. Makanya saya manfaatkan apa yang saya punya dengan budget seadanya. Inovasi terbaik itu dilakukan ketika kita paham dengan bisnisnya itu sendiri,” pungkas Riana.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Local Startup Fest 2017

DScussion #62: Komitmen Belowcepek Hadirkan Fashion Commerce Berharga Terjangkau

Dengan bermodalkan uang simpanan, Riana Bismarak selaku CEO Belowcepek mencoba untuk menghadirkan fashion commerce dengan varian desain khusus untuk perempuan Indonesia.

Sebagai salah satu fashion commerce pertama di Indonesia, Belowcepek memiliki komitmen bukan hanya menghadirkan busana pilihan namun juga harga terjangkau. Bagaimana Belowcepek mengakomodasi pasar kelas menengah ke bawah dengan produk fashion buatan Indonesia? Semua diungkapkan dalam edisi DScussion ini.

Fashion Commerce Belowcepek Bertransformasi, Hadirkan Produk Busana Premium Lokal

Layanan fashion e-commerce Belowcepek yang telah berdiri sejak tahun 2011 tahun ini bertransformasi dengan logo baru menjadi Belowcepek and more. Bukan hanya nama dan logo saja yang berubah, namun situs yang didirikan oleh Riana Bismarak ini juga sudah menghadirkan produk premium dengan nama Premium Ree dengan harga di atas Rp 100 ribu.

“Saat ini Belowcepek.com merubah logo menjadi Belowcepek.com and more yang ternyata perubahan tersebut bisa menambah jumlah pelanggan,” kata Riana Bismarak kepada DailySocial.

Selain itu Belowcepek juga menjual produk baju muslim secara grosir pada bulan Ramadhan lalu untuk membantu para penjual dan memudahkan konsumen yang enggan untuk membeli baju Muslim langsung ke toko grosir seperti Tanah Abang dan Thamrin City.

Salah satu kunci kesuksesan yang telah dilakukan oleh Belowcepek menghadapi kompetitor yang ada selama ini adalah, berusaha untuk selalu relevan dengan tren dan minat perempuan Indonesia. Mulai dari cara styling, model yang dipakai, tren yang ada sekarang hingga inovasi pemasaran dengan mengandalkan media sosial. Yang paling penting adalah pendekatan dengan pelanggan dan kualitas produk.

Menambah produksi dan meningkatkan penjualan

Saat ini Belowcepek mengklaim telah memiliki sekitar 2 ribu pengguna aktif, sementara untuk kenaikan pendapatan diperkirakan sejak awal secara konsisten mengalami kenaikan sebesar 100% setiap tahunnya.

Sebagai fashion e-commerce yang mengedepankan produk busana buatan lokal, Belowcepek telah berhasil mengumpulkan sejumlah mitra lokal untuk menjadi penjual di situs Belowcepek. Saat ini sebanyak 70 UMKM telah bergabung menjadi mitra Belowcepek dan jumlah keseluruhan mencapai seribu SKU.

“Perlu diketahui bahwa Belowcepek.com tidak didanai oleh investor, semua berawal hanya dari modal nekad dan uang pribadi saya sebanyak Rp 100 juta. Sejak diluncurkan bulan November 2011 sampai sekarang semua pemasukan dan profit di re-invest untuk mengembangan perusahaan,” kata Riana.

Salah satu investasi yang dilakukan oleh Belowcepek adalah mencoba untuk menghasilkan produk pilihan dengan private brand dari Belowcepek. Diantaranya adalah Premium Ree dan Blanik yang juga resmi diluncurkan pada tahun 2016.

“Dua tahun yang lalu saya berkesempatan untuk ikut Jakarta Fashion Week. Di situlah brand premium Ree Indonesia pertama kali diluncurkan, yang ternyata setelah ikut berbagai pameran peminatnya banyak sekali. Akhirnya Ree bergabung di webstore BelowCepek.com, meski harganya di atas 100 ribu,” kata Riana.

Meskipun demikian hingga kini Belowcepek masih terus menyediakan busana pilihan dengan harga di bawah seratus ribu khusus untuk pelanggan setia dan pelanggan baru Belowcepek. Belum berniat untuk meluncurkan aplikasi mobile, saat ini fokus dan komitmen utama dari Belowcepek adalah memperbanyak produksi untuk dapat meningkatkan penjualan.

“Untuk webstore sendiri kita sudah sangat mobile friendly. Untuk app ada rencana tapi harus dimatangkan karena kita tidak mau hanya sekedar app yang bentuknya sama seperti web,” tutup Riana.

Toko Online Fashion BelowCepek Akan Menggencarkan Program Agen Sebagai Saluran Distribusi

Dengan bertaburannya situs e-commerce fashion di Indonesia, untuk bisa bersaing sudah pasti ada keharusan untuk menawarkan sesuatu yang unik, baik itu produk yang dijual maupun strategi pemasaran. BelowCepek, yang menawarkan beragam pakaian perempuan dengan harga di bawah Rp 100.000 punya strategi khusus terkait hal ini. BelowCepek adalah toko online yang dirintis sejak Juni 2011, menawarkan produk fashion berupa atasan (top), jumpsuit, celana, rok, gaun, dan masih banyak lagi, yang semuanya merupakan produk buatan Indonesia.

Continue reading Toko Online Fashion BelowCepek Akan Menggencarkan Program Agen Sebagai Saluran Distribusi