Tag Archives: Big Data

Mendalami Tren Pemasaran Digital Tahun 2022 dan Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Pebisnis

Bersamaan dengan kompetisi yang terus terbuka lebar sebagai implikasi dari digitalisasi bisnis, menjadikan setiap pelaku bisnis termasuk startup dan UMKM perlu mendefinisikan betul strateginya untuk memenangkan pasar. Salah satu yang dapat dioptimalkan ialah dengan memanfaatkan pemasaran digital — karena selain untuk mengikuti perkembangan pola perilaku konsumen, cara ini dinilai bisa menghasilkan berbagai dampak, termasuk menggali insight penting yang dijadikan dasar dalam keputusan penting dalam bisnis.

Untuk melihat bagaimana tren pemasaran digital dan hal-hal yang perlu diperhatikan bisnis di tahun 2022, DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan Country Director for Marketing Services ADA Indonesia Faradi Bachri.

Country Director for Marketing Services ADA Indonesia Faradi Bachri / ADA Indonesia

Mengawali perbincangan, Faradi mengatakan bahwa 2022 merupakan tahun penting bagi pelaku bisnis untuk bersaing di pasar yang semakin dinamis seiring meningkatnya potensi pasar digital. Berdasarkan premis tersebut, diprediksi tahun ini akan terjadi peningkatan anggaran pemasaran untuk mengoptimalkan bisnis melalui transformasi digital dan pemasaran digital. Ia juga menyampaikan, terdapat beberapa tren pemasaran digital yang akan berkembang di beberapa lanskap, meliputi:

  1. Bottom of Funnel Focus; inisiasi penjualan melalui platform e-commerce dan investasi di konten/media akan signifikan. Hal ini mendorong adanya kebutuhan teknologi periklanan yang mengacu pada data dan performa.
  2. Activation of 1st Party Data at the Clients; penggunaan data pihak ketiga diprediksi akan menjadi sangat terbatas, mengacu pada kebijakan terbaru Google dan Meta terkait pembatasan cookies, maka berdampak pada pemanfaatan data pihak pertama untuk pengganti. Untuk mengefisiensikan proses tersebut, pemanfaatan layanan public cloud seperti martech dapat membuka kesempatan baru dalam aktivasi digital.
  3. Platform-Centric Implementation; adanya peralihan dari platform walled-gardens seperti TikTok, Instagram, Google dll. Dan pemanfaatan platform bisnis untuk peningkatan efektivitas bisnis, termasuk berbagai SaaS.
  4. Next Generation Messaging; memaksimalkan komunikasi dua arah antara brand dengan konsumen melalui aplikasi pesan secara langsung seperti WhatsApp, Line dll; juga melalui chatbot. Pengguna bots untuk aktivasi multi-channel messaging dapat mendorong interaksi dan membangun loyalitas.

“Selanjutnya, akan terus terjadi peningkatan permintaan untuk talenta digital. Dengan terus bergeraknya bisnis menuju lanskap digital, permintaan akan pekerja dengan kemampuan digital yang andal akan terus meningkat. Pada saat ini, 63% perusahaan merasa kesulitan untuk menemukan talenta digital dengan kemampuan teknikal yang tepat,” imbuh Faradi.

Perencanaan strategi pemasaran digital

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan bisnis agar investasinya pada strategi pemasaran digital dapat menghasilkan return of investment yang maksimal untuk bisnisnya. Menurut Faradi, salah satu praktik terbaiknya adalah dengan memanfaatkan data, khususnya dengan mengolah informasi yang berguna untuk memahami perilaku konsumen.

Di tengah digitalisasi di berbagai aspek, brand dapat memanfaatkan data dari berbagai pihak — pertama, kedua, ataupun ketiga. Namun yang paling penting adalah menghubungkan semua poin dari data tersebut untuk menghasilkan gambaran tepat tentang perilaku konsumen.

“Saat ini, banyak brand yang mulai memanfaatkan dan mengelola data pihak pertama. Data ini mereka dapatkan dari aktivitas konsumen terhadap berbagai aset/aktivitas konsumen yang mereka kelola sendiri. Mereka juga mulai memanfaatkan Customer Data Platform (CDP), untuk mengelola data-data tersebut sehingga seluruh informasi yang ada dapat dikelola menjadi sebuah single customer view, di mana brand dapat memahami pelanggan yang berinteraksi baik dengan produksi atau layanan tertentu, pelanggan yang loyal terhadap brand mereka, atau bahkan pelanggan baru yang siap membeli produk yang akan diluncurkan,” jelas Faradi.

Lebih lanjut dijelaskan, pemanfaatan data tersebut juga dapat membantu brand dalam banyak hal, seperti mengoptimalkan anggaran pemasarannya, penggunaan saluran pemasaran yang tepat, memberikan actionable insights yang tepat, hingga pembuatan pesan yang personal untuk berbagai segmen konsumen. Pengoptimalan inilah yang membantu brand menghasilkan ROI yang maksimal.

Tren D2C dan strategi optimalisasi brand

Dewasa ini model Direct to Consumer (D2C) juga terus berkembang seiring dengan mudahnya pemilik brand untuk menjangkau konsumen secara langsung melalui medium digital. Menurut sebuah survei, 53% konsumen ternyata juga lebih memilih untuk bertransaksi langsung dengan pemilik brand, khususnya lewat online marketplace. Namun demikian, banyaknya pemain D2C ini membuat persaingan di dalam e-commerce makin sengit, sehingga diperlukan upaya khusus agar brand yang dimiliki bisa tetap terlihat dan relevan di bagi konsumen.

Menanggapi ini Faradi memiliki tiga tips yang bisa dibagikan. “Pertama, heavy discounting is an easy-out, but leveraging on consumer data is the key,” ujarnya. Data menjadi aset strategis yang harus dimiliki oleh setiap bisnis untuk membantu memasarkan produknya dengan lebih efisien; sekaligus untuk meramu strategi agar mendorong penjualan. Kedua terkait ‘smart targeting’. Dengan bertumpu pada data yang dimiliki, bisnis dapat membuat beberapa segmen konsumen. Ini untuk memudahkan proses consumer targeting menjadi lebih mudah. Dan selain itu, juga perlu didorong dengan alat yang tepat.

Agar bisa menjadi relevan, branding juga menjadi aspek yang layak diperhatikan pebisnis. Tidak dimungkiri, untuk memenangkan hati konsumen menjadi hal yang tricky, namun menurut Faradi bisa dihadapi dengan beberapa hal. Pertama, memastikan produk/jasa yang ditawarkan bisa menjawab kebutuhan dan permasalahan pasar. Selanjutnya, pesan yang digaungkan harus sesuai atau merepresentasikan target pasar yang dituju.

Lalu kembali lagi pada pemanfaatan data. Ini berkaitan dengan cara brand untuk mendistribusikan pesan sesuai dengan target konsumennya, termasuk pemanfaatan saluran promosi yang tepat dan memproyeksikan anggaran beriklan yang efisien. “Selain itu, keuntungan dari analisis data juga dapat memberikan informasi yang lebih tepat terkait dengan peluang pasar, target konsumen, hingga pengembangan materi/konten kreatif yang lebih tepat sasaran,” imbuhnya.

Bonza Reportedly Receiving Additional Investment from Future Shape

DailySocial recently informed that one of the East Ventures portfolios, big data analysis startup Bonza, has received an additional investment worth of $500 thousand (over 7.2 billion Rupiah) from Future Shape. There has been no official statement until this news published.

Future Shape is a French based VC that invests in engineers and scientists developing deep technology. They participated in Finantier’s seed funding last month, which is also one of East Ventures’ portfolios.

Previously, East Ventures led Bonza’s $2 million seed funding round with Elev8.vc in May 2021. East Ventures was also an early investor in the startup, which was started last year by Elsa Chandra and Philip Thomas.

In the announcement of company’s last round, Bonza’s CEO, Elsa said that the fresh money is expected to accelerate the company’s vision to become a leading data company in Southeast Asia. The company is developing a platform to support companies to better process data and use AI solutions through a no-code platform (does not require coding).

Value proposition

The no-code approach developed by Bonza will enable technical and non-technical teams to build and deploy big data-driven solutions.

Elsa said, the distinction is that its platform removes the frictions and barriers faced by organization when creating and deploying data-driven solutions for the first time. Organizations can integrate multiple data sources within the organization, then build and deploy machine learning models in a responsive user interface.

Bonza’s platform workflow illustration / Bonza

Users can automate long-winded data integration to generate report, reducing implementation time of AI solutions from months to days. The implementation includes helping fintech service owners build real-time fraud detection machines and monitoring tools for fraud operations teams to gain insights from different places and unstructured data sources, in order to reduce fraud.

Big data potential

The market share for big data services has a tendency to grow from year to year, not least in the Asia Pacific region. In 2020, its market size is projected to reach $138.9 billion and will increase to $229.4 billion in 2025.

The main factor for this market’s growth is the availability of abundant [digital] data in organizations. Through the digital transformation program launched, business people always try to be more competitive in formulating strategies. One approach is to convert this data into useful insights. Through big data analysis, a business can also improve operational efficiency.

Today’s big data tools have the capability to process structured and unstructured data from a variety of sources, such as logs in apps, social media, service forms, and even from third-party data sources.

Most service providers provide a cloud-based platform, in the form of SaaS that can be subscribed according to the certain specifications. With specific solutions similar to Bonza continue to emerge, service fulfillment in the global market is still dominated by technology giants such as Microsoft, Teradata, IBM, Oracle, Google, Cloudera, Salesforce, to SAP.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar Header: Depositphotos.com

Pendanaan Tambahan Bonza Big Data

Bonza Dikabarkan Terima Tambahan Investasi dari Future Shape

DailySocial memperoleh kabar, salah satu portofolio East Ventures, startup analisis big data Bonza, mengantongi tambahan investasi sebesar $500 ribu (lebih dari 7,2 miliar Rupiah) dari Future Shape. Belum ada keterangan resmi yang disampaikan sampai berita ini diturunkan.

Future Shape sendiri adalah VC asal Prancis yang berinvestasi pada insinyur dan ilmuwan yang mengembangkan deep technology. Mereka turut berpartisipasi dalam pendanaan tahap awal Finantier pada bulan lalu, yang juga merupakan portofolio dari East Ventures.

Sebelumnya, East Ventures memimpin putaran pendanaan Bonza bersama Elev8.vc sebesar $2 juta pada Mei 2021. East Ventures juga merupakan investor awal dari startup yang baru dirintis tahun lalu oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas tersebut.

Dalam putaran terakhir yang diumumkan perusahaan, Elsa selaku CEO Bonza menuturkan dana segar yang didapat diharapkan dapat mempercepat visi perusahaan menjadi perusahaan data terdepan di Asia Tenggara. Perusahaan sedang mengembangkan platform untuk mendukung perusahaan agar lebih baik dalam memproses data dan menggunakan solusi AI melalui no-code platform (penggunaannya tidak memerlukan coding).

Proposisi nilai

Pendekatan no-code yang sedang dikembangkan Bonza nantinya memungkinkan tim teknis dan non-teknis untuk membangun dan menerapkan solusi berbasis data dalam skala besar (big data).

Elsa melanjutkan, pembeda dari Bonza adalah platformnya menghilangkan friksi dan hambatan yang dihadapi suatu organisasi saat membuat dan menerapkan solusi berbasis data untuk pertama kalinya. Organisasi dapat mengintegrasikan berbagai sumber data dalam organisasi, kemudian membangun dan menggunakan model machine learning dalam user interface yang responsif.

Ilustrasi cara kerja platform Bonza / Bonza

Pengguna dapat mengotomatisasi integrasi data yang bertele-tele untuk pembuatan laporan, hingga pengurangan waktu implementasi solusi AI dari berbulan-bulan jadi beberapa hari. Contoh penerapannya adalah membantu pemilik layanan fintech membangun mesin mesin fraud detection secara real-time dan alat pemantauan yang dapat digunakan oleh tim fraud operations untuk mendapatkan wawasan dari tempat yang berbeda dan sumber data yang tidak terstruktur sehingga tingkat penipuan berkurang.

Potensi layanan big data

Pangsa pasar layanan big data memiliki kecenderungan untuk bertumbuh dari tahun ke tahun, tak terkecuali di kawasan Asia Pasifik. Di tahun 2020, market size-nya diproyeksi telah mencapai $138,9 miliar dan akan meningkat sampai $229,4 miliar di tahun 2025.

Faktor utama pertumbuhan pasar ini dinilai adanya ketersediaan data [digital] yang melimpah di organisasi. Melalui program transformasi digital yang dicanangkan, pebisnis selalu mencoba menjadi lebih kompetitif dalam meramu strategi. Salah satu pendekatannya dengan mengonversi data-data tersebut menjadi wawasan bermanfaat. Melalui analisis big data, sebuah bisnis juga bisa meningkatkan efisiensi operasional.

Alat-alat big data masa kini memiliki kapabilitas untuk memproses data terstruktur maupun tidak terstruktur dari beragam sumber, seperti log di aplikasi, media sosial, formulir layanan, bahkan dari sumber data pihak ketiga.

Kebanyakan penyedia layanan menyajikan sebuah platform berbasis cloud, berbentuk SaaS yang bisa dilanggan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Kendati para pemain dengan solusi spesifik seperti Bonza terus bermunculan, pemenuhan layanan di pasar global masih didominasi oleh raksasa teknologi seperti Microsoft, Teradata, IBM, Oracle, Google, Cloudera, Salesforce, hingga SAP.

Gambar Header: Depositphotos.com

Bayu Janitra

Penyesuaian Bisnis yang Dilakukan Platform Perekrutan TopKarir di Tengah Pandemi

Memulai kiprahnya di tahun 2015, TopKarir Indonesia menjadi salah satu startup lokal yang membantu bisnis mencari dan mengembangkan talenta siap kerja lewat teknologi. Awalnya, perusahaan menyasar para lulusan SMK (tenaga kerja terampil), lulusan akademisi atau universitas, dan para pencari kerja yang memiliki pengalaman sampai dengan 5 tahun. Seiring perkembangannya, platform job marketplace ini mengembangkan layanan untuk perusahaan (B2B) dengan berbagai skala di Indonesia.

Secara umum, pihaknya melihat tren perekrutan yang semakin menurun dalam situasi pandemi ini. Namun, banyak perusahaan juga melakukan penyesuaian kebutuhan tenaga kerja. Saat ini, perusahaan mencari tenaga kerja yang punya kapasitas multitasking, misalnya pada kebutuhan sales atau marketing. Sejak pandemi, perusahaan mencari tenaga kerja yang juga menguasai digital marketing.

Melihat peluang ini, TopKarir ingin memberikan inovasi baru dengan menyediakan fitur-fitur bermanfaat untuk bisnis mulai dari skala UKM hingga perusahaan besar. Disebutkan, solusi big data yang ditawarkan dan menjadi salah satu fitur unggulannya, akan dimanfaatkan untuk membantu pemerintah dan industri mengetahui skill gap antara kebutuhan dengan pasar tenaga kerja. Nantinya pemetaan ini akan dijadikan dasbor terpusat untuk mempermudah proses perekrutan.

Perkembangan bisnis

Pihaknya menyatakan pertumbuhan bisnis yang agresif sejak tahun 2015 dengan jumlah 138 ribu kandidat yang terdaftar di TopKarir, saat ini sudah menyentuh 6,2 juta dalam waktu kurang lebih lima tahun. Dalam penetrasinya, TopKarir juga telah membantu lebih dari 53 ribu bisnis dalam mencari dan mengembangkan talenta siap kerja.

Disinggung mengenai tantangan dalam dunia rekrutmen, pihaknya mengaku tantangan paling besar ialah belum terpusatnya data talenta dan peluang kareier di Indonesia. Hal ini yang kemudian menjadi dasar dalam menentukan target dan mimpi untuk mengembangkan BIG data TopKarir sehingga dapat membantu menjawab kebutuhan industri dan pemerintah di Indonesia.

Saat ini, TopKarir secara spesifik menyasar kepada anak muda dan membantu perusahaan menemukan serta mengembangkan talenta siap kerja berkualitas di Indonesia. Selain menawarkan iklan lowongan pekerjaan pada umumnya, TopKarir memberikan layanan menyeluruh dalam pengembangan karier .

Beberapa fitur andalan yang ditawarkan untuk perusahaan (employer) dan pencari kerja (job seeker), di antaranya: Tes Minat Bakat, Konsultasi Online, Pelatihan Online, serta sedang dalam tahap awal pengembangan fitur Employers Special Page untuk membantu mengembangkan bisnis dan menjawab kebutuhan perusahaan. Platform TopKarir sendiri dapat diakses melalui website dan tersedia dalam bentuk aplikasi di Android dan iOS.

topkarir

Selain TopKarir, beberapa platform job marketplace lain juga semakin meningkatkan pemanfaatan teknologi dalam layanan mereka, seperti Glints, Kalibrr, dan lainnya.

Fokus bantu pengembangan UKM

Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2020 diproyeksikan meningkat hingga 9,2%, atau 5,5 juta orang. Sementara, data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, UKM berkontribusi 99% dari total lapangan kerja dan menyerap 97% dari total tenaga kerja di Indonesia.

Berbekal informasi ini, TopKarir berupaya membantu UKM dalam meningkatkan manajemen usaha dan penjualan dengan merekrut talenta muda berbakat secara lebih efektif dan efisien. Salah satunya dengan menggratiskan pemasangan iklan lowongan kerja selama tiga bulan melalui platform TopKarir.

Dalam pernyataan resminya, Co-Founder & CEO TopKarir Bayu Janitra Wirjoatmodjo menyampaikan, “Penting bagi ekonomi Indonesia untuk menjaga UMKM tetap kuat di masa pandemi Covid-19. Dengan pemasangan iklan lowongan kerja gratis di TopKarir, kami berharap mereka bisa menghemat biaya operasional, dan menemukan tim yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. Biar kami yang bantu mencarikan talenta yang paling cocok, pelaku UMKM bisa fokus pada hal lainnya” lanjut Bayu

Saat ini, TopKarir juga sedang dalam tahap pengembangan Dashboard Nasional UMKM yang akan digunakan sebagai katalog, pemetaan UMKM serta keputusan strategis lainnya terkait pengembangan UMKM se-Indonesia. Selain itu, pihaknya juga sedang bekerja sama dengan pemerintah daerah, melakukan Tes Minat Bakat untuk seluruh pelajar dan mahasiswa di Jawa Timur.

“Keberadaan UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia mampu meningkatkan perekonomian rakyat secara merata. Masyarakat yang berada di pelosok sekalipun, tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk mendapatkan penghidupan layak. Mereka bisa berkarya di daerahnya sendiri” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Pefindo Biro Kredit Launches “IdTelcoScore”, Credit Scoring Analysis Based on XL Axiata’s Cellular Data

Pefindo Credit Bureau released the latest alternative scoring based on non-credit data “IdTelcoScore”, utilizing the cellular number of XL Axiata users to analyze debtors’ creditworthiness. Cellular telecommunication data is considered to be one of the important alternative data due to its significant growth and massive amount.

In the online launching today (18/8), President Director of Pefindo Credit Bureau, Yohanes Arts Abimanyu, explained that IdTelcoScore will support and facilitate financial institutions to analyze credit applications for prospective debtors with nothing or short credit history as a basis for decision making.

“As part of our mission to increase financial inclusion, especially access to finance for underbanked and unbanked people, where the potential is quite large. It is possible through telco data with wide coverage,” he said.

Pefindo Credit Bureau created this product from the calculation of the score modeling algorithm using various data variables and indicators that produce predictive information on the character and ability to fulfill future debtor obligations.

IdTelcoScore utilizes big data analysis from the use of telecommunication company services. Whether it’s data subscription (subscription), data usage (usage), and billing & payment (billing & payment). These data will be combined with available credit data, therefore, it can be used as a measurement for an individual’s ability to pay their obligations in the future.

“Following the results of the Telco Score modeling that KS and Gini Ratio have positive results, it can be concluded that the telco model provides predictive results and is suitable to be used to adjust the ‘risk appetite’ of each financial institution.”

Yohanes also ensured that all cellular number data accessed through IdTelcoScore would not leave the operator’s system. What comes out of the system is only the telco score calculation. “We always prioritize data protection and security by using information security standards.”

He also said, in the midst of a pandemic, financial institutions must optimally utilize all types of data, both credit and non-credit to obtain a complete, accurate, and predictive picture regarding the character and risk profile of the debtor. The goal is to ensure that the credit portfolio and NPL level are well maintained.

Big data institution sources

Furthermore, Pefindo Credit Bureau will continue to increase collaboration with other big data companies, therefore, data sources are getting richer. Not only with XL Axiata, but also with other telecommunication operators.

Yohanes said that currently there are plans for collaboration or exploration with companies that manage other big data such as utilities and e-commerce. “In fact, I can’t mention the name of the company. In terms of social media, we are yet to use it as alternative data.”

In its journey of developing alternative scoring data, Pefindo collaborates with many non-technology companies such as DGT for tax identity data, APPI for write-off status, Taspen, and BPJS Ketenagakerjaan. All of these companies have big data that can serve as alternative data for analyzing debtor creditworthiness.

Meanwhile, Pefindo Credit Bureau currently has more than 300 corporate users who come from various financial institutions, fintech, to non-financial institutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

IdTelcoScore manfaatkan nomor seluler XL Axiata untuk analisis kelayakan kredit

Pefindo Biro Kredit Rilis “IdTelcoScore”, Analisis Skoring Kredit dari Nomor Seluler XL Axiata

Pefindo Biro Kredit merilis produk skoring alternatif terbaru berbasis data non kredit “IdTelcoScore”, memanfaatkan nomor seluler pengguna XL Axiata untuk menganalisis kelayakan kredit debitur. Data telekomunikasi seluler dinilai dapat menjadi salah satu data alternatif yang penting karena tumbuh signifikan dan jumlahnya masif.

Dalam peluncuran yang dilakukan secara online pada hari ini (18/8), Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu menjelaskan, penggunaan IdTelcoScore akan membantu dan memudahkan lembaga keuangan menganalisis permohonan kredit calon debitur yang tanpa atau minim riwayat kredit sebagai dasar pengambilan keputusan.

“Sebagai wujud misi kami untuk meningkatkan inklusi keuangan khususnya akses pembiayaan bagi masyarakat yang masih underserved dan unbanked, di mana potensinya di sana masih sangat besar. Bisa dibantu lewat data telko yang punya cakupan luas,” ujarnya.

Pefindo Biro Kredit membangun produk ini dari hasil perhitungan algoritma score modelling dengan menggunakan berbagai variabel data dan indikator yang menghasilkan informasi prediktif karakter dan kemampuan pemenuhan kewajiban debitur di masa mendatang.

IdTelcoScore memanfaatkan analisis big data dari penggunaan jasa perusahaan telekomunikasi. Baik itu data berlangganan (subscription), pemakaian data (usage), dan tagihan & pembayaran (billing & payment). Data-data tersebut akan dikawinkan dengan data kredit yang tersedia sehingga dapat mengukur kemampuan seseorang untuk membayar kewajibannya di masa mendatang.

“Sesuai dengan hasil modeling Telco Score bahwa hasil KS dan Gini Ratio sangat baik maka bisa disimpulkan bahwa model telco memberikan hasil yang cukup prediktif dan layak digunakan untuk menyesuaikan ‘risk appetite’ masing-masing lembaga keuangan.”

Yohanes juga memastikan, seluruh data nomor seluler yang diakses melalui IdTelcoScore tidak akan keluar dari sistem perusahaan operator. Yang keluar dari sistem hanya perhitungan telco score-nya saja. “Kami selalu mengutamakan perlindungan dan keamanan data dengan menggunakan standar keamanan informasi.”

Menurutnya, di tengah pandemi, lembaga keuangan harus seoptimal mungkin memanfaatkan semua jenis data, baik kredit maupun non-kredit untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, akurat, dan prediktif mengena karakter dan profil risiko debitur. Tujuannya untuk memastikan portofolio kredit dan tingkat NPL dapat terjaga dengan baik.

Sumber institusi big data lainnya

Ke depannya, Pefindo Biro Kredit akan terus menambah kerja sama dengan perusahaan pemilik big data lainnya akan agar sumber data semakin kaya. Tak hanya dengan XL Axiata saja, namun operator telekomunikasi lainnya juga masuk ke dalam incaran.

Yohanes menyebut saat ini sudah ada rencana kerja sama atau penjajakan dengan perusahaan yang mengelola big data lainnya seperti data utilitas dan e-commerce. “Maaf belum bisa sebut nama perusahaannya. Untuk sosial media, kami sampai saat ini belum menggunakan sebagai data alternatif.”

Dalam perjalanannya mengembangkan data alternatif skoring, Pefindo banyak menggandeng perusahaan non-teknologi seperti DJP untuk data identitas pajak, APPI untuk status hapus buku, Taspen, dan BPJS Ketenagakerjaan. Seluruh perusahaan ini memiliki big data yang dapat berfungsi sebagai data alternatif untuk menganalisis kelayakan kredit debitur.

Adapun saat ini Pefindo Biro Kredit sudah memiliki lebih dari 300 pengguna korporasi yang datang dari berbagai lembaga institusi keuangan, fintech, hingga non keuangan.

Sonar Platform Diakuisisi Dataxet

Platform Analitik Lokal Sonar Platform Diakuisisi Dataxet

Perusahaan intelijen data asal Singapura, Dataxet, telah resmi mengakuisisi Sonar Platform, perusahaan lokal yang fokus kembangkan produk analisis pasar online. Tidak disebutkan nilai akuisisi yang disepakati; diinfokan para investor Sonar termasuk MDI Ventures, Gunung Sewu, dan beberapa angel investoor sepenuhnya “exit”.

Disampaikan tujuan utama investasi ini untuk memperluas pangsa pasar Dataxet di kawasan Asia. Produk-produk unik yang dimiliki Sonar juga dinilai dapat memperkuat solusi yang ditawarkan perusahaan. Selanjutnya, Founder & CEO Sonar Platform Amien Krisna akan menjadi bagian dari dewan eksekutif Dataxet.

Seperti diketahui, Sonar Platform melalui dua produk utamanya Sonar Analytics dan Sonar Influence mencoba mengakomodasi kebutuhan perusahaan untuk analisis pasar, media sosial, riset kompetisi, sentimen merek, hingga analisis lokapasar. Beberapa klien mereka termasuk Microsoft, Grab, Huawei, dan beberapa perusahaan lainnya.

“Akuisisi strategis terhadap Sonar Platform menandai kemajuan Dataxet dalam membangun jaringan intelijen data terintegrasi di Asia setelah peluncuran Truescope Singapore,” sambut Co-Founder & CEO Dataxet David Liu. Sebelumnya Dataxet menyepakati joint venture dengan Truscope untuk mendirikan unit bisnis baru di Singapura.

Selain Sonar, Dataxet juga telah menyepakati akuisisi perusahaan analitik media asal Malaysia bernama News and Ads Monitoring (NAMA).

Sonar Platform telah didirikan sejak tahun 2015, mereka mendapatkan pendanaan awal di tahun 2016 dari investor yang disebutkan di atas setelah bergabung di program Indigo milik Telkom. Sejak saat itu perusahaan cukup ambisius melakukan pengembangan produk dan ekspansi layanan. Sejak tahun 2017 mereka juga gencarkan ekspansi ke beberapa negara di Asia Pasifik, termasuk Filipina, Singapura, Malaysia, dan Australia.

Kala itu Krisna menjelaskan, “Bagian yang paling menarik dari Sonar adalah kemampuannya untuk menjelaskan apa yang sedang hangat atau viral dalam sebuah industri. Para pemasar bisa memanfaatkan informasi ini untuk menggapai perhatian pasar yang lebih luas dalam dunia digital.”

Bagi MDI Ventures, akuisisi ini menjadi exit yang ke-8. Menurut data Startup Report 2019, tahun lalu mereka telah berhasil melakukan 5 exit melalui 3 akuisisi dan 2 IPO dari portofolionya. Aksi korporasi Sonar juga sekaligus menambah daftar akuisisi startup Indonesia, tercatat dari awal tahun 2020 ada setidaknya 5 proses akuisisi yang diketahui publik.

Perusahaan Diakuisisi Oleh
Anterin MNC Group
Carvaganza OTO.com
Alamat.com Wahyoo
Moka Gojek
Lamudi Indonesia EMPG

Delman Big Data Startup Secures 23.6 Billion Rupiah Funding from Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue

Big data management platform startup, Delman, today (26/5) announced the seed funding worth of US $1.6 million or equivalent to 23.6 billion Rupiah. This investment round was led by Intudo Ventures, with the participation of Prasetia Dwidharma Ventures and startup smart city solution developer Qlue.

The funds raised will be focused on business expansion, by developing a big data management ecosystem that can be used by clients to make predictions and business decisions, and build the Delman R&D Center in Surabaya this year.

“We found that some companies spent US$ 200 thousand and 70% of their time cleansing and classifying data into a database (warehousing). There is a lot of data with a non-uniform, irregular shape, and typos, making it difficult for scientist data to process the data and make it an accurate analysis in real-time,” Delman’s Founder & CEO, Surya Halim explained.

Since founded in 2018, Delman has been working with Qlue to help big data management in various companies and government agencies. The solutions consist of combining, cleaning, and classifying data; to visualize data in the form of a dashboard that is easy to understand.

Meanwhile, Qlue’s Founder & CEO, Rama Raditya said, in the midst of a pandemic, his company continued to actively invest in startups with great potential. He believes Delman, as a newcomer, will become a major player in the big data industry and push big data to a higher level in Indonesia. Previously, Qlue also participated in the Nodeflux’s seed funding.

“The big data market in Indonesia will continue to grow and the on-demand solution has shifted to local companies because it can provide solutions in line with the needs of Indonesian companies. In addition, there are many Indonesia companies planning for digital transformation, but yet to optimize big data processing and analyzing,” Rama said.

Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan said, “Since the meeting with Delman founding team in Silicon Valley in 2017, we have seen their growth as solid management and we will continue to support them going forward.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bonza Big Data Startup Provides Companies Analysis Based Decision Making

Bonza big data startup officially launched after announcing the seed funding from East Ventures with undisclosed value. The fresh money will be used to develop technology and products, and support the company’s expansion.

This startup was founded by Elsa Chandra and Philip Thomas. The two met while working at Traveloka. Elsa manages Traveloka’s investment, while Philip leads one of the data science teams tasked with implementing the big data model for product development and improvement.

Bonza’s Co-Founder Elsa Chandra said the startup was built out of a belief that there was a significant gap between leading-edge research of machine learning and AI and its implementation in the field. The company can be a bridge to close the gap.

“Our mission is to help companies translate the data they have from various sources, both structured and not, integrate the data, then use artificial intelligence and machine learning solutions to help them make decisions at an optimal scale,” he explained in an official statement yesterday ( 5/26).

Bonza,’s solution, he continued, can be used for everyone in the company, from data analysts who need products to simplify data processing, company leaders, and frontlines in need of data to make decisions.

In addition, the company is claimed to be able to improve data quality and integrate data from various sources into a single source of truth. This ensures there is no anticardiographic information barrier and provides management with a 360-degree view of all company data. “This solution is not provided by most data analysis companies.”

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner Willson Cuaca added, the team has captured Bonza because there were problems that occurred within the company. Decision making and calculating the impact based on different sources of unstructured and not sequential information is very difficult. This is a challenge in every industry sector.

“Through this investment, Bonza is expected to be able to build a platform that facilitates decision making and monitors the results of these decisions by presenting insights, which result from processing unstructured data,” he said.

Yesterday (5/26) another big data startup, Delman, has announced funding of 23.6 billion Rupiah from Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, and Qlue. The company offers similar service, trying to provide convenience to various groups in implementing big data.

Monitoring the spread of Covid-19

Bonza also uses big data to monitor the rate of Covid-19 infection. They introduced and adapted the Effective Production Number (Rt) model to monitor the spread of Covid-19 in each region. Rt is an epidemiological parameter used to measure the rate of growth of virus transmission.

This model shows the infection rate in each province moving with varying speed and trends. The following insights can be a reference for policymakers to plan strategies and measure the effectiveness of Covid-19 pandemic control measures such as large-scale social restrictions (PSBB).

Elsa said the number of cases and deaths, which had been reported so far, did not adequately reflect the level of actual spread of Covid-19 because it did not calculate daily fluctuations due to changes in a test capacity, differences in social policy restrictions between regions, and variations in community behavior.

Bonza updates Rt Data in every province in Indonesia on a daily basis and the dashboard is free to access.

“The government is reportedly planning to open several economic sectors by June. Indonesia needs data as a reference for the decision made on the spread rate of the Covid-19 virus in the country. It is expected that the dashboard can provide additional information and act as a comparison,” Willson said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Big Data Bonza

Startup Big Data Bonza Bantu Perusahaan Ambil Keputusan Berbasis Analisis

Startup big data Bonza resmikan kehadirannya pasca mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan teknologi dan produk, serta mendukung ekspansi perusahaan.

Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Keduanya bertemu saat bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sementara Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model big data untuk pengembangan dan penyempurnaan produk.

Co-Founder Bonza Elsa Chandra mengatakan, startupnya berdiri karena ada keyakinan kesenjangan yang signifikan antara riset terdepan di dalam bidang machine learning dan AI dengan implementasinya di lapangan. Perusahaan dapat menjadi jembatan untuk menutup kesenjangan tersebut.

“Misi kami adalah membantu perusahaan menerjemahkan data yang mereka punya dari berbagai sumber, baik terstruktur maupun tidak, mengintegrasikan data tersebut, kemudian menggunakan solusi artificial intelligence dan machine learning untuk membantu mereka mengambil keputusan dalam skala yang optimal,” terangnya dalam keterangan resmi, kemarin (26/5).

Solusi yang dihadirkan Bonza, sambungnya, dapat digunakan untuk semua orang di perusahaan, mulai dari analis data yang membutuhkan produk untuk menyederhanakan proses pengolahan data, hingga pemimpin perusahaan dan frontline yang membutuhkan data dalam mengambil langkah yang tepat.

Selain itu, perusahaan diklaim mampu meningkatkan kualitas data dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi single source of truth. Hal ini memastikan tidak ada sekat informasi antardivisi dan memberikan manajemen sudut pandang 360 derajat ke seluruh data perusahaan. “Solusi ini tidak disediakan oleh kebanyakan perusahaan analisis data.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pihaknya tertarik untuk berinvestasi di Bonza, lantaran ada masalah yang terjadi di dalam perusahaan. Pengambilan keputusan dan menghitung dampak dari keputusan berdasarkan sumber informasi yang berbeda-beda, tidak terstruktur, dan tidak berurutan sangat sulit sekali. Hal ini menjadi tantangan di setiap sektor industri.

“Melalui investasi ini, Bonza diharapkan bisa membangun satu platform yang memudahkan pengambilan keputsan dan memonitor hasil keputusan tersebut dengan menyajikan insight, yang dihasilkan dari pemrosesan unstructured data,” ujarnya.

Kemarin (26/5) startup big data lain, Delman, juga baru umumkan pendanaan senilai 23,6 miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue. Misi layanannya serupa, mencoba memberikan kemudahan berbagai kalangan dalam mengimplementasikan big data.

Pantau laju infeksi Covid-19

Pemanfaatan big data juga dimanfaatkan Bonza untuk memantau laju infeksi Covid-19. Bonza memperkenalkan dan mengadaptasi model Effective Production Number (Rt) untuk memantau laju penyebaran Covid-19 di tiap wilayah. Rt adalah paramater epidemiologi yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan penularan virus.

Model ini menunjukkan laju infeksi di tiap provinsi bergerak dengan kecepatan dan tren yang variatif. Insight yang dihasilkan dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk merencanakan strategi dan menakar efektivitas langkah pengendalian pandemi Covid-19 seperti pembatasan sosial skala besar (PSBB).

Elsa menuturkan jumlah kasus dan kematian, yang selama ini dilaporkan, kurang menggambarkan tingkat penyebaran Covid-19 yang aktual karena tidak memperhitungkan fluktuasi harian akibat perubahan kapasitas tes, perbedaan kebijakan pembatasan sosial antarwilayah, dan variasi perilaku masyarakat.

Bonza memperbarui Data Rt di tiap provinsi di Indonesia secara harian dan dashboard ini dapat diakses secara gratis.

“Pemerintah dikabarkan berencana membuka aktivitas beberapa sektor ekonomi pada Juni ini. Indonesia membutuhkan data yang bisa menjadi acuan dampak keputusan tersebut terhadap laju penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Diharapkan dashboard yang dibangun bisa menjadi informasi tambahan dan sebagai pembanding,” tutup Willson.