Sponsorship merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi tim esports. Bagi perusahaan yang menjadi sponsor, popularitas tim esports tidak kalah penting dari prestasi mereka. Dan salah satu cara paling mudah untuk mengukur popularitas sebuah tim esports adalah dengan mengamati media sosial mereka. Semakin banyak orang yang mengikuti akun media sosial sebuah tim esports, semakin populer juga tim tersebut. Karena itu, menjelang akhir tahun 2021, Hybrid.co.id memutuskan untuk membuat daftar tim-tim esports terpopuler di empat media sosial yang berbeda.
Instagram
Di Instagram, EVOS Esports berhasil menjadi organisasi esports yang paling populer, dengan jumlah pengikut sebanyak 7,1 juta orang. Dalam setiap post yang mereka buat, jumlah rata-rata likes yang mereka dapatkan adalah 20,4 ribu likes. Sayangnya, tingkat engagement dari akun EVOS sangat rendah, hanya mencapai 0,29%. Meskipun begitu, menurut situs Social Blade, akun Instagram EVOS pantas untuk mendapatkan nilai A-.
Setelah EVOS, Team RRQ merupakan organisasi esports terpopuler ke-2. Jumlah pengikut RRQ di Instagram adalah 3,9 juta orang. Walau jumlah pengikut RRQ lebih sedikit dari EVOS, tingkat engagement dari akun RRQ jauh lebih tinggi, mencapai 1,65%. Untuk setiap unggahan, jumlah rata-rata likes yang mereka dapat juga lebih tinggi, yaitu 61,2 ribu likes. Hanya saja, ranking RRQ di Social Blade sedikit lebih rendah dari EVOS, yaitu B+.
Dalam daftar organisasi esports terpopuler di Instagram, Bigetron Esports dan ONIC Esports ada di posisi ke-3 dan ke-4. Memang, jumlah pengikut keduanya tidak jauh berbeda; Bigetron memiliki 1,5 juta pengikut dan ONIC 1,4 juta followers. Keduanya juga sama-sama mendapatkan ranking B+ di Social Blade.
Soal tingkat engagement, akun Bigetron memiliki engagement paling tinggi dari empat tim esports lainnya, mencapai 1,96%. Sementara ONIC memiliki tingkat engagement sebesar 1,29%. Jumlah rata-rata likes yang Bigetron dapat pada setiap unggahan mereka mencapai 30,4 ribu likes, sementara ONIC hanya mendapatkan 17,4 ribu likes per post.
Posisi organisasi esports terpopuler ke-5 diisi oleh Alter Ego Esports. Akun Instagram dari organisasi esports tersebut memiliki 570 ribu pengikut, dengan tingkat engagement 1,69%, dan jumlah rata-rata likes sebanyak 9,4 ribu likes pada setiap unggahan. Di Social Blade, ranking dari akun Alter Ego adalah B.
Twitter
Instagram dan Twitter memang sama-sama media sosial. Namun, keduanya punya fokus yang berbeda. Jika Instagram fokus pada foto dan video, Twitter lebih fokus pada kata-kata singkat. Meskipun begitu, tim-tim esports yang berhasil meraih popularitas di Twitter tetaplah tim-tim besar dengan berbagai prestasi.
Di Twitter, organisasi esports asal Indonesia yang paling populer adalah Bigetron, dengan jumlah pengikut sebanyak 39,4 ribu orang. Sejak dibuat pada Februari 2019, akun Twitter Bigetron telah mendapatkan 3,6 ribu likes. Sementara itu, peringkat 2 diduduki oleh BOOM Esports yang berhasil mengumpulkan 32,3 ribu followers dan 2,1 ribu likes. EVOS — yang ada di peringkat 3 — juga punya 32,3 ribu pengikut, sama seperti BOOM. Hanya saja, jumlah likes dari akun Twitter EVOS itu hanya mencapai 366.
Dengan jumlah pengikut sebanyak 17,2 ribu orang, RRQ menjadi tim terpopuler ke-4 di Twitter. Sejauh ini, total likes yang didapat oleh akun RRQ adalah 1,3 ribu likes. Terakhir, peringkat 5 dalam daftar organisasi esports Indonesia terpopuler di Twitter diambil oleh Alter Ego, yang memiliki 11,2 ribu pengikut dan telah mendapatkan 214 likes.
TikTok
Di TikTok, EVOS Esports kembali memegang gelar organisasi esports Indonesia paling populer. Jumlah pengikut dari akun TikTok EVOS adalah 3,5 juta orang. Sejauh ini, mereka telah mengunggah 628 video pendek. Dari ratusan video tersebut, EVOS berhasil mendapatkan 23,9 juta likes.
Peringkat dua dari daftar organisasi esports terpopuler di TikTok dipegang oleh RRQ dan peringkat tiga oleh Bigetron. Jumlah pengikut RRQ di TikTok mencapai 1,1 juta, sementara Bigetron 1 juta orang. Jumlah video yang telah diunggah oleh dua organisasi esports itu juga jauh berbeda; RRQ telah mengunggah 242 video pendek, dan Bigetron 273 video. Soal jumlah likes, Bigetron berhasil mengalahkan RRQ. Jumlah total likes yang didapatkan oleh Bigetron di TikTok adalah 13,4 juta likes, sementara RRQ hanya 10,8 juta likes.
Sebenarnya, ada akun yang menggunakan atribut esports yang lebih populer daripada RRQ. Hanya saja, konten yang diunggah oleh akun tersebut sering tidak relevan dengan dunia game atau esports. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak memasukan akun tersebut ke daftar ini.
Setelah RRQ dan Bigetron, ONIC menjadi organisasi esports paling populer keempat di TikTok. Jumlah pengikut ONIC mencapai 317,5 ribu orang, dengan total likes sebanyak 3,6 juta likes. Terakhir, posisi kelima diisi oleh Alter Ego. Organisasi esports itu memiliki 271,6 ribu pengikut di TikTok dan telah mengumpulkan 2,1 juta likes.
YouTube
Lima organisasi esports dengan subscribers terbanyak di YouTube adalah RRQ, EVOS, Bigetron, Alter Ego, dan ONIC Esports. Empat dari lima organisasi esports itu sudah memiliki channel resmi YouTube. RRQ berhasil menjadi raja di YouTube, dengan 2,86 juta subscribers dan total views sebanyak 331,8 juta views. Menurut Social Blade, jumlah pemasukan bualanan yang RRQ dapat channel YouTube mereka ada di rentang US$2,4 ribu (sekitar Rp34,2 juta) sampai US$38,2 ribu (sekitar RP545,5 juta).
EVOS berhasil menjadi organisasi esports dengan jumlah subscribers terbanyak setelah RRQ. Saat artikel ini ditulis, channel YouTube EVOS memiliki 2,84 subscribers dan telah mengumpulkan 303,9 juta views. Diperkirakan, setiap bulannya, pemasukan yang didapat oleh EVOS dari channel YouTube mereka mencapai sekitar US$1,5 ribu (sekitar Rp21,4 juta) sampai US$23,4 ribu (sekitar Rp334,2 ribu).
Dengan 1,6 juta subscribers dan 203,1 juta views, Bigetron menjadi organisasi esports paling populer ke-3 di YouTube. Total pemasukan bulanan Bigetron dari YouTube diperkirakan mencapai US$1,2 ribu (sekitar Rp17 juta) sampai US$19,3 ribu (sekitar Rp275,6 juta).
Sementara itu, Alter Ego ada di posisi ke-4 dalam daftar organisasi esports terpopuler di YouTube. Channel organisasi tersebut memiliki 515 ribu subscribers dan 49,6 juta views. Alter Ego diperkirakan mendapatkan US$175 (sekitar Rp2,5 juta) sampai US$2,8 ribu (sekitar Rp40 juta) setiap bulannya dari channel YouTube mereka. Daftar organisasi esports terpopuler di YouTube ditutup oleh ONIC, yang memiliki 337 ribu subscribers dan 40 juta views.
Gelaran grand final turnamen PUBG Mobile Pro League (PMPL) SEA Season 3 Final akhirnya selesai juga dengan tim asal Thailand, The Infinity, berhasil dinobatkan menjadi juaranya. Mereka berhasil mengalahkan 15 tim terbaik lainnya dan berhak membawa hadiah sebesar $32.000 atau sekitar Rp460 juta.
4 tim asal Indonesia yang berhasil lolos, termasuk juara bertahan Bigetron RA, sayangnya tidak berhasil membawa pulang piala. Hanya Evos Reborn yang berhasil pulang sebagai juara runner-up dan berhak membawa pulang hadiah sebesar $21.000 atau sekitar Rp 300 juta.
Posisi ketiga ditempati oleh Infinity IQ yang berasal dari Vietnam, yang membawa pulang hadiah $16.500 atau sekitar Rp236 juta.
Turnamen PMPL SEA Season 3 ini menghadirkan pertarungan penuh aksi selama 3 hari yang sulit untuk diprediksi. Seperti pada hari pertama yang didominasi oleh tim-tim Indonesia seperti Aura, Evos Reborn, dan juga sang juara Bigetron yang berhasil menempati posisi 3 besar.
Namun di hari kedua, hal tersebut mulai berbalik karena Bigetron dan Aura menderita kekalahan yang membuat mereka harus tersingkir dari posisi 3 besar yang kemudian mulai didominasi oleh tim seperti Orange, The Infinity, dan juga Infinity IQ.
Di final hari ketiga banyak fans yang mengharapkan perlawanan balik dari tim-tim besar terutama dari Bigetron, sebagai juara bertahan yang banyak difavoritkan. Namun sayangnya performa mereka di hari terakhir juga tidak maksimal yang menyebabkan mereka harus tersingkir ke posisi ke-8.
Sedangkan The Infinity masuk ke mode non-stop winning yang membuat mereka memperkuat posisinya sebagai pemimpin klasemen. Tidak hanya menang sebagai tim juara, nOOzy dari tim Infinity juga dianugerahi sebagai MVP (Most Valuable Player) lewat performanya yang krusial untuk membawa timnya menjadi juara.
nOOzy sendiri berhasil mendapatkan total 56 kills dengan total damage hampir 10k atau lebih tepatnya 9997. Dengan total kill tersebut, nOOzy juga keluar sebagai Top Fragger dan berhak menerima hadiah sebagai MVP sebesar $6.000 atau Rp86 juta.
Ke depannya, The Infinity dan Evos Reborn memastikan posisinya untuk langsung masuk ke kualifikasi PMPL Season 4 tahun depan. Sedangkan Bigetron yang gagal masuk ke 5 besar serta tim-tim Indonesia lain seperti Aura dan juga Geekfam ID harus berjuang keras untuk bisa mengejar kemenangan tahun depan. Terlebih Geekfam ID sendiri tahun ini harus merelakan slotnya dikarenakan adanya 2 tim yang sama dalam turnamen tersebut.
Turnament PUBG Mobile Pro League (PMPL) tingkat Asia Tenggara atau SEA kini sudah masuk ke musim ketiganya. Turnamen bergengsi ini sendiri akan berlangsung pada 21 Mei hingga 23 Mei mendatang.
Setelah melalui kualifikasi per negara, kini sudah ada 16 tim dari 5 region yang siap berkompetisisi untuk mendapatkan predikat juara dan tentunya hadiah uang.
PMPL SEA musim lalu dimenangkan oleh tim asal Indonesia Bigetron RA. Bigetron berhasil membawa pulang hadiah sebesar US$150,000 atau sekitar Rp2,1 miliar sekaligus mendapatkan direct invite ke musim 3 tahun ini untuk mempertahankan gelarnya yang sudah dipegang selama 2 musim.
Tahun ini sendiri 3 tim Indonesia lainnya juga akan ikut bertanding untuk mengejar kemenangan. 3 tim tersebut adalah Geek Fam, Aura Esports, dan juga EVOS Reborn.
Geek Fam sendiri menjadi kejutan untuk tahun ini karena mereka berhasil memenangkan turnamen PMPL Indonesia Season 3. Geek Fam bahkan berhasil mengalahkan sang juara Asia Tenggara – Bigetron RA dengan selisih 7 poin.
12 tim lainnya yang juga akan berkompetisi dalam kualifikasi PMPL SEA Championship musim 3 ini datang dari Thailand, Malaysia, Singapore, dan Vietnam. 3 tim di antaranya berhasil masuk lewat Wildcard dari PUBGM Club Open (PMCO) SEA
Berikut adalah daftar ke-16 tim yang akan bertanding pada PMPL SEA Championship musim 3:
Direct Invite
Bigetron RA (Indonesia)
Qualifikasi
PMPL Indonesia
Geek Fam
Aura Esports
EVOS Reborn
PMPL Thailand
FaZe Clan
The Infinity
Valdus The Murder
PMPL Malaysia/Singapore
RSG Malaysia
Geek Fam (Malaysia)
Dingoz MPX (Malaysia)
PMCO SEA Wildcard
Demigod Incognito (Filipina)
Orange Play (Kamboja)
JoinMe Yellow (Kamboja)
Itulah tadi daftar lengkap para peserta untuk PMPL SEA Championship musim 3. Indonesia menjadi negara dengan tim terbanyak yang bertanding dalam turnamen ini. Semoga saja hal tersebut bisa memperbesar harapan Indonesia untuk memenangkan turnamen ini.
Tim manakah yang akan Anda dukung? Apakah Anda berharap Bigetron RA untuk mempertahankan gelarnya kembali atau Anda punya jagoan tim lain yang Anda harapkan akan mendapatkan juara perdananya?
Sains dan data statistik mungkin bisa dibilang sudah menjadi sesuatu yang lekat dengan perkembangan industri olahraga. Bahkan, keputusan memisahkan pertandingan olahraga perempuan dengan laki-laki saja didasarkan penelitian saintifik. Lalu apabila kita mencerminkan perkembangan esports dari perkembangan olahraga, pertanyaannya, bagaimana perkembangan “esports science”?
Dalam artikel ini kita tidak akan membahas terlalu jauh, kita akan fokus pada perkembangan data statistik esports terlebih dulu, baik di luar negeri atau lokal Indonesia. Namun sebelum itu, mari saya jelaskan terlebih dahulu kenapa data statistik itu penting bagi perkembangan olahraga.
Moneyball: Ketika Data Statistik Membawa Tim Olahraga Lebih Maju Satu Langkah
Dalam industri olahraga, mengumpulkan data statistik permainan untuk mengukur performa pemain sudah umum dilakukan. Setelah dikumpulkan, data statistik tersebut biasanya digunakan untuk berbagai macam hal.
Dari sisi B2C (Business-to-Consumer), data dapat digunakan penonton untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap kondisi yang terjadi dari suatu pertandingan. Dari sisi B2B (Business-to-Business), data biasanya digunakan oleh tim sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan, seperti aspek apa yang harus diperbaiki dari satu pemain, atau mungkin pertimbangan saat akan membeli pemain baru, dan lain sebagainya.
Karena hal tersebut, data pun jadi penting bagi perkembangan industri olahraga, bahkan berkembang menjadi lini bisnis tersendiri. Istilah atau konsep moneyball mungkin bisa jadi salah satu contoh bagaimana pentingnya data statistik bagi perkembangan industri olahraga.
Konsep moneyball pertama kali datang dari olahraga Baseball, tepatnya dari pendekatan yang dilakukan manajer Oakland Athletic yaitu Billy Beane dalam membangun roster tim yang berbasis data analitik pada awal tahun 2000an. Dalam kisahnya yang tertulis dalam bentuk novel dan dijadikan film, Billy Beane bukan sekadar menggunakan data-data yang umum digunakan. Billy juga mencoba membongkar kebiasaan yang sudah lama terpatri dan mencoba melihat ke perspektif lain dengan menganalisa data-data yang justru tergolong undervalue pada masa itu.
Tim baseball pada zaman itu biasanya hanya melihat data-data yang umum saja, contohnya seperti persentase keberhasilan pemain memukul bola. Karenanya pemain dengan statistik di bidang tersebut biasanya punya nilai transfer yang tinggi.
Oakland Atheltic, dengan dana yang tidak seberapa, mencoba menganalisis lebih dalam dan mencari data statistik yang kurang dihargai. Dalam moneyball, data yang jadi contoh adalah keberhasilan pemain mencapai base. Karena kurang dihargai, pemain dengan statistik tersebut cenderung punya nilai transfer yang rendah.
Setelah melalui berbagai analisa yang dilakukan manajemen, akhirnya Oakland Athletic pun mencoba mengambil jalan berisiko dengan analisis tersebut dan berhasil mencapai prestasi luar biasa. Mengutip dari wikipedia, Oakland Athletics diestimasi hanya mengeluarkan dana sebesar US$44 juta untuk gaji pemain. Namun mereka tampil sangat kompetitif dibanding tim yang lebih kuat finansialnya di zaman itu, yaitu New York Yankees yang mengeluarkan dana sebesar US$125 juta untuk gaji pemain di musim yang sama.
Maka dari itu, Moneyball sendiri secara umum sebenarnya bisa dibilang sebagai bentuk pengambilan keputusan yang berbasis kepada data. Tetapi secara khususnya, mencari data yang tergolong undervalue namun berpotensi tinggi di masa depan. Pada perkembangannya, bukan hanya baseball saja yang menggunakan data statistik dalam mengembail keputusan tertentu. Pada video di atas, ada pesepakbola N’Golo Kante sebagai contohnya.
Pada awal masa karirnya, ia bermain untuk klub asal Prancis, FC Caen. Saat bermain di tim tersebut, tidak banyak yang sadar bahwa ia adalah pemain yang berpotensi. Sampai akhirnya datanglah Leicester City melihat potensi Kante dari statistik Tackles per Game,Interceptions per Game, dan Clearance per Game. Leicester City membeli Kante seharga 7,65 juta Poundsterling tahun 2015 dan berhasil menjuarai Barclays Premier League di musim 2015/2016. Pasca kemenangan tersebut, nilai transfer Kante meningkat drastis, sehingga Chelsea merekrut dirinya dengan harga 35 Juta Poundsterling di tahun 2016.
Pengantar di atas memperlihatkan bagaimana data statistik digunakan di industri olahraga. Lalu bagaimana dengan esports?
Kabar Data Statistik Esports: Butuh Peran Aktif Pihak Pertama?
Sifat alami esports adalah kompetisi permainan yang disajikan lewat medium digital. Menariknya, walau sifat alami esports adalah permainan digital, perkembangan data statistik sebagai ranah bisnis di esports justru malah bisa dikatakan sebagai ladang baru yang masih hijau.
Namun demikian, ada alasan tersendiri kenapa data statistik di esports masih bisa dikatakan sebagai ranah “blue ocean”. Dari ranah gamemobile kompetitif misalnya, Moonton (publisher Mobile Legends: Bang Bang) diwakili oleh Azwin Nugraha selaku PR Managersempat mengatakan, bahwa alasan perkembangan esportsscience tergolong pelan salah satunya adalah karena perbedaan prioritas. Lebih lanjut, Azwin juga menjelaskan bahwa Moonton sendiri masih sedang membangun kapabilitas tim mereka untuk dapat memproduksi liga yang lebih berkelas lagi secara pelan-pelan.
Di luar dari apa yang dijelaskan oleh Azwin dari sudut pandang mobile gaming, bisnis data statistik justru tergolong berkembang dengan cukup cepat dari sudut pandang esportsgamePC terutama di negara-negara barat. Menurut opini saya, setidaknya ada tiga faktor yang mungkin jadi alasan atas perkembangan hal tersebut.
Pertama, pengembangan API yang dapat menjembatani sisi teknis pihak pertama (game developer) dengan pihak ketiga (pelaku bisnis data esports) mungkin cenderung lebih mudah di ranah game PC. Kedua, pelaku bisnis data esports dengan gamedeveloper yang sama-sama berasal dari negara barat mungkin jadi faktor juga. Ketiga, perkembangan teknologi dan talenta teknis programming negara barat yang lebih maju mungkin bisa jadi faktor juga.
Sebagai bukti kemajuannya, mari coba kita lihat data-data yang disediakan secara bebas oleh pihak ketiga untuk game-gameesports PC. Perkenalan pertama saya dengan data statistik esports yang mendalam adalah dari Dotabuff. Seperti namanya, Dotabuff menyediakan data-data statistik seputar game Dota 2. Datanya tidak hanya tersedia untuk profesional saja, tetapi pemain casual juga bisa menikmati statistik permainannya sendiri hanya dengan menghubungkan Dotabuff dengan akun Steam saja.
Data yang tersedia dalam Dotabuff juga cukup mendalam, mulai dari yang standar seperti pick-rate atau win-rate, sampai yang tergolong advanced seperti jumlah damage yang dihasilkan terhadap tower dan bangunan lainnya. Dotabuff bahkan juga menyediakan data combat log (apa yang terjadi di menit berapa) yang mungkin bisa digunakan tim dalam mengevaluasi permainannya.
Selain Dotabuff di Dota 2, game-gameesports lain yang ada di ranah PC juga hampir rata-rata memiliki data statistik permainan yang disediakan oleh pihak ketiga. OP.ggdi skena League of Legends misalnya, yang menyediakan data-data seputar meta permainan mulai dari sekadar win-ratechampion sampai win-rate berdasarkan build skill, item, serta rune dari sebuah champion.
VALORANT dan CS:GO juga punya beberapa penyedia data yang serupa. Dari sisi VALORANT, Thespike.gg adalah salah satu contohnya. Thespike.gg sendiri cenderung fokus menyediakan data-data statistik pemain-pemain profesional. Seperti pihak ketiga lainnya, data-data statistik yang disediakan cukup beragam mulai dari data sederhana seperti win-rate atau KDA, sampai data yang cukup mendalam seperti angka persentase area yang sering jadi target (kepala, badan, dan kaki). CS:GO juga punya csgostats.gg yang menyediakan data yang kurang lebih serupa.
Seperti yang saya sebut sebelumnya, kehadiran API yang sifatnya terbuka jadi salah satu alasan perkembangan penyedia data statistik di esportsgame PC. Dalam hal Dota 2 dan CS:GO, Valve selaku developer kedua game tersebut memang memperkenankan penggunanya untuk menggunakan API milik Steam untuk dapat mengakses data-data digital terkait permainan tersebut.
Lalu dari sisi VALORANT serta League of Legends, Riot Games sendiri juga memang menyediakan dan memperkenankan komunitas untuk mengakses API tersebut untuk membuat produk data statistiknya masing-masing. Dalam hal League of Legends, Riot Games bahkan juga menyertakan daftar ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengembang pihak ketiga apabila ingin memonetisasi data-data yang mereka dapatkan dari API tersebut.
Bagiamana dengan mobile games? Sejauh ini, API yang dapat diakses sepertinya masih belum umum untuk game mobile. Karena penasaran, saya pun mencoba melakukan googling terhadap keyword terkait API dari game mobile kompetitif yang populer di Indonesia. Hasilnya pun nihil. Alih-alih memberi kata “API” sebagai keywordsuggestion, game mobile malah memberi saya keywordsuggestion berupa “APK Download”.
Dalam konteks Mobile Legends: Bang Bang, Moonton sendiri memang sempat mengatakan bahwa mereka masih sedang mengembangkan API secara internal. Hal tersebut diungkap oleh Azwin pada saat diwawancara Hybrid.co.id ketika membahas kerja sama Moonton dengan JOIDATA.
API sebagai sarana berbagi data statistik memang belum marak digunakan di ranah game mobile kompetitif, tetapi bukan berarti game mobile tidak menyediakan data-data statistik permainan. Dari sisi esports MLBB, data statistik pemain MPL dan MDL tersedia di masing-masing laman resminya. Begitupun dengan esports PUBG Mobile yang juga menyediakan catatan data statistik pemain sepanjang PMPL Indonesia berjalan di website resminya.
Walaupun tersedia, namun data statistik yang ada di laman-laman resmi tersebut cenderung hanya data yang umum saja. Data statistik di laman MPL Indonesia misalnya, hanya menyediakan data yang umum digunakan seperti torehan KDA ataupun torehan total damage yang diberikan. PUBG Mobile pun sama, hanya menyediakan data KDA dengan tambahan Total Survive Time dan Max Kill Distance. Di luar dari esports, pemain juga bisa melihat data statistik permainannya sendiri melalui profil in-game masing-masing. Jadi, walaupun belum ada API dari pihak eksternal, namun data statistik sebenarnya sudah ada di ranah game mobile kompetitif walau lingkupnya masih tergolong sempit.
Data Statistik di Lingkup Esports Lokal
Setelah membahas soal moneyball di olahraga dan mencoba melihat ketersediaan data statistik di ranah esports (game mobile ataupun PC), satu hal yang membuat penasaran mungkin adalah kisah moneyball di dalam ranah esports, terutama esports lokal. Untuk itu saya pun berbincang dengan Pratama “Yota” Indraputra selaku analis tim Bigetron Alpha (divisi MLBB Bigetron Esports).
Berbicara dengan Yota, saya membincangkan soal bagaimana data statistik dapat membantu mendongkrak performa sebuah tim esports. Mengawali pembicaraan, Yota pun mengutarakan pendapatnya soal manfaat data statistik bagi sebuah tim.
“Sebetulnya ada banyak potensi yang bisa datang dari data, tergantung tim tersebut mau menggali sedalam apa. Tindakan mengambil keputusan saat drafting atau menggali hero baru yang berpotensi sebagai meta sebenarnya bisa dianalisis menggunakan statistik. Tetapi tentunya tidak semua data punya relevansi yang setara. Karenanya, tugas bagi tim adalah untuk mengambil dan menganalisa data yang diperlukan saja.”
Setelah itu, saya juga mempertanyakan soal ketersediaan data statistik permainan serta cara tim mendapatkan data-data tersebut. Yota pun memberi cerita pengalamannya.
“Kalau menurut gue data statistik esports itu sudah cukup tapi masih kurang. Dalam ranah MLBB misalnya, kita enggak bisa melihat statistik creep score atau jumlah last-hit. Karena data tersebut enggak ada, kita jadi sulit mendata siapa pemain yang unggul dari segi CS dan seberapa besar pengaruh CS terhadap kekuatan laning ataupun timing mendapatkan item tertentu. Kalau mau, kita sebenarnya bisa saja mengakalinya dan mendapatkan data tersebut. Tetapi saya rasa akan makan waktu terlalu banyak untuk mendapat data tersebut. Maka dari itu sekarang cukup melihat statistik gold saja.”
Dalam hal mendapatkan data, Yota menjelaskan bahwa hampir semua data direkap secara manual. Tapi memang, seperti yang saya katakan tadi, walaupun MPL menyediakan data statistik di laman resminya, namun data tersebut tergolong terlalu sederhana untuk bisa digunakan sebagai sarana analisa performa tim. Karenanya jadi tidak heran apabila seorang analis seperti Yota lebih memilih merekap semua data secara manual yang bisa didapatkan melalui post-match statistics yang muncul di dalam game.
Lebih lanjut Yota juga menjelaskan soal beberapa data yang jadi andalan bagi pembelajaran tim. Yota mengatakan bahwa data statistik yang kerap kali digunakan adalah data soal pick & ban, data seputar pola pergerakan, torehan damage, gold, serta objektif yang didapatkan.
Bagaimana dengan data statistik lain? “Kalau dari pengalaman gue pribadi, ada statistik yang namanya adalah damage per gold ratio. Statistik tersebut memperkenankan kita untuk mengetahui seberapa efektif pemain memberikan damage dengan gold yang didapat. Lalu apabila dari MOBA secara umum, ada juga data yang bernama jungleproximity yang fungsinya untuk mengetahui lane yang diprioritaskan seorang jungle untuk di gank pada fase early game. Namun demikian, data tersebut enggak gue gunakan di MLBB karena sifat alami gameplay MLBB yang lebih cair.”
Di atas tadi kita membahas bagaimana penggunaan data statistik dari sudut pandang analis. Lalu bagaimana penggunaan data statistik dari sudut pandang manajemen tim esports? Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports di EVOSEsports juga turut menyampaikan pendapat serta pengalamannya.
Dalam hal perspektifnya terhadap data statistik, Aldean mengatakan bahwa bagi dirinya, data statistik adalah filter pertama sebelum berlanjut ke proses-proses selanjutnya. Ia pun menjelaskan hal tersebut sembari menjawab soal ketersediaan data statistik di esportsgame-game mobile yang populer di Indonesia.
“Kalau ditanya apakah data pemain bisa diakses bebas, jawabannya tidak. Kalau soal rekrutmen pemain, sebetulnya ada banyak cara, bisa scouting atau open recruitment. Kalau scouting, EVOS Esports biasanya memanfaatkan analis untuk mencari data pemain terkait, yang mana datanya datang dari in-game profile. Kalau misal metode perekrutannya adalah open recruitment, data statistik biasanya kami jadikan sebagai proses penyaringan awal.” Jawab Aldean.
Lebih lanjut, Aldean juga kembali menegaskan posisi dirinya dalam melihat data statistik dalam proses perekrutan. “Menurut saya data statistik ini penting, tapi tetap hanya sebagai lapisan awal untuk menilai pemain. Masih banyak sekali faktor major dan minor yang perlu dilihat untuk menilai seberapa besar value (skill atau dampak-nya ke tim) seorang pemain.” Tutur Aldean.
Ia pun lalu juga menceritakan bagaimana perekrutan pemain kadang justru sulit apabila hanya berdasarkan data statistik saja. “Kalau berdasarkan pengalaman saya, hal tersebut terjadi terutama saat mencari pemain-pemain dengan role support. Pemain support biasanya punya data statistik yang cenderung kurang pasti (bias). Beberapa poin-poin penting pemain rolesupport itu justru baru terlihat saat trial dilakukan secara offline.”
Terakhir, ia juga sedikit pandangannya soal jumlah ketersediaan data statistik di game-game esports sejauh ini. “Seperti tadi saya bilang, data statistik ini sebenarnya memang penting. Namun sayangnya ketersediaannya tergolong belum cukup untuk kebanyakan game mobile. Kalau dibandingkan dengan game seperti Dota 2 atau LoL, menurut saya masih cukup jauh. Salah satu alasan pendapat saya tersebut adalah karena game-game tersebut sudah punya wadah yang mempermudah melihat data statistik, salah satu contohnya adalah Dotabuff.” Jawab Aldean.
Pembeberan di atas adalah jawaban dari perspektif manajemen tim esports. Lalu bagaimana dengan usaha Moonton sendiri? Dalam menyediakan data statistik game untuk esports MLLB, usaha terakhir Moonton yang terlihat adalah kerja sama mereka dengan JOIDATA pada bulan Februari 2021 kemarin.
Pada kesempatan tersebut, Azwin Nugraha selaku PR Manager Moonton juga sempat menjelaskan bahwa kerja sama tersebut akan berfokus kepada data statistik game, termasuk usaha Moonton untuk menyediakan API agar pihak eksternal dapat mengakses data-data statistik game tersebut.
Karena penasaran, saya pun mempertanyakan bagaimana proses pengerjaan API tersebut demi ketersediaan data statistik untuk esports MLBB. Azwin pun mengatakan “Saat ini kerja sama mendalam masih terus dilakukan, kami masih menimbang beberapa kemungkinan yang nantinya berpengaruh terhadap penggunaan data tersebut.”
Di luar dari API, sebenarnya saya juga cukup penasaran, bagaimana semisal ada pihak ketiga yang mampu mengekstrak data statistik tersebut dengan menggunakan VOD pertandingan MPL saja? Hal tersebut sebenarnya bisa saja terjadi. Kalau dari sisi olahraga sepak bola, kita bisa melihat contohnya melalui Signality.
Signality mengembangkan semacam program AI dalam bentuk Computer Vision yang mampu mengenali gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemain bola. Dalam praktiknya, Signality bisa mengekstrak data statistik sepak bola hanya bermodalkan rekaman pertandingan saja.
Teorinya, kalau teknologi computer vision mampu mengenali gerakan manusia, maka kemungkinan besar teknologi tersebut mampu atau mungkin lebih fasih mengenali pergerakan di dalam video game. Lalu bagaimana sikap Moonton apabila misalnya ada sebuah startupyang mampu menciptakan teknologi tersebut untuk game esports MLBB?
Azwin pun merespon. “Tidak ada batasan bagi seseorang untuk berinovasi, apalagi jika inovasi yang dihasilkan dapat memberi manfaat dan turut berkontribusi dalam perkembangan esports. Kalau terkait izin, menurut saya berinovasi tidak memerlukan izin. Namun demikian, bagaimana inovasi tersebut digunakan nantinya adalah sesuatu hal yang perlu diperhatikan dan ditelaah lebih jauh.”
—
Kehadiran data statistik yang lebih lengkap dan mendetil tentunya adalah sesuatu yang baik bagi perkembangan esports. Dari sisi olahraga, kita bisa melihat sendiri bagaimana data statistik bahkan bisa membantu sebuah tim berkembang dari yang awalnya kurang kompetitif menjadi lebih kuat di dalam liga. Selain itu dari sisi penonton, data statistik juga bisa membuat tontonan esports jadi semakin seru untuk diikuti.
Jadi seberapa penting kehadiran data statistik bagi perkembangan esports? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya pun meminjam jawaban dari Yota.
“Intinya statistik ini menurut gue seperti suplemen saja, bukan kewajiban atau keharusan dan tidak menjamin kemenangan juga. Tetapi, ibarat tubuh manusia, meminum suplemen kesehatan tentu akan membuat tubuh jadi lebih kuat dan lebih siap melawan penyakit ataupun cidera.” Tutupnya.
Esports adalah salah satu industri yang mendapatkan dampak positif selama pandemi. Viewership kompetisi esports naik karena banyak orang yang mengurung diri di rumah. Namun, pandemi juga membawa dampak negatif untuk esports. Faktanya, sejumlah pelaku esports terpaksa gulung tikar. Meskipun begitu, sepanjang 2020, tetap ada perjanjian bisnis menarik yang terjadi, mulai dari sponsorship sampai ekspansi tim esports.
Berikut 10 deal terbesar di industri esports lokal sepanjang 2020:
1. EVOS Kerja Sama dengan VISA
EVOS Esports mengumumkan kerja samanya dengan VISA pada Juli 2020. Chief of Business Operation EVOS, Hartman Harris mengungkap, kerja sama dengan VISA ini tidak berbeda dengan kerja sama mereka dengan perusahaan lain. Namun, dia mengaku bangga karena EVOS dipercaya oleh VISA. Memang, VISA sudah pernah menjalin kerja sama dengan pelaku esports lain sebelum ini, seperti FACEIT. Meskipun begitu, EVOS adalah organisasi esports pertama yang VISA ajak kerja sama di kawasan Asia Tenggara.
Kerja sama antara EVOS dan VISA berlangsung selama satu tahun. Selain menjadi sponsor, VISA juga akan membantu EVOS untuk mengembangkan program EVOS Membership mereka. Nantinya, fans EVOS yang menggunakan VISA akan mendapatkan promosi khusus.
2. EVOS Dapat Kucuran Dana US$12 Juta
Kerja sama dengan VISA bukan satu-satunya pencapaian EVOS Esports pada tahun ini di segi bisnis. Pada Oktober 2020, perusahaan induk EVOS, Attention Holdings Pte. Ltd. mengumumkan bahwa mereka berhasil mendapatkan pendanaan Seri B sebesar US$12 juta. Ronde pendanaan ini dipimpin oleh Korea Investment Partners. Seri pendanaan kali ini juga diikuti oleh IndoGen Capital dari Indonesia dan Insginia Ventures Partners, yang memimpin pendanaan Seri A untuk EVOS pada tahun lalu.
Selain memberi suntikan modal, Insignia menyebutkan bahwa mereka juga akan membantu Attention untuk mendapatkan rekan strategis agar mereka bisa mengembangkan bisnis mereka. Tak hanya itu, Insignia juga akan menggunakan pengetahuan mereka di bidang teknologi untuk membantu Attention mengembangkan produk mereka. Sementara itu, IndoGen mengungkap, mereka akan membantu EVOS melakukan ekspansi, khususnya di Jepang.
3. Xiaomi Bekerja Sama dengan Bigetron
Xiaomi mengumumkan kerja samanya dengan Bigetron pada Juni 2020 melalui media sosial. Kerja sama ini berlaku untuk semua tim Bigetron. Melalui kerja sama ini, tim PUBG Mobile Bigetron RA mempromosikan Redmi Note 9 Pro, yang diklaim sebagai smartphone untuk gamer. Sebelum ini, Bigetron juga pernah menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi ternama lain, seperti Razer. Sebagai organisasi esports, Bigetron paling dikenal berkat tim PUBG Mobile mereka, yang berhasil memenangkan kejuaraan tingkat Asia Tenggara dan bahkan dunia.
4. RevivalTV Adakan Kampanye Pejuang Esports
Kampanye Pejuang Esports adalah acara yang RevivalTV adakan setiap tahun sebagai bentuk apresiasi pada semua pihak yang ikut mengembangkan ekosistem esports di Tanah Air. Mengusung tema #INDOPRIDE, RevivalTV memberikan apresiasi pada 45 tokoh di dunia esports pada tahun ini. Selain itu, mereka juga memperkenalkan lini fashion dan aksesori hasil kolaborasi antara Nevertoolavish, Brodo, Gold Inc., dan Revival Goods.
5. Riot Percayakan Turnamen VALORANT Indonesia ke ONE Up
Riot Games merilis VALORANT pada Juni 2020. Empat bulan kemudian, pada Oktober 2020, Riot mengumumkan rencana mereka tentang pengembangan ekosistem esports VALORANT di Asia Tenggara. Ketika itu, mereka menunjuk tujuh perusahaan sebagai rekan. Salah satunya adalah One Up, yang akan bertanggung jawab untuk mengadakan turnamen serta kompetisi tingkat universitas dari VALORANT di Indonesia.
First Strike menjadi turnamen VALORANT resmi pertama yang diadakan di Indonesia. Digelar pada 2-6 Desember 2020, turnamen ini diikuti oleh 16 tim profesional. Empat tim ikut serta dalam turnamen ini melalui jalur undangan, seperti BOOM Esports, Alter Ego, Somnium Esports, dan Morph Team. Sementara 12 tim lainnya berhasil masuk ke babak playoff First Strike setelah memenangkan babak kualifikasi. Babak grand final mempertemukan NXL Ligagame dengan Alter Ego. Pada akhirnya, NXL Ligagame berhasil menaklukkan Alter Ego dan membawa pulang hadiah sebesar Rp60 juta.
6. Joe Taslim Jadi Karakter di Free Fire
16 Maret 2020, Garena merilis karakter Jota yang diangkat dari Joe Taslim — aktor laga asal Indonesia. “Melalui karakter Jota, kita berharap tidak hanya dapat menjadi lebih dekat dengan pemain Indonesia, tetapi juga dapat memperkenalkan Indonesia kepada pemain Free Fire di seluruh dunia,” ujar Christian Wihananto, Produser Garena Free Fire — dikutip dari Kompas.com.
Jota memang bukan tokoh pertama dari Indonesia yang muncul di game namun tokoh-tokoh sebelumnya merupakan karakter fiksi, seperti Gatot Kaca dan Kadita (Nyi Roro Kidul) di MLBB ataupun Wiro Sableng di AoV.
7. Raffi Ahmad Buat Tim Esports
Esports digadang-gadang sebagai industri yang tengah berkembang pesat. Di tengah pandemi, esports juga masih bisa bertahan, walau ada sebagian pemain yang tumbang. Jadi, tidak heran jika ada banyak pihak yang tertarik untuk masuk ke dunia esports, mulai dari atlet olahraga tradisional sampai selebritas. Di Indonesia, salah satu artis yang tertarik untuk terjun ke dunia esports adalah Raffi Ahmad.
Raffi membentuk organisasi esports yang dinamai Rans Esports. Divisi yang pertama kali diperkenalkan adalah Rans Glory, yang berlaga di PUBG Mobile. Mereka juga sudah menyiapkan nama untuk divisi lain, yaitu Rans Victory dan Rans Ultimate. Namun, pada Juli 2020 — ketika keberadaan Rans diumumkan — masih belum diketahui game apa yang akan dimainkan oleh kedua tim tersebut.
8. KONI dan PBESI Nyatakan Esports Sebagai Cabang Olahraga Berprestasi
Besarnya potensi industri esports juga menarik perhatian pemerintah. Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) menyatakan esports sebagai cabang olahraga berprestasi pada akhir Agustus 2020 lalu. Dengan ini, pemerintah, melalui Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) akan mencari bibit unggul baik di tingkat provinsi maupun kota. Para pemain berbakat ini kemudian akan diadu di tingkat nasional.
Para atlet yang terpilih tersebut juga akan mendapatkan pembinaan dan pelatihan dari PBESI. Selain itu, PBESI juga akan mengadakan turnamen esports secara rutin. Mereka mengungkap, game yang akan diadu dalam turnamen bakal ditentukan berdasarkan keadaan. Tentunya, game yang akan diadu adalah game yang populer.
9. KONI Umumkan Lokapala Bakal Masuk PON XX Papua 2021
Peran pemerintah di dunia esports tak terbatas pada dinyatakannya esports sebagai olahraga berprestasi. Pada Desember 2020, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) mengungkap, esports akan menjadi salah satu cabang olahraga eksibisi di PON XX Papua 2021. Salah satu game yang akan diadu dalam ajang olahraga itu adalah Lokapala, mobile game MOBA buatan Anantarupa Studios.
KONI memasukkan game lokal ke PON merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Tak hanya itu, mereka juga ingin mendukung developer lokal agar tidak kalah bersaing dari developer asing.
10. Team Secret Masuk ke Indonesia
Last but not least, Team Secret mengumumkan keputusannya untuk masuk ke Indonesia. Mereka mengungkapkan rencana mereka ini melalui media sosial. Team Secret adalah organisasi esports asal Eropa yang dikenal berkat tim Dota 2 mereka. Pada awal 2019, mereka menjajaki pasar esports Asia Tenggara dengan membentuk tim PUBG Mobile di Malaysia. Pada Oktober 2020, mereka masuk ke Filipina. Beberapa bulan kemudian, mereka menyatakan rencana mereka membuat tim di Indonesia. Sayangnya, belum diketahui game yang akan dimainkan oleh Team Secret di Indonesia.
Setelah 4 pekan pertandingan babak Regular Season PMPL ID 2020 Season 1 (6-29 Maret 2020) dan babak Grand Final yang digelar pada tanggal 3-5 April 2020, Bigetron RA akhirnya dinobatkan jadi sang juara; berkat performa gemilang mereka yang sangat konsisten sepanjang musim. Berikut adalah hasil akhir perolehan poin 3 tim teratas di hari ketiga babak Grand Final, beserta hadiah yang berhak mereka dapatkan:
Juara 1: Bigetron RA – 233 poin/4 Chicken Dinner/87 Kill – US$20.000 (sekitar Rp330,5 juta) – Berhak melaju ke PMWL 2020 dan PMPL SEA Finals 2020
Juara 2: MORPH Team – 192 poin/2 Chicken Dinner/73 Kill – US$14.000 (sekitar Rp231 juta) – Berhak melaju ke PMPL SEA Finals 2020
PMPL ID 2020 S1 yang menyuguhkan total hadiah sebesar US$150 ribu (sekitar Rp2,2 miliar) ini adalah liga PUBG Mobile pertama yang digelar resmi oleh Tencent di Indonesia. Biasanya, sebelum ada PMPL, format turnamen lebih sering digunakan untuk ajang-ajang kompetitif PUBG Mobile di Indonesia.
Karena itulah, mungkin jadi muncul sejumlah pertanyaan tentang sistem liga dan pengaruhnya untuk ekosistem esports PUBG Mobile (PUBGM). Kenapa baru ada sekarang? Negara-negara mana lagi yang punya PMPL selain Indonesia? Apakah ada kulminasi dari liga-liga tadi di tingkat dunia? Bagaimana hubungannya dengan turnamen internasional PUBG Mobile yang sudah lebih dulu ada, seperti PMCO?
Terakhir, yang tak kalah penting, apakah sebenarnya pengaruh dari sistem kompetisi berbentuk liga ini ke ekosistem esports PUBGM?
Agung Chaniago, Indonesia Esports Manager PUBG Mobile, memberikan jawabannya. Ajang kompetitif berbentuk liga sebenarnya sudah ada sejak ekosistem esports PUBG Mobile muncul namun di tingkat Asia Tenggara. Dan saat ini, pertumbuhan esports sudah begitu pesat – khususnya di Indonesia. “Jadi, kami membuat liga di Indonesia karena kami ingin menjaga ekosistem esports dari tingkat paling bawah sampai paling atas. Liga ini juga jadi cara kami untuk menunjukkan bahwa siapapun bisa jadi bintang di PUBG Mobile.”
Selain di Indonesia, PMPL juga ada di Malaysia-Singapura, Thailand, Taiwan, Asia Selatan, dan Amerika. 3 tim teratas dari masing-masing negara di Asia Tenggara akan diundang lagi untuk bertanding kembali di tingkat yang lebih tinggi, yaitu PMPL SEA Finals 2020. 2 tim teratas dari ajang tersebut akan bertanding di tingkat dunia.
Lalu apa bedanya dengan PMCO? PMCO merupakan turnamen yang dijadikan jalur ke tingkat internasional buat negara-negara yang tidak memiliki PMPL. Saat ini ada PMCO untuk kawasan Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika.
Agung pun menutup perbincangan dengan menjelaskan pengaruh sistem liga ke ekosistem esports secara keseluruhan. Menurutnya, dampak dari liga ini sangat baik karena sistemnya terbuka tidak hanya untuk tim profesional, tapi juga untuk tim semi-profesional.
“Semua pemain PUBG Mobile bisa mengejar mimpinya untuk turut bertarung di PMPL Indonesia 2020 Season 2 karena kami juga membuka kesempatan seadil-adilnya lewat babak kualifikasi. Relevansinya ke tim-tim profesional juga lebih positif lagi karena setiap tim-tim besar jadi memiliki divisi PUBGM agar bisa bergabung dengan liga kami dan menjadi juara di Indonesia ataupun di dunia.” Kata Agung.
Selain perwakilan dari Tencent tadi, Agustian Hwang, CEO Mineski Global Indonesia (yang juga jadi event organizer untuk PMPL ID 2020 Season 1) dan Edwin Chia, CEO Bigetron Esports turut berbagi pandangan mereka tentang ajang kompetitif berbentuk liga.
Dari sisi penonton, jika melihat esports sebagai bentuk entertainment, Agus mengatakan bahwa sistem liga akan lebih memuaskan penonton karena tidak cuma dari segi kompetisinya saja tetapi juga dari banyak cerita dan konten yang bisa dinikmati.
Edwin juga mengatakan hal yang serupa. Menurutnya, sistem liga jauh lebih baik karena ada banyak cerita yang terjadi selama masa pertandingan. Misalnya, seperti bentuk rivalry antar tim akan lebih mudah terbangun dengan sendirinya dibanding dengan sistem turnamen yang bisa saja berakhir dalam waktu 2 hari. Dari sisi performa tim, sistem liga juga mampu menjadi indikator yang lebih baik karena ada lebih banyak pertandingan yang harus dijalani dalam durasi yang lebih lama. Sedangkan di format turnamen, sebuah tim bisa saja jadi juara jika beruntung di selama turnamen berjalan.
Itu tadi dari sisi esports sebagai tontonan. Lalu bagaimana dari sisi bisnis? Sistem seperti apakah yang lebih menguntungkan bagi sponsor kompetisi?
“Untuk perspektif bisnis, saya kira sponsor lebih yakin dalam mendukung sistem liga. Dibanding dengan sistem turnamen yang kompetisinya bisa saja berakhir dalam 2 hari, eksposur yang didapat untuk brand tentu tidak akan sebaik yang bisa ditawarkan sistem liga yang bisa berjalan setidaknya dalam waktu 1 bulan. Durasi yang lebih panjang ini juga memudahkan para sponsor untuk merancang campaign yang berjalan beriringan bersama liga tersebut.” Terang Edwin yang merintis Bigetron Esports sejak 2017.
Agus memiliki pendapat yang sedikit berbeda dalam perspektif ini. Menurutnya, perspektif bisnis ini lebih sulit digeneralisir mengingat setiap perusahaan / sponsor punya tujuan dan kondisi yang berbeda. Untuk streaming platform, misalnya, sistem liga akan lebih baik karena dapat menghasilkan jam tayang yang lebih banyak. Sedangkan untuk sponsor yang menggunakan marketing budget, mereka lebih sensitif dengan timeline kompetisi.
Bagaimana jika pengaruhnya dilihat dari sisi tim peserta (untuk Bigetron) dan event organizer (untuk Mineski)? Apakah kekurangan dari sistem liga?
Agus dan Mineski yang sudah menangani berbagai kompetisi, baik di Indonesia ataupun di tingkat internasional, mengatakan bahwa kesulitan dari sistem liga adalah mencari tempat/venue yang bisa digunakan untuk jangka waktu panjang.
Sedangkan dari sisi peserta, Edwin mengungkap bahwa sistem liga lebih banyak menguras stamina para pemainnya. Para pemain yang bertanding di sistem liga harus memberikan 80% waktunya setiap pekan untuk fokus berkompetisi. Hal ini berarti mereka jadi punya waktu luang yang lebih sedikit. Sumber daya yang harus dikeluarkan oleh manajemen dalam mendukung para pemainnya juga lebih banyak. Walaupun, memang, tim jadi punya lebih banyak konten untuk diproduksi menjadi keuntungan besar dari sistem liga.
Terakhir, bagaimana sebenarnya dampak dari sistem kompetisi ini ke ekosistem esports secara keseluruhan?
Edwin pun berkata, “Tentu sangat positif. Sistem liga akan memperpanjang umur game yang nantinya juga berdampak pada umur ekosistem esports-nya. Tim dan sponsor pun akan lebih yakin dan percaya diri investasi ke game yang punya rencana jangka panjang.”
Di sisi lain, Agus juga menambahkan tentang pentingnya dua sistem kompetisi. “Sistem kompetisi baik liga ataupun turnamen itu sama baiknya. Menurut saya, sistem turnamen lebih terbuka dan memberikan lebih banyak kejutan karena juaranya bisa ditentukan oleh tim mana yang bisa mendapatkan momentum selama kompetisi berjalan. Sedangkan sistem liga lebih membutuhkan konsistensi untuk jadi juara. Bagi saya, baik sistem liga dan turnamen tetap penting untuk dijalankan kedua-duanya. Misalnya di sepak bola dalam satu musim selalu ada liga profesional yang diselingi oleh sistem turnamen. Keduanya memiliki keunggulan dan fungsinya masing-masing dalam memelihara ekosistem secara keseluruhan.” Tutup Agus.
Industri gaming dan esports dikenal sebagai dunia yang masih didominasi oleh pria. Menurut data dari perusahaan riset pasar Interpret, jumlah pemain perempuan di game esports untuk PC dan konsol hanya mencapai 35 persen dari total, sementara jumlah penonton esports perempuan justru lebih rendah lagi pada angka 30 persen.
Menariknya, jumlah penonton esports perempuan menunjukkan kenaikan. Jumlah penonton esports perempuan pada Q4 2018 naik 6,5 persen jika dibandingkan pada periode yang sama dua tahun sebelumnya. Kemungkinan, alasan naiknya penonton esports perempuan ini adalah karena semakin populernya esports mobile. Tidak heran, meskipun jumlah perempuan yang memainkan game di konsol dan PC relatif rendah, tapi perempuan justru lebih aktif dalam bermain game mobile, yang dikategorikan sebagai casual gaming. Masih menurut Interpret, 66 persen pemain game kasual adalah perempuan.
Sementara itu, dari segi industri esports, tim-tim besar juga mulai melirik pemain perempuan. Pada akhir lalu, FaZe Clan memberikan kejutan pada para timnya dengan merekrut Soleil “Ewok” Wheeler. Selain itu, ada juga tim besar yang membentuk tim khusus perempuan, seperti Gen.G yang bekerja sama dengan aplikasi kencan Bumble untuk membentuk tim esports khusus perempuan. Di Indonesia, Anda juga akan menemukan tim-tim esports besar yang membuat tim khusus perempuan. Salah satunya adalah Belletron, divisi perempuan dari Bigetron.
Saat ini, Belletron memiliki tiga divisi, yaitu PUBG Mobile, Mobile Legends, dan Free Fire. Semetara Bigetron memiliki 7 divisi, yaitu PUBG Mobile, Mobile Legends, Free Fire, Arena of Valor, Apex Legends, Auto Chess, dan Tekken 7.
“Selama ini scene esports di Indonesia sangat identik dengan kaum laki-laki. Masih sedikit organisasi-organisasi esports yang berani memberikan full support bagi player perempuan. Saya melihat peluang ini dan saya berani terjun untuk mengembangkan potensi dari para player perempuan,” kata Martin “Lalice” Januar, Manager Belletron Esports dalam pernyataan resmi.
“Ini terbukti dari kesuksesan di PINC Ladies kemarin yang bukan dari kerja keras saya pribadi seorang namun itu adalah berkat usaha, komitmen, dan latihan rutin para pemain serta para staff yang terlibat membantu kesiapan para player. Saya berharap, prestasi ini mampu membuat organisasi esports ataupun event organizer agar lebih memberi ruang berkembang bagi para player perempuan dengan meningkatkan jumlah turnamen atau event lainnya.”
Di kancah global, turnamen esports khusus untuk perempuan juga telah muncul. Salah satu yang kompetisi terbaru adalah DreamHack Showdown. turnamen yang diadakan pada awal Juli itu mempertandingkan CS:GO. DreamHack AB Co-CEO Marcus Lindmark mengatakan bahwa alasan mereka mengadakan turnamen tersebut adalah karena mereka ingin menggandeng semua kalangan, termasuk pemain profesional perempuan lapor Esports Insider.
Perbedaan Bigetron dan Belletron
Selain gender pemainnya, ada satu hal lain yang membedakan antara Bigetron dan Belletron, yaitu porsi latihan. PR Manager Bigetron, Aris Nugraha mengatakan bahwa waktu latihan tim Belletron tidak seketat tim Bigetron.
“Belletron dapat dikatakan player-nya part time,” kata PR Manager Bigetron, Aris Nugraha saat dihubungi melalui pesan singkat. “Serta jadwalnya lebih fleksibel karena kebanyakan pemainnya masih sibuk dengan sekolah atau kuliah.” Meskipun berdiri sebagai tim yang terpisah, Aris berkata bahwa anggota tim Bigetron dan Belletron bisa saling “sharing knowledge” untuk meningkatkan kemampuan diri.
Meskipun memiliki porsi latihan yang lebih ringan, Belletron tetap berhasil meraih prestasi. Mereka berhasil memenangkan PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) Ladies Season 1 pada Juli lalu. Selain itu, mereka juga memenangkan Princess Cup Season 2 untuk divisi Arena of Valor.
Selain juara di PINC Ladies Season 1 dan Princess Cup Season 2, satu hal lain yang dibanggakan oleh Belletron adalah jumlah pengikut di media sosialnya. Secara keseluruhan, total pengikut akun resmi anggota tim Belletron telah mencapai satu juta. Konten akun resmi Belletron sedikit berbeda dengan Bigetron. Tidak hanya konten tentang prestasi yang dicapai dan perkenalan anggota, di akun itu, anggota Belletron juga sesekali tebar pesona.
Sebenarnya itu bukan hal yang aneh. Sebelum ini, Hybrid juga pernah membahas bagaimana selebriti gaming perempuan biasanya menggunakan penampilan, baik wajah atau tubuh yang menarik, sebagai senjata utama untuk menarik audiens.
Bagi Belletron, pencapaiannya yang sekarang hanyalah langkah pertama. Ke depan, mereka berharap prestasi mereka dapat membuka jalan untuk memudahkan perempuan untuk bekerja di industri esports. “Langkah berikutnya dari Belletron adalah kami ingin menjadi organisasi esports khusus ladies terbaik di Indonesia maupun internasional,” tutup Aris.
Nama Game.ly mungkin memang sebenarnya sudah tidak asing lagi buat para gamer di Indonesia. Mereka adalah salah satu streaming platform yang menyasar target pasar gaming di Indonesia yang sepertinya mulai menjamur di tahun 2018 ini, seperti NimoTV, Tamago, CubeTV, dkk.
Game.ly bahkan sudah jadi salah satu sponsor untuk gelaran esports Mobile Legends terbesar, Mobile Legends: Bang Bang South East Asia Cup (MSC) 2018. Meski baru saja kemarin, 2 November 2018, resmi diluncurkan di Indonesia, Game.ly sebenarnya sudah berkiprah sejak pertengahan tahun.
Mereka bahkan mengaku, saat ini, sudah punya lebih dari 70 game influencers yang telah bergabung seperti MiawAug, Tara Arts Game Indonesia, ataupun Qorygore. Ada juga beberapa selebriti yang streaming di Game.ly seperti Atta Halilintar dan Stefan William.
Selain para gamers tadi, mereka juga jadi sponsor untuk 2 tim esports besar Indonesia; Bigetron Esports dan XCN Gaming. Kedua tim ini juga bisa ditemukan streaming di Game.ly. Mereka juga bahkan tak ingin para gamer hanya menonton saja namun juga turut meramaikan dengan menjadi streamer.
“Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap dunia game begitu besar, berbagai game telah menarik perhatian penggemarnya di Indonesia. Banyak pemain yang berpotensi di luar sana semakin banyak yang bermunculan. Karena itu, Game.ly menjadi rumah tempat bertemunya berbagai komunitas game untuk saling berbagi. Game.ly berkomintmen untuk jadi platform online terbaik yang dapat digunakan para pecinta game online di Indonesia.” Ujar Ryan Lymn.
Menariknya, Game.ly yang mengusung tagline “Life as a Game” ini juga punya misi mematahkan paradigma lama yang mengatakan para gamer itu hanya membuang-buang waktu dan tidak menghasilkan. Karena itulah, Game.ly ingin mengapresiasi setiap streamer-nya dengan memberikan bonus dari pencapaian hasil bermain mereka.
Angki Trijaka, Wakil Ketua IESPA, yang turut hadir dalam Grand Launching Game.ly ini mengatakan bahwa Game.ly menawarkan terobosan yang berbeda karena peduli dengan perlindungan terhadap konten negatif.
Game.ly sendiri juga tidak hanya ada di Indonesia namun juga ada di Malaysia. Perusahaan ini sendiri didirikan oleh Gamefield Hongkong Limited dan diklaim telah mendapatkan investasi dari Google.
–
Seperti yang saya tuliskan tadi, kehadiran Game.ly menambah daftar panjang platform streaming baru yang ada di Indonesia. Mungkin memang boleh dibilang mereka berkompetisi satu dengan yang lainnya namun, menurut saya, bukan sesama pemain baru itulah musuh-musuh terberat masing-masing.
Kenapa? Karena ada YouTube dan Facebook yang jelas-jelas sudah mendominasi dunia maya. Di platform streaming esports dan game sendiri juga ada Twitch, milik Amazon, yang sudah berhasil menggaet pengguna loyal mereka.