Tag Archives: bisnis kue

n

Kisah Sukses Masakan Ibu Tutu: Tak Ragu untuk Mulai Hal Baru

Salah satu problematika yang sering kita temui ketika hendak memulai suatu usaha ialah takut untuk memunculkan ide baru. Padahal, justru perilaku inilah yang menjadi kunci kegagalan Anda. Memunculkan hal baru  memang terasa asing. Takut jika ide kita tidak diterima masyarakat itu memang wajar. Namun, ini sebenernya merupakan ‘turning point’ Anda untuk menjadikan usaha Anda berbeda dari yang lain.

Begitu juga dengan Bu Nina. Wanita bernama lengkap Gusti Noor Nisrina Khairia ini berani mencetuskan ide yang bisa dibilang sangat baru di dunia bisnis kuliner. Ya, produk Roti Cocol yang ia cetuskan sejak Juli 2019 lalu sukses besar di pasaran. Hal ini karena wanita asal Surabaya ini berani ambil langkah baru untuk bisnisnya.

Roti Cocol, atau yang biasa disebut dengan Rotcol adalah baked bread yang dipanggang di tray bulat dan disajikan dengan saus cocolan di tengahnya. Variannya pun banyak, mulai dari smoked beef, cheese, tuna, palm sugar, dan masih banyak lagi. Namun menu top andalan mereka adalah rotcol varian sweet butter yang sangat digandrungi oleh para konsumen.

Usaha Ibu dan Anak

IMG WA
Usaha milik duo mother and daughter

Yang menarik, bisnis berlabel Masakan Ibu Tutu ini didirikan oleh ibu dan anak yang sama-sama memiliki keahlian memasak. Foundernya ialah Ibu Nina sendiri. Sedangkan Ibu Zulfia Arifni yang lebih akrab disapa Ibu Tutu ini berperan sebagai co founder. Sebenarnya, Ibu Tutu telah mengawali usaha kuliner seperti ini dari tahun 1993, mulai dari membuat cookies, cake, siomay dan lain-lain. Namun, pemasarannya hanya sebatas ranah teman-teman terdekat saja. Baru ketika Bu Nina lulus kuliah di tahun 2017, ia berpikir untuk mengajak ibunya untuk berbisnis bersama.

“Waktu itu, beberapa bulan setelah lulus kuliah saya ikut bazar. 10 hari berturut-turut kita jual siomay batagor. Itu pertama kalinya itu kita melayani customer secara langsung, dan habis itu kita merasa tertantang. Kayaknya seru juga jualan kayak gini. Dan akhirnya kita mutusin untuk menseriusi bisnis bareng. Akhirnya 2017 itu kita mulai waktu itu dengan jualan mie ayam mie ayam. Terus ada juga produk seperti schootel, rice box, snack box, dll.”

Pertama di Indonesia

IMG WA
Roti Cocol pertama di Indonesia

Inilah yang menjadikan produk ini diminati banyak orang. Selain karena harganya terjangkau sehingga dapat dinikmati semua kalangan, produk ini juga mengusung konsep fresh yang membuat para konsumen tertarik untuk mencicipinya. Ya, ide ini murni dari sang founder. Ternyata, ada kisah menarik di balik munculnya roti cocol ini.

“Ceritanya cukup unik. Jadi sebelumnya tuh memang Ibu Tutu  sudah sering bikin roti, tapi hanya untuk kita konsumsi sehari-hari aja. Suatu hari, ketika pergi ke toko bahan kue itu saya lihat ada tray aluminium bulat. Tapi waktu itu belum ada pikiran buat beli sih, karena kayak belum tau mau buat apa. Nah selang beberapa hari setelah itu, pas kita berdua ngobrol, tiba-tiba terlintas ide buat bikin roti cocol. Saya utarakan ke Mamah. ‘Mah yuk bikin roti cocol’. ‘Apa roti cocol?’  ‘ya roti, ntar kita bikin di tray bullet, tengahnya ada cocolan. Yaudah coba aja gitu,’”, cerita Bu Nina.

Sejak awal dibuat, Bu Nina memang sangat optimis kalau produknya ini akan disukai dan digandrungi banyak orang, karena memang belum pernah ada produk yang sama sebelumnya. Produknya juga beda dari yang lain. Varian awal yang dijadikan eksperimen adalah roti sosis dengan cocolan saus keju.

Hal ini karena Bu Nina lebih menyukai roti varian rasa gurih. Kemudian, Bu Tutu mengembangkan roti varian rasa manis, yang saat ini justru menjadi signature produk mereka, yaitu Sweet Butter.

Sukses Berkat Konsistensi Bahan

n
Dibuat dengan bahan berkualitas, tanpa telur dan pengembang kue.

Hingga kini, duo ibu dan anak ini belum ada rencana untuk hiring karyawan lain. Dengan kemampuan di dapur yang berbeda, mereka bisa bekerja dan saling melengkapi untuk menciptakan produk dengan cita rasa tinggi. Sebelum memutuskan untuk merintis usaha ini, mereka terbiasa untuk membuat orderan sendiri-sendiri dengan produk dan target market yang berbeda.

Namun, walaupun usaha mereka hanya dirintis berdua dan mengandalkan alat-alat rumahan saja, kualitas produk mereka patut disamakan dengan tingkatan medium to high class. Itu karena mereka selalu menjaga kualitas bahan produk. walaupun kerap kali mengadakan promo, mereka tetap mengutamakan kejujuran.

Foto produk yang ditampilkan di sosial media adalah produk sama dengan yang mereka jual dengan tidak mengurangi Bahan baku dalam proses produksi sama sekali. Dengan begitu, pelanggan pun merasa tak dibohongi oleh foto semata.

Seperti halnya bisnis lainnya, usaha Masakan Ibu Tutu ini juga pernah mengalami masalah, yakni saat naiknya harga bahan baku.

“Ada beberapa produk bahan baku yang kenaikan harganya itu tidak diiringi dengan bertahannya kualitas. Karena harganya itu naik terus. Kadang agak bingung juga sih. kenaikan harga bahan baku ini nggak bisa kita barengi dengan kenaikan harga jual. Karena kan dikondisi pandemi seperti ini kita juga menjaga supaya customer tetap setia dengan produk buatan kita.” Ujar Bu Nina.

“Namun, kami tetap bersyukur dengan apa yang sudah kami jalani. Walaupun sebenernya belum bisa dibilang besar, tapi alhamdulillah usaha ini bisa bertahan di tengah kondisi pandemi seperti ini. Usaha kami masih terus produksi hampir tiap hari dan bahkan mendapatkan customer-customer baru setiap harinya.”tambah Bu Tutu.

Tak Ragu tuk Mulai Suatu Hal Baru

Saat ini, promosi produk Masakan Ibu Tutu ini dilakukan melalui via sosial media, seperti via Instagram dan WhatsApp. Waktu awal peluncuran, mereka menggunakan jasa promosi dari foodies di Instagram. Namun selebihnya promosi dilakukan mengikuti alur saja, entah itu story by story, post by post, atau mouth to mouth. Postingan Instagram mereka yang apik nan menggoda selalu membuat netizen tertarik untuk mencoba produk mereka. Kini, followers Instagram akun mereka hampir menembus angka 3000.

Saking suksesnya, pernah suatu kali di tahun 2020, ibu dan anak ini menerima orderan Roti Cocol sebanyak 100 tray sekaligus. Dengan peralatan seadanya yang terbatas, berbekal dengan tekad yang kuat, mereka berhasil menyelesaikan pesanan ini. Terbayar sudah letihnya 29 jam kerja non-stop mereka. Pekerjaan ini melatih mereka untuk selalu bersabar, tekun, dan memiliki manajemen waktu yang baik.

“Kuncinya mengutamakan kejujuran disaat memulai usaha. Terutama dalam hal foto promosi. Seringkali Kami menemukan produknya yang menggunakan foto bagus, namun ternyata hasil buatan orang lain. Produk yang kami terima tidak sesuai dengan ekspektasi, sehingga customer  pun kecewa dan enggan untuk repeat order lagi,” ujar Bu Tutu.

“Untuk kalian yang ingin mulai merintis bisnis, kuncinya harus tekun dan konsisten. Jangan mudah menyerah. Jangan ragu buat memulai sesuatu. Kalau misal ada ide, yaudah langsung eksekusi aja. Kenalkan dulu calon produk kalian ke orang-orang terdekat. Minta pendapatnya, menurut mereka tentang kekurangan produk kamu. Karena kalau orang terdekat biasanya jujur nih. Jadi dari situ kita bisa improve lagi produknya sebelum kita lepas ke pasaran. Jangan ragu untuk mulai suatu hal baru!” tutup Bu Nina di akhir wawancara.

diah cookies

Kisah Inspiratif Diah Cookies yang Konsisten ‘Mengikuti Ombak’ di Era Digital

Perkembangan teknologi digital terutama pada sektor bisnis sangatlah pesat. Tak jarang pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah, gagal mengikutinya dan memilih cara konvensional atau mundur. Namun, tak jarang pula para pelaku UMKM yang justru semakin sukses di era digital seperti saat ini. Salah satunya adalah toko kue kering asal Surabaya, Diah Cookies.

Diah Cookies merupakan industri kue kering rumahan yang telah memulai perjalanannya secara online dan semakin sukses sejak pandemi hingga meraih omset ratusan juta rupiah. Berikut ini kisah dari Diah Cookies yang berhasil memaksimalkan pemanfaatan platform digital untuk meraih keuntungan.

Berawal dari Hobi Menjadi Sumber Pendapatan

Memiliki hobi yang dapat menjadi sumber pendapatan adalah impian semua orang. Ibu Diah Arfianti adalah salah satu yang berhasil mewujudkannya melalui toko kue kering miliknya, Diah Cookies.

Sejak 2001, Ibu Diah mulai memasarkan kue kering buatannya untuk mendapatkan penghasilan tambahan di setiap momen menjelang lebaran. Namun, sejak sang suami terkena PHK pada tahun 2012, Ibu Diah memutuskan untuk mulai menjual kue kering tidak hanya saat momen lebaran saja, mengingat penjualan kue kering miliknya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

“Karena tiap tahun penjualan kue kering saya kan ada peningkatan, akhirnya saya coba jual kue kering ini setiap hari, enggak hanya lebaran,” ujar Ibu Diah.

Setelah memutuskan untuk fokus menjual kue kering setiap hari, Ibu Diah juga mulai fokus mengikuti pelatihan branding, product value, packaging, hingga digital marketing melalui Komunitas Pahlawan Ekonomi. Pelatihan-pelatihan tersebut membuktikan keseriusan Ibu Diah untuk membangun usaha kue kering miliknya secara online.

Berinovasi Tidak Hanya Pada Varian Rasa, Tapi Juga Strategi Marketing

Ketika berbicara mengenai inovasi, Ibu Diah mengatakan bahwa Diah Cookies fokus berinovasi pada varian rasa kue. Awalnya, Diah Cookies hanya menyediakan 3 varian, yakni kastengel, choco chip, dan putri salju. Tapi, kini, terdapat 23 varian kue kering yang dapat dipilih oleh pelanggan.

 

Diah Cookies

 

Selain varian kue kering, Diah Cookies juga terus berinovasi pada strategi pemasaran dimana Diah Cookies berusaha mengedukasi para pelanggan bahwa kue kering tidak hanya bisa dikonsumsi saat lebaran, tapi juga di hari-hari lainnya.

“Kalo secara produk dan packaging, (kami) sudah siap. Tapi cara marketingnya itu yang harus diinovasi untuk mengedukasi orang lewat konten supaya makan kue kering enggak perlu menunggu lebaran,” jelasnya.

Toko Offline Sebagai Bentuk Branding

Diah Cookies yang mengawali perjalanannya melalui penjualan online kini telah memiliki satu toko untuk penjualan offline dan juga branding. Menurut Ibu Diah, memiliki toko offline adalah salah satu bentuk branding yang ia dapatkan melalui pengalaman ketika belum memiliki toko dan hanya memanfaatkan teras rumah untuk kegiatan produksi.

“Waktu itu ada tender buat bikin hampers. Secara rasa udah cocok sama kita. Harganya juga masuk. Tapi ketika mereka dateng, mereka tidak percaya kalau kita bisa memproduksi sesuai dengan pesanan mereka. Saya sudah meyakinkan tapi sepertinya mereka enggak trust karena kelihatannya hanya usaha rumahan,” katanya.

Sejak saat itu, Ibu Diah bertekad untuk membangun toko offline agar ia dapat meraih trust dari para pelanggan dan juga untuk menyamakan target pasar Diah Cookies. Kini, rencananya telah terlaksana dan ia senang dengan dampak yang dihasilkan.

 

Diah Cookies

“Kalo jualan kita bisa melakukannya melalui online. Tapi, toko offline ternyata bisa membentuk persepsi dan membangun branding kita lebih bagus. Jadi, orang lebih trust kepada kita,” lanjutnya.

‘Mengikuti Ombak’ Perkembangan Platform Digital

Perkembangan platform digital memang cukup pesat belakangan ini. Alih-alih tertinggal, Diah Cookies ternyata telah mencicipi sebagian besarnya. Sejak 2006, Ibu Diah telah mulai berjualan kue kering melalui platform digital Facebook dan BBM.

Seiring dengan banyak munculnya media sosial lain yang mendukung penjualan online, Diah Cookies pun terus memanfaatkannya. Mulai dari Instagram, WhatsApp, Facebook, hingga Google Business. Bahkan, 70 hingga 80 persen penjualan ia dapatkan dari media sosial.

 

“Kita lebih banyak pakai media sosial. Dari 2006 itu jualan di Facebook dan BBM. BBM udah enggak ada, kita pakai WhatsApp. Ada Instagram, kita ikutan. Sekarang ada TikTok ya udah kita mulai bangun TikTok. Jadi kita mengikuti ombak aja. Mengikuti era.”

Kemudian, Diah Cookies juga telah membangun website yang untuk sementara waktu hanya sebagai branding dan belum dikelola untuk menghasilkan.

Selain media sosial, Diah Cookies juga tak lupa memanfaatkan software akuntansi dan kasir digital untuk memudahkan aktivitas operasional bisnis.

Kreatif dalam Mengatasi Masalah Permodalan

Modal adalah kendala yang cukup sering terjadi bagi para pelaku usaha, bahkan usaha yang sudah besar sekalipun. Diah Cookies juga kerap tersendat dalam hal permodalan, khususnya pada momen-momen menjelang lebaran dimana pesanan akan jauh lebih banyak.

Untuk mengatasinya, Ibu Diah telah mencoba berbagai cara, mulai dari mengambil pinjaman kepada bank hingga membuat program untuk reseller.

“Sudah beberapa tahun belakangan ini kita bangun sistem berupa program untuk reseller. Nah itu lumayan buat modal saya bikin kue kering. Tapi ternyata ada kendala. Abis itu berubah lagi (programnya). Jadi, kita mempelajari kalau suatu program dijalankan itu plus minusnya apa,” ujarrnya.

Setelah beberapa kali melakukan trial and error, akhirnya Ibu Diah menemukan satu program yang cocok, yaitu pembelian 40 lusin kue kering oleh reseller di empat bulan menjelang lebaran akan mendapatkan diskon sebesar 17 ribu rupiah per toples, free ongkir ke Surabaya dan sekitarnya, dan free 1 gram emas Antam.

Meskipun keuntungannya lumayan berkurang, namun ia senang karena dengan skema tersebut, ia bisa mendapatkan modal untuk lebaran dan reseller-nya bisa mendapatkan banyak keuntungan.

Dengan bantuan program-program tersebut, Ibu Diah kini tidak perlu mengambil pinjaman untuk modal. Meski begitu, memurutnya meminjam uang untuk modal adalah hal yang normal. Namun, terdapat tiga hal yang perlu dipastikan sebelum meminjam modal menurut keterangan Ibu Diah.

“Meminjam uang untuk modal itu sah-sah aja. Intinya nomor satu itu harus disiplin. Lalu, pinjam modal itu benar-benar harus buat usaha. Terakhir, harus bisa mengukur kemampuan.”

Konsisten adalah Kuncinya

Sejak pertama kali memutuskan untuk fokus menjual kue kering secara rutin pada tahun 2012, Diah Cookies telah banyak mengalami perkembangan. Ibu Diah mengakui bahwa itu adalah hasil dari dirinya yang konsisten dalam segala hal. Konsisten dalam mutu kualitas produk dan konsisten dalam mempromosikannya. Meskipun konsisten memang terlihat mudah, namun nyatanya tak semua orang bisa melakukannya. 

Bahkan, ketika omset kue keringnya sedang turun, Ibu Diah selalu menyiapkan suatu produk pendamping untuk sementara ia jual, salah satunya adalah produk sambal. Kemudian, ia akan mengarahkan para adminnya untuk sekalian menawarkan kue kering apabila ada yang membeli produk sambalnya.

“Saya setiap hari enggak pernah enggak posting. Kuncinya jualan di online itu bagaimana supaya orang tetap melihat kita. Ketika sudah melihat kita, mereka akan mengingat. Ketika telah ingat dan mereka butuh, mereka akan beli produk kita,” katanya.

Itulah yang menjadi dasar bagi Ibu Diah untuk tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa posting konten di media sosial, bahkan ketika omset kue keringnya sedang turun. Cara itu juga bisa membuat tokonya terlihat aktif dan membangun kepercayaan para pembeli.

Turut Membantu Pelaku Usaha Lain untuk Go Digital

Tidak hanya fokus membangun usahanya sendiri, Ibu Diah juga turut membantu pelaku usaha di sekitarnya untuk mulai go digital melalui kelas-kelas di komunitas. Menurutnya, masih banyak sekali pelaku UKM yang takut untuk belajar memahami teknologi. Padahal, ketakutan itu hanya akan membatasi diri sendiri dari berkembang.

Ia pun berpesan untuk para pelaku usaha di luar sana agar berani mencoba dan jangan takut karena semua usaha itu memang harus ada perjuangannya.

“Saya aja umur segini harus belajar TikTok itu kan agak sulit ya. Tapi kan saya harus bisa. Mau laku apa enggak? Intinya kembali lagi kepada kita.”

Dari kisah Ibu Diah dalam membangun bisnis kue keringnya, Diah Cookies, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Salah satunya adalah terus belajar dari waktu ke waktu. Entah itu belajar memahami teknologi yang berkembang pesat atau belajar dari pengalaman pahit sekalipun.

brookies

Kisah Sukses Brookies.co Jalani Bisnis Kuliner Melalui Platform Digital

Pandemi COVID-19 menjadi momen pahit bagi hampir semua orang. Namun bagi Salsa Wigati, pandemi yang terjadi di tahun 2020 ini menjadi peluang manis untuk mendirikan bisnis kukisnya, Brookies.co.

Melalui platform digital, perempuan asal Bandung ini mampu meraup hingga puluhan juta tiap bulannya. Bagaimana kisah sukses salsa Wigati membangun Brookies.co di tengah pandemi? Simak ceritanya di sini!

Bisnis yang Dimulai dari Hobi

Pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang berawal dari hobi. Mungkin itu yang saat ini dilakukan oleh Salsa Wigati, sosok dibalik suksesnya toko soft cookies, Brookies.co.

Ia menceritakan bahwa kisah manis Brookies.co diawali dari hobinya yang memang menggemari aktivitas baking yang hasil kreativitasnya dibagikan kepada teman-temannya.

“Awalnya emang suka baking salah satunya soft cookies ini. Hasilnya pun Saya kirim ke teman-teman dan dapet respon positif. Mereka juga coba encourage Saya untuk berjualan”, katanya.

Tidak takut gagal karena melihat banyaknya bisnis yang mulai bertumbangan karena pandemi, Salsa melihat hal tersebut dari sudut pandang berbeda dan menjadikannya sebagai peluang.

Akhirnya di Maret 2020, artisan soft cookies ini pun memberanikan diri untuk membuka toko pertamanya melalui media sosial yang diawali dengan sistem pra-pesan atau pre-order.

Respon positif pun tidak hanya diterima dari teman-temannya. Soft cookies buatannya juga mendapatkan respon positif dari banyak pelanggan dan membuat Brookies.co mejadi sesukses saat ini.

Terus Berinovasi dan Kembangkan Branding

klepon brookies

Tidak bisa dipungkiri, pandemi membuka banyak jalan bagi beberapa orang untuk menciptakan produk homemade salah satunya adalah produk-produk makanan dan minuman.

Makanan ringan seperti kue pun menjadi produk makanan yang paling banyak dijual saat pandemi. Meski begitu, hal tersebut tidak menghalangi Salsa untuk menurunkan tensinya dalam mengembangkan bisnisnya.

Ia mengatakan, bahwa branding dan inovasi menjadi salah satu cara Brookies.co bertahan di tengah kompetisi bisnis F&B saat pandemi.

Salsa mengatakan bahwa salah satu branding soft-cookies buatannya adalah berada pada kualitas produk. Ia bercerita bahwa bahan yang digunakan untuk membuat soft-cookies nya menggunakan produk lokal premium.

Lanjutnya, Ia ingin menunjukkan bahwa kukis terbaik dapat dibuat dengan produk-produk lokal serta sebagai bentuk dukungannya terhadap produk lokal itu sendiri.

Selain dari segi kualitas bahan, keamanan dan sanitasi menjadi kunci penting dalam membangun branding Brookies.co.

Menyadari bahwa saat pandemi orang-orang sangat berhati-hati dan memperhatikan sanitasi, Brookies.co memiliki packaging ekstra di setiap paketnya. Sebelum dibungkus dengan box, setiap cookies dalam paket dibungkus lagi oleh plastik.

Tidak sampai di situ, Salsa mengaku bahwa Ia terus berinovasi dengan rasa. Misalnya, pada musim lebaran dimana saat itu Ia membuat inovasi kukis dengan rasa klepon.

Selain kukis rasa klepon, Salsa juga berinovasi dengan tren di luar kukis. Salah satunya adalah kukis dengan citarasa goguma ppang, roti ubi khas Korea Selatan yang saat itu tengah populer di Indonesia.

“Intinya sih fokus Kita saat ini gimana ketika orang-orang inget soft cookies, terus kepikirannya Brookies, gitu” ujar Salsa.

Manfaatkan Platform Digital jadi Kunci Utama

Salah satu alasan mengapa banyak produk makanan rumahan yang dibuat oleh pelaku UMKM berkembang saat pandemi adalah adanya platform digital.

Salsa mengaku, langkah awal Brookies.co bisa berkembang adalah melalui platform media sosial Instagram, TikTok, layanan pesan-antar makanan daring dan juga e-commerce marketplace.

“Di awal Kita jual soft-cookies itu dari Instagram dan langsung dapet antusias yang lumayan gede”, katanya.

Ia pun mengaku memanfaatkan berbagai fitur yang ada di media sosial seperti Instagram Ads dan rajin membuat konten melalui media sosial tersebut.

Melalui Instagram dan TikTok, Salsa kerap bercerita pembautan di balik soft-cookies nya. Ia pun kerap membagikan visual produknya dan bercerita terkait rasa baru, bahan, hingga hal-hal relate yang berhubungan dengan audiens media sosialnya.

Sadar usahanya semakin berkembang, akhirnya pada Juli 2020 Brookies.co bergabung dengan salah satu e-commerce marketplace dan bergabung ke dalam kampanye yang dikembangkan platform tersebut. 

Melalui kampanye itu, Salsa mengaku sempat menerima 70 paket pesanan dalam 1 jam.

Baginya, menjalankan bisnis dengan merambah platform digital merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan bagi siapa pun yang ingin memulainya.

“Dulu modal yang dikeluarin bahkan gak banyak, di bawah Rp5 juta. Dari situ Kita bisa manfaatin modal yang ada dan coba fitur-fitur yang dikasih sama platform digital”, ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa dengan teknologi saat ini, siapa pun bisa memulai bisnis dengan modal yang kecil.

Bahkan dengan memanfaatkan fitur-fitur dari media sosial dan platform digital lain, bisnis pun masih bisa dimulai tanpa harus mengeluarkan modal yang besar.

Ingin Merambah Pasar Offline

Meski dimulai dengan bisnis online, Salsa pun memiliki keinginan untuk merambah pasar offline. “Dimana-dimana kan saat ini orang dari offline ke online, Kita sebaliknya” Ujarnya.

Keinginan Salsa pun perlahan mulai terwujud. Saat ini Brookies.co mulai merambah pasar offline dengan mengikuti event-event atau membuka stand di beberapa tempat di kota Bandung.

Pandemi dan Geliat Bisnis F&B Rumahan secara Daring

Usaha makanan dan minuman di tengah pandemi merupakan anomali yang wajar saja terjadi. 

Menurut salah satu peneliti makanan di Indonesia, Kevindra Soemantri, maraknya bisnis makanan dan minuman saat pandemi muncul karena ada kekosongan waktu ketika bekerja dari rumah atau bahkan di-PHK.

Orang cenderung menemukan hobi baru salah satunya memasak. Bisnis makanan juga dianggap lebih mudah dikerjakan dan merupakan cara tercepat untuk mendapatkan penghasilan.

Ditambah, karena orang cenderung di dalam rumah, keinginan Mereka untuk mengonsumsi sesuatu jadi lebih besar.

Selain itu, karena Mereka tidak bisa membeli bahan makanan sendiri karena tidak bisa keluar, Mereka pun akan membeli makanan yang siap disajikan melalui layanan daring. Oleh karena itu, Kevindra menyebut fenomena ini sebagai Recreational Food Branding.

Seakan mendukung argumen tersebut, peneliti UGM Center of Economic Democracy Studies, Prof. Catur Sugiyanto menyatakan bahwa bisnis makanan dan minuman UMKM memang memiliki peluang bertahan yang lebih besar dibanding bisnis lain.

Menurutnya, penghasilan masyarakat yang menurun akibat pandemi membuat orang-orang beralih ke pasar yang lebih kecil salah satunya UMKM.

Selain itu, menurutnya ada dua poin penting yang harus diperhatikan oleh para pelaku UMKM makanan dan minuman agar bisa berkembang ketika pandemi yaitu pemasaran digtial dan juga sanitasi.

Pernyataan tersebut pun didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM UI). Menurut laporan tersebut digitalisasi membuat 7 dari 10 UMKM merasakan adanya peningkatan volume penjualan. Melalui digitalisasi, nilai transaksi produk makanan dan minuman meningkat hingga 106%

Meski begitu, tidak semua pelaku UMKM mampu memanfaatkan peluang dari digitalisasi ini. Menurut sebuah penelitian, terdapat 34% pelaku UMKM belum mampu menggunakan internet dan kurang memiliki pengetahuan untuk menjalankan usaha secara online.

Inovasi dan kegigihan Salsa dalam menjalankan usaha Brookiesnya bisa jadi inspirasi Anda untuk memulai bisnis. Kapan giliran Anda?