Tag Archives: BlackRock

Grup GOTO dirumorkan membatalkan kesepakatan untuk mengumpulkan dana segar melalui penerbitan obligasi konversi senilai $500 juta

GOTO Dirumorkan Batal Terbitkan Convertible Notes Senilai 7 Triliun Rupiah

Grup GOTO dirumorkan membatalkan kesepakatan untuk mengumpulkan dana segar melalui penerbitan obligasi konversi senilai $500 juta (lebih dari 7 triliun Rupiah). Menurut sumber Bloomberg, GOTO meninggalkan kesepakatan tersebut selama berbulan-bulan karena memfokuskan perhatiannya untuk mencapai target profitabilitas.

Sumber juga menyampaikan, sebelumnya target dana yang diincar GOTO adalah $1 miliar namun diturunkan hingga setengahnya, hingga akhirnya membatalkan pembicaraan tersebut dengan calon investor. Nama-nama investor yang telah aktif berdiskusi dengan GOTO, di antaranya BlackRock, PAG, dan IFC.

“Penyedia transportasi dan e-commerce Indonesia tersebut akhirnya memutuskan untuk tidak menjual utang karena khawatir akan mengirimkan pesan yang bertentangan kepada investor,” tulis Bloomberg.

Sebelumnya, manajemen GOTO telah memberi tahu investor bahwa kas dan setara kasnya — sebesar Rp29 triliun ($2 miliar) pada akhir 2022 — cukup untuk mencapai arus kas operasi positif tanpa tambahan dana eksternal.

Bila kabar ini benar, kesepakatan yang dibatalkan ini menandai perubahan yang tidak biasa bagi GOTO, yang sebelumnya sangat bergantung pada investasi eksternal untuk mendanai operasionalnya yang merugi.

Jalan menuju profitabilitas

Setelah menikmati dana murah selama bertahun-tahun, GOTO — dan perusahaan teknologi lainnya di Asia Tenggara, Grab Holdings Ltd. dan Sea Ltd. — menyeimbangkan efek pengambilan utang di era kenaikan suku bunga.

Pada Maret 2023, Grab mengatakan telah membayar utang $600 juta sebelum jatuh tempo pada tahun 2026, sementara Sea membeli kembali sekitar $800 juta convertible senior yang jatuh tempo pada tahun 2026.

Seperti rekan-rekan regionalnya, GOTO mencoba meyakinkan investor tentang potensi keuntungannya setelah sahamnya kehilangan lebih dari 70% sejak penawaran umum perdana di Indonesia pada 2022 lalu.

Dalam rangka mengurangi pengeluaran, perusahaan memangkas 600 karyawan pada Maret 2023, menambah 1.300 posisi yang dihentikan pada 2022. Pengurangan tersebut membantu menurunkan biaya tetap bulanan sekitar 20% pada bulan Januari dan Februari 2023, dan memangkas pengeluaran pemasaran. Pada Februari 2023, GOTO memajukan target profitabilitasnya setahun, jadi akhir 2023 ini.

Sebelumnya, Direktur Utama Grup GoTo Andre Soelistyo menyampaikan target ini akan membawa perseroan semakin mendekati arus kas operasional positif. Hal ini merupakan hasil dari rencana strategis GOTO, meliputi optimisasi pendapatan (revenue optimization), pengelolaan beban usaha (cost management), serta pengembangan produk dan layanan berbasis ekosistem terintegrasi (ecosystem product growth).

“Perseroan harus menempuh langkah baru yang memprioritaskan profitabilitas secara berkesinambungan di atas pertumbuhan pesat. Hal ini dicapai dengan terus melakukan inovasi produk yang memastikan terciptanya nilai jangka panjang bagi GoTo dan para pemangku kepentingan,” katanya dalam keterangan pers.

Kinerja keuangan GOTO di 2022

Mengutip dari laporan keuangan perusahaan secara full year 2022, rugi bersih GOTO tembus Rp40,4 triliun, naik hingga 56% secara tahunan dari sebelumnya Rp25,9 triliun. Dari sisi GTV tumbuh 33% menjadi Rp613 triliun, menghasilkan kenaikan pendapatan bruto sebesar 35% menjadi Rp22,93 triliun.

Dijabarkan lebih lanjut, ada tiga alasan mengapa pertumbuhan pendapatan malah menghasilkan kenaikan rugi bersih:

1. Kerugian akibat penurunan nilai goodwill

Dalam laporan keuangan disebutkan kerugian akibat penurunan nilai goodwill sebanyak Rp11 triliun. Beban ini tidak muncul dalam kinerja GOTO pada 2021 dan baru muncul pada kinerja 2022. Nilai goodwill ini merupakan hasil dari bergabungnya Gojek dan Tokopedia pada 2021. Hasil dari penggabungan tersebut menghasilkan selisih angka yang mencerminkan nilai wajar dan nilai pasar perusahaan pada saat itu.

2. Adjusted EBITDA tumbuh positif

GOTO mencatatkan adjusted EBITDA minus Rp3,21 triliun pada, lebih baik hingga 52% dari sebelumnya minus Rp6,5 triliun. Bila dirunut tiap kuartal, adjusted EBITDA GOTO terus membaik. Beberapa riset sekuritas meyakini bahwa GOTO bisa mencapai adjusted EBITDA positif sesuai dengan target dari manajemen.

3. Pendapatan tumbuh signifikan

GOTO mencatatkan nilai transaksi bruto (GTV) sebesar Rp613 triliun, atau tumbuh 33% secara tahunan. Dari GTV tersebut, pendapatan bruto yang diraih sebesar Rp22,9 triliun, tumbuh 35%. Setelah dikurangi beban promosi kepada pelanggan, pendapatan bersih mencapai Rp11,3 triliun, naik 120%.

Berikutnya, pendapatan bersih tersebut dikurangi beban pokok pendapatan serta beban penjualan dan pemasaran menghasilkan margin kontribusi sebesar minus Rp6,33 triliun, 28% lebih baik dibandingkan setahun sebelumnya yang tercatat minus Rp8,879 triliun.

Minus dari margin kontribusi terendah terjadi pada kuartal IV-2022 dengan nilai hanya minus Rp600 miliar atau Rp0,6 triliun. Dengan demikian GOTO semakin mendekati margin kontribusi positif yang ditargetkan tercapai pada kuartal IV 2023.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Traveloka mengumumkan penerimaan fasilitas pendanaan berbentuk pinjaman sebesar $300 juta dari Indonesia Investment Authority (INA), BlackRock, Allianz Global Investors

Traveloka Terima Fasilitas Pinjaman 4,5 Triliun Rupiah, Salah Satunya dari Indonesia Investment Authority

Traveloka mengumumkan penerimaan fasilitas pendanaan berbentuk pinjaman sebesar $300 juta (lebih dari 4,5 triliun Rupiah) dari berbagai investor, di antaranya Indonesia Investment Authority (INA), BlackRock (melalui dana kredit privat yang dikelola), Allianz Global Investors, Orion Capital Asia, dan lembaga keuangan global terkemuka lainnya.

Traveloka akan memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk mendukung bisnis perjalanan pasca-pandemi yang diprediksi akan bounce back. Putaran pendanaan ini diklaim telah menarik minat yang signifikan dari sejumlah penyedia modal jangka panjang berkualitas tinggi, sehingga terjadi kelebihan permintaan.

Masing-masing perwakilan investor turut memberikan pernyataan resminya yang disebarkan pada hari ini (29/9). Salah satunya CEO INA Ridha Wirakusumah, ia menyampaikan dalam rangka mendukung sektor perjalanan dengan kemudahan dan akses yang tak tertandingi, agen perjalanan online (OTA) telah mengubah lanskap industri selama pandemi. Misalnya, peran OTA dalam pemesanan bruto pariwisata Indonesia saat ini meningkat dari 24% menjadi 33% pada tahun 2021, dengan harapan mencapai 36% pada tahun 2024.

“Kami percaya bahwa Traveloka adalah champion nasional dan regional Indonesia, serta merupakan katalis utama menuju digitalisasi perjalanan dan akomodasi di Indonesia dan kawasan. Investasi bersama ini dapat memungkinkan Traveloka untuk memperdalam kepemimpinannya dan menciptakan nilai bagi seluruh ekosistem perjalanan,” ucap Ridha.

Co-founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi turut menambahkan, pihaknya sangat senang dengan bergabungnya pada pemodal dalam kelompok investor yang memiliki komitmen yang sama dan yakin pada visi Traveloka untuk memenuhi aspirasi perjalanan dan gaya hidup pengguna.

“Bisnis kami terus mengalami peningkatan dan industri pariwisata kembali bangkit dari pandemi. Pendanaan ini memberi kesempatan bagi kami untuk memperkuat neraca kami dan memungkinkan kami untuk terus fokus pada bisnis utama, sekaligus membangun bisnis masa depan,” kata Ferry.

Pada Juli kemarin, Traveloka juga dikabarkan menerima komitmen investasi dari PTT Oil and Retail Business (OR) melalui anak perusahaannya, PTTOR International Holdings Singapore. Investasi tersebut merupakan langkah besar bagi OR untuk berekspansi ke sektor perjalanan dan berusaha menjadi solusi satu atap untuk semua gaya hidup.

Tentang INA

Adapun INA merupakan lembaga pengelola investasi (sovereign wealth fund) yang didirikan pemerintah pada 2021. Lembaga ini diberi mandat untuk meningkatkan investasi guna mendukung pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. INA telah mendapat modal dari pemerintah sebesar Rp75 triliun, terdiri dari tiga kali suntikan.

Sektor yang diincar INA paling utama adalah infrastruktur, supply chain dan logistik, infrastruktur digital, investasi hijau, healthtech, fintech, consumer, dan tourism.

Sepanjang tahun lalu, INA berhasil menyelesaikan 11 kesepakatan investasi, 4 Head of Agreement (HoA), dan menerbitkan 16 Letter of Intent (LOI)/Non-Binding Offer(NBO). Secara keseluruhan INA berhasil menjaring komitmen investasi dari berbagai investor global senilai lebih dari Rp300 triliun untuk sektor transportasi, logistik, kemaritiman, hingga infrastruktur digital.

Berdasarkan laporan keuangannya, INA berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp231,2 miliar, peningkatan total aset dan ekuitas menjadi masing-masing Rp79,2 triliun dan Rp79,1 triliun.

Di bidang infrastruktur digital, INA menjadi anchor investor saat IPO Mitratel, anak usaha Telkom, pada November 2021. Masuknya Traveloka turut meramaikan portofolio INA di bidang tourism.

INA sendiri dipimpin oleh veteran di industri finansial, baik lokal maupun multinasional. Ridha sebelumnya adalah bankir, menjabat sebagai Direktur Utama Bank Permata, Head of Indonesia KKR & Co., dan Direktur Utama Bank Maybank Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Perusahaan investasi terbesar di dunia BlackRock disebut termasuk nama baru di jajaran investor Go-Jek

Perusahaan Investasi Terbesar di Dunia BlackRock Disebut Terlibat Pendanaan untuk Go-Jek

Go-Jek kembali menjadi bahan pemberitaan setelah Reuters menyebutkan bahwa di putaran pendanaan senilai total $1,5 miliar (lebih besar dari dari target awal $1,2 miliar) yang kini sedang diburunya, muncul nama BlackRock yang merupakan perusahaan investasi terbesar di dunia. Valuasi Go-Jek disebut kini sudah mencapai $5 miliar (sekitar 68 triliun Rupiah) dan makin mendekati valuasi pesaing terdekatnya, Grab.

Dalam sebulan terakhir, Google, Astra International, dan Blibli (Global Digital Niaga) memastikan pihaknya berinvestasi ke Go-Jek. Kini BlackRock disebut-sebut ikut berpartisipasi untuk layanan on-demand Indonesia ini. Selain ketiga perusahaan tersebut, juga turut serta dalam pendanaan ini Tencent, JD.com, Meituan-Dianping, dan Temasek.

Tidak disebutkan berapa jumlah yang dikucurkan BlackRock untuk Go-Jek, tetapi sumber Reuters menyebutkan nilainya mencapai $100 juta (lebih dari 1,3 triliun Rupiah). BlackRock adalah perusahaan investasi dengan dana kelolaan terbesar di dunia dengan total aset mencapai $6,28 triliun (hampir 86 ribu triliun Rupiah) per Desember 2017. Aset BlackRock ini disebut lebih besar dari bank di belahan bumi manapun.

Menariknya, rekor investasi BlackRock menunjukkan pihaknya telah berinvestasi di Uber tahun 2014 dan DiDi di tahun 2016. Ini artinya mereka sangat percaya bahwa bisnis on-demand, khususnya di sektor transportasi, bakal menunjukkan imbal balik yang berprospek tinggi dalam jangka panjang.

Go-Jek sendiri tahun ini akan melancarkan kampanye besar-besaran untuk penggunaan platform pembayaran Go-Pay dan berencana untuk berekspansi ke negara tetangga, yang dimulai dari Filipina.

Application Information Will Show Up Here