Industri e-commerce di Asia Tenggara telah tumbuh begitu pesat dengan tingkat transaksi yang selalu berlipat ganda tiap tahunnya. Inovasi di berbagai sisi dilakukan demi meningkatkan kepuasan konsumen, sekaligus untuk efisiensi.
Di satu sisi, inovasi yang dilakukan industri logistik belum bisa menyamai. Padahal industri ini adalah salah satu ekosistem pendukung e-commerce dengan peran yang vital karena berkaitan penuh dengan unsur efisiensi.
Lalamove mengambil peluang tersebut dengan menjadikan diri sebagai on demand logistik, mengangkat teknologi sebagai DNA. Alhasil, memosisikan Lalamove untuk mitra perusahaan yang ingin mengedepankan kecepatan layanan kepada konsumen tanpa harus berinvestasi di segmen yang mereka kurang mengerti.
Dalam diskusi singkat di Echelon Asia Summit 2019 pada akhir bulan lalu, Managing Director of International Lalamove Blake Larson memaparkan berbagai hal yang bisa dipetik lewat ekspansinya di Asia Tenggara. Bagaimana perusahaan menjembatani semua kebutuhan yang terfragmentasi di tiap negara.
“Kami sangat ingin memberdayakan usaha lokal yang sudah mereka kuasai. Lalamove menjadi mitra saat mereka ingin mengembangkan bisnisnya. Jadi saat musim puncak, mitra tidak ada armada yang mencukupi, kami bisa bantu,” terang Larson.
Lalamove memiliki armada terlatih yang bisa membantu mitra mengatur dan melakukan pengiriman sesuai kebutuhan dengan berbagai moda. Larson menyebut perusahaan sudah berdiri sejak 2013 di Hong Kong. Lalu ekspansi ke berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia, Singapura, Taiwan, Cebu, India, dan Tiongkok.
Di Indonesia, Lalamove baru meresmikan kehadirannya pada akhir tahun lalu. Secara total Lalamove hadir di lebih dari 150 kota di Asia Pasifik, dengan total armada lebih dari 2 juta dan 15 juta konsumen terdaftar. Perusahaan telah menyandang status unicorn berkat pendanaan yang diterima Seri D senilai US$300 juta pada awal tahun ini.
Teknologi sebagai DNA perusahaan
Lalamove membedakan diri dengan perusahaan logistik pada umumnya karena sepenuhnya menggunakan teknologi. Larson menjelaskan sebagai perusahaan dengan pertumbuhan yang pesat, salah satu tantangan yang dihadapi adalah memastikan sisi permintaan armada selalu terpenuhi seiring bertambahnya jumlah konsumen.
Di saat yang sama, juga memastikan bagaimana Lalamove bisa tetap memberikan pengalaman terbaik untuk para pengguna dan pengemudinya. Oleh karena itu, perusahaan sangat bergantung pada data untuk mengintegrasikannya melalui API.
Dia mencontohkan, berdasarkan variasi rute perjalanan yang diambil pengemudi, perusahaan bisa memberikan rekomendasi rute terbaik untuk pengiriman tercepat. Atau merekomendasikan pengemudi yang tepat apabila ada kebutuhan khusus dari mitra.
“Teknologi memungkinkan kita untuk memberikan pengalaman seamless dan serba otomatis, pengguna dan pengemudi dapat mengirim dan menerima permintaan pengiriman yang nyaman, tahu persis berapa biayanya dan membayarnya melalui berbagai opsi pembayaran.”
Isu ini terjadi di India. Saat melakukan riset di lapangan, ternyata kompetisi logistik di sana begitu tinggi karena tidak ada pengemudi yang secara khusus melayani suatu perusahaan. Mereka berkumpul dan menunggu pesanan datang. Apabila hanya ada satu, bisa saling berebut. Sehingga bisa jadi seorang pengemudi tidak mendapat pesanan sama sekali sampai berhari-hari.
Sentuhan manusia selalu dibutuhkan dan paling utama
Larson menekankan perusahaan selalu membutuhkan sentuhan manusia, meski DNA perusahaan berbasis teknologi. Sentuhan manusia ini berdampak penuh pada retensi pengguna dan pengemudi itu sendiri.
“Meskipun teknologi membantu kami meningkatkan efisiensi operasional dan bisnis, sentuhan manusia masih penting ketika berbicara cara meningkatkan pengalaman pengguna.”
Pengalaman online baik melalui API, aplikasi atau lainnya hanya memiliki porsi 10%. Sementara 90% sisanya secara offline terletak di sisi pengemudi dan pengguna. Hal ini mengakibatkan dari sisi inovasi cukup kontras, perusahaan lebih banyak menggunakan pendekatan branding dengan menempelkan banyak stiker di armada mereka.
Strategi ini dianggap lebih jitu karena bisa menangkap konsumen yang dibidik, daripada beriklan di situs online. Strategi tersebut dilakukan perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya di Tiongkok. Disebutkan ada lebih dari 400 ribu armada yang memasang stiker Lalamove.
Penyesalan memilih Singapura daripada Indonesia
Larson ditanya mengenai penyesalan apa saja yang dia harapkan bisa diperbaiki untuk Lalamove, menariknya dia menjawab bahwa dirinya menyesal lebih memilih Singapura daripada Indonesia sebagai negara kedua ekspansinya.
Pada awal berdiri, perusahaan berupaya untuk ekspansi dengan cepat. Namun pemilihan negara lebih dikarenakan kompetitor dengan model bisnis yang sama menyasar negara-negara tersebut.
“Kami masuk ke Singapura sebagai negara kedua. Saya berharap [seharusnya] ke Indonesia lima tahun lalu, bukan Singapura karena di sini tidak ada [masalah] apa-apa. Ini seperti negara dengan pangsa pasar terbesar melawan yang kecil.”
Meskipun demikian, dari seluruh negara yang kini sudah dimasuki Lalamove, Manila menjadi kota yang paling menguntungkan. Pertumbuhan di sana berkali-kali lipat lebih cepat dari kota lainnya, malah diklaim perusahaan sudah meraup untung daripada di Singapura.
Pencapaian lainnya, seperti di Bangkok, Lalamove menjadi pemain terdepan untuk pengiriman kurir makanan. Dari pencapaian tersebut, perusahaan banyak memiliki mitra restoran yang mengandalkan armada Lalamove untuk mengirim pesanan ke konsumen.
Sebagai unicorn, Lalamove tentunya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk monopoli pasar Asia Tenggara. Namun Larson lebih memilih untuk memberikan lebih banyak pilihan untuk konsumen. Kunci memenangkan pasar di sini bukan perang harga memberikan harga termurah, tapi dengan memberikan kualitas.
“Kuncinya adalah memberikan harga yang kompetitif dan menambahkan banyak value. Bagi pemilik bisnis, bukan hanya soal dapat diandalkan, transparan, dan aman. Kami memberikan tim yang khusus didedikasikan untuk mereka.”
Terlebih, dalam industri logistik ada banyak jenis pengiriman tersedia dan kompleks. Yang mana tidak semua jenis tersebut harus dikuasai oleh Lalamove. Seperti pengiriman makanan saja, penanganannya beda dengan mengirim furnitur. Monopoli menurutnya membuat pasar jadi tidak sehat karena konsumen tidak memiliki banyak pilihan untuk membandingkan.