Tag Archives: blue collar marketplace

Bisnis Sampingan 2021

Upaya Sampingan Agar Tetap Relevan untuk Pekerja Kerah Biru

Pekerja kerah biru menjadi lapis pertama yang paling terkena imbas semenjak pandemi. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, ada 29,4 juta orang yang terdampak langsung dari pandemi. Jumlah tersebut termasuk mereka yang terkena PHK dan dirumahkan tanpa upah.

Alhasil platform manajemen tenaga kerja seperti Sampingan banyak dibutuhkan oleh para pekerja. Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder dan CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi mengatakan jumlah pekerja yang mendaftar di Sampingan naik hingga tiga kali lipat sejak pandemi tahun lalu. Kenaikan ini terjadi secara alami tanpa upaya pemasaran yang maksimal dari perusahaan.

Disebutkan saat ini Sampingan memiliki lebih dari 1 juta mitra pekerja (disebut Kawan Sampingan) yang tersebar di 80 kota dan 150 perusahaan yang memanfaatkan solusi dari Sampingan.

“Selama pandemi menyebabkan pertumbuhan bisnis melambat di berbagai sektor. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan, nah para pekerja ini salah satunya adalah kerah biru yang kita serve. Kita lihat tren kenaikan job seeker yang mendaftar naik tiga kali lipat,” tutur dia.

(ki-ka) Para Co-Founder Sampingan: Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya Putra / Sampingan

Memformalkan manajemen yang administratif

Sejak Sampingan dirintis pada 2018, Sampingan didesain untuk merevolusi manajemen kerah biru yang serba manual jadi lebih formal dengan memanfaatkan teknologi. Wisnu menjelaskan, dari sisi pencari kerja, yang dibutuhkan saat ini lebih dari sekadar sistem pencocokan kerja (job match maker).

Sampingan berupaya untuk memformalkan para pekerja biru dengan proses pekerjaan yang lebih mudah, seperti rekrutmen, pelatihan di tempat kerja, proses penggajian, hingga asuransi kesehatan.

Pun dari sisi perusahaan juga turut menghadapi tantangan, di antaranya efisiensi waktu untuk menentukan kandidat yang cocok, kurangnya tenaga dan waktu untuk mengawasi kinerja pekerja, dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk proses staffing terutama dalam jumlah besar.

Solusi yang disediakan Sampingan saat ini ada tiga jenis; Sampingan Systems berupa SaaS yang memudahkan rekan bisnis dalam mencari/mengelola tenaga kerja mereka; Sampingan Manpower ialah layanan perekrutan dan staffing pekerja untuk memudahkan rekan bisnis untuk memenuhi kebutuhan SDM.

Terakhir, Sampingan Solutions ialah solusi menyeluruh yang dapat dimanfaatkan rekan bisnis, Sampingan akan mengatur seluruh proses dari staffing pekerja, mengatur laju performa pekerja hingga memberikan pelaporan kinerja secara agregat.

“Dari day one, kami fokus menciptakan unit economy di industri yang bisa kita improve dan otomatiskan prosesnya di masing-masing part dengan bantuan teknologi. Jadi kita changing the game of most of these process jadi lebih efisien.”

Pada akhirnya, bagi perusahaan yang ingin mengeskalasi bisnisnya dalam waktu cepat dan butuh pekerja kerah biru dapat memanfaatkan solusi Sampingan.

Dengan seluruh struktur bisnis B2B ini, Wisnu ingin menjadikan Sampingan sebagai perusahaan yang sustainable agar dapat menciptakan lebih banyak dampak untuk pekerja kerah biru.

“Kita selalu melihat objektif bagaimana caranya Sampingan bisa automate proses yang administratif ini, sehingga perusahaan itu tetap fokus pada human approach karena unsur tersebut juga dibutuhkan.”

Beberapa layanan startup Indonesia untuk pekerja kerah biru / DailySocial

Perkembangan bisnis

Dari 150 perusahaan yang menggunakan solusi Sampingan, mayoritas bergerak di logistik dan pergudangan yang mencari pekerjaan untuk kurir, forklift, dan sebagainya; pemasaran lapangan untuk pekerjaan canvasser; riset untuk pekerjaan surveyor dan data collection; layanan pelanggan (customer service); pemasaran berbasis komunitas (crowdsourcing marketing); dan administrasi (back office).

“Semua kandidat ini kita test berdasarkan kebutuhan si perusahaan, ada pertanyaan-pertanyaan yang bisa match dengan kandidat yang tepat. Untuk pekerjaan yang butuh di-interview semua aktivitas bisa dilakukan secara remote di 80 kota. Kami pun enggak ada kantor cabang di sana.”

Wisnu ingin terus menambah jumlah mitra perusahaan yang dapat memanfaatkan solusi Sampingan. Pasalnya, bicara potensi pasar di industri logistik dan pergudangan saja kebutuhan untuk mencari kurir dan tenaga kerja pendukungnya begitu besar, di tengah pesatnya perkembangan e-commerce.

“Banyak dari mitra perusahaan ini mencari minimal dua sampai empat lapangan pekerjaan untuk kerah biru. Misalnya, last mile logistik pasti butuh warehousing dan kurir, juga butuh layanan pelanggan dan administrasi. Kami berdiri sebagai one stop platform karena kita bisa menyediakan full visibility dan transparansi untuk payroll dan sebagainya.”

Demi meningkatkan stickiness, kini Sampingan turut melengkapi fitur untuk pekerja berupa early wage access (EWA) dan asuransi kesehatan (bersama Gigacover). Dengan fitur EWA ini, pekerja dapat mengakses gajinya lebih awal untuk membayar kebutuhan mendadak. Terkait mitra untuk penyediaan EWA ini, Wisnu belum bersedia mengungkapkan identitasnya.

“Karena kami pegang data day to day performance-nya juga, kami bisa meyakinkan perusahaan bahwa kandidat tersebut layak mendapatkan fitur EWA ini. Kami akan terus menambah program tambahan agar tidak hanya perusahaan, tapi juga pekerja yang mendapat benefit yang maksimal.”

Inovasi teranyar lainnya yang sedang dikembangkan perusahaan adalah fitur e-learning untuk membantu pekerja meningkatkan soft skill. Menariknya, Sampingan menghadirkan fitur ini berupa audio. Dalam suatu survei yang diselenggarakan perusahaan, mayoritas pekerja kerah biru ini ada di lapangan dan berpindah-pindah tempat sehingga sulit untuk menyiapkan waktu kosong untuk belajar bila dengan audio visual.

Tema-tema yang disampaikan dalam e-learning, sejauh ini masih bersifat dasar namun penting untuk diketahui. Seperti, syarat-syarat yang dibutuhkan bila ingin menjadi kurir, atau cara menyampaikan informasi yang lebih baik jika ingin menjadi orang pemasar.

“Kami bekerja sama dengan salah satu audio company untuk menyediakan e-learning via audio. Selain karena mereka selalu commuting, platform audio ini jauh lebih ramah kuota,” pungkasnya.

Problematika industri

Menurut sebuah riset, turnover pekerja kerah biru cukup tinggi. Rata-rata di perusahaan mencapai 20%. Turnover mengacu pada keluar masuknya pegawai yang mengisi posisi tertentu. Kondisi ini sebenarnya memberatkan perusahaan, karena dari survei yang sama dikemukakan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi turnover ini tidak murah, bisa mencapai $4,569.

Pekerja kerah biru identik dengan “pekerjaan kasar”. Jenis pekerjaan ini nyaris ada dan dibutuhkan di setiap lingkungan bisnis – ada yang sifatnya temporer, outsource, hingga pekerja tetap. Kecenderungan segmen ini dipenuhi kalangan low skill worker, orang-orang yang memiliki kompetensi minim – umumnya disebabkan karena akses ke pendidikan yang kurang baik. Menurut data BPS, per tahun 2019 kalangan low skill worker mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%.

Rata-rata persentase turn-over pekerja kerah biru / EmployBridge
Application Information Will Show Up Here

Digital Platform for Blue Collar Workers

Blue-collar workers are identical to “rough jobs”. This type of work is quite very available and required in every business environment – some are temporary, outsourced, also permanent. The tendency of this segment is filled with low skill workers, people who have minimal competence – generally due to poor access to education. According to 2019’s BPS data, low-skilled workers dominate the informal sector by 57.27%.

As of the BPS survey, in August 2019, the average informal worker raised 1.4 million for income per month. In some cities, the number is equivalent to the UMR, but in big cities like Jakarta or Surabaya, it is figured far lower the UMR. In fact, the economic gap is indeed a rooted issue in the country.

During the Covid-19 pandemic, they also became one of the most affected groups, especially in the labor-intensive sector or who needed human movements to carry out duties.

International Labour Organization membandingkan data Sakernas 2006 dan 2016 / ILO
International Labour Organization compared Sakernas data of 2006 and 2016 / ILO

Digital startup spots an opportunity

The DNA of digital startups is to produce solutions to specific problems in society. Some founders took the initiative to streamline the gap in blue-collar workers. The innovations are quite diverse, from bridging access between businesses (which require labor) with workers to helping provide instant education that can support their efforts.

Kurniawan Santoso is one of them. He is the Founder & CEO of Job2Go, a job marketplace portal/application that focuses on blue-collar jobs. He said the blue-collar market share which refers to the group of workers with limited and informal skills is the largest segment of the entire workforce population in Indonesia, almost all business sectors. This segment will continue to be the backbone of the economic revival, including driving the post-pandemic economy.

Job2GO service is represented in a marketplace platform based on websites and mobile applications. Employers and prospective workers can meet on the platform. The latest data revealed, they already accommodate 15 thousand users, with 500 companies offering various vacancies. The types of work offered include salespeople, merchandising, SPG, marketing staff, administrative staff, and others.

Steven Chu, Detin Melati, and Komala Surya also realize this opportunity. With a platform called Heikaku, they present a job portal that connects SMEs with workers. Until the first quarter of 2020, they have helped 2 thousand SMEs with more than 8 thousand job advertisements. In the release, Heikaku team said, “The wider opportunity lies in vacancies such as admin, sales, drafter, telemarketing, marketing, SPG and others. About 87% of applicants in Heikaku are high school / vocational high school graduates.”

Beberapa layanan startup Indonesia untuk pekerja kerah biru / DailySocial
Some startup services for blue collar workers in Indonesia / DailySocial

In addition to both marketplaces above, there are other startups with different approaches. There are also Sampingan application and Big Agent. They try to empower day-to-day workers with a variety of outsourcing job opportunities or limited contract work. For example, a work to market something or do a survey to a place. The workers are paid based on the results of performance or called pay per performance.

Challenges to go

Trying to cover this market share with a technological approach is quite reasonable, it does not mean impossible. To date, smartphone penetration has reached the grassroots. Points such as simplification of user experience and user interfaces are crucial in the application development process – in addition to more effort that must be taken by platform managers to find the maximum potential of the workers.

Kurniawan said, “We are trying to educate users to register with the platform by filling in good data. This information is very important to facilitate the process of job search and self-development. And of course, this will facilitate the industry to find out their potential and recruit effectively. This effort is not easy, apart from low awareness, there are also structural constraints such as inadequate devices or poor internet access.”

Other players choose to bring appropriate innovations to help with administrative matters. For example, the AdaKerja platform presents chatbots on the Facebook Messenger platform to help users create a comprehensive CV. CV becomes one of the important aspects for companies to identify potential prospective workers and a sheet to promote themselves through experiences.

It’s an industrial issue

According to a research, the turnover of blue-collar workers is quite high. The average of such companies reached 20%. Turnover refers to the entry and exit of employees who fill certain positions. This is actually burdensome to some companies because from the same survey, it was stated that the costs to overcome this turnover are not cheap, it can reach $4,569.

Rata-rata persentase turn-over pekerja kerah biru / EmployBridge
An average turnover of blue collar workers / EmployBridge

The presence of digital platforms is quite an effort to disrupt the blue-collar employment cycle. The existence of a platform such as a marketplace allows employers to connect directly with prospective workers, there are actually many agencies or labor distribution agencies in this segment.

Using a bureau means there are more budget to spend, or sacrificing the potential for more revenue from the side of its workers.

“The average UMR for the Jakarta area is 3 million Rupiah, indicating that the majority of workers are the blue-collar sector. However, there is no medium that connects companies or employers directly with skilled workers. We hope that AdaKerja’s presence will be able to provide easy access for both SMEs and the company is recruiting the workforce, “said AdaKerja Founder Ashwin Tiwari.

Kurniawan added, some players are trying to add more value to the job search platform. For example, what Job2Go did by providing access to training material. “The excellent feature that will be soon coming out is that we want to provide access to financial services, such as account opening, salary management, financial management, access to investment or bill payments, and purchase of other digital products. […] This financial health is one of the things that we actually think matter in this segment.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menurut data BPS per tahun 2019, low skill worker mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%. Menjadi potensi besar untuk digarap inovator digital

Platform Digital untuk Pekerja Kerah Biru

Pekerja kerah biru (blue collar worker) identik dengan “pekerjaan kasar”. Jenis pekerjaan ini nyaris ada dan dibutuhkan di setiap lingkungan bisnis – ada yang sifatnya temporer, outsource, hingga pekerja tetap. Kecenderungan segmen ini dipenuhi kalangan low skill worker, orang-orang yang memiliki kompetensi minim – umumnya disebabkan karena akses ke pendidikan yang kurang baik. Menurut data BPS, per tahun 2019 kalangan low skill worker mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%.

Masih dari survei BPS, per Agustus 2019 rata-rata pekerja informal tersebut mengantongi pendapatan 1,4 juta per bulannya. Di beberapa kota jumlah tersebut setara dengan UMR, namun di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, angkanya masih jauh di bawah UMR. Nyatanya permasalahan kesenjangan ekonomi memang menjadi salah satu yang mengakar di tanah air.

Selama pandemi Covid-19 berlangsung, mereka juga jadi salah satu kalangan yang paling banyak terdampak, khususnya di sektor padat karya atau yang memerlukan pergerakan manusia dalam menjalankan tugasnya.

International Labour Organization membandingkan data Sakernas 2006 dan 2016 / ILO
International Labour Organization membandingkan data Sakernas 2006 dan 2016 / ILO

Startup digital melihatnya sebagai peluang

Salah satu DNA dari startup digital adalah menghasilkan solusi atas permasalahan spesifik di masyarakat. Beberapa founder berinisiatif untuk merampingkan kesenjangan pekerja kerah biru. Inovasi yang dihadirkan pun cukup beragam, mulai dari menjembatani akses antara bisnis (yang membutuhkan tenaga kerja) dengan para pekerja, hingga membantu memberikan edukasi instan yang dapat mendukung upayanya menemukan.

Kurniawan Santoso adalah salah satunya. Ia merupakan Founder & CEO Job2Go, sebuah portal/aplikasi job marketplace yang fokus pada pekerjaan kerah biru. Ia mengatakan, pangsa pasar blue collar yang mengacu pada kelompok pekerja dengan skill yang terbatas dan informal adalah segmen terbesar dari seluruh populasi angkatan kerja di Indonesia, hampir seluruh sektor usaha. Segmen pekerja ini masih akan terus menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi, termasuk untuk menggerakkan kembali perekonomian pasca-pandemi.

Layanan Job2GO sendiri direpresentasikan dalam platform marketplace berbasis situs web dan aplikasi mobile. Pemberi kerja dan calon pekerja dapat bertemu di platform tersebut. Data terakhir disebutkan, mereka sudah mengakomodasi 15 ribu pengguna, dengan 500 perusahaan yang menawarkan berbagai lowongannya. Adapun jenis pekerjaan yang ditawarkan mulai dari tenaga penjualan, merchandising, SPG, staf pemasaran, staf administrasi, dan lain-lain.

Steven Chu, Detin Melati, dan Komala Surya juga melihat peluang yang sama. Dengan platform bernama Heikaku, mereka hadirkan portal pekerjaan yang menghubungkan UKM dengan pekerja. Hingga kuartal pertama tahun 2020, mereka sudah membantu 2 ribu UKM dengan lebih 8 ribu iklan lowongan kerja. Dalam keterangannya tim Heikaku mengatakan, “Loker yang paling banyak di buka seperti admin, sales, drafter, telemarketing, marketing, SPG dan lainnya. Sekitar 87% pelamar di Heikaku adalah lulusan SMA/SMK.”

Beberapa layanan startup Indonesia untuk pekerja kerah biru / DailySocial
Beberapa layanan startup Indonesia untuk pekerja kerah biru / DailySocial

Selain model marketplace seperti dua pemain di atas, ada startup lain yang mencoba pendekatan berbeda. Misalnya yang dilakukan aplikasi Sampingan dan Big Agent. Mereka mencoba memberdayakan para pekerja harian dengan berbagai kesempatan kerja outsource atau pekerjaan dengan kontrak terbatas. Misalnya pekerjaan untuk memasarkan sesuatu atau melakukan survei ke suatu tempat. Para pekerja dibayar berdasarkan hasil kinerja atau disebut dengan pay per performance.

Tantangan yang dihadapi

Mencoba menjamah pangsa pasar ini dengan pendekatan teknologi bukan tanpa alasan, namun bukan berarti tidak mungkin. Di masa sekarang ini, penetrasi ponsel pintar sudah menjangkau sampai kalangan bawah. Poin-poin seperti simplifikasi user experience dan user interface menjadi krusial dalam proses pengembangan aplikasi – di samping effort lebih yang harus dilakukan pengelola platform untuk menemukan potensi maksimal dari para pekerja.

Kurniawan menyebutkan, “Kami mencoba mengedukasi pengguna untuk mendaftar ke platform dengan pengisian data yang baik. Informasi ini sangat penting untuk memudahkan proses pencarian pekerjaan dan pengembangan diri. Dan tentunya ini akan mempermudah industri untuk mengetahu potensi mereka dan merekrut dengan efektif. Upaya ini tidak mudah, selain karena kesadaran yang masih rendah, juga adanya kendala secara struktural misalnya perangkat yang kurang memadai atau akses internet yang kurang baik.”

Pemain lain memilih menghadirkan inovasi tepat guna untuk membantu mengerjakan hal-hal administratif. Misalnya yang dilakukan platform AdaKerja yang menghadirkan chatbot di platform Facebook Messenger untuk membantu penggunanya dalam membuat CV yang komprehensif. CV jadi salah satu aspek penting bagi perusahaan untuk pengenal potensi calon pekerjanya dan menjadi lembaran bagi calon pekerja untuk mempromosikan dirinya melalui pengalaman-pengalaman yang dimiliki.

Juga jadi problematika industri

Menurut sebuah riset, turnover pekerja kerah biru cukup tinggi. Rata-rata di perusahaan mencapai 20%. Turnover mengacu pada keluar masuknya pegawai yang mengisi posisi tertentu. Kondisi ini sebenarnya memberatkan perusahaan, karena dari survei yang sama dikemukakan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi turnover ini tidak murah, bisa mencapai $4,569.

Rata-rata persentase turn-over pekerja kerah biru / EmployBridge
Rata-rata persentase turn-over pekerja kerah biru / EmployBridge

Hadirnya platform digital juga berusaha menghadirkan disrupsi di siklus ketenagakerjaan kerah biru. Adanya platform seperti marketplace memungkinkan pemberi pekerjaan terhubung langsung dengan para calon pekerja, karena sejauh ini masih banyak ditemui agen atau biro penyalur tenaga kerja di segmen ini.

Menggunakan biro berarti ada imbalan lebih yang harus dikeluarkan perusahaan, atau sebaliknya mengorbankan potensi penerimaan lebih dari sisi pekerjanya.

“Rata-rata UMR wilayah Jakarta adalah sebesar 3 juta Rupiah, mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja adalah sektor blue collar. Namun belum ada medium yang menghubungkan perusahaan atau pengusaha dengan tenaga kerja terampil secara langsung. Kami berharap kehadiran AdaKerja mampu memberikan akses kemudahan untuk para UKM maupun perusahaan dalam merekrut tenaga kerja tersebut,” ungkap Founder AdaKerja Ashwin Tiwari.

Kurniawan menambahkan, nilai lebih juga berusaha diciptakan para pemain di platform perncarian kerja. Misalnya yang dilakukan Job2Go dengan menghadirkan akses ke materi pelatihan. “Fitur unggulan yang akan segera hadir adalah kami ingin memberikan akses kepada layanan finansial, seperti pembukaan rekening, pengelolaan gaji, pengaturan keuangan, akses investasi ataupun pembayaran tagihan, dan pembelian produk digital lainnya. [..] Kesehatan finansial ini adalah salah satu hal yang sangat perlu kita hadirkan untuk segmen pekerja ini.”