Tag Archives: BNPL

Pace Likuidasi

Startup Paylater yang Didirikan T Fuad “Pace” Dilikuidasi

Startup fintech paylater Pace sedang mengajukan proses likuidasi, setelah mengajukan penghentian bisnis secara sukarela pada Agustus 2023 karena ada masalah dalam liabilitasnya.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh Vulcan Post mengutip dari dokumen yang diunggah di otoritas setempat Singapura pada 8 September 2023.

Dokumen tersebut menyampaikan, Rapat Umum Luar Biasa telah diselenggarakan pada 29 Agustus 2023 dan disimpulkan bahwa perseroan tidak dapat melanjutkan usahanya karena liabilitasnya.

“[..] dengan demikian Perseroan berakhir secara sukarela [..] dan dengan ini menunjuk gabungan dan beberapa likuidator untuk keperluan penyelesaian urusan perusahaan,” tulis perusahaan.

Belum ada pernyataan resmi yang disampaikan Pace kepada media mengenai kabar tersebut. Akun media sosial dan App Store-nya telah dihujani dengan komentar dari para penggunanya yang kebingungan karena tidak tersedianya layanan penukaran di dalam aplikasinya. Situs Pace juga sudah tidak bisa diakses.

Pace didirikan di Singapura oleh pengusaha kelahiran Indonesia Turochas ‘T’ Fuad pada 2021. Startup ini memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen, sembari membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan dan membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Perusahaan ini belum beroperasi di Indonesia, kabar terakhir mereka hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand dengan lebih dari 3 ribu titik penjualan.

Pace telah mengumpulkan pendanaan seri A sebesar $40 juta dari sejumlahnya investor, seperti UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia. Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi juga turut berpartisipasi.

Setahun berdiri, perusahaan mengakuisisi kompetitornya Rely sebagai bagian dari ekspansinya. Sebulan kemudian, meluncurkan Pace Card yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman pembayaran online yang lebih sederhana dan aman.

Aturan Kode Etik di Singapura

Di saat yang bersamaan dengan berita likuidasi Pace, kelompok kerja BNPL mendorong pemain yang ada untuk segera mematuhi kode etik yang diperbarui mulai 1 November 2023 dan diakreditasi paling lambat 31 Maret 2024. Pemain baru juga harus melalui proses yang sama sebelum menawarkan layanan BNPL ke publik.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh Asosiasi Fintech Singapura (SFA) dan para pelaku industri, di bawah bimbingan Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Kode Etik BNPL pertama kali diumumkan pada akhir tahun lalu untuk memandu pemain dan memastikan bahwa pengguna tidak mengambil terlalu banyak utang. Disebutkan para pelaku pasar harus memenuhi dan terlibat dengan dua standar baru.

Pertama, terhubung dengan biro swasta yang telah dibentuk oleh perusahaan IT global Experian untuk memfasilitasi proses berbagi informasi kredit. Ini akan memungkinkan pemain BNPL untuk mempertimbangkan saldo konsumen di seluruh penyedia BNPL ketika melakukan penilaian kredit lebih lanjut.

Selanjutnya, pemain BNPL wajib menjalani audit oleh penilai independen untuk memastikan mereka mematuhi kode etik. Setelah itu, SFA akan menilai kualifikasi mereka untuk akreditasi. Hanya yang lolos akreditasi, pemain BNPL diizinkan untuk menunjukkan tanda terakreditasi di situs resmi mereka mulai 1 April 2024. Tanda tersebut hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diakreditasi ulang setelahnya.

Terdapat komite pengawas yang telah dibentuk untuk mengawasi dan memantau kepatuhan kode etik.

Sejak aturan diberlakukan, ada delapan pemain BNPL yang mengikuti, yakni Atome, Grab, ShopBack, Ablr, Latitude Pay, Pace, Split, dan SeaMoney. Kini tersisa enam pemain BNPL yang beroperasi dengan kode ini, kecuali Pace dan Split. Keenamnya menunjuk PwC sebagai konsultan independen untuk penilaian pertama mereka.

Dalam iterasi pertama kode etik BNPL yang mulai berlaku pada 1 November 2022, pemain harus mematuhi lima standar. Di antaranya, pemain BNPL hanya dapat menawarkan layanan mereka hanya kepada pelanggan yang berusia minimal 18 tahun, dan mengizinkan pelanggan untuk mengumpulkan pembayaran terutang tidak lebih dari $2.000 pada satu waktu.

Penyedia BNPL juga telah berkomitmen untuk membuat biaya dan tarif mereka jelas dan transparan kepada pelanggan, dan memastikan bahwa iklan produk dan layanan mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Mengutip dari The Edge Singapore, Direktur Eksekutif (Departemen Kebijakan Prudential) MAS Andrew Tan mengatakan, industri telah bekerja keras selama setahun terakhir untuk menerapkan standar dan pengamanan dalam Kode BNPL, khususnya untuk membangun proses berbagi informasi kredit.

“Kami menantikan keberhasilan akreditasi perusahaan BNPL dan perolehan tanda kepercayaan pada bulan April 2024. Ini akan membantu konsumen mengenali perusahaan yang telah menerapkan Kode ini sepenuhnya. Penerapan Kode BNPL yang efektif akan meningkatkan hasil konsumen bagi pengguna BNPL dan memitigasi risiko akumulasi utang,” ujar Tan.

Yup adalah platform agregator yang menghubungkan penggunanya mendapatkan layanan paylater yang disediakan oleh institusi finansial resmi / Yup

Produk Agregator Keuangan dari Finture “Yup” Buka Kemudahan Miliki Limit Pinjaman

Kemudahan mengakses produk-produk keuangan di Indonesia masih mengalami ketimpangan yang tinggi. Tantangan tersebut menyimpan peluang besar bagi para pelaku industri. Mengutip dari laporan tahunan e-Conomy SEA 2022 yang disusun Google bersama Temasek dan Bain & Co., menyatakan layanan keuangan digital di Indonesia diprediksi akan mempertahankan momentum menuju 2025, tercermin dari kontribusi bisnis yang dihasilkan dan tingginya minat investor.

Ada beberapa tren yang diungkap, urutan pertama ditempati oleh potensi pembayaran nontunai —terdiri dari kartu kredit, kartu debit, kartu prabayar, dompet elektronik, dan transfer antar-rekening— mencatat nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) mencapai $266 miliar pada 2022. Angka ini naik 13% dari tahun lalu yang nilainya sebesar $234 miliar. Laporan ini memprediksi pada 2025 GMV-nya akan tumbuh 17% menjadi $421 miliar.

Posisi kedua ditempati oleh pinjaman online atau lebih familiar dengan buy now, pay later (BNPL) yang tumbuh 66% (yoy) atau senilai $5 miliar pada 2022. Adapun pada 2025 diprediksi angkanya tembus $16 miliar dengan CAGR sebesar 51%. Dua temuan ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang pertumbuhan yang menjanjikan dari kedua produk keuangan.

Hal inilah yang kemungkinan besar ditangkap oleh Finture dalam meracik produk agregator keuangan “Yup”. Startup yang didirikan oleh Dong Zhang sejak 2021 ini merupakan platform agregator produk keuangan yang menghubungkan penggunanya mendapatkan layanan paylater yang disediakan oleh institusi finansial yang terdaftar dan diawasi OJK.

Di bawah branding Yup, Finture bekerja sama dengan institusi keuangan yang ada, yakni SamaKita (p2p lending) dan Bank Sahabat Sampoerna. Yup sendiri lisensinya di Indonesia sebagai Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang tercatat di OJK.

Untuk pengajuan pinjaman, pengguna dapat mengajukannya lewat aplikasi Yup. Setelah diverifikasi dan disetujui, nanti akan dikirimkan kartu yang dapat digunakan di merchant-merchant yang menyediakan mesin EDC. Yup sediakan cicilan bunga 0% (untuk cicilan 40 hari), tenor maksimal 12 bulan dan limit maksimal Rp40 juta. Apabila ada denda, bunganya disebutkan hanya 0,3% untuk tagihan yang lewat dari jatuh tempo.

Sejauh ini limit kredit Yup baru bisa dipakai untuk merchant offline. Dalam akun media sosialnya, diumumkan dalam waktu dekat bakal dibuka kemungkinan untuk transaksi online.

Konsep yang ditawarkan Yup di Indonesia bukanlah barang baru. Sebelumnya, sudah ada Kredivo yang bekerja sama juga dengan Bank Sahabat Sampoerna untuk penerbitan kartu paylater Flexi Card. Selain itu, Atome bekerja sama dengan Bank Jago untuk penerbitan kartu kredit co-branding.

DailySocial.id sempat menghubungi pihak Yup untuk berbagi pandangan tentang diferensiasinya dan tantangannya di industri. Namun hingga berita ini diturunkan tidak ada respons yang diberikan.

Terima pendanaan

Mengutip dari data VentureCap Insight, Finture telah mengantongi pendanaan pra-seri B sebesar $15 juta (lebih dari 223 miliar Rupiah). XVC menjadi investor yang memimpin dalam putaran tersebut, diikuti nama-nama lainnya seperti MindWorks Ventures, Antao Capital Partners, SWC Global, dan Tortola Capital Limited.

Nominal yang dilaporkan ini sedikit lebih kecil dari catatan Crunchbase. Dalam putaran seri B ini, Finture memperoleh dana sebesar $16,5 juta. Jajaran investor dari putaran tersebut, selain yang disebutkan di atas, terdapat investor lokal, yakni Sampoerna Strategic. Bila ditotal, sejak dua tahun beroperasi, perusahaan telah menggalang pendanaan eksternal sebesar $47,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

MUFG Suntik Investasi ke Akulaku Sebesar 3,1 Triliun Rupiah

Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) memberikan investasi sebesar $200 juta atau 3,1 triliun Rupiah kepada Akulaku. Ini mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya di mana MUFG dilaporkan tengah menjajaki kesepakatan investasi dalam bentuk financing ini ke perusahaan fintech tersebut.

Investasi ini menjadi tambahan untuk mendukung pertumbuhan Akulaku, sejalan dengan misinya menyediakan layanan keuangan di Asia Tenggara, serta menjangkau pelanggan dan pasar yang kurang terlayani.

Ini merupakan investasi strategis kedua yang diterima oleh Akulaku pada tahun ini. Sebelumnya, Akulaku memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022. Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018.

Dalam pernyataan resminya pihak Akulaku menegaskan, kemitraan dengan MUFGakan memberikan pengetahuan, sumber daya, dan layanan yang bisa membantu perusahaan menerapkan rencana jangka panjang terkait dengan pertumbuhan pengguna.

“Asia Tenggara adalah kunci dan pasar kedua bagi MUFG. Investasi kami di Akulaku akan memantapkan komitmen kami di wilayah ini untuk memenuhi kebutuhan keuangan nasabah yang kurang terlayani. Dengan layanan keuangan digital Akulaku dan didukung teknologinya, perjalanan kami bersama Akulaku akan membantu kami untuk lebih berkontribusi pada pertumbuhan wilayah ini,” kata Managing Executive Officer & Chief Executive of the Global Commercial Banking Business Unit MUFG Bank Kenichi Yamato.

Rencana perusahaan sebagai platform yang menghadirkan pilihan BNPL, diklaim sejalan dengan rencana MUFG. Ekspansi bersama ke wilayah, pasar, dan produk baru akan dipercepat pada 2023. Selanjutnya, Akulaku akan bekerja dengan perusahaan MUFG di seluruh Asia tenggara untuk mengembangkan teknologi, produk, finansial, dan distribusi. Sebagai platform yang memiliki teknologi terdepan dalam hal risk management, mobile banking dan customer acquisition, kemitraan ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua pihak.

Dilansir dari Reuters, pendanaan tersebut menyusul pembelian MUFG atas unit operasinya di Filipina dan Indonesia dari perusahaan pembiayaan konsumen Belanda Home Credit pada November lalu dengan harga sekitar 596 juta euro ($632 juta). MUFG menjadikan Bank Danamon (BDMN.JK) yang berbasis di Jakarta sebagai anak perusahaan terkonsolidasi pada April 2019.

Pertumbuhan positif

Berdiri di 2014, Akulaku menghadirkan portofolio produk keuangan beragam untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Perusahaan menawarkan layanan e-commerce, paylater (BNPL), cashloan, fintech lending dan bank digital.

Tercatat hingga akhir 2022, perusahaan secara signifikan telah meningkatkan pendapatan, basis pengguna, GMV, dan penyaluran pinjaman sepanjang tahun 2022. Selanjutnya Morgan Stanley bertindak sebagai penasihat keuangan Akulaku. Sementara Kirkland & Ellis International LLP akan bertindak sebagai penasihat hukum Akulaku.

Akulaku telah hadir di Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Selain menyediakan kartu kredit virtual, Akulaku dan platform e-commerce, perusahaan juga mengoperasikan Asetku, platform wealth management, dan Neobank yang merupakan anak usaha di bawah Akulaku Group. Misi Akulaku ke depannya adalah melayani 50 juta pengguna di seluruh Asia Tenggara pada 2025.

Pada September lalu, Akulaku meresmikan kolaborasi strategis mereka dengan Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Application Information Will Show Up Here
MUFG investasi Akulaku

MUFG Dilaporkan Jajaki Investasi ke Akulaku Senilai Rp3,1 Triliun

Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) dilaporkan tengah menjajaki kesepakatan investasi sebesar $200 juta atau sekitar Rp3,1 triliun ke Akulaku. Dilansir dari Bloomberginvestasi ini disebut bakal dimanfaatkan Akulaku untuk memperluas jangkauan bisnisnya di Asia Tenggara.

Sumber menyebutkan bahwa saat ini MUFG sedang bernegosiasi terkait kesepakatan investasi dalam bentuk financing ini dengan Akulaku. Apabila kesepakatan ini terjadi, valuasi Akulaku berpotensi mencapai $1,5 miliar atau sebesar Rp23,4 triliun.

Di sepanjang 2022, Akulaku aktif menambah modal usaha untuk merealisasikan ekspansinya. Tercatat pada Februari lalu, Akulaku memperoleh investasi strategis sebesar Rp1,4 triliun dari bank terkemuka asal Thailand, yakni Siam Commercial Bank (SCB).

Kemudian, sebulan berselang, Akulaku kembali menerima pendanaan dalam bentuk debt funding sebesar $10 juta atau setara Rp143 miliar dari Lend East. Pendanaan ini digunakan untuk meningkatkan portofolio kredit di pasar operasional utama mereka, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Baru-baru ini, MUFG mencaplok perusahaan dengan model bisnis sejenis, yakni Home Credit. Mengutip CNBC Indonesia, MUFG melalui anak usaha Bank of Ayudhya mengakuisisi penuh Home Credit di Filipina, sedangkan di Indonesia porsinya 85%. Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperbesar bisnis konsumer MUFG di Asia Tenggara. Adapun, akuisisi ini ditargetkan rampung sepenuhnya pada 2023.

Senada dengan Akulaku, Home Credit memiliki layanan paylater bernama “BayarNanti” yang diluncurkan pada 2021. BayarNanti merupakan salah satu strategi perusahaan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pembiayaan multiguna, terutama di masa pandemi Covid-19.

Portofolio Akulaku

Berdiri di 2014, Akulaku menghadirkan portofolio produk keuangan beragam untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Perusahaan menawarkan layanan e-commerce, paylater (BNPL), cashloan, fintech lending dan bank digital.

Saat ini, Akulaku mengantongi lebih dari 8 juta aktif bulanan, 32 juta pengguna terdaftar, dan 295 juta transaksi di platform yang dimilikinya. Baru-baru ini, Akulaku juga bekerja sama dengan Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk paylater.

Selain itu, Akulaku juga mengembangkan serangkaian teknologi untuk meningkatkan kapabilitas perbankan memasuki era digital, beberapa produk yang disuguhkan di antaranya e-KYC, sistem verifikasi, sampai ke layanan pembayaran QR.

BNPL menjadi salah satu produk fintech yang diminati masyarakat karena menawarkan opsi pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan pelanggan membeli produk dan membayarnya belakangan, tanpa bunga atau dengan bunga rendah.

Salah satu yang mendorong pertumbuhan layanan ini adalah pesatnya pertumbuhan transaksi e-commerce di tanah air. Berdasarkan riset yang dilakukan Kredivo pada responden yang bertransaksi nontunai di platform e-commerce, terjadi peningkatan transaksi menggunakan paylater sebesar 10% dari 28% pada 2021 menjadi 38% pada tahun 2022.

Application Information Will Show Up Here
Telkomsel PayLater menawarkan solusi kredit instan eksklusif untuk membeli produk dan layanan di dalam ekosistem Telkomsel

Berkolaborasi dengan Kredivo, Telkomsel Resmikan Layanan BNPL “Telkomsel Paylater”

PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menjadi perusahaan telekomunikasi berikutnya yang menawarkan layanan BNPL atau buy now pay later khusus produk telco melalui “Telkomsel Paylater”. Dalam mengembangkan produk ini, Telkomsel bekerja sama dengan startup fintech yang berada di bawah naungan FinAccel, Kredivo.

Kolaborasi ini sekaligus menjadi bagian upaya perusahaan menghadirkan produk dan layanan digital yang customer-centric. Telkomsel dan Kredivo disebut akan mengoptimalkan aset ekosistem digital yang dimiliki untuk membuka lebih banyak peluang dengan memberikan kemudahan pembiayaan produk digital terintegrasi, yang dapat diakses pelanggan melalui aplikasi MyTelkomsel.

Direktur Planning & Transformation Telkomsel Wong Soon Nam mengungkapkan, kehadiran Telkomsel PayLater jadi babak baru bagi kedua industri dalam menciptakan sebuah solusi alternatif bagi masyarakat melalui kemudahan akses kredit yang aman, fleksibel, dan terjangkau untuk pemenuhan kebutuhan gaya hidup digital.

Telkomsel PayLater menawarkan solusi kredit instan eksklusif yang bisa digunakan untuk membeli produk dan layanan di dalam ekosistem Telkomsel melalui MyTelkomsel. Limit yang diberikan juga beragam mulai dari Starter (di bawah 1 juta), Basic (di bawah 3,5 juta), dan Premium (hingga 30 juta). Untuk saat ini, pilihan tenor yang tersedia saat ini hanya 30 hari dengan bunga 0%.

Bagi pengguna Telkomsel yang ingin menggunakan layanan Telkomsel PayLater, bisa langsung membuka aplikasi MyTelkomsel lalu melakukan pendaftaran. Untuk menikmati layanan ini, pengguna juga harus terdaftar di platform Kredivo. Mengingat tagihan transaksi yang dilakukan menggunakan Telkomsel Paylater akan secara otomatis masuk ke tagihan Kredivo.

Disinggung mengenai target pengguna, General Manager Kredivo Indonesia Lily Suriani mengungkapkan bahwa layanan ini menargetkan orang-orang yang sudah memiliki penghasilan tetap dan siap secara digital. Untuk saat ini, layanan baru tersedia di platform Android dan hanya menawarkan produk di dalam ekosistem Telkomsel.

Ke depannya, Telkomsel PayLater disebut akan dikembangkan secara bertahap di luar platform MyTelkomsel. Pengembangan ini akan terus dilakukan Telkomsel PayLater juga dapat menjadi solusi layanan keuangan digital bagi ekosistem digital Telkomsel lainnya, mulai dari Device Bundling, Dunia Games, MAXstream, hingga Telkomsel Orbit.

Telkomsel telah secara konsisten menghadirkan berbagai inisiatif dalam memperkuat ekosistem digital, termasuk dengan mendirikan entitas terpisah yang fokus mengembangkan inisiatif digital perusahaan, INDICO. Beberapa produk digital yang sudah diluncukan, yaitu Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech).

Layanan BNPL di Indonesia

Industri fintech Indonesia terus berkembang dengan kehadiran produk-produk baru yang menawarkan layanan yang beragam. Salah satunya yang tengah diminati adalah BNPL atau buy now pay later. Secara umum, BNPL merupakan opsi pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan pelanggan membeli produk dan membayarnya belakangan, tanpa bunga atau dengan bunga rendah.

Salah satu yang mendorong pertumbuhan layanan ini adalah pesatnya pertumbuhan transaksi e-commerce di tanah air. Berdasarkan riset yang dilakukan Kredivo pada responden yang melakukan pembayaran non-tunai di platform e-commerce, terjadi peningkatan transaksi menggunakan paylater sebesar 10% dari 28% pada 2021 menjadi 38% pada tahun 2022.

Dalam temuan yang sama, ada sejumlah alasan responden mau menggunakan layanan paylater, utamanya untuk membeli kebutuhan mendadak/mendesak (58%), belanja dengan cicilan jangka pendek atau kurang dari satu tahun (52%), dan mendapatkan lebih banyak promo menarik (45%).

Menurut Global Payments Report yang diterbitkan FIS, perusahaan software fintech berbasis di AS, paylater menyumbang 2,9% dari total transaksi e-commerce global di 2021 dan diproyeksi naik menjadi 5,3% di 2025. Data tersebut menunjukkan potensi besar paylater sebagai salah satu metode pembayaran digital pilihan konsumen dalam skala global.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa pemain yang menawarkan layanan BNPL, termasuk Akulaku, Kredivo, GoPayLater (kerja sama dengan Findaya), Traveloka PayLater dan Shopee PayLater. Berdasarkan hasil survei DailySocial, Shopee PayLater menjadi layanan paling banyak digunakan oleh konsumen. Presentasenya mencapai 78,4% dibanding layanan paylater lainnya.

Founder Fundiin Cuong Anh Nguyen dan Vo Hoang Nam / Fundiin

Startup Paylater Vietnam “Fundiin” Dapat Pendanaan Seri A, Berencana Ekspansi ke Indonesia

Platform fintech asal Vietnam “Fundiin“, yang diklaim merupakan penyedia layanan BNPL pertama di negara asalnya, telah menerima pendanaan tahapan seri A senilai $5 juta.

Pendanaan ini dipimpin oleh Trihill Capital dan ThinkZone Ventures. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan ini di antaranya adalah 1982 Ventures, Genesia Ventures, JAFCO Asia, Zone Startups Ventures, dan Do Thu Ngan, mantan Deputy CEO Sacombank dan mantan CFO & COO JP Morgan Chase Vietnam.

Sebagai platform yang menyediakan pilihan pembayaran paylater, Fundiin telah membantu mitra ritel dan layanan e-commerce meningkatkan penjualan mereka hingga 30%. Fundiin saat ini memiliki 3 sub-produk BNPL tanpa biaya antara lain bayar dalam 3 kali angsuran bulanan, bayar 30 hari, dan pembayaran berulang.

Di Vietnam, Fundiin telah bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra, memiliki lebih dari 4000 toko fisik, termasuk brand teratas dan perusahaan ritel terkemuka seperti Mobile World, Dien May Xanh, Unilever, Galaxy Play, Reebok, Paula’s Choice, Pigeon, Vua Nem, Giant International, dan lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk berkembang lebih cepat, berinvestasi dalam pengembangan produk baru, serta merekrut talenta, sebelum berekspansi ke Indonesia yang akan dilakukan pada saat putaran seri B mendatang.

“Fundiin sangat bangga menerima kemitraan dan dukungan dari investor yang kuat, terutama dari ThinkZone Ventures yang merupakan konglomerat terkemuka Vietnam sebagai LP, dan dari Trihill Capital untuk rencana ekspansi di masa depan ke Indonesia,” kata Co-Founder & CEO Fundiin Nguyen Anh Cuong.

Serupa dengan Indonesia, permintaan dari layanan BNPL di Vietnam terus mengalami peningkatan. Tercatat ketika tingkat penetrasi kartu kredit di negara maju berkisar dari 50% hingga lebih dari 70%, di Vietnam angka ini hanya sekitar 5% saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa Vietnam adalah pasar potensial yang tinggi untuk layanan BNPL.

“Vietnam, dan kawasan Asia Tenggara yang lebih luas, sebagian besar kurang ditembus oleh layanan keuangan. Kami percaya bahwa untuk menanggung risiko dengan benar, selain kapasitas teknologi, perlu juga pemahaman tentang budaya dan kearifan lokal. Dan kami melihat pemahaman dan kemampuan underwriting ada di tim Fundiin,” kata VP of Investments at Trihill Capital Valerianus Ian Sulaiman.

Trihill Capital merupakan salah satu venture capital yang aktif berinvestasi untuk startup di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Fit Hub, Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

Menyasar pasar Indonesia

Adanya kesamaan demand di Indonesia dengan Vietnam kemudian menjadi salah satu rencana yang akan dilancarkan oleh Fundiin untuk ekspansi ke Indonesia. Tidak disebutkan kapan mereka akan hadir, namun setelah merampungkan pendanaan Seri B dan merekrut talenta lokal, Fundiin akan segera hadir di Indonesia.

Berdasarkan laporan terbaru Kredivo bertajuk “Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia” per Juni 2022, paylater (17%) menjadi metode pembayaran digital yang paling sering digunakan setelah e-wallet (53%) dan transfer bank/virtual account (20%).

Laporan ini juga mencatat pengguna paylater di platform e-commerce meningkat menjadi 38% di 2022 dibandingkan tahun lalu yang sekitar 28%. Adapun survei ini dilakukan pada Maret 2022 pada 3500 responden di seluruh Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai e-commerce dan keuangan digital berperan signifikan dalam mendorong penetrasi layanan digital lebih luas di Indonesia. Apabila tren positif ini terus berlanjut, ia meyakini pemerataan ekonomi dapat terealisasi lebih cepat dengan dukungan ekosistem digital.

Akulaku Paylater Alipay+

Akulaku Gandeng Alipay+ untuk Memperluas Layanan PayLater

Akulaku mengumumkan kemitraan bersama Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+.

Dalam keterangan resminya, kerja sama ini diharapkan dapat membuka akses layanan keuangan digital bagi segmen konsumen yang punya keterbatasan riwayat kredit maupun yang kurang terlayani oleh layanan keuangan formal. Adapun, kemitraan ini disebut sebagai produk kerja sama Buy Now Pay Later (BNPL) pertama bagi Alipay+ di Asia Tenggara.

“Secara konsisten, Akulaku PayLater terus mengekspansi penetrasi layanan melalui kerja sama strategis bersama platform dengan cakupan jaringan merchant luas. Kami harap metode pembayaran dalam Alipay+ dapat menambah use case solusi keuangan digital. Kemitraan ini merupakan komitmen kami menciptakan lanskap keuangan yang lebih maju dan nyaman bagi pengguna,” ungkap Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga.

Akulaku PayLater rata-rata mengantongi 8,6 juta transaksi per bulan dengan basis pengguna terbesar di Indonesia. Saat ini BNPL Akulaku telah terhubung ke berbagai jaringan merchant terkemuka, termasuk Shopee, Bukalapak, Tiket.com, hingga Alfamart. Pihaknya tengah melakukan penjajakan untuk memperluas cakupan transaksi di berbagai merchant Alipay+.

General Manager Global Partnerships Alipay+ Cheng Guoming menilai BNPL telah menjadi bagian penting dari ekosistem pembayaran digital. Maka itu, pihaknya antusias melalui kerja sama ini sehingga masyarakat Indonesia dan pasar potensial lainnya dapat menikmati layanan pembayaran lintas batas yang lancar dan nyaman.

Sebagai informasi, Alipay+ pertama kali meluncur pada 2020 yang memungkinkan pelaku bisnis global, terutama di segmen UKM untuk menerima metode pembayaran digital dari berbagai negara dan menjangkau ratusan juta konsumen regional dan global. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Alipay berupaya masuk ke Indonesia

Perjalanan Alipay untuk masuk ke Indonesia cukup berliku. Namun, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) memang telah berupaya mendorong Alipay dan WeChat Pay sejak 2018 untuk bermitra dengan bank lokal agar dapat beroeperasi di sini. 

Hal ini demikian mengingat WeChat dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Otomatis ini menjadi potensi besar mengingat banyak turis asal Tiongkok yang familiar terhadap platform tersebut.

Untuk masuk ke Indonesia, Alipay diketahui telah beberapa kali menjajaki potensi kerja sama dengan sejumlah bank. Dalam catatan DailySocial.id, pengajuan izin kerja sama ini telah dilakukan di antaranya dengan Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, dan BCA.

Dalam hal ini, bank setempat akan menjadi fasilitas (acquiring), bukan penyelenggara fasilitas (issuing). Misalnya, BCA akan menyediakan mesin EDC di merchant yang dikunjungi turis asal Tiongkok, seperti kawasan wisata.

Sebelum pandemi Covid-19, jumlah turis asal Tiongkok di sepanjang 2019 dilaporkan mencapai 2 juta orang, turun 3,1% dibandingkan 2018 yang sekitar 2,1 juta orang.

Pasar paylater

PayLater menjadi salah satu inovasi untuk memperluas akses keuangan di Indonesia. Apalagi, penetrasi kartu kredit di Tanah Air hanya berkisar 6% dari total populasi. Selain Akulaku, beberapa platform paylater yang juga berebut di pasar Indonesia di antaranya adalah Kredivo, Home Credit, Gopaylater, hingga Atome.

Kredivo yang merupakan startup unicorn di bidang paylater pertama di Indonesia, menjadi salah satu pesaing kuat karena memiliki ratusan jaringan merchant online dan offline, termasuk marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Lazada.

Pendekatan pasar platform “paylater” di Indonesia / DSInnovate

Berdasarkan laporan DSInnovate tentang “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, paylater (72,5%) berada di posisi kedua dari total produk fintech yang paling banyak dipakai di Indonesia. Di urutan pertama adalah digital money (82,2%) dan investasi (57,3%). Adapun, pasar paylater diproyeksi mencapai Gross Merchandise Value (GMV) dari $889,7 juta di 2020 menjadi $8,5 miliar di 2028.

Application Information Will Show Up Here
Startup fintech Fairbanc mengumumkan perolehan tambahan dana segar dalam putaran Pra-Seri A senilai $4,8 juta dipimpin oleh Vertex Ventures

Fairbanc Raih Tambahan Pendanaan Pra-Seri A 72 Miliar Rupiah dipimpin Vertex Ventures

Startup fintech Fairbanc mengumumkan perolehan tambahan dana segar dalam putaran pra-seri A senilai $4,8 juta (senilai 72 miliar Rupiah) dipimpin oleh Vertex Ventures, dengan partisipasi dari Asian Development Bank, Accion Venture Lab, dan konglomerat Indonesia Lippo Group.

Pendanaan baru ini ditujukan untuk ekspansi di Indonesia dan akan membantu perusahaan mengeksplorasi pasar baru seperti Vietnam dan Filipina dalam kemitraannya dengan Unilever.

Platform Fairbanc memungkinkan UMKM mengambil kredit jangka pendek untuk membeli barang-barang FMCG dari brand principal besar. Perusahaan ini memiliki kemitraan dengan 13 merek, termasuk Unilever, Nestle, Coca-Cola, dan Danone.

Pada 2020, Fairbanc yang berbasis di AS ini mengumpulkan dana yang tidak diungkapkan dari 500 miliarder Global dan Indonesia, termasuk dari CEO Sampoerna Strategic, Michael Sampoerna. Menyusul investasi itu, startup tersebut merambah ke Indonesia. Satu tahun kemudian, Sampoerna Strategic Group kembali berpartisipasi dalam putaran pra-seri A, bersama ADB Ventures, Accion Venture Lab, dan East Ventures.

Perusahaan telah menerima lebih dari 350.000 merchant dalam satu tahun terakhir. Sekitar 75.000 merchant ini menggunakan layanan BNPL di Fairbanc, yang memungkinkan mereka membeli produk dengan margin tinggi. Fairbanc ingin meningkatkan skala dengan cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar dari merek konsumen mitra.

Menurut survei Unilever, 80% penerima manfaat Fairbanc tidak memiliki rekening bank dan sekitar 70% adalah pedagang wanita yang mampu meningkatkan penjualan mereka rata-rata sebesar 35%.

Berkat kemitraannya dengan brand FMCG besar, Fairbanc memungkinkan memberikan pinjaman BNPL ke peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Perusahaan menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Konsep bisnis ini sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing untuk kalangan bisnis. Salah satu startup yang sudah meluncurkan solusi tersebut adalah Investree, Modalku, dan AwanTunai.

Atome Paylater Indonesia

Strategi Omnichannel Atome Bawa 60% Total Transaksi Paylater dari Gerai Offline

Buy-Now-Pay-Later (BNPL) atau akrab disebut paylater kini menjadi salah satu varian fintech yang cukup diminati di pasar Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cashloan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Atome (PT Mega Shopintar Indonesia) hadir menyajikan platform paylater untuk menangani beragam kebutuhan pembayaran, baik di gerai online maupun offline. Sejak hadir di September 2020, Atome telah bermitra dengan 400 merchant online/offline, termasuk 5.500 gerai milik MAP Group, Giordano Group, Matahari, M&M, dll; juga layanan e-commerce seperti iStyle, JD.id, Agoda, Zalora dll.

Pasar paylater di Indonesia juga telah dilayani oleh beberapa pemain lainnya, seperti GoPaylater, Shopee Paylater, Kredivo, dan beberapa lainnya. Namun demikian, setiap pemain memiliki proposisi nilai tersendiri yang dihadirkan untuk penggunanya.

Untuk menggali terkait strategi dan nilai unik yang coba dihadirkan Atome di Indonesia, DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pendekatan omnichannel

Sejak awal hadir, Atome mengambil pendekatan berbeda dengan menangani pembayaran ke e-commerce dan gerai di pusat perbelanjaan – kendati beberapa pemain kini juga mengikuti langkah tersebut.

Terkait strategi ini, Winardi mengatakan, “Saya menyoroti bagaimana kami adalah platform layanan omnichannel sejak hadir pertama kali. Layanan kami dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce, namun kami juga mendukung mitra-mitra kami secara offline.”

Hadirnya layanan Atome di sistem pembayaran gerai ritel tradisional juga turut dipandang sebagai upaya untuk membantu para pelaku bisnis untuk bertransisi ke kanal online, terlebih untuk menanggulangi kunjungan yang menurun akibat pandemi. “Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, Woocommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka.”

Pendampingan turut dilakukan tim Atome dengan menghadirkan petugas khusus di merchant untuk memastikan proses pemanfaatan teknologi berjalan mulus. Dan tidak hanya menyediakan platform, turut disampaikan bahwa antara Atome dan mitranya juga ada inisiatif untuk melakukan kegiatan pemasaran dam branding bersama.

“Saat ini 60% dari keseluruhan transaksi kami berasal dari mitra merchant offline, sementara transaksi online mencapai sekitar 40%. Saat kita keluar dari pandemi Covid19, kita melihat para konsumen yang kembali ke pusat perbelanjaan dan gerai ritel secara fisik. Dalam kampanye program 11/11 & 12/12 baru-baru ini di tahun 2021, Atome juga mendorong penjualan untuk mitra merchant kami hingga 10 kali lipat,” imbuh Winardi.

Adopsi paylater di toko fisik

General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya / Atome

Alasan lain mengapa Atome memilih pendekatan ini, mereka meyakini bahwa kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

“Pembeli muda yang cerdas dan terbuka secara digital saat ini yang sedang melalui berbagai tahap kehidupan (misalnya pernikahan, pekerjaan pertama, rumah pertama, anak pertama). Mereka juga menginginkan pengalaman berbelanja yang bersifat omnichannel yang dapat memungkinkan mereka untuk memiliki fleksibilitas untuk berbelanja dan membeli produk berkualitas lebih baik, mengelola anggaran mereka namun tidak ingin berutang.”

Winardi melanjutkan, “Para konsumen dari Atome Indonesia bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Dengan mudah para konsumen dapat melakukan pembayaran melalui aplikasi seluler dengan hanya melakukan check out situs web atau di depan kasir merchant kami dengan membagi pembayaran selama tiga atau enam bulan, tanpa DP dan bunga 0%.”

Ia menjelaskan contoh mekanisme pembayarannya. Ketika seseorang melakukan transaksi untuk pakaiannya, mereka biasanya dikenakan pembayaran secara penuh sebesar Rp900.000,00. Namun apabila menggunakan aplikasi Atome sebagai metode pembayaran, total transaksi dapat dipecah menjadi tiga kali pembayaran: Rp300.000,00 dalam 30 hari setelah transaksi berlangsung; Rp300.000,00 lagi akan dibayarkan dalam 60 hari setelah bertransaksi; pelunasan Rp300.000,00 sisanya akan dibayarkan 90 hari setelahnya. Lalu, merchant dibayar penuh Rp900.000,00 yang dikurangi biaya transaksi dalam jangka waktu H+1 hari kerja.

“Bagi kacamata konsumen, jelas ini dapat memberikan mereka fleksibilitas dan kenyamanan untuk melakukan pembayaran secara digital, dan dengan platform yang dapat membantu mereka mengelola keuangan dan mengatur pengeluaran secara cerdas,” terangnya.

Proses pembayaran dengan aplikasi Atome / Atome

Model bisnis Atome

Atome mengatakan bahwa layanannya benar-benar gratis dengan DP dan bunga 0% untuk digunakan oleh pengguna dengan pembayaran tepat waktu dan ini berlaku untuk transaksi pada mitra merchant dan online.

Biaya admin yang dikenakan hanya untuk pembayaran yang terlewat dari waktu yang tersedia, yakni Rp80.000,00.

Diterangkan lebih detail, model bisnis Atome bekerja dengan menagih mitra merchant untuk layanan, bukan konsumen. Inilah perbedaan mendasar antara Atome dan produk pinjaman/kartu kredit P2P lainnya.

“Kami membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) dengan nominal untuk setiap transaksi yang diselesaikan. Tetapi sebagai imbalannya, mitra merchant menerima pembayaran penuh (dikurangi MDR) dalam waktu kurang dari 2 hari kerja, dan hal ini sudah terbukti berkali-kali bahwa Atome membantu mendorong pertumbuhan bisnis dan trafik untuk mitra merchant kami,” jelas Winardi.

Dari praktik yang sudah ada, mitra merchant mengalami peningkatan hingga 30% dalam average order size — serta peningkatan konversi untuk membeli, karena pelanggan telah diberi pilihan untuk melakukan pembayaran dengan metode yang lebih mudah. Di sisi lain, average basket size yang dilayani senilai Rp500.000,00 s/d Rp700.000,00 sehingga risiko akumulasi hutang besar dapat diminimalkan.

“Kami memiliki cakupan pasar terluas di Asia, dan dapat mendukung merchant besar kami di Indonesia yang ingin melakukan ekspansi di seluruh wilayah. Contohnya mendukung IUIGA untuk berkembang dari Singapura ke Indonesia […] Kami juga mendorong prospek organik ke mitra merchant kami melalui konten yang kami berikan. Bukan hanya memberikan tips berbelanja, namun bisa memberikan inspirasi bagi para pengguna.”

Target selanjutnya

Atome ingin perluas cakupan di berbagai jenis merchant / Atome

Atome merupakan bagian dari Advance Intelligence Group yang turut mengoperasikan layanan p2p lending Kredit Pintar dan platform e-commerce enabler Ginee. Grup perusahaan tersebut juga saat ini telah memiliki valuasi melebihi $2 miliar setelah pendanaan seri D pada September 2021 lalu senilai lebih dari $400 juta dari Softbank, Warburg Pincus, Northstart, dan investor lainnya.

“Salah satu kekuatan utama kami juga pada teknologi manajemen risiko dan profil kredit yang kuat dan akurat, dan itulah keahlian inti dari Advance Intelligence Group. Melalui teknologi, kami dapat meminimalkan risiko sekaligus mendorong inklusi keuangan dan akses serta ketersediaan layanan dari merek-merek berkualitas,” jelas Winardi.

Berbekal model bisnis yang sudah tervalidasi dan dukungan dari induk perusahaan, banyak agenda yang akan ditargetkan bisa tercapai oleh Atome di Indonesia tahun 2022 ini.

“Kami akan terus memperkuat brand awareness untuk Atome di Indonesia dan memperdalam jaringan merchant kami di fesyen, gaya hidup, serta mitra e-commerce. Kami melihat permintaan yang kuat dari konsumen dan akan memperluas kehadiran kami untuk bekerja sama dengan mitra merchant dari sektor elektronik, F&B, kesehatan, dan pembayaran untuk transportasi. Selain itu, kami akan memperluas penawaran termasuk di kota tingkat 3 dan tingkat 4,” kata Winardi.

Untuk mendukung target tersebut, sejumlah kolaborasi juga terus diperkuat. Saat ini sudah ada beberapa kemitraan strategis yang dijalin, misalnya dengan StanChart untuk penyaluran pembiayaan senilai $500 juta. Kerja sama ini sudah berlangsung 10 tahun bersama grup perusahaan. Selain itu kerja sama dengan bank lokal juga digalakkan, misalnya dengan Motion Banking.

Sejauh ini aplikasi Atome telah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Indonesia. Dari statistik yang ada, 70% pengguna Atome berusia antara 26 hingga 45 tahun, dan lebih banyak adalah pengguna perempuan. Kebanyakan dari mereka  merupakan pengguna media sosial aktif yang paham digital dan menggunakan ponsel pintar.

Application Information Will Show Up Here

Akulaku Obtains Strategic Investment of 1.4 Trillion Rupiah from Siam Commercial Bank

Akulaku to receive strategic investment of $100 million or over Rp1.4 trillion from Siam Commercial Bank (SCB), a leading commercial bank in Thailand. This agreement follows last year’s successful funding of $125 million led by Akulaku’s existing investor, Silverhorn Group, which also acts as a financing partner since 2018.

Akulaku’s subsidiary, Bank Neo Commerce (BNC), has finalized a public offering on the Indonesia Stock Exchange with a value around $175 million (over Rp2.5 trillion) in the fourth quarter of 2021. Reportedly, this is the closing of the pre-IPO fundraising series through the SPAC. According to reports on DealStreetAsia, Akulaku will be listed on the stock exchange in 2022.

In an official statement, Akulaku’s CEO, William Li said, the fresh money will be used to continue expanding the geographic coverage of its products and services throughout Southeast Asia and develop innovation. “We established Akulaku to fulfill the daily financial of underserved customers in emerging markets,” Li said, Tuesday (2/15.

Siam Commercial Bank’s President, Dr. Arak Sutivong said this investment marks SCB’s continued commitment and strong belief in Indonesia’s long-term prospects as one of the fastest growing digital economies in the region. The company considers Akulaku as having a dominant market position and well positioned with its innovative technology and superior product offerings.

“We are excited about investing in this company and look forward to leveraging our deep expertise in Thailand’s financial services sector to support its expansion. Investments in Akulaku fit within our regional theses to serve underserved markets using digital innovation. We look forward to partnering with Akulaku as the company grows,” Sutivong said.

Credit disbursement to 6 million users

Founded in 2016, Akulaku has grown into a Buy Now Pay Later (BNPL) and consumer finance platform in Indonesia, claiming to have disbursed more than $2.2 billion in credit to more than 6 million users by 2021. Akulaku’s coverage is not merely in Indonesia, but also in the Philippines, Vietnam, and Malaysia.

Building on this success, BNC launched its mobile digital banking service in March 2021, and is now the fastest growing digital bank in Indonesia with more than 13 million users to date. The company has another financial subsidiary group engaged in lending, Assetku, which operates in Indonesia, and a similar BNPL service that is present in Europe called Wisecart.

With more than 80% of consumers now participating in e-commerce, Southeast Asia’s digital retail market is growing exponentially. Akulaku’s digital credit service is poised to further accelerate the digital transformation of retail in Southeast Asia, providing new markets for consumers with access to flexible banking services.

Akulaku alone is said to have reached the unicorn status since 2019 with a valuation of more than $1.1 billion, according to a report compiled by Credit Suisse entitled “ASEAN Unicorn, Scaling the New Height”. The company is yet to disclose this status to the public.

BNPL to rise after pandemic

A special report on the paylater ecosystem in Indonesia released by DSInnovate stated that paylater became the second favorite service in 2020 (72.5%) or slightly below digital wallet platforms which had recognition of 82.2%.

On the other hand, the e-commerce’s positive trend which strongly accelerated by the pandemic has also triggered the high adaptation of paylater products in the community. In fact, ResearchAndMarkets has released a research at the end of 2020 stated that the Gross Merchandise Value (GMV) is predicted to grow at US$8.5 billion in 2028 and estimated to help boost paylater facilities by approximately 76.7% annually. .

Likewise, the latest research by Kredivo and the Katadata Insight Center entitled “Consumer Behavior of E-Commerce Indonesia 2021” also shows an increase in paylater users. There are 55% new users who use the Kredivo paylater feature.

The high number of paylater users also has a positive impact on the supply side, where this feature is able to help merchants increase AoV (average order value), increase sales by offering credit without a credit card, and also increase sales conversions by reducing friction during the shopping process.

While paylater has two classifications: paylater owned by digital startups (e-commerce, OTA, ride-hailing service, and others) and the paylater service owned by fintech startups. In Indonesia, there are many fintech companies that provide paylater services. The implementation is not limited, paylaters made by fintech generally become “online” credit platforms that can be used anywhere, from e-commerce to retail outlets.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian