Smartfren mengambil alih eks pengguna Bolt, pasca pengumuman penutupan layanan Bolt pada 28 Desember 2018. Pengguna akan mendapat kartu SIM gratis yang berisi paket data sebagai penawaran awal sebelum berlangganan.
Modem Bolt akan di-unlock oleh teknisi Bolt secara gratis, agar tetap bisa digunakan pelanggan dengan kartu SIM operator lain. Pengguna Bolt cukup membawa mobile wifi yang ingin di-unlock.
Namun, menurut penuturan salah satu karyawan Bolt kepada DailySocial yang ditemui di Jakarta Timur, unlock modem baru bisa dilakukan pada 5 Januari 2019.
“Sistem baru siap sekitar tanggal 5, jadi untuk sementara di sini [Bolt Zone] baru proses untuk refund saja. Semua lokasi hampir sama seperti di sini, jadi ke sini lagi saja tanggal 5,” ujarnya pegawai Bolt yang namanya enggan disebutkan, Selasa (1/1).
Dari pantauan akun sosial media Bolt, ternyata ada beberapa tipe modem Bolt yang ternyata tidak bisa di-unlock. Dari unggahan salah satu pengguna Bolt bernama Agatha ke akun Twitter Bolt, menuturkan modem tipe MF90 tidak bisa di-unlock saat mendatangi Bolt Zone.
Hanya beberapa tipe tertentu saja yang bisa. Alhasil, dia hanya mendapat refund kuota dan mendapat kartu perdana Smartfren.
Kekosongan informasi ini tidak tercantum secara detail dalam keterangan resmi manajemen Bolt yang disampaikan lewat surel pengguna. Tentunya hal tersebut membuat mereka jadi bingung, kemudian melontarkan pertanyaan yang sama ke layanan pelanggan. Lantaran mereka harus mendatangi konter Bolt Zone untuk memproses seluruhnya.
Untuk mendapatkan fasilitas dari Smartfren, pengguna Bolt cukup mendatangi salah satu dari 28 lokasi Bolt Zone di Jabodetabek dan Medan dan mengikuti verifikasi dari Bolt. Jika lolos tahap verifikasi, layanan pelanggan Smartfren yang ada di lokasi Bolt Zone siap melayani penukaran kartu SIM lama dan aktivasi kartu perdana Smartfren Now+.
Dalam kartu perdana ini, pengguna akan mendapat benefit kuota sebesar 6GB yang terdiri atas 2,5GB kuota utama dan 3,5GB kuota malam.
“Kesepakatan ini kami lakukan sebagai bentuk dukungan kami terhadap pelanggan Bolt. [..] Tentunya selain tetap melanjutkan layanan internetnya, kini pelanggan Bolt dapat menikmati internet di wilayah yang lebih luas karena Smartfren hadir di lebih dari 200 kota Indonesia,” ucap Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim dalam keterangan resmi.
Adapun, menurut keterangan resmi manajemen Bolt, proses refund untuk seluruh pelanggan aktif prabayar dan pascabayar telah berlangsung sejak 31 Desember 2018 sampai 31 Januari 2019. Pengguna akan menerima pengembalian sisa pulsa dan/atau kuota yang belum terpakai, dan pengembalian pembayaran di muka sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Penutupan Bolt menjadi salah satu konsekuensi yang diterapkan pemerintah karena kelalaian manajemen dalam memenuhi kewajibannya membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio kepada negara. Selain Bolt, pemerintah juga mencabut izin dari PT First Media Tbk yang mengelola Bolt Home dan PT Jasnita.
Kementerian Kominfo resmi mencabut izin penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz dari Bolt (PT Internux), PT First Media Tbk, dan PT Jasnita Telekomindo per hari ini (28/12), lantaran ketiganya tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio kepada negara.
“Pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 3.2 GHz tidak menghapuskan kewajiban Internux, First Media, dan Jasnita untuk melunasi BHP spektrum frekuensi radio terutang dan denda keterlambatan pembayarannya,” terang Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo Ismail, Jumat (28/12).
“Proses penagihan tunggakan tersebut selanjutnya akan dilimpahkan dan diproses lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan sesuai perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Ismail menerangkan, Kominfo menyerahkan sepenuhnya proses penagihan utang kepada Kemenkeu, sesuai dengan fungsi masing-masing kementerian. Kominfo bertugas untuk fungsi teknis, apabila Biaya Hak Penggunaan spektrum frekuensi tidak dibayarkan operator dalam 24 bulan maka hak untuk pencabutan harus dilakukan.
Sementara, Kemenkeu bertugas untuk penagihan karena penggunaan pita frekuensi termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga kewenangannya ada di sana.
“Isi proposal [skema pembayaran dari Internux dan First Media] sudah kami konsultasikan ke teman-teman di Kemenkeu. Mereka tidak mendapatkan landasan regulasi yang cukup untuk merespons keringanan tersebut. Akhirnya harus dicabut.”
Untuk melaksanakan keputusan tersebut, khusus kepada Internux dan First Media, harus melakukan shutdown terhadap core radio network operation center (NOC) agar tidak dapat lagi melayani pelanggan menggunakan pita frekeuensi radio 2.3 GHz. Khusus Jasnita, perusahaan telah mengembalikan alokasi frekuensi radio pada 19 November 2018.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal yang sama, Kominfo telah melarang kedua operator tersebut untuk menambah pelanggan baru dan meminta menghentikan aktivitas top up paket atau kuota data. Penghentian ini dimaksudkan agar Kominfo dapat memantau perkembangan kondisi pelanggan Internux dan First Media serta meminimalisir dampak dari kerugian pelanggan.
Dari pantauan Kominfo pada 20 November 2018, terdapat 10.169 pelanggan aktif dengan nilai kuota data di atas Rp100 ribu dari kedua operator ini. Lalu pada 25 November 2018 hanya tertinggal 5.056 pelanggan aktif, turun drastis dalam kurun waktu sebulan saja.
Kondisi ini, sambungnya, dianggap sebagai saat yang tepat untuk mengakhiri penggunaan spektrum frekuensi 2.3 GHz untuk meminimalisir dampak kerugian bagi pelanggan kedua operator.
“Pengembalian pulsa dan hak pelanggan akan terus kami pantau sehingga tetap terpenuhi. Maksimal dalam satu bulan ke depan [akhir Januari 2019] semua hak pelanggan telah selesai.”
Janji penuhi hak pelanggan
Pada saat yang sama, pihak Bolt merilis pernyataan resmi terkait pemberitaan ini. Direktur Utama Bolt Dicky Mochtar memastikan meski layanan 4G LTE perusahaan telah berhenti, namun hak pelanggan akan tetap dipenuhi. Per 21 November 2018, Bolt tidak lagi menerima pembelian pulsa (top up).
“Bolt pastikan akan memenuhi kewajibannya kepada seluruh pelanggan aktif Bolt, baik prabayar maupun pascabayar,” ucap Dicky.
Pelanggan akan menerima pengembalian sisa pulsa dan/atau kuota yang belum terpakai dan pengembalian pembayaran dimuka. Untuk itu, perusahaan telah menyiapkan 28 gerai Bolt yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Medan untuk melayani proses pemenuhan hak pelanggan ini.
Sementara, khusus pelanggan aktif Bolt Home yang ada di cakupan jaringan homes passed Fixed Broadband Cable Internet Firs Media dari PT Link Net akan mendapatkan penawaran ke produk lain.
Dalam keterangan resmi ini, Dicky tidak menyinggung sama sekali bagaimana komitmen perusahaan dalam membayar utangnya kepada pemerintah dan kreditur lainnya.
Sebagaimana diketahui, ketiga perusahaan ini telah menunggak BHP dari tahun 2016 sampai 2018 kepada Kominfo. Untuk Bolt, BHP yang mestinya dibayar Rp343,5 miliar. Sementara First Media sebesar Rp364,8 miliar. Jasnita menunggak utang Rp2,1 miliar.
Nasib alokasi frekuensi 2.3 GHz
Terkait nasib berikutnya alokasi frekuensi yang sebelumnya dipakai tiga perusahaan, Ismail mengaku belum memikirkan lebih detail apakah akan di-tender-kan lagi ke perusahaan yang berminat. Namun idealnya, pita frekuensi ini adalah sumber daya alam terbatas milik negara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan industri telekomunikasi dan masyarakat luas.
“Belum ada skenario detailnya akan seperti apa. Nanti mau dibahas lagi karena ini kan kembali ke negara.”
Dia tidak menampik apabila di kemudian hari, ketiga perusahaan telah menyelesaikan kewajibannya, dapat mengajukan kembali pita frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku. Perlakuan yang sama tetap akan didapat seperti perusahaan lainnya.
“Enggak ada aturan [yang melarang] tentang masalah itu [pengajuan kembali pita frekuensi],” pungkas Ismail.
Sebagai salah satu pionir 4G LTE di Indonesia, ada tiga aspek yang saat ini menjadi perhatian utama Bolt: mengadopsi teknologi 4G+ hingga mencakup 90% jaringan mereka, memperluas jangkauan dan memastikan posisi BTS 4G Bolt lebih rapat, serta menekan biaya yang dibebankan pada konsumen, membuat kuotanya lebih banyak tapi dijajakan di harga lebih murah.
Dan di minggu terakhir bulan Febuari 2017 ini, Bolt kembali menyingkap sejumlah penawaran menarik, salah satunya merupakan respons terhadap karakteristik pengguna internet di Indonesia. Awalnya disiapkan sebagai solusi penyediaan internet berbasis mobile, ternyata banyak konsumen Bolt yang memanfaatkan servis Unlimited di rumah dan apartemen. Bolt sendiri menyadari, performa device mereka di dalam ruang masih belum optimal.
Ingin memberikan kualitas internet lebih baik bagi pengguna rumahan, Bolt memperkenalkan layanan Bolt Home Unlimited. Premisnya sederhana: lewat program baru ini, Bolt berusaha memastikan pengguna tidak kesulitan memperoleh sinyal 4G – tak perlu lagi repot-repot memindahkan-mindahkan modem Anda. Solusinya ialah dengan penambahan perangkat high gain outdoor antenna, sebuah router internet luar ruangan yang menyimpan kapabilitas transmisi tinggi.
Paket tersebut ditawarkan untuk pelanggan pascabayar yang menginginkan koneksi internet andal buat berinternet di tempat tinggal. Bolt menyiapkan berbagai pilihan variasi kecepatan, dari 8Mbps hingga 70Mbps (1-megabit sama dengan 0,125-megabyte). Dan seperti layanan Bolt lain, sang penyedia sambungan 4G menjajakannya di harga kompetitif. Berikut harga paket berlangganan per bulannya:
8Mbps – Rp 200 ribu
13Mbps – Rp 300 ribu
19Mbps – Rp 400 ribu
28Mbps – Rp 500 ribu
50Mbps – Rp 800 irbu
70Mbps – Rp 1 juta
Lalu bagaimana dengan device baru itu? Kabar baik, Anda bahkan tidak perlu membelinya. Bolt siap meminjamkannya tanpa biaya tambahan, lalu jika rusak atau bahkan hilang, Bolt berjanji untuk segera menggantinya. Hal ini menunjukkan komitmen yang tinggi karena harga high gain outdoor antenna tersebut tidaklah murah, satu unitnya merupakan investasi senilai kurang lebih Rp 2,8 juta.
Bolt juga punya berita gembira buat para pengguna internet di perangkat bergerak. Berdasarkan data dari WeAreSocial, ada tiga aplikasi mobile yang menjadi favorit user di Indonesia. Posisi pertama ditempati YouTube di 49 persen, dengan runner-up Facebook di 48 persen, lalu disusul Instagram di urutan ketiga dengan 39 persen. Informasi tersebut mendorong Bolt buat meluncurkan paket Unlimited dan program prabayar Super Streaming tahun lalu.
Dan demi memuaskan pengguna sosial media, Bolt mengungkap Lifestyle Add On. Paket ini terdiri dari dua tingkatan: pertama adalah Ultra Chat Unlimited, menghidangkan akses WhatsApp, Line, dan BlackBerry Messenger secara tidak terbatas cukup dengan menambahkan Rp 7.500 per bulan; dan kedua ialah Ultra Social Unlimited, di mana Anda dapat menikmati WhatsApp, Line, BlackBerry Messenger, Facebook (serta app Messenger-nya), Twitter, Path, Instagram, dan KakaoTalk sebebas-bebasnya dengan menambahkan Rp 39 ribu saja. Kedua paket ini sudah termasuk layanan panggilan suara ataupun video.
Yang jadi primadona di acara pers ini adalah demonstrasi langsung sambungan 4G LTE Bolt di kecepatan 300Mbps (atau 37,5-megabyte per detik), dipamerkan via SpeedTest. Menurut sang ISP, belum ada layanan lain yang mampu menunjang kecepatan setinggi itu. Bolt sendiri mampu mencapainya dengan dukungan handset Samsung Galaxy S7. Di 300Mbps, kabarnya Anda bisa mengunduh video berkualitas high definition dalam hitungan detik.
Terhitung di bulan Januari 2017, Bolt menginformasikan telah sukses menghimpun 2,8 juta pelanggan. Mereka juga punya rencana buat meningkatkan performa jaringan di 2017. Tahap satu dilakukan di kuartal pertama, meliputi Bogor, BSD, Kelapa Gading, Karawaci, Cikarang, Pluit, Pantai Indah Kapuk, Puncak, dan kota Medan. Tahap kedua dilangsungkan di triwulan kedua nanti, mencakup Cibubur, Bekasi, Kebon Sirih, Tangerang, Tomang sampai Jagakarsa. Selanjutnya akan ada tahap ketiga di kuartal tiga 2017, difokuskan di Bintaro, Ciledug, Cinere, Kebon Jeruk, Sawangan, Taman Sari, sampai Depok.
Bolt juga turut memperbanyak lokasi Bolt Zone, kini telah tersedia 24 titik servis di Indonesia.
“Kecepatan merupakan keunggulan kompetitif yang dimiliki Bolt dan hal ini menjadi pertimbangan utama pelanggan ketika memilih [layanan] 4G LTE,” tutur Chief Product Officer Billy Abe via rilis pers. “Kami akan terus berinvestasi demi meningkatkan kecepatan dan cakupan wilayah jaringan. Selain itu, apa yang kami lakukan selalu satu tahun lebih unggul dibanding dengan para kompetitor.”
Setelah sebelumnya menggandeng Grup Lippo untuk alternatif pembayaran mobile non-tunai, Grab mencoba kembali berinovasi. Hari ini Grab mengumumkan kemitraannya dengan Lippo Malls. Pengguna yang sedang berbelanja di 21 pusat perbelanjaan Lippo Malls Jakarta bisa memanfaatkan fitur GrabStand, yaitu lokasi penjemputan dan penurunan penumpang yang khusus disediakan Grab di semua jaringan Lippo Malls.
Fitur lainnya yang dihadirkan Grab adalah GrabVenue yang menggandeng Bolt sebagai penyedia koneksi internet. Para pelanggan yang tidak memiliki akses internet dan memerlukan bantuan dalam memesan taksi, mobil, atau ojek dapat menggunakan GrabVenue, terminal pemesanan self-service yang ditenagai Bolt.
“Kemitraan strategis yang kami lakukan dengan Grab hari ini merupakan komitmen Lippo malls untuk lebih memahami kebutuhan pengunjung yang selalu dinamis dan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan juga sebagai bentuk peningkatan layanan Lippo Malls untuk memberikan kepuasan kepada setiap pengunjung Lippo Malls dengan memberikan kemudahan mendapatkan layanan transportasi,” kata Executive Director Lippo Malls Indonesia Marshall Martinus.
GrabStand dan GrabVenue akan tersedia di 21 pusat perbelanjaan Lippo Malls di area Jabodetabek pada kuartal ketiga 2016. GrabStand dan GrabVenue juga akan segera tersedia di Lippo Malls yang ada di kota-kota lain yang memiliki operasonal Grab, termasuk Bandung, Surabaya dan Bali.
“Kami sangat bangga dapat bermitra dengan Lippo Malls untuk dapat membuat layanan transportasi yang aman dan handal tersedia untuk semua orang, termasuk untuk mereka yang mungkin tidak memiliki akses internet saat membutuhkan,” kata Managing Director untuk Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata.
Layanan lain yang saat ini juga mulai dikembangkan Grab adalah GrabFood, yang ke depannya diharapkan bisa menjadi pesaing tangguh Go-Food milik Go-Jek.
Di tahun 2015 industri telekomunikasi Indonesia ramai-ramai mengadopsi teknologi 4G/LTE. Di akhir tahun lalu berbagai kota sudah terjangkau sinyal 4G LTE. Bolt! yang dianggap sebagai yang pertama menjalankan teknologi 4G/LTE di Indonesia tetap percaya diri untuk kompetitif dengan mengusung paket 4G Ultra LTE. Seperti disampaikan Chief Executive Officer Bolt! Dicky Moechtar dalam konferensi pers Rabu (4/2) kemarin, kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap layanan 4G terus meningkat seiring dengan budaya streaming video dengan kualitas HD.
“Pertumbuhan jumlah pengguna internet 4G di Indonesia diperkirakan akan meningkat secara signifikan pada tahun 2016. Pengguna internet sekarang ini semakin membutuhkan multimedia yang kian kompleks. Tidak hanya berupa gambar dan suara tetapi juga video streaming berkualitas High Definition (HD). Teknologi 4G membuat konsumen lebih nyaman dalam menikmati layanan tersebut,” ujar Dicky.
Saat ini, Bolt! telah memiliki 3.600 BTS yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan juga telah mengadopsi teknologi 4G+ (LTE-Advanced). Lengkap dengan fitur Carrier Aggregation (CA) yang memungkinkan meningkatkan kecepatan, Interference Cancellation (ICIC) dan Simple Frequency Network (SFN) yang berfungsi untuk mengontrol dan mengatur kualitas sinyal.
“Dalam hal jaringan, sekitar 95% jaringan BOLT! terkoneksi dengan kabel fiber optic. Perpaduan teknologi 4G+ dan kabel fiber optic menghasilkan pengalaman mobile broadband yang tak tertandingi bagi pelanggan,” terang Chief Technology Officer Bolt! Devid Gubiani.
Setelah diperkenalkan untuk platform Android bulan Juli lalu, Bolt! Talk kini siap melangkah lebih jauh. Selain kini tersedia untuk platform iOS, Bolt! Talk kini menawarkan skema VoIP berbayar yang bisa digunakan untuk menelepon nomor seluler dan rumah di berbagai negara. Bolt! Talk kini tak ubahnya menjadi Skype versi lokal.
Selengkap apapun layanan yang disuguhkan, posisi sang pencetus hampir tak mungkin tergeser. Dan di Indonesia nama Bolt langsung mengingatkan khalayak pada penyedia sambungan 4G LTE pertama. Bermanuver di zona aman tidak lagi cukup membendung serbuan gencar para kompetitor terkemuka, dan Bolt sudah menyiapkan senjata andalan demi mengantisipasinya. Continue reading Layanan Bolt Super 4G LTE Kini ‘Naik Level’ ke Ultra LTE→
Bagi konsumen, dampak positif dari mulai merebaknya jaringan 4G LTE di Indonesia ialah tiap provider berusaha memberikan layanan serta harga terbaik. Namun apapun yang terjadi, posisi sang pionir dalam merintis ranah ini memang tak tergantikan. Pertanyaannya kini, apa langkah Bolt Super 4G LTE selanjutnya untuk menghadapi kompetisi dari sejumlah nama besar? Continue reading Bolt Super 4G LTE Pilih Samsung Galaxy J5 Sebagai ‘Pasangan Serasinya’→
Penyedia layanan Internet TD-LTE Bolt! mulai mengembangkan layanan OTT dengan mengeluarkan aplikasi Bolt! Talk. Seperti halnya layanan sejenis, Bolt! Talk bisa digunakan untuk menelepon (berbasis VoIP) dan saling berkirim pesan secara gratis. Nomor akun Bolt! menjadi nomor unik pengguna aplikasi ini. Saat ini Bolt! Talk sudah tersedia untuk platform Android, baik untuk smartphone maupun tablet. Ketersediaan di platform iOS dijanjikan dalam waktu dekat.
4G/LTE, bagaimana kabarnya di Indonesia? Seperti yang kita ketahui, teknologi jaringan seluler berkecepatan tinggi ini masih belum lama hijrah di tanah air, dan cakupannya pun masih belum seluas jaringan 3G. Namun apakah pertumbuhannya akan terus berjalan lambat seperti itu?
Sama sekali tidak. Buat yang sudah lebih dulu pesimis, ketahuilah bahwa seminggu ini saja ada begitu banyak kabar seputar perkembangan jaringan 4G/LTE di Indonesia. Tanpa perlu berbasa-basi, simak ringkasan yang kami ambil dari beberapa sumber berikut ini.
4G/LTE 1800 MHz menggantikan 900 MHz
Mulai awal bulan Juli kemarin, sejumlah operator telah melangsungkan uji coba jaringan 4G/LTE di frekuensi 1800 MHz. Menkominfo Rudiantara sendiri menegaskan bahwa ekosistem di band (pita) 1800 MHz ini lebih optimal ketimbang 900 MHz. Pada kesempatan lain, perwakilan XL Axiata juga sempat memaparkan bahwa implementasi jaringan 4G/LTE di frekuensi 1800 MHz ini memungkinkan pelanggan untuk mencapai kecepatan akses data hingga 100 Mbps.
Pertanyaan yang terpenting, kapan kita bisa menikmatinya? Sang Menkominfo sendiri memastikan bahwa pembangunan infrastruktur 4G/LTE 1800 MHz akan selesai akhir tahun ini juga. Dengan kata lain, awal tahun 2016 semua kawasan Indonesia sudah bisa dijangkau oleh jaringan 4G/LTE dalam frekuensi tersebut.
Selagi membahas soal implementasi teknologi 4G/LTE, silakan Anda simak survei pendapat masyarakat terkait hal tersebut. Versi singkatnya: hampir semua responden melihat implementasi 4G/LTE sebagai hal yang positif, meski baru seperempat dari mereka yang sudah menjajalnya.
Menyambung soal jaringan 4G/LTE 1800 MHz di atas, rupanya ada keputusan menarik yang diambil Telkomsel dan XL. Keduanya memilih menguji layanannya di kawasan Indonesia Timur; Telkomsel di Makassar, sedangkan XL di Lombok. Tentu saja ada pertimbangan khusus terkait tingkat penggunaan dan semacamnya, namun saya melihat langkah ini bisa jadi merupakan cara mereka menunjukkan bahwa tidak cuma Indonesia bagian barat saja yang ‘diperlakukan seperti raja,’ mengingat performanya di bagian barat sudah cukup oke, seperti yang sempat TRL coba langsung awal bulan Juni kemarin.
Di saat yang sama, XL rupanya juga punya ‘jurus’ untuk menggaet lebih banyak konsumen layanan 4G/LTE-nya. Di kawasan-kawasan yang masih didominasi perangkat 2G, XL menawarkan program bundling handset 4G. Intinya, mengarahkan konsumen agar beralih dari 2G langsung ke 4G LTE.
Bagaimana dengan Indosat? Selain berupaya untuk terus memperluas jaringan 4G/LTE-nya, Indosat juga punya cara tersendiri untuk menarik minat konsumen. Caranya adalah dengan menyediakan berbagai macam konten yang bisa di-stream dengan maksimal menggunakan layanan 4G/LTE. Konten-konten tersebut dikemas dalam tiga fasilitas khusus yang mereka namai Arena Musik, Arena Video dan Arena Game.
Lain halnya dengan Tri. Operator bermaskot robot tersebut hingga kini belum menawarkan layanan 4G/LTE. Kendati demikian, petinggi Tri menjelaskan bahwa mereka lebih memilih menunggu proses penataan frekuensi 1800 MHz rampung secara menyeluruh di akhir tahun 2015. Barulah setelah itu, mereka akan segera menjalankan komersialisasi layanan 4G/LTE secara bertahap di sejumlah kota.
Beralih ke pemain yang dulunya menjalankan layanan CDMA, Smartfren akan beralih dari CDMA dengan menghadirkan layanan 4G/LTE, memanfaatkan dua frekuensi yaitu 2300 MHz dan 850 MHz. Pelanggan CDMA akan tetap dilayani sampai beralih ke 4G/LTE. Meski berbeda sendiri, performanya tidak kalah, terbukti dari hasil pengujian TRL beberapa minggu yang lalu. Menurut rencana layanan 4G/LTE Smartfren ini akan rilis komersil pada semester 2 2015 di 22 kota.
Nama-nama besar operator di atas memang selangkah lebih awal, tapi bukan berarti monopoli pasar bisa diterapkan begitu saja. Sekedar mengingatkan, layanan 4G/LTE pertama di Indonesia justru berasal dari operator non-mainstream, yakni Bolt, pada akhir tahun 2013 kemarin.
Nah, kesuksesan Bolt ini mungkin saja memicu sosok-sosok baru lain untuk mengikuti jejaknya. Yang terbaru adalah PT Berca Hardayaperkasa. Mereka baru saja memperkenalkan layanan 4G/LTE yang mereka beri nama Hinet. Sebelum ini, perusahaan yang sama telah memiliki layanan berteknologi WiMAX, akan tetapi pada akhirnya mereka harus mengikuti tren dan mengadopsi teknologi 4G/LTE yang memang dinilai jauh lebih baik ketimbang WiMAX.
Hinet sendiri memanfaatkan teknologi 4G/LTE berbasis time-division duplex (TDD) di frekuensi 2,3 GHz, lain daripada yang lain. Terlepas dari itu, Hinet menawarkan kecepatan internet maksimum 125 Mbps dalam harga yang kompetitif. Satu catatan tambahan, Hinet hanya menawarkan layanan 4G/LTE dalam bentuk data saja, tanpa fungsi seluler, sama seperti yang diterapkan Bolt.
Kalau Hinet menyasar konsumen perangkat mobile, tidak demikian dengan MyRepublic. Perusahaan asal Singapura ini sudah resmi beroperasi di tanah air dan menawarkan layanan internet rumahan dengan harga yang amat sangat berani. Yang paling murah, ada paket 10 Mbps dengan harga Rp 200 ribu – tidak terlalu istimewa – namun Anda akan terkejut melihat paket termahalnya, yaitu 300 Mbps seharga Rp 900 ribu saja!
Diwacanakan pada awal tahun ini, regulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) akhirnya disahkan. Apa artinya? Gampangnya, mulai 1 Januari 2017, smartphone 4G/LTE berbasis frequency-division duplex (FDD) yang ingin masuk ke pasar Indonesia haruslah memiliki nilai TKDN sebesar 30%.
Masih bingung? Well, pada dasarnya, smartphone–smartphone tersebut haruslah mengemas komponen-komponen buatan dalam negeri. Meski demikian, komponen-komponen yang dimaksud tidak harus berupa hardware, tetapi juga software. Dengan demikian, langkah yang diambil vendor pun bisa bermacam-macam.
Jadi, kalau memang membangun pabrik perakitan di sini tidak memungkinkan, suatu vendor bisa saja berfokus pada pengembangan software dengan cara menanamkan investasi atau menuntun dan membimbing para developer lokal sehingga ekosistem aplikasi buatan dalam negeri bisa semakin berkembang.
Smartphone 4G/LTE tidak lagi mahal
Kalau beberapa tahun yang lalu 4G/LTE adalah salah satu fitur unggulan smartphone kelas atas, sekarang anggapan itu sudah tidak berlaku lagi. Tidak percaya? Coba lihat Bolt Powerphone E1. Spesifikasinya lumayan, dan sistem operasi Android yang dijalankan pun sudah merupakan versi terbaru. Namun yang terpenting, dukungan 4G/LTE ia kemas dalam harga hanya Rp 1 juta.
Oke, Bolt mungkin bisa melakukannya karena memiliki layanan internet sendiri, bagaimana dengan vendor lainnya? Well, Anda bisa melirik Himax, yang baru saja menggebrak pasar dengan smartphone 4G/LTE berharga amat terjangkau. Himax Pure 3S namanya, dan pemasarannya baru saja dimulai pada tanggal 8 Juli 2015 ini. Berapa harganya? Rp 1,4 juta, dan saya yakin Anda akan sedikit tidak percaya melihat spesifikasi hebatnya.