Tag Archives: Botika

Menurut cerita beberapa startup daerah yang tidak berbasis di Jakarta, kehadiran di ibukota menjadi penting untuk menjangkau lebih banyak pengguna

Sekelumit Cerita Startup Daerah: Dampak Pandemi dan Pentingnya Merantau Ke Jakarta

Pandemi memberikan efek berbeda bagi setiap startup. Ada yang mendulang keuntungan, ada juga yang kehabisan bahan bakar hingga akhirnya harus menutup layanannya. Saya mencoba menggali cerita dengan lima startup yang berdomisili di luar Jabodetabek tentang bagaimana bisnis mereka terdampak pandemi, dan urgensi memasuki Jabodetabek sebagai pusat ekosistem startup di Indonesia.

SimpliDots, startup asal Medan yang menyediakan solusi berbasis cloud untuk pengelolaan distributor dan retailer, mengaku meski terdampak mereka tetap bisa menjalankan operasi dengan melakukan beberapa penyesuaian operasional, termasuk kebijakan work from home.

CEO SimpliDots Jowan Kosasih menceritakan, bisnis mereka mengalami peningkatan. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan jumlah pengusaha yang mulai melek terhadap implementasi teknologi digital.

“Pertama, sejak pandemi melanda, kami menyusun beberapa skenario dari yang terbaik sampai yang terburuk, dan bagaimana kita tetap bisa berekspansi tapi juga tetap menjaga runway minimal 18 bulan selama pandemi ini. Kedua, kami melakukan evaluasi dan penyesuaian untuk produk kita, dan mencari peluang baru dengan adanya perubahan perilaku karena pandemi ini. Ketiga, tim kami yang sebelumnya agak skeptis terhadap kerja remote, sekarang menyadari bahwa bekerja secara remote juga banyak dampak positifnya,” cerita Jowan. 

Sementara itu dari segi bisnis, banyak yang cenderung wait and see. SimpliDots juga menjadi lebih hati-hati dalam hal spending. Menurut Jowan, fund raising relatif lebih sulit sekarang ini.

Selain itu juga karena pandemi ini pengembangan tim field sales jadi terhambat karena kita tidak bisa melakukan travel dan tidak bisa berjumpa langsung dengan client,” imbuh Jowan. 

Sementara itu, startup asal Yogyakarta, Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), cukup merasakan dampak pandemi dan mulai mencoba membuka lini bisnis baru. Startup yang menawarkan solusi IoT untuk pertanian dan perikanan ini praktis tidak melakukan pemasangan sensor di lokasi-lokasi baru.

Beberapa kegiatan untuk proyek di daerah dengan kementerian dan lembaga juga terhenti, pelatihan penggunaan teknolgi dan aplikasi dengan penyuluh pertanian, petugas lapangan dan petani pun harus disesuaikan dan diselenggarakan secara online.

“Baru mulai kembali minggu ini dengan Bank Indonesia kami memasang dua sensor di Tegal dan Nganjuk untuk klaster bawang merah dan bawang putih, dan akan ada 8 lokasi baru lagi yang akan menjadi lokasi tujuan pemasangan sensor,” terang Chief Marketing Officer MSMB Ari Aji Cahyono.

Kendati demikian, melalui produk RiTxMarket, MSMB berusaha membuka perluang baru dengan menjual komoditas hasil tani. RiTxMarket yang semula hanya disiapkan untuk konsumen B2B mulai dibuka untuk pengguna rumahan sehingga bisa menjangkau lebih banyak pengguna.

“Jadi, kami menyuplai kebutuhan bahan baku untuk rumah makan, catering, dan sebagainya. Namun, karena pandemi, mulai pertengahan Maret kami juga menyasar hingga konsumen rumah tangga. Meski hanya beroperasi di wilayah Yogyakarta, ternyata permintaan cukup tinggi untuk penjualan paket-paket sayuran dan komoditas lainnya. Bahkan, kami pun jadi memperluas wilayah dan membuka cabang di Solo untuk komoditas buah-buahan,” jelas Ari.

Situasi pandemi juga membawa efek positif bagi bisnis Tumbasin. Startup yang bermarkas di Semarang itu mengklaim berhasil mendapatkan pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan dengan 1000 pengguna harian dengan 14.000 pengguna aktif.

Startup yang mulai dirintis sejak tahun 2017 ini memang sejak awal berfokus pada menghubungkan pengguna dengan pasar tradisional. Di tengah himbauan jaga jarak dan pembatasan kerumunan model bisnis Tumbasin mulai menemukan potensi pengguna yang cukup besar.

“‌Sejak pandemi kami mengalami pertumbuhan hingga 6 kali lipat,” jelas Co-founder Tumbasin Muhammad.

Kondisi saat ini juga tak menghalangi startup Surabaya Riliv untuk terus berinovasi. Co-founder Riliv Audrey Maximillian Herli menceritakan bahwa mereka meluncurkan Riliv Hening, sebuah layanan meditasi online yang diharapkan mampu mencegah stres dan membuat pengguna lebih mindful.

Sementara itu, model bisnis (Software as a Services) SaaS berbasis chatbot membawa Botika mendapatkan peningkatkan permintaan. Startup yang lahir di Yogyakarta ini mengklaim mendapatkan permintaan yang semakin naik dan berlipat setelah pandemi, karena digitalisasi perusahaan juga semakin lazim.

Botika saat ini tengah fokus pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan yang diaplikasikan pada komunikasi antara manusia dan mesin, baik secara tekstual maupun suara, terutama untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan bahasa lainnya.

“Setelah meluncurkan smart speaker Bahasa Indonesia pertama bersama Widya, Botika dalam waktu dekat akan meluncurkan produk voicebot yang terhubung dengan saluran telepon, sehingga perusahaan dapat menerima dan melakukan panggilan suara melalui telepon secara otomatis untuk keperluan customer service, informasi, reminder dan penagihan,” terang Erikuncoro.

Pentingnya merantau ke Jabodetabek

Foto Jakarta / Pixabay
Foto Jakarta / Pixabay

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Startup Gnome, Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan ekosistem terbaik, hanyak kalah dari Mumbai, India. Jakarta beserta kota-kota yang berada di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi episentrum ekosistem startup di Indonesia.

Dua startup berbasis SaaS di luar Jabodetabek yang saya hubungi, SimpliDots dan Botika, sepakat bahwa semua tergantung produk dan model bisnis. “Merantau” ke kota besar di Jabodetabek merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis, tapi juga harus diperhitungkan dengan matang.

“Pada dasarnya, bisnis model SaaS  terbagi dua yaitu low touch (tidak membutuhkan banyak service dan support) dan high touch (sebaliknya). Untuk yang low touch sebenarnya tidak terlalu membutuhkan kantor fisik yang dekat dengan clients sepanjang users bisa self sign-up, self on-boarding dengan mudah.[…] Perusahaan juga sebenarnya masih cenderung untuk lebih memilih provider yang lebih dekat karena lebih mudah apabila memerlukan on-site support. Ekspansi ke Jakarta tentunya juga sangat penting bagi kami atas dasar beberapa pertimbangan tersebut,” jelas Jowan.

Sementara itu Co-Founder & CMO Botika Erikuncoro menjelaskan bahwa ekspansi ke Jabodetabek itu tergantung produk dan target pasarnya. Botika, misalnya, banyak memiliki potensi pengguna di Jakarta. Mau tidak mau mereka harus hadir di Jakarta meski tidak sepenuhnya. Mereka membuka kantor di Cohive Menara Prima sejak tahun 2019.

“Dan kalau melihat Botika, kami tidak memindahkan semua tim ke Jakarta walaupun klien kami sebagian besar berada di sana. Cukup beberapa [anggota] tim business development dan marketing aja yang berada di sana untuk kemudahan koordinasi dan komunikasi dengan klien,” papar Erikuncoro.

Kondisi tak jauh berbeda dialami MSMB dan juga Tumbasin. Meski kantor pusat dan operasionalnya ada di Yogyakarta, perusahaan tetap hadir di Jakarta dalam wujud tim marketing dan business development.

“Tak bisa dipungkiri, karena pusat pemerintahan, lembaga dan sektor swasta lainnya kebanyakan berpusat di Jakarta, dan mereka adalah client kami. Untuk itulah kenapa perlu kami menempatkan tim di Jakarta,” jelas Ari.

Sementara Tumbasin akhirnya memutuskan masuk ke Jakarta untuk menjemput pengguna yang lebih banyak. Hadir ke pasar tradisional Jakarta adalah keputusan yang diambil setelah apa yang mereka lakukan di Semarang diterima dengan baik oleh pengguna. Tumbasin juga membuka kantor operasional di lokasi yang dekat dengan tiap-tiap pasar. Saat ini mereka berharap menggalang dana baru untuk memperkuat operasionalnya di 10 kota.

“Kami sudah melakukan ekspansi ke Jabodetabek. Sudah [hadir di] 10 pasar tradisional untuk wilayah Jabodetabek. Kuncinya di kepuasan pelanggan yang kami jaga. Market Jabodetabek [memiliki] populasi penduduk sangat besar dengan penduduk yang bermacam-macam. Harapannya paling tidak Tumbasin bisa menyelesaikan masalah 10% total rumah tangga yang ada di Jabodetabek untuk memudahkan belanja di pasar tradisional,” terang Fuad.

Maxi berpendapat serupa. Menurutnya, secara operasional dan pengembangan produk startup tidak harus berada di Jabodetabek, namun dalam rangka untuk melakukan pemasaran, networking, dan business development, berada di Jabodetabek akan lebih memudahkan karena banyak partner dan klien yang berada di sana.

Di mana pun memulainya, Jakarta atau Jabodetabek pasti akan menjadi masuk dalam radar. Pusat perekonomian, masyarakat yang mayoritas melek teknologi, dan akses ke banyak perusahaan tentu menjadi godaan startup untuk hadir di sana.

Penggunaan WhatsApp sebagai kanal komunikasi dan distribusi memudahkan startup, khususnya yang memiliki keterbatasan sumberdaya, memulai bisnis

Mengenal Istilah “Startup WhatsApp”, Membangun Bisnis di Atas Platform Komunikasi

WhatsApp secara de facto adalah platform percakapan paling populer di Indonesia. Tak hanya untuk percakapan sehari-sehari, platform ini juga telah menjadi platform komunikasi di kalangan bisnis–termasuk ketersediaan akun khusus bisnis.

Sebuah tren baru mendorong pemanfaatan WhatsApp yang lebih luas. Sebuah startup, dengan sumberdaya terbatas pun, bisa mulai membangun bisnisnya menggunakan WhatsApp sebagai kanal komunikasi dan distribusi.

Di artikel ini, DailySocial mencoba menjabarkan peranan WhatsApp sebagai sebagai platform yang memudahkan startup menjalankan bisnis dan scale up.

Aplikasi untuk bisnis

WhatsApp Business adalah aplikasi yang dapat diunduh secara gratis dan didesain khusus untuk pemilik bisnis kecil. Pengguna dapat membuat katalog untuk menampilkan produk dan layanan dan terhubung dengan pelanggan  menggunakan fitur-fitur untuk mengautomasi, menyortir, dan menjawab pesan secara cepat.

Semua pilihan tersebut menjadi menarik bagi startup baru yang masih terkendala untuk menciptakan platform secara mandiri.

Menurut Lisa Enckell, Partner Antler, membangun produk di atas WhatsApp terbilang lebih cepat dibandingkan membangun untuk beberapa platform, seperti web, iOS, dan Android. Hal tersebut memungkinkan startup bertemu dengan calon pengguna di platform yang sudah mereka gunakan setiap hari. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan startup untuk membangun Minimum Viable Product (MVP) dan dengan cepat menguji permintaan untuk produk baru.

“Kami juga telah melihat contoh hebat beberapa startup [binaan Antler] yang telah memanfaatkan WhatsApp. Di antaranya adalah Sama [Singapura] dan Sampingan yang terus membangun produk mereka di WhatsApp saat mereka berkembang,” kata Lisa.

Beberapa startup telah menemukan jalan keluar keterbatasan sumberdaya mereka dan sekarang menjalankan banyak layanan di atas WhatsApp. Memvalidasi dengan pelanggan lebih cepat dan murah. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mobile-first, tetapi mereka juga WhatsApp-first.

“Ada banyak friksi ketika mereka harus mengunduh aplikasi baru, sementara aplikasi yang digunakan setiap harinya tidak banyak. Menjadi bagian dari aplikasi yang sudah digunakan banyak orang bisa menjadi cara yang tepat untuk terlibat dengan pengguna. Ini adalah kanal komunikasi dan distribusi, mirip dengan kehadiran di media sosial atau menggunakan pemasaran email,” kata Lisa.

Ia melanjutkan, “Ini adalah emerging platform. Anda harus terbuka terhadap perubahan besar. Pelajari API mereka dan pastikan Anda dapat melakukan semua hal yang ingin Anda lakukan dengan produk Anda. Uji dan coba. Pada akhirnya alasan menggunakan WhatsApp mungkin hanya untuk onboarding atau komunikasi dengan pengguna, kemudian ciptakan produk yang independen dan relevan.”

Melayani enam ribu seller Sampingan

Untuk memastikan aktivitas bisnis yang dilakukan sudah tepat, Sampingan selalu melakukan testing dan eksperimen. Sampingan kini melayani 6000 Reseller dan menjual lebih dari 150.000 produk menggunakan WhatsApp sebagai salah satu kanal utama. Perusahaan melihat potensi WhatsApp sebagai alat untuk scaling up

“Startup diharuskan untuk jeli dalam melihat fitur yang disediakan dan bagaimana fitur itu dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengembangkan bisnis,” kata CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi.

Untuk memperkuat bisnis, Sampingan selalu fokus kepada customer, baik dari sisi experience, product, maupun feature

Keamanan data pengguna dan perusahaan adalah salah satu fokus Sampingan dalam menjalankan bisnis. WhatsApp sebagai channel komunikasi yang dipilih oleh Sampingan juga membantu dalam meningkatkan sisi keamanan. Terlebih lagi, dengan end-to-end  encryption yang dimiliki oleh WhatsApp,” kata Wisnu.

SIRCLO Chat

Sebagai platform e-commerce enabler, SIRCLO memiliki alasan yang kuat mengapa perusahaan menjadi partner WhatsApp Business API. Sejak pertengahan tahun 2019, SIRCLO menjadi partner WhatsApp Business API dalam menyediakan solusi chat commerce (SIRCLO Chat) agar merchant di Indonesia dapat semakin mengoptimalkan kanal/aset digital yang mereka miliki untuk meningkatkan transaksi via online.

“Menurut riset We Are Social, pada tahun 2019 ada 125 juta pengguna WhatsApp di Indonesia. Di sini kami melihat potensi yang besar dari medium berbasis chat (chat commerce) yang digunakan oleh pemilik bisnis untuk mengelola transaksi dengan pelanggan, khususnya melalui WhatsApp,” kata perwakilan SIRCLO.

Di Indonesia sendiri transaksi melalui chat sudah terjadi lebih dari satu dekade yang lalu, saat penjual dan pembeli menggunakan Blackberry Messenger untuk transaksi jual beli. Hanya saja, waktu itu, transaksi akan dilakukan atau direkap secara manual.

“Dengan memanfaatkan WhatsApp, penjual dengan mudah dapat terhubung dengan pelanggan mereka. Sifat orang Indonesia yang suka chat untuk membeli barang juga menjadi alasan kenapa penjual dapat beralih menggunakan WhatsApp. Dengan adanya solusi bisnis seperti SIRCLO Chat, saat ini merchant tidak hanya bisa mengirim pesan saja, tapi aktivitas ini juga didukung oleh sistem e-commerce dari sisi backend-nya.”

Untuk startup yang memiliki niat memanfaatkan WhatsApp ke dalam bisnis mereka, ada beberapa poin menarik yang ditekankan. Teknologi tidak sekadar chatbot/aplikasi untuk chat, tapi yang bisa melayani transaksi, mulai dari create order, integrasi dengan pembayaran otomatis, dan integrasi dengan sistem pengiriman. Startup juga harus siap melakukan scale up. Sistem WhatsApp yang dipilih harus siap ketika merchant menerima ratusan hingga ribuan chat tiap harinya.

“Semua tetap butuh sentuhan manusia. Robot tidak bisa menggantikan manusia seutuhnya. Ketika memilih teknologi WhatsApp, chatbot digunakan untuk membantu meringankan kerja manusia mengautomasi hal-hal repetitif. Tapi ketika bicara tentang pelanggan, pertanyaan mereka bisa jadi sangat unik dan beragam, sehingga sentuhan manusia tetap dibutuhkan.”

Asisten digital Botika

Selain popularitas WhatsApp yang tidak tertandingi di Indonesia, Botika memilih WhatsApp sebagai kanal distribusi dan komunikasi untuk memperkuat produk dan teknologi yang dimiliki. Saat ini Botika telah menyiapkan satu kanal di WhatsApp sebagai Assistant, yang nantinya memudahkan kosumen berinteraksi dengan produk Botika yang bernama LUNA.

“Botika melihat penggunaan WhatsApp oleh startup merupakan tool awal dalam scale up startup. Karena memang mereka menjaga komunikasi dan mengelola konsumen melalui WhatsApp, sehingga menjadi tantangan pengembangan selanjutnya dalam penggunaan teknologi pendukung, misalnya aplikasi. Kami juga melihat startup yang sudah besar pun saat ini menguatkan kanal komunikasinya melalui chat dengan chatbot, dan melakukan otomatisasi di kanal WhatsApp API Business,” kata Co-Founder & CMO Botika Eri Kuncoro.

Terkait concern keamanan, Botika melihat penerapan sistem yang berlapis dalam proses ini didukung standard privacy policy WhatsApp. Tujuannya agar data tidak digunakan atau diberikan ke pihak lain untuk kepentingan di luar kepentingan klien.

“Saran [saya] untuk startup yang ingin menggunakan WhatsApp untuk berinteraksi dengan klien atau konsumen mereka, mulailah gunakan tools pendukung proses interaksi di kanal WhatsApp tersebut. Salah satunya menggunakan satu dashboard yang bisa menghubungkan berbagai kanal dengan banyak tim customer service yang dimiliki,” kata Eri.

Potensi jadi platform pembayaran

Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil
Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil

Setelah Gojek mendapatkan dana segar dari Facebook awal bulan Juni 2020 lalu, gaung rencana Facebook menggunakan WhatsApp sebagai platform pembayaran di Indonesia semakin kencang. Di negara lain, seperti India dan Brazil, WhatsApp Pay sudah diimplementasikan untuk membantu UKM berjualan dan menerima pembayaran.

Uji coba penggunaa WhatsApp sebagai alat pembayaran di Brazil dilakukan atas kerja sama dengan beberapa mitra, di antaranya adalah perbankan dan penyedia layanan proses pembayaran. Di Indonesia, GoPay menjadi kandidat kuat partner perdana jika fitur ini diimplementasikan.

Chatbot di Indonesia masih butuh "belajar" untuk memahami perbendaharaan bahasa

Cerita Chatbot di Indonesia

Lima tahun terakhir teknologi chatbot mencuri banyak perhatian. Tak heran jika akhirnya banyak perusahaan beramai-ramai mengimplementasi chatbot mereka sendiri lengkap dengan nama yang keren dan terkesan ramah. Namun banyak chatbot yang masih terkesan kaku, dan butuh banyak “latihan”. Terlebih chatbot yang ditempatkan pada posisi customer service.

Chatbot bekerja dengan cara menganalisis kata yang dikirimkan pengguna melalui kanal pesan. Kemudian kata-kata yang dikirimkan dan dicocokkan dengan sistem yang ada untuk kemudian memberikan respon yang sudah ditentukan.

Dalam beberapa kasus banyak chatbot yang tidak bisa mengenali kalimat yang dimaksud, hal ini terjadi karena kalimat tidak menggunakan bahasa/kata yang terdaftar dari sistem atau perbendaharaan kata di sistem tidak lengkap.

Chatbot bisa jadi solusi alternatif pengganti UI/UX. Alih-alih melakukan tap atau menghafal langkah untuk mencari sebuah info di aplikasi ataupun website, pengguna tinggal menuliskan apa yang mereka cari di platform percakapan. Chatbot dengan “ramah” akan mencarikan informasi yang dimaksud. Dalam kasus ini chatbot bisa menuntun pengguna jika tidak mendapati maksud dari kalimat yang diberikan.

Namun, untuk kasus customer service, chatbot harus bekerja “lebih keras dan ramah”. Pasalnya tidak semua pengguna puas dengan jawab template atau informasi umum. Bisa jadi pengguna yang menghubungi adalah mereka yang menunggu mengapa ada gangguan di akun mereka atau transaksi yang tak kunjung rampung.

Seringkali komplain tidak dituliskan dengan kalimat yang lengkap dan runtut. Bahkan lebih sering ditulis dengan menggebu dan emosi sehingga kadang kalimat bisa jadi tidak runtut. Selain harus memahami, chatbot harus juga dilatih untuk bisa lebih sopan. Jadi, kendala terbesarnya ada pada pemahaman bahasa dan database solusi yang disediakan.

Jika chatbot dilengkapi dengan mesin pembelajar yang memungkinkan chatbot bisa dilatih maka banyak chatbot di Indonesia masih butuh banyak dilatih untuk bisa memahami lebih banyak pilihan kata, susunan kalimat, dan yang paling penting database solusi.  Itu mengapa banyak chatbot di posisi customer service masih sering didampingi agen pelayanan pengguna demi tetap memberikan sentuhan manusia.

Berbagai macam inovasi chatbot di Indonesia

Di Indonesia perusahaan teknologi yang bergerak di bidang chatbot dan AI tidak banyak. Dua nama yang konsisten dalam pengembangan bisnis dan inovasi adalah Kata.ai dan Botika. Keduanya saling susul dalam hal inovasi.

Kata.ai yang digawangi Irzan Raditya mulai memperkenalkan Kata Platform Conversational. Sebuah platform yang didesain untuk memberikan solusi lengkap bagi pengguna Kata.ai. Di dalamnya ada berabgai macam fitur, di antaranya Kata Omnichat, Kata Assist, Kata Voice, dan beberapa fitur lainnya.

Kata.ai mulai merajut asa untuk menjadi “super app” dalam hal chatbot dan AI dengan mulai menawarkan beragam solusi. Di tahun 2020 sinergi dan kemitraan diharapkan bisa memperkuat Kata.ai dan solusi yang dibangunnya.

“Kami percaya kolaborasi dengan penyedia jasa dan platform lain adalah kunci strategi pertumbuhan kami, seperti halnya yang sudah kami lakukan di dua tahun terakhir dengan tech startup lainnya, seperti Qiscus dan Halosis, ataupun juga mitra system integrator seperti Accenture, Medlinx, Sprint, Telkom Infomedia, dan lain-lainnya. Kami sangat terbuka dalam menyambut lebih banyak lagi sinergi dan kemitraan yang bisa dihasilkan di tahun 2020,” terang Irzan beberapa waktu lalu.

Botika juga melakukan hal yang sama, inovasi. Ada dua layanan baru dari Botika, yakni Voicebot dan Omnibotika. Voicebot merupakan asisten virtual yang bisa diperintah melalui pesan suara, sedangkan Ominbotika merupakan dashboard yang mampu mengontrol berbagai macam saluran komunikasi mulai dari WhatsApp, Line, Telegram, WeChat, email, hingga telepon.

Di tahun 2019 kemarin, kurang lebih ada 20 juta lalu lintas pesan yang melalui sistem Botika. Lebih dari 1500 download untuk aplikasi Chatbotika untuk online shop dan menangani lebih dari 2000 perusahaan sebagi klien. CEO Ditto Anindita Botika menyebutkan di tahun 2020 ini pihaknya akan mengembangkan kemampuan Voicebot dan menambah jumlah saluran komunikasi untuk dintegrasikan dengan sistem Botika.

“Botika melakukan konsorsium dengan beberapa perusahaan dan membuat Smart Speaker yaitu Widyawicara direncanakan akan diluncurkan tahun 2020 ini. Melalui anak perusahaan kami, ARSA technology, kami melakukan inovasi AI Chip, yang memungkinkan komputasi machine learning bisa dilakukan pada sisi hardware IOT secara mandiri [edge computing]. Ini akan menaikan kecepatan proses komputasi dan menurunkan beban server,” terang Ditto.

Tugas berat chatbot memuaskan pelanggan Indonesia

Meski sudah banyak diimplementasi di Indonesia, nyatanya chatbot masih punya banyak pekerjaan rumah, terutama terkait pemahaman pesan yang terkendala bahasa di Indonesia yang beragam dan kemampuan AI di dalamnya menyediakan solusi yang sesuai–tidak hanya memberikan tautan artikel FAQ.

Kendati merupakan salah satu teknologi canggih, chatbot menyimpan peluang untuk gagal. Terlebih jika data-data yang digunakan sebagai “latihan” kurang atau tidak akurat, tidak bisa memahami percakapan dengan baik, dan yang tak kalah pentingnya, melindungi data pribadi.

Meski bukan sesuatu yang baru, chatbot masih menyimpan pontensi untuk berkembang. Tugas utama chatbot adalah memuaskan pelanggan dengan membuat dirinya seolah-olah manusia sebenarnya.

Ekspansi Botika

Kerja Sama dengan Sealand Asia Jadi Pintu Botika Masuki Pasar Internasional

Sesuai dengan komitmen perusahaan untuk bisa go international, startup pengembang platform chatbot asal Yogyakarta Botika mengumumkan kerja sama strategis dengan Sealand Asia.

Perusahaan intra – regional shipping Sealand yang merupakan bagian dari perusahaan besar logistik asal Denmark bernama Maersk menunjuk Botika sebagai mitra teknologi dalam menyediakan kemudahan komunikasi dan informasi dalam bentuk virtual assistant AI bernama “Seabot”.

Kepada DailySocial CMO Botika Eri Kuncoro menyebutkan, Botika menghadirkan teknologi chatbot berbasis AI yang memudahkan konsumen berinteraksi dan berkomunikasi.

“Awalnya hanya untuk Indonesia, kemudian mereka meminta untuk kami buatkan di 14 Negara dengan bahasa lokal negara tersebut. Yang sudah live saat ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapore, Filipina, Thailand, Bangladesh, Vietnam, Kamboja, dan Korea Selatan. Sementara Jepang, Taiwan, Rusia, Myanmar dan Tiongkok masih dalam proses pengembangan.”

Terintegrasi dengan aplikasi media sosial dan pesan

Di dalam chatbot tersebut terdapat fitur tracking container, schedule & deadline Info, vessel import free time duration, offline information, dan export & import information. Cara kerjanya, konsumen bisa melakukan percakapan (chat) melalui Facebook Messenger dengan akun Seabot menyesuaikan negara yang dipilih.

Selain komunikasi langsung, percakapan tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi. Hal tersebut bisa terjadi karena di dalamnya terdapat beberapa fitur yang diklaim menjadi unggulan oleh Botika.

“Kami memang berencana untuk go international dalam memasarkan produk teknologi kami dan salah satu klien kami ini menjadi momentum jika pasar internasional memang terbuka dan telah kita mulai,” kata Eri.

Disinggung kapan rencana Botika meluncurkan Botika Pay sebagai layanan pembayaran yang terintegrasi dengan aplikasi pesan, Eri menegaskan saat ini masih dalam tahap pengembangan. Dan jika sesuai dengan rencana, tahun depan sudah bisa diluncurkan.

Fokus Botika saat ini di antaranya adalah menghadirkan teknologi chatbot untuk pemerintahan. Salah satunya layanan smart city assistant untuk memudahkan kota-kota berkomunikasi dengan warga.

“Kami juga telah meluncurkan Omnibotika yang merupakan satu dasbor untuk membantu layanan pelanggan di perusahaan dalam melayani konsumen dalam jumlah besar secara bersamaan, terintegrasi dengan banyak saluran komunikasi mulai dari media sosial, chat messenger, webchat, email, dan chatbot,” kata Eri.

Chatbot Javira, yang dikembangkan Botika, rencananya bakal menjadi salah satu kanal media sosial resmi Pemprov DKI Jakarta. Memudahkan warga berkomunikasi

Gandeng Pemprov DKI Jakarta, Botika Siapkan Teknologi Chatbot Javira

Didukung dengan teknologi kecerdasan buatan atau populer dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI), Botika meluncurkan chatbot Jakarta Virtual Assistant (Javira) yang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nantinya chatbot ini bisa berfungsi sebagai platform untuk mengobrol secara lebih dekat dengan pemerintah daerah. Di dalamnya warga mampu mengetahui informasi terkini mengenai kota hingga pelaporan aduan.

Kepada DailySocial, CEO & Founder Botika Ditto Anindita mengungkapkan, Javira dibuat untuk mendukung program pembangunan kota cerdas atau smart city DKI Jakarta, dan Botika menjadi salah satu startup lokal yang mendukung Pengembangan Smart City DKI Jakarta.

“Awalnya kita yang mencoba melakukan pendekatan dengan Pemprov DKI dan menawarkan teknologi chatbot yang kami miliki. Kemudian karena adanya kesamaan visi Pemprov DKI pun kemudian menyambut baik usulan kami.”

Chatbot milik Botika ini nantinya bisa dimanfaatkan warga tanpa harus mengunduh aplikasi baru dengan memanfaatkan platform messaging seperti WhatsApp dan Facebook Messenger. Javira akan hadir di kanal media sosial resmi Pemprov DKI Jakarta.

Teknologi chatbot Javira disebut didukung teknologi Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML) dan Natural Language Processing (NLP) Bahasa Indonesia yang memudahkan warga kota mengobrol dengan bahasa kasual dan tidak kaku.

Keunggulan lain yang diklaim hanya dimiliki chatbot Botika adalah pemanfaatan kombinasi bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Menyesuaikan kebiasaan dan latar belakang masing-masing pengguna, chatbot juga bisa menjawab pertanyaan menyesuaikan bahasa yang digunakan.

“Misalnya jika pengguna berasal dari kalangan milenial, chatbot bisa menjawab sesuai dengan bahasa sehari-hari yang mereka gunakan, sehingga membuat percakapan menjadi lebih personal,” kata Ditto.

Masih dalam proses pengembangan dan persiapan, Botika menargetkan chatbot tersebut bisa meluncur dalam waktu tiga bulan ke depan. Tak hanya soal komunikasi dengan warga yang semakin terbuka, teknologi chatbot Botika juga mampu menciptakan sistem monitoring untuk Pemerintah yang lebih real time dan kesigapan dalam menindaklanjuti aduan-aduan warga.

“Jadi, tidak ada alasan lagi untuk pemerintah sulit dihubungi. Era yang serba cepat seperti ini, Javira mampu menjadi solusi utama untuk menjadi penghubung antara warga kota dengan pemerintah,” kata Ditto.

Rencana penggalangan dana dan pendirian R&D Center

Tahun 2019 ini Botika berencana melakukan penggalangan dana Pra Seri A. Masih dalam tahapan penjajakan, nantinya dana segar tersebut akan digunakan oleh Botika untuk mengembangan fitur baru seperti Voice Recognition dalam bentuk smart speaker–seperti Alexa yang dikembangkan Amazon.

Botika juga memiliki rencana untuk mendirikan Research and Development Center di Yogyakarta. Saat ini Botika juga telah mengembangkan teknologi media monitoring terintegrasi dengan media sosial dan dengan predictive analytics.

“Dengan proses yang kami kembangkan, nantinya pihak terkait bisa melihat tren dan isu yang beredar di media sosial lebih awal. Sehingga bisa menangkan isu tersebut sebelum menjadi viral,” kata Ditto.

Angkasa Pura II hadirkan chatbot berbasis informasi / Pixabay

Gandeng Botika, Angkasa Pura II Hadirkan Chatbot Bernama “Tasya”

Sejak awal tahun 2017 startup pengembang chatbot Botika menegaskan keseriusan mereka untuk melayani segmen pasar B2B. Terkini Botika didapuk oleh Angkasa Pura II untuk mengembangkan chatbot official mereka bernama Tasya (Travel Assitance System Angkasa Pura II).

Tasya akan hadir di platform Facebook Messenger Angkasa Pura II, LINE akun @angkasapura2, dan Telegram akun @angksapura2Bot. Selain itu, Tasya juga akan dipasang pada aplikasi mobile resmi bandara, website resmi Angkasa Pura II, dan kiosk yang ada di bandara Soekarno Hatta.

Founder Botika, Ditto Anindita, menceritakan ke depannya Tasya akan terus ditambahkan fitur dan akan hadir di platform yang lebih luas, termasuk WhatsApp.

“Secara berkala Botika akan menambahkan fasilitas-fasilitas baru yang berkaitan dengan layanan langsung bandara, seperti customer service, jadwal penerbangan, dan layanan pihak ketiga seperti tiket pesawat, hotel, tour dan lainnya,” terang Ditto.

Tasya juga menjadi kanal informasi bagi pengguna yang bisa memberikan informasi seperti proses check-in, lokasi tenant, prayer room, free charging spot, informasi keberangkatan dan kedatangan pesawat.

Dari segi fitur dan teknologi, Tasya didukung dengan machine learning dan NLP (Natural Language Processing), sehingga memudahkan pengguna dalam berinteraksi karena mampu mengerti bahasa yang digunakan sehari-hari.  

“Penggunaan machine learning dan NLP membuat chatbot mudah digunakan, juga merupakan salah satu kunci penting karena pengguna bandara berasal dari berbagai latar belakang  yang pastinya tidak semua familiar dengan teknologi,” imbuh Ditto.

Tasya juga dibekali dengan kemampuan untuk meneruskan pembicaraan bila chatbot tidak bisa menjawab pertanyaan dari pengunjung. Sehingga pengunjung bisa tetap mendapatkan informasi yang akurat.

“Khusus untuk customer service, Botika memiliki fasilitas tandem dengan human operator. Bila chatbot tidak bisa menjawab pertanyaan dari pengunjung, maka chatbot akan mengalihkan pembicaraan kepada human operator. Pengunjung tidak akan merasakan perpindahan ini, karena chat mereka akan dijawab langsung melalui channel yang saat itu mereka gunakan,” terang Ditto.

XL Axiata Kenalkan MAYA sebagai Asisten Pelanggan Berbasis Chatbot

PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) tak mau ketinggalan dalam inovasi pelayanan pelanggan di industri telekomunikasi. Menyambut ulang tahunnya yang ke-21, XL Axiata mengenalkan layanan Virtual Assistant yang diberi nama MAYA. Sebuah tempat baru layanan XL Digital Care. Yang membuat MAYA berbeda dari layanan pengguna XL Axiata sebelumnya adalah teknologi chatbot yang diusungnya.

Chief Marketing Officer XL Axiata David Arcelus Oses dalam sebuah rilis menyatakan bahwa pihaknya menyadari perlunya keleluasaan dan kenyamanan pelanggan dalam menyampaikan masukan dan keluhannya. Virtual Asisten MAYA diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kenyamanan dan kepuasan pelanggan.

“Virtual Assistant MAYA merupakan implementasi dari upaya tersebut, yang kami harapkan dapat memberikan pengalaman positif kepada pelanggan dalam berkomunikasi dengan Customer Service XL Axiata menjadi lebih baik, cepat, mudah, dan menyenangkan. Kami juga berharap, sosok Virtual Assistant ini bisa ikut meningkatkan kualitas layanan kami dari segi kemudahan, solusi yang diberikan, hingga menjalin kedekatan antara XL Axiata dan pelanggan,” terang David.

David mengenalkan MAYA sebagai My XL Assitant yang siap membantu masyarakat dan pelanggan untuk mendapatkan informasi dan solusi seputar produk XL Axiata. Pelanggan bisa mendapatkan pelayanan dari MAYA melalui berbagai channel digital customer service XL Axiata. Kabarnya MAYA merupakan bentuk kerja sama dengan Botika yang merupakan salah satu startup yang dikenal mengembangkan layanan chatbot.

“Kami menawarkan solusi chatbot ke XL Axiata langsung. Saat itu memang ada rencana dari XL juga untuk membuat chatbot guna keperluan customer service. Setelah melalui proses pitching dan procurement, maka Botika terpilih sebagai vendor chatbot. Chatbot yang menjadi project awal di deploy di Facebook Messenger. Chatbot ini juga merupakan proof of concept yang setelah sukses lalu dilanjutkan ke Line,” papar Founder Botika Ditto Anindita.

Tren layanan pengguna chatbot

Chatbot tampaknya mulai jadi primadona untuk melengkapi layanan pengguna di beberapa perusahaan. Tren yang mulai terlihat ada pada perusahaan telekomunikasi. Sebelum XL Axiata mengenalkan MAYA, Telkomsel lebih dulu mengenalkan Veronica sebagai salah satu kanal layanan pengguna mereka. Keduanya sama-sama menggunakan teknologi chatbot yang dikombinasikan dengan teknologi NLP dan teknologi mutakhir lainnya.

DailySocial pernah menerbitkan sebuah laporan berjudul Customer Service In Indonesia’s Digital Era Survey 2017. Dalam laporan tersebut beberapa pengguna di Indonesia menyebutkan pernah melakukan komunikasi dengan chatbot pelayanan pengguna. 76.30% dari total responden 1018 merasa dirinya pernah “dilayani” oleh chatbot. Soal kepuasan dan manfaat, hanya 16.72% yang tidak merasa tidak terbantu dengan layanan pengguna chatbot.

Delapan Startup Tuntaskan Pitching Final Virtual Startup Hunt Bubu Awards V.10

Indosat Ooredoo IDByte 2017 resmi digelar pada Senin, (25/9), dengan mengadakan Final Virtual Startup Hunt yang merupakan bagian Bubu Awards v.10.

Sebelum babak final diselenggarakan, Visual Startup Hunt telah menyelesaikan babak penyisihan di lima kota, yakni Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan pada 5-6 Agustus 2017. Akhirnya, terpilih delapan startup untuk pitching di hadapan dewan juri.

Seluruh startup akan dievaluasi dalam lima area, yaitu tingkat urgensi produk di pasar, inovasi secara pendekatan pedagogis, user experience (UX), potensi pertumbuhan dalam user base, dan potensi berkembang menjadi bisnis yang berkelanjutan.

Berdasarkan lima penilaian ini, juri akan memilih dua pemenang dengan dua kategori Best Growth dan Most Innovative Startup. Pemenang akan diumumkan dalam Bubu Awards pada 28 September 2017. Para pemenang akan diterbangkan ke Silicon Valley dan Swedia untuk menjalani bootcamp pada Februari 2018 mendatang.

Dalam kompetisi yang sama pada dua tahun lalu, Startup Hunt memilih startup dari Bandung yaitu Kakatu, platform pemantau aktivitas digital anak di smartphone.

“Melalui penyelenggaraan Bubu Awards v.10, kami berharap agar para pengusaha di Indonesia dapat lebih percaya diri dalam mengajukan gagasan-gagasan dan talenta mereka, juga agar bisa lebih sukses dan mampu mentransformasi bisnis mereka sehingga dapat berperan aktif di pasar dunia,” ujar Ketua Komite Penyelenggara IDByte 2017 & Bubu Awards v.10 Shinta W Dhanuwardoyo.

Untuk lebih detil mengenai delapan startup yang mengikuti pitching Final Virtual Startup Hunt, berikut rangkumannya:

Andalin

Startup ini fokus mengembangkan layanan terintergasi satu pintu yang fokus pada kepabean untuk memudahkan pengusaha UKM hingga menengah ke atas dalam kegiatan ekspor dan impor. Andalin telah bekerja sama dengan shipping agent dan warehouse di beberapa negara. Mereka juga terpilih menjadi salah satu pemenang dalam program akselerator Ideabox batch keempat.

Bildeco

Bildeco pernah menjadi startup yang berhak mengikuti program Founder Institute Angkatan Keenam. Ini adalah layanan e-commerce khusus untuk bahan bangunan yang membantu perusahaan kontraktor mendapatkan harga terbaik melalui jaringan pabrik dan penyuplai yang luas di Indonesia. Terhitung saat ini Bildeco sudah menghimpun lebih dari 10 ribu SKU.

Botika

Pernah terpilih sebagai peserta dalam kompetisi #NextDev. Botika adalah platform artificial intelligence yang menggunakan Natural Language Processing (NLP) berbahasa Indonesia. Platform ini dapat terhubung dengan berbagai layanan messanging, menawarkan rekomendasi pilihan kepada pengguna. Botika dapat merespons otomatis di bidang customer service, tiket pesawat, pemesanan kamar hotel, jadwal film hingga pemesanan restoran.

Eresto

Startup ini sebelumnya baru terpilih sebagai salah satu startup yang akan dikirim untuk konferensi di Startup World Cup 2018. Eresto menyediakan jasa layanan manajemen restoran berbasis SaaS. Startup ini menyediakan layanan terintegrasi dan real time untuk restoran dengan banyak cabang. Selain itu, tersedia fitur self-order sehingga konsumen dapat langsung memesan dari mejanya.

Jala

Jala sebelumnya pernah menjadi juara dalam kompetisi Creative Business Cup 2017. Jala adalah startup yang bergerak sebagai asisten untuk usaha tambak udang. Sistem yang dihadirkan adalah perangkat IoT yang dikembangkan sendiri untuk membantu petambak dalam memantau kualitas air. Perangkat tersebut didesain untuk mengatasi masalah budidaya udang dengan mengukur, menganalisis, dan memberikan semua rekomendasi berdasarkan kondisi air tambak.

Mall Sampah

Mall Sampah adalah startup yang lahir di Makassar, menghadirkan solusi kelola sampah secara online untuk rumah tangga dan kantor. Semua orang dapat menjual dan mengelola sampah melalui situs Mall Sampah. Cara kerjanya, Mall Sampah menghubungkan pengguna dengan pengepul dan pemulung terdekat, sehingga lebih mudah dalam menjual dan mengelola sampah.

Marlin Booking

Bersama dengan Eresto, Marlin Booking juga terpilih sebagai salah satu pemenang yang akan dikirim untuk mengikuti konferensi di Startup World Cup 2018. Marlin Booking merupakan aplikasi pemesanan tiket ferry online. Saat ini rute yang dilayani untuk Batam-Singapura dan Batam-Malaysia, serta sebaliknya dengan jaminan waktu pemesanan 15 menit.

Simbah

Sebelumnya Simbah pernah tergabung sebagai peserta untuk program inkubator Indigo. Simbah merupakan aplikasi virtual assistant untuk membantu para petani dalam memberikan informasi seputar pertanian. Selain itu, Simbah juga membantu petani menjual produknya dalam marketplace.


Disclosure: DailySocial adalah media partner rangkaian IDBYTE 2017

Botika Seriusi Sektor B2B, Luncurkan Layanan Chatbot “Botika Travel”

Industri layanan chatbot tampaknya menjadi peluang baru di ranah bisnis digital Indonesia. Salah satu layanan yang coba peruntungan di ceruk ini adalah Botika. Layanan chatbot Botika merupakan layanan yang memanfaatkan teknologi NLP untuk memudahkan proses pencarian dan transaksi produk. Saat ini Botika memiliki produk Botika Travel untuk mengakomodir kebutuhan penyedia layanan tour and travel.

Founder Botika Ditto Anindita kepada DailySocial menjelaskan bahwa bisnis yang mulai dirintisnya sejak September 2016 silam ini akan fokus ke sektor business to business (B2B) dan dengan menawarkan produknya sebagai whitelabel ke pemilik bisnis. Dengan metode ini, Botika diharapkan bisa menjadi platform andalan untuk chatbot bagi bisnis.

“Kami membangun chatbot agar customer tidak perlu meng-install applikasi baru. Cukup menggunakan aplikasi pesan instan yang sudah mereka pakai, seperti Facebook Messenger, Line atau Telegram, mereka sudah dapat berinteraksi dan bertransaksi untuk barang atau jasa yang mereka inginkan,’ ujar Ditto.

Diterangkan Ditto, saat ini Botika baru merilis produk “Botika Travel”, sebuah chatbot yang disiapkan untuk industri tour and travel. Botika Travel dibangun dengan konsep untuk membudahkan pelaku bisnis travel dalam melayani penggunanya.

Capaian dan rencana saat ini

Botika saat ini, menurut Ditto, sudah mendapatkan beberapa pelanggan berbayar di bidang tour and travel. Ditto sendiri masih enggan untuk menceritakan detil siapa saja yang sudah memanfaatkan layanan Botika.

“Kalau sekarang belum kami rilis informasinya ke publik, tapi yang pasti ada 3 yang besar, yang satu fokus ke paket tour, yang satunya fokus ke hotel dan tiket, sering iklan juga di TV. Yang terakhir perusahaan transportasi darat,” papar Ditto.

Dari segi pendanaan, Botika saat ini masih bersifat bootstrapping. Meski demikian, mereka sudah berhasil mendapatkan penghasilan dari beberapa klien yang terdaftar dan tengah proses untuk mendapatkan pendanaan.

Saat ini Botika memiliki beberapa fitur yang diunggulkan, salah satunya adalah kemampuan mengenali percakapan Bahasa Indonesia, termasuk percakapan dalam slang dan singkatan-singkatan. Kemampuan tersebut diharapkan bisa membuat pengguna merasa nyaman seolah berkomunikasi dengan teman mereka.

Selain itu Botika juga dilengkapi dengan “chat console”, sebuah fasilitas yang disediakan oleh Botika untuk memudahkan bisnis mengelola percakapan yang ada dari berbagai macam channel yang ada dalam satu layar.  Dengan fitur ini pemilik bisnis bisa melihat semua percakapan dari banyak sumber tanpa harus repot membuka channel satu per satu.