Tag Archives: brand non-endemik

ESL DHL

ESL Perpanjang Kontrak dengan DHL

ESL Gaming selaku penyelenggara esports terbesar di dunia baru saja mengumumkan perpanjangan kontraknya dengan DHL sebagai mitra logistik resminya (official logistics partner). DHL akan terus memenuhi kebutuhan ESL akan transportasi logistik dari peralatan, monitor, kursi gaming, dan logistik-logistik acara lainnya setidaknya hingga beberapa tahun ke depan.

Dengan perpanjangan kerja sama ini, DHL akan memperluas kolaborasi yang telah berjalan sejak tahun 2018 silam di ESL CS:GO Pro Tour dan seluruh acara ESL di titel Dota 2 dan mobile games seperti Brawl Stars, Clash Royale, Clash of Clans, dan Legends of Runterra.

Sejak pandemi COVID-19 menyerang, DHL hanya dapat mensponsori enam kompetisi ESL dan sekadar menyediakan kebutuhan digital seperti segmen interaktif, kuis, dan tanda tangan digital. Pembaharuan kerja sama ini akan mengikutsertakan merek mereka setidaknya di 20 turnamen ESL yang akan diadakan di sisa tahun ini.

“Kami sangat senang dapat memperpanjang kemitraan kami dengan DHL pada saat yang menyenangkan ini bagi perusahaan kami dan komunitas esports secara keseluruhan.” Sebut Ralf Reichert, CEO dari ESL Gaming,

“Dengan hadirnya ESL Mobile, kami dapat menawarkan lebih banyak hiburan kepada para penggemar esports di seluruh dunia. Kehadiran DHL untuk menjadi mitra logistik resmi ESL merupakan suatu kebanggaan bagi kami.”

Hingga saat ini, detail pasti tentang kerja sama DHL dalam acara ESL Mobile belum diungkapkan. ESL Gaming hanya menyatakan bahwa perusahaan logistik multi-nasional ini akan secara operasional ‘mendukung program ESL Mobile di Eropa’.

Nama DHL kerap kali muncul sebagai sponsor di berbagai gelaran bergengsi dunia, mulai dari industri olahraga, gaya hidup, dan budaya. Kemitraan ini meliputi Formula 1 dan Formula E, klub bola seperti Manchester United, dan beberapa acara fashion dan orkestra.

Kehadiran merek non-endemik di kancah turnamen esports belakangan memang sedang menjamur. Bukan hanya di skala internasional, gelanggang esports lokal juga telah diserbu merek-non endemik. Anda dapat melihat daftar brand non-endemik yang sempat masuk ke ranah esports di sini.

Yamaha Motor Indonesia Wadahi Esports Lewat Turnamen YGEC 2020

Ekosistem esports yang sedang berkembang dengan pesat, membuat banyak brand non-endemik menunjukkan ketertarikannya untuk bisa berkontribusi di dalamnya. Salah satu contoh hal ini terlihat lewat Yamaha Indonesia Motor Manufacturing, yang baru-baru ini mencoba menjajaki esports lewat sebuah turnamen.

Kompetisi tersebut bertajuk Yamaha Generasi 125 Esports Competition (YGEC) 2020, yang mempertandingkan game Mobile Legends: Bang Bang. Kompetisi terbuka bagi siapapun Anda yang memiliki rank minimal Epic di dalam game MLBB. Pendaftaran turnamen sendiri sudah dibuka sejak 17 Agustus 2020 lalu hingga 6 September 2020 mendatang. Anda dapat pergi ke laman pendaftaran tergabung ke dalam turnamen.

“Melihat antusiasme masyarakat Indonesia terhadap esports, terutama generasi muda, maka Yamaha mengadakan sebuah kompetisi esports, yang dapat diikuti secara gratis sebagai bentuk dukungan kami agar turnamen ini dapat menjadi wadah positif bagi generasi muda Indonesia.” Tukas Yordan Satriadi, Deputi GM Marketing PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing, membahas soal alasan diselenggarakannya YGEC 2020.

Sumber: INDOESPORTS
Sumber: INDOESPORTS

Turnamen ini dapat diikuti secara gratis, dengan motor Yamaha FreeGo STD sebagai hadiah utama. Berikut pembagian hadiah dari turnamen YGEC 2020.

  • Juara 1 – Satu Unit Yamaha FreeGo (Off The Road)
  • Peringkat 2 – Rp3.000.000,-
  • Peringkat 3 – Rp2.000.000,-
  • MVP – Rp1.000.000,-

Ini bukan kali pertama otomotif dan esports melebur menjadi satu. Dalam konteks lokal kita sudah sempat melihat Honda menginisiasi beberapa kegiatan yang berhubungan dengan esports. Ada Honda Motor, yang pada Agustus 2019 lalu mencoba menjajaki esports lewat gelaran ESL Jagoan Series. Ada juga PT. Honda Prospect Motor, pemegang merek mobil Honda di Indonesia, yang beberapa waktu lalu bekerja sama dengan HM Engineering untuk mengadakan turnamen Sim-Racing tingkat lokal. Tak lupa, ada juga Renault Indonesia, yang ketika itu menjadi sponsor dalam gelaran First Warrior.

HONDAxRiftBanner_Header

Dalam konteks Internasional malah lebih banyak lagi, yang cenderung didominasi oleh brand otomotif mobil. Ada Mercedes-Benz yang sponsori SK Gaming, Audi sponsori tim Astralis, atau Honda yang sponsori Team Liquid, dan juga menjadi sponsor League of Legends Championship Series. Tak hanya itu, di Tiongkok malah ada brand mobil mewah, Rolls-Royce, yang menggandeng dua pemain QQ Speed Mobile (Speed Drifter versi Tiongkok) dalam kerja sama sponsorship.

Semakin hari esports sepertinya sudah semakin dipercaya menjadi salah satu media pilihan untuk berkomunikasi dengan generasi muda. Banyaknya brand otomotif mensponsori esports menjadi salah satu bukti, bagaimana industri baru ini punya potensi untuk menjadi pasar yang besar di masa depan.

LEC Perpanjang Kontrak Kerja Sama dengan Minuman Energi Red Bull

Seiring dengan perkembangan esports, tak heran jika semakin banyak brand non-endemik yang turut terjun ke dalam ekosistem ini. Berdasarkan laporan Esports Observer, dikabarkan bahwa setidaknya ada 75 kontrak sponsorship dari brand non-endemik di ekosistem esports pada Q3 2019 lalu. Hal tersebut jadi tidak heran, karena salah satu peran turnamen esports adalah menjadi sarana marketing ataupun branding.

Baru-baru ini, brand non-endemik malah sepertinya menjadi semakin yakin dengan esports. Ini terlihat lewat salah perpanjangan kontrak antara Red Bull dengan League of Legends European Championship (LEC) di tahun 2020. Dengan ini, maka Red Bull akan menjadi official drink partner untuk LEC selama tahun 2020 ini.

Mengutip dari Esports Insider, belum ada informasi yang lebih terperinci terkait bentuk rekanan antar kedua pihak ini. Namun demikian, diperkirakan bahwa bentuk kerja samanya akan mirip seperti tahun 2019 lalu.

Sumber: Twitter @LEC
Sumber: Twitter @LEC

Pada 209, Red Bull juga bekerja sama dengan LEC. Ketika itu, dampak kerja sama ini adalah berupa bentuk-bentuk kegiatan activations di dalam gelaran LEC. Tak hanya itu pada saat pengumuman kerja sama tahun 2019 lalu, kedua pihak mengatakan akan membangun wadah kompetitif League of Legends tingkat grassroot di wilayah Eropa.

LEC memang bisa dibilang sebagai salah satu liga League of Legends yang cukup sukses belakangan ini. Mengutip Esports Charts, tayangan LEC Summer 2019 memiliki penonton terbanyak di saat bersamaan sebanyak 841.147 orang dengan 22.118.801 total jam ditonton. Liga ini juga berhasil mengajak kerja sama banyak brand non-endemik. Sebelum akhirnya memperpanjang kontrak dengan Red Bull, Kia Motors dan Alienware juga sudah bekerja sama untuk mensponsori LEC pada 16 Januari 2020 lalu. Pada tahun 2019 lalu, LEC malah sempat mendapat sponsor yang tak kalah menarik, yaitu perusahaan minyak Shell.

Sumber: Red Bull Official Sites
Arslan Ash, pemain Tekken 7 asal Pakistan yang disponsori oleh Red Bull. Sumber: Red Bull Official Sites

Sementara dari sisi lain, brand Red Bull di dunia esports juga sudah cukup punya banyak pengalaman. Secara internasional, kehadiran mereka cukup terasa di skenal FGC. Red Bull punya salah satu turnamen Street Fighter yang prestis yaitu Red Bull Kumite 2019. Mereka juga mensponsori pemain Tekken 7 Arslan Ash. Di Indonesia, Red Bull juga sempat menggelar Red Bull Rebellion Rising Stars Challenge sebagai saran mencari bakat-bakat baru di skena MLBB.

Kerja sama ini tentu menjadi hal yang penting bagi kedua pihak. Kerja sama ini juga seakan menjadi pembuktian bagi LEC ataupun bisnis esports League of Legends secara keseluruhan, bahwa mereka masih dan akan tetap menjadi salah satu liga esports terbesar di dunia.

Sumber header: Riot Games

3 Alasan Mengapa Merek Fashion Harus Kolaborasi dengan Pelaku Esports

Sekarang, organisasi dan kompetisi esports tak hanya disponsori oleh perusahaan yang bergerak di dunia gaming dan esports. Semakin banyak perusahaan non-endemik yang mendukung pelaku industri esports. Merek fashion seperti Louis Vuitton juga ikut masuk ke esports dengan bekerja sama dengan Riot Games, pengembang dan penerbit League of Legends. Meskipun terkesan tak biasa, sebenarnya keputusan Louis Vuitton bukan hal yang aneh. Ada beberapa alasan mengapa kerja sama dengan pelaku esports akan menguntungkan merek fashion, menurut laporan VentureBeat.

1. Audiens game dan esports beragam
Banyak orang berasumsi bahwa penonton esports hanyalah pria muda. Namun, menurut riset Mindshare NA, 60 persen penonton esports ada di rentang umur 25 sampai 39 tahun dan 38 persen audiens esports merupakan perempuan. Tak hanya itu, banyak penonton esports yang ternyata peduli pada penampilan mereka. Satu hal yang harus diingat adalah tidak semua penonton esports sama. Jadi, ketika sebuah merek fashion, atau merek non-endemik lainnya, ingin masuk ke industri esports, mereka harus mencari liga atau organisasi esports yang memang sesuai dengan target pasar mereka.

2. Bisa memenangkan hati fans esports dengan kolaborasi otentik
Ketika merek non-endemik, termasuk merek fashion, hendak bekerja sama dengan organisasi atau turnamen esports, sebaiknya mereka membuat kolaborasi yang otentik. Apa yang dilakukan oleh Louis Vuitton adalah contoh yang bagus. Merek fashion itu membuat travel case untuk Summoner’s Cup, piala dari League of Legends World Championship.

Sebelum bekerja sama dengan Riot, Louis Vuitton memang pernah membuat travel case untuk trofi dari berbagai acara olahraga, termasuk FIFA World Cup. Karena itu, ketika mereka mengumumkan bahwa mereka akan membuat travel case untuk Summoner’s Cup, para fans tidak merasa heran. Selain itu, Louis Vuitton juga mendesain skin untuk karakter dari game buatan Riot Games tersebut.

Skin buatan Louis Vuitton. | Sumber: Riot Games via The Esports Observer
Skin buatan Louis Vuitton. | Sumber: Riot Games via The Esports Observer

3. Influencer esports aktif berinteraksi dengan fans
Selain menjadi sponsor atau bekerja sama dengan liga atau organisasi esports, merek non-endemik juga bisa bekerja sama dengan influencer esports. Pada 2017, trafik dari Twitch — platform live streaming gaming dan esports terbesar — hanya kalah dari Google, Netflix, dan Apple.

Tak hanya itu, penonton Twitch menghabiskan 421 menit untuk menonton konten setiap bulannya. Itu artinya, mereka menonton 44 pesen lebih lama dari pengguna YouTube. Para streamer bisa menghabiskan sekitar 8 sampai 12 jam untuk melakukan live streaming dan berinteraksi dengan para fans mereka. Sebagai perbandingan, atlet olahraga tradisional biasanya hanya berinteraksi dengan fans via media sosial.

Merek non-endemik bisa mendekatkan diri dengan fans esports dengan bekerja sama dengan para influencer untuk membuat konten bersama, seperti apa yang Mastercard lakukan bersama dengan G2 Esports. Selain itu, merek fashion juga bisa bekerja sama dengan menyediakan pakaian untuk organisasi esports. Kappa telah melakukan ini bersama dengan Vexed Gaming. Selain itu, merek fashion juga bisa menciptakan sekumpulan pakaian khusus untuk para gamer.

Pemain Vexed Gaming Bakal Gunakan Baju dari Kappa

Kappa mengumumkan kerja sama dengan Vexed Gaming, organisasi esports asal Inggris yang memiliki tim Apex Legends, CS:GO, Fortnite, dan Heartstone.

Perusahaan pakaian olahraga asal Italia ini jadi merek non-endemik terbaru yang mendukung industri esports. Tidak heran, mengingat esports kini telah menjadi indsutri dengan nilai US$1,1 miliar pada tahun ini, menurut Newzoo.

Kappa bukanlah merek pakaian pertama yang bekerja sama dengan tim esports untuk bisa menjangkau para fans esports, yang sebagian besar merupakan milenial.

Pada bulan Juni lalu, FILA mengumumkan kerja samanya dengan Counter Logic Gaming. Sementara Nike menandatangani kerja sama selama empat tahun dengan League of Legends Pro League (LPL) di China pada bulan Februari dan kerja samanya dengan FURIA dari Brasil pada Juli lalu.

Keikutsertaan sebuah merek non-endemik dalam industri esports memiliki bentuk yang beragam. Sebagai contoh di ranah lokal, ada yang sudah puas dengan sekadar menjadi sponsor, seperti GoPay dengan RRQ. Ada juga yang menyediakan produknya sebagai hadiah seperti yang dilakukan oleh Honda Motor di ESL Jagoan Series – Free Fire.

Sebagai merek pakaian, Kappa memberikan dukungan dengan menyediakan pakaian kasual untuk para pemain Vexed Gaming. Pakaian tersebut akan pemain gunakan baik ketika mereka berkompetisi di turnamen atau dalam kegiatan sehari-hari.

Menariknya, koleksi pakaian hasil kerja sama Kappa dan Vexed Gaming juga akan dijual kepada masyarakat luas mulai September mendatang.

Di Indonesia, EVOS Esports bekerja sama dengan Thanksinsomnia untuk menyediakan koleksi streetwear bertema esports. Mereka mengklaim, ini adalah kerja sama pertama antara merek fashion dengan tim esports di Indonesia.

kappa vexed gaming 02 license global
Sumber: License Global

“Komunitas gaming dan esports dipenuhi dengan orang-orang penuh semangat yang selalu ingin mendapatkan yang terbaik — sesuatu yang juga kami lakukan di Kappa,” kata Sports Marketing Executive, Kappa UK, Joe Pilato, seperti dikutip dari Esports Insider.

“Karakteristik ini ada di Vexed Gaming dan kami dengan bangga mengumumkan keputusan kami untuk masuk ke esports dengan mendukung aspirasi dari organisasi esports yang sangat berbakat ini.”

Melihat merek endemik — seperti prosesor, komputer, dan aksesori gaming — menjadi sponsor tim esports bukanlah hal yang aneh. Namun, belakangan, semakin banyak merek non-endemik yang juga ikut serta.

Menurut laporan Nielsen, nilai sponsorship yang diberikan oleh merek non-endemik di industri esports pada tahun ini naik 13 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Salah satu alasan mengapa merek non-endemik tertarik untuk mendukung komunitas esports adalah jumlah penggemar yang terus bertambah. Belum lama ini, studi menunjukkan bahwa ada hampir 1 miliar orang yang menonton turnamen esports secara langsung.

Tidak hanya itu, para penggemar esports biasanya adalah konsumen yang sulit untuk dijangkau oleh para pengiklan. Alasannya, karena kebanyakan dari mereka tidak suka menonton televisi dan memblokir iklan ketika mereka menjelajah internet.

“Fans esports punya karakteristik unik yang membuat mereka sulit untuk dipahami tapi berpotensi jadi konsumen yang lebih menguntungkan untuk pengiklan,” kata eMarketer Principal Analyst, Paul Verna, menurut laporan Retail Wire.

“Mereka biasanya adalah milenial muda yang tak suka menonton TV dan memiliki pendapatan disposibel yang lebih tinggi dari rata-rata.”

Dengan memasang iklan dan menjadi sponsor, merek non-endemik akan bisa mendukung industri esports dan menjangkau para esports enthusiasts.

Sumber: Esports Insider, Retail Wire.

Brand Non-Endemik Lokal Menyerbu, Dua Kelinci Sponsori RRQ dan EVOS

Kepercayaan brand non-endemik terhadap industri esports kini sudah semakin tinggi. Hal tersebut salah satunya dibuktikan lewat pembahasan Hybrid terhadap data Nielsen yang mengatakan ada 49 persen brand non-endemik yang sponsori esports pada 2018 kemarin. Namun data tersebut melihat industri esports secara global atau internasional. Bagaimana dengan Indonesia?

Tingkat kepercayaan brand non-endemik di Indonesia sebenarnya juga turut meningkat seiring dengan tren Mobile Legends yang memperkenalkan konsep esports ke masyarakat mainstream. Terbukti salah satunya lewat kerjasama EVOS dan RRQ dengan PT. Dua Kelinci yang diresmikan dalam sebuah acara konfrensi pers tanggal 18 Februari 2019.

Sumber: Kratindaeng Indonesia Esports Championship Official Website
Sumber: Kratindaeng Indonesia Esports Championship Official Website

Sebelum itu, bibit kepercayaan brand non-endemik terhadap esports di Indonesia sudah muncul sejak 2018. Beberapa contohnya adalah perusahaan Orang Tua Group yang mengadakan event esports mereka sendiri sambil mempromosikan brand minuman energi Kratindaeng. Lalu ada Salim Group lewat brand Indofood seperti Pop Mie dan Chitato yang sponsori ESL ataupun sejumlah merek lainnya yang sudah cukup terlalu panjang untuk disebutkan semuanya di sini.

Kerjasama PT. Dua Kelinci dengan dua klub esports tersebut hadir dengan mempromosikan dua produk mereka, yaitu camilan kacang Sukro dengan RRQ, serta camilan keripik jagung Krip-Krip Tortilla dengan EVOS. Walau ada dua brand camilan yang berbeda yang bersanding dengan masing-masing klub, namun kerjasama tersebut tetap dilakukan di bawah naungan dari PT. Dua Kelinci.

Terkait kerjasama ini, PT. Dua Kelinci sayangnya tidak dapat mengungkap nilai kerjasama yang dilakukan. Edwin Sutiono selaku Direktur dari PT. Dua Kelinci hanya bisa memberi sedikit gambaran bahwa nilai kerjasama yang dilakukan senilai kurang lebih 5% dari budget marketing PT. Dua Kelinci.

2
Hartman Harris, co-founder dari klub esports EVOS. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Kolaborasi antar kedua brand ini terjadi dalam beberapa hal, salah satunya adalah penampilan logo Sukro dan Krip Krip Tortilla dalam jersey kedua tim. Hartman Harris selaku co-founder EVOS Esports menambahkan bahwa kerjasama ini juga termasuk munculnya logo makanan camilan ini dalam online activity pada digital content maupun offline activity EVOS Esports.

Dalam sesi talkshow, Edwin mengatakan bahwa keputusan PT. Dua Kelinci untuk turut menyokong ekosistem esports disebabkan oleh beberapa hal. “Jujur saya sendiri memang adalah seorang gamers. Lalu kebetulan satu tahun belakangan saya cukup mengikuti fenomena esports ini sampai akhirnya kini yakin untuk berkolaborasi dengan ekosistem lewat dua klub ternama ini.” Kata Edwin saat sesi talkshow.

“Terlebih ekosistem esports juga membantu kami mendekatkan diri dengan khalayak muda yang mirip dengan segmentasi pasar kami. Maka dari itu kami merasa EVOS dan RRQ bisa membantu kami mencapai hal tersebut karena prestasi dan branding dari kedua tim tersebut sudah sangat baik.” Tambah Edwin pada saat yang sama.

Edwin Stuiono, Direktur PT. Dua Kelinci, saat menjelaskan alasan kolaborasi mereka dengan RRQ dan EVOS. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
Edwin Stuiono, Direktur PT. Dua Kelinci, saat menjelaskan alasan kolaborasi mereka dengan RRQ dan EVOS. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Kehadiran PT. Dua Kelinci dalam ekosistem esports tentu membantu mengembangkan ekosistem industri. Namun mungkin yang jadi pertanyaan khalayak adalah kenapa harus EVOS dan RRQ lagi? Menurut opini saya sendiri, karena memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kedua tim tersebut masih merupakan dua organisasi esports paling besar, profesional, dan terorganisir di Indonesia.

Keduanya bersaing ketat baik itu dalam segi prestasi, mengorganisir para pemain, dan saling bersaing dalam menciptakan branding yang baik di kalangan para pecinta esports Indonesia; yang tentunya bakal menarik perhatian para brand. Walau demikian Edwin kembali menambahkan bahwa dirinya dan PT. Dua Kelinci tidak pernah menutup kemungkinan untuk sponsori klub esports lainnya atau mungkin sponsori sebuah event esports.