Jingga Syrup merupakan brand sirup lokal yang hadir sejak 2019. Brand sirup yang dirintis oleh pemuda berusia 27 tahun asal Malang, Jawa Timur, Chistian Bobby Chandra atau akrab disapa Bobby ini, menyediakan beragam varian produk sirup untuk berbagai kebutuhan.
Bisnis yang dirintisnya dari nol ini menyasar sesama pelaku industri kuliner atau food and beverages (F&B) seperti coffee shop, kafe, restoran, hingga hotel sebagai target marketnya. Selain itu, juga menerima pesanan untuk kebutuhan konsumen pribadi.
“Mulanya, Jingga Syrup menargetkan segmentasi market menengah ke bawah, tapi seiring berjalan waktu, brand ini turut menjangkau market menengah ke atas. Mulanya juga hanya sebagai menu di kedai kopi sendiri, kini bisa jadi supplier untuk usaha lain,” jelas Bobby.
Dengan menyediakan berbagai kebutuhan menu usaha, mulai dari produk sirup dengan beragam varian rasa, powder sirup, powder kopi, gelas dan kebutuhan bar lainnya. Saat ini, Jingga syrup saat ini sukses memiliki banyak cabang di sejumlah wilayah Jawa Timur, dari Malang, Blitar, Jombang dan Banyuwangi.
Pandai Baca Peluang dari Tren Pasar
Saat awal mendirikan bisnis, Bobby selaku owner Jingga Syrup, membuka usaha kedai kopi bernama Kopi dari Jingga. Lalu, pada 2018, ia mengamati kedai kopi lain sebagai kompetitor bisnisnya kian menjamur di Malang.
Guna memenangkan persaingan pasar saat itu, Bobby berniat melakukan inovasi menu agar menjadi keunggulan bisnisnya kala itu. Ia lalu bereksperimen membuat sirup sendiri, berdasarkan riset dan keahliannya.
Menurutnya, pembuatan menu minuman dengan bahan dasar sirup sangat mudah dan cepat. Cukup dengan menuangkan sirup, es batu dan susu, minuman siap disajikan, kata Bobby. Sementara, pada bahan lain, perlu melewati proses menimbang, melarutkan dan sebagainya yang memakan waktu cukup lama.
“Saya juga lihat peluang di industri F&B, menu minuman menggunakan bahan sirup sedang naik daun, tetapi pemain sirup lokal masih jarang. Saat itu, pelaku bisnis di industri F&B kebanyakan ambil produk impor untuk dapat sirup berkualitas bagi menu mimumannya,” ujar Bobby.
Lahirkan Produk Sirup Lokal Setara Impor
Mulanya, Bobby mengamati bisnis coffee shop dengan konsep takeway express sedang sangat digandrugi konsumen. Saat itu, banyak brand kopi yang menyediakan menu dengan bahan dasar flavour powder atau bubuk perasa.
Ketika ia melakukan riset soal bahan dasar tersebut, ia mendapati bahwa ternyata pembuatan minuman dengan bahan dasar flavour powder itu membutuhkan waktu yang lama. Sehingga, menurutnya kurang efisien dan dapat menghambat produktivitas.
“Lalu, saya buat semacam solusi dari sirup yang varian rasanya serupa dengan yang ada di bahan dasar powder. Alasannya, agar pembuatan minuman menjadi lebih cepat dengan menggunakan sirup,” kata Bobby.
Akhirnya, pada 2019, Bobby mulai memasarkan produk hasil eksperimennya itu. Di tahun yang sama, bisnis kedai kopinya yang semula bernama ‘Kopi dari Jingga’ rebranding menjadi ‘Jingga Syrup’ yang bertahan hingga kini.
Produk Jingga Syrup mulai digemari pasar karena keunikan dan solusi efisiensi yang ditawarkannya. Selain itu, dari segi kualitas, produk sirup lokal satu ini menerapkan standar yang bagus, setara dengan produk impor.
“Produk lokal dengan standar yang hampir sama dengan sirup impor itu jarang sekali. Produk Jingga Syrup punya kualitas yang sama dengan produk impor, tapi dijual dengan harga yang terjangkau,” kata Bobby.
Produk Jingga Syrup dijual dengan kisaran harga mulai dari 50 hingga 85 ribu rupiah per liter. Sementara, kompetitor dari brand sirup asing seperti dari Perancis, Malaysia dan lainnya, menjual dengan kisaran harga 120 ribu ke atas untuk ukuran 750ml saja.
Rintis dari Bawah, Kini Bantu UMKM Lain Naik Kelas
Selain karena berbagai keunggulan produknya, Bobby mengatakan, salah satu kunci sukses Jingga Syrup adalah karena keunggulan pelayanannya. Sebagai brand sirup lokal dengan ambisinya bersanding sebagai kompetitor asing, Jingga Syrup menawarkan kualitas pelayanan yang lebih unggul.
“Kami tak sekadar menjual sirup, tetapi juga memberikan product knowledges. Kami membantu pelaku bisnis sebagai konsumen kami dalam menciptakan dan mengembangkan menunya. Itu yang tidak didapatkan dari brand sirup impor,” jelas Bobby.
Jingga Syrup mengaku memiliki misi membantu UMKM atau kedai-kedai kecil yang ingin naik kelas, melalui eksplorasi menu. Misalnya, dengan membuat menu kopi rasa buah-buahan, seperti kopi susu rasa durian, kopi susu rasa pisang, dan semacamnya.
Selain itu, brand sirup lokal satu ini juga mengajari UMKM di industri serupa terkait cara menghitung harga produk atau harga pokok penjualan (HPP). “Saya bantu mereka hitung costing produk, saya beri menu dengan HPP murah, dengan kualitas rasa yang bagus,” kata Bobby.
Menurutnya, hal itulah yang membuat Jingga Syrup unggul di mata konsumen. Umumnya, pembekalan pengetahuan yang diberikan oleh brand sirup impor akan dikenakan tarif khusus. Sementara, Jingga Syrup memberi pengetahuan terkait eksplorasi menu itu secara gratis.
Tak sampai di situ, Jingga Syrup juga membuka kesempatan bagi UMKM yang ingin bekerja sama, seperti titip jual. UMKM yang belum memiliki toko sendiri dapat menitipkan produknya di toko Jingga Syrup. Ada pun produk yang dititipkan biasanya berupa keperluan bar, teh, kopi, gelas, dan lainnya yang masih berkaitan dengan produk brand sirup satu itu.
Terus Berkembang Berkat Digitalisasi
Dengan sejuta misi yang dimilikinya, Jingga Syrup tak terbatas pada penjualan offline di ke empat cabangnya di wilayah Jawa Timur. Brand sirup ini juga melebarkan pasarnya dengan merambah pasar digital lewat e-commerce.
Jingga Syrup memulai toko online-nya di sejumlah e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Lazada saat itu dari nol. Tanpa mengeluarkan modal seperti untuk iklan atau yang lainnya.
“Kami juga memiliki reseller dan konsumen e-commerce yang tersebar di setiap daerah di Indonesia, mulai dari Jabodetabek, Yogyakarta, Bali, Maluku hingga beberapa wilayah Kalimantan,” ungkapnya.
Menurut Bobby, hingga kini Jingga Syrup telah berkembang jauh sejak awal merintis. Ia mengungkapkan, dahulu ia masih kesulitan mengatur manajemen keuangan bisnisnya. Secara brandnya benar-benar berangkat dari nol dengan modal awal hanya 300 ribu rupiah, tanpa investor, tanpa pinjaman modal.
“Jadi memang kami mengembangkan bisnis ini tidak bisa terlalu cepat. Perlahan namun ada progress yang baik. Ini berkat adanya e-commerce juga, yang membantu penjualan kami. Terlebih, saat dilanda pandemi Covid-19 dengan segala peraturannya saat itu,” papar Bobby.
Misi Sosial Berdayakan Masyarakat Lewat Sirup
Dengan segala tantangan bisnis yang dihadapi Jingga Syrup, Bobby bersama timnya yang saat ini berjumlah 25 orang, berhasil mempertahankan bahkan mengembangkan brand sirup lokal tersebut hingga seperti sekarang ini.
“Sebenarnya yang membuat kita bertahan sampai sekarang itu, karena prinsip awal Jingga Syrup yang simpel. Intinya, kalau kami tidak berjualan, kami besok tidak bisa makan. Itu mindset yang saya terapkan kepada tim saya juga,” katanya.
Tim Jingga Syrup sendiri tak sedikit yang berasal dari anak-anak komunitas punk yang tidak sekolah, tidak lulus sekolah, tetapi punya potensi diri. Misalnya, anak punk yang mempunyai skill desain dan lainnya.
“Jadi saya punya misi memberdayakan masyarakat, saya sangat mendukung komunitas dalam kota, seniman dalam kota, dan UMKM lokal. Melalui prinsip Jingga Syrup yang simpel iti, saya upayakan bantu mereka agar bisa terus berkembang,” jelas Bobby terkait ambisinya.