Tag Archives: BRI Ventures

Pendanaan majoo

majoo Umumkan Pendanaan 56,6 Miliar Rupiah dari AC Ventures, BRI Ventures, dan Xendit

Startup pengembang layanan omnichannel untuk UMKM majoo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Selanjutnya, majoo akan fokus memperkaya fitur, memperluas tim, dan melakukan ekspansi hingga mencapai 100 kita pada akhir 2022 mendatang.

“UMKM sangat bergantung pada kegiatan penjualan offline. Melihat situasi pandemi, kami mengembangkan fitur e-commerce dalam misi mendukung UMKM melewati masa yang penuh tantangan ini. Kami memberi mereka alat untuk membuat situs web mereka sendiri, melakukan pembayaran secara online, dan terintegrasi dengan Grabfood, Tokopedia, Shopee, dan layanan lain dari e-commerce,” ujar Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi.

Selain oleh Adi, startup tersebut turut didirikan oleh Audia R. Harahap. Sejak berdiri pada 2019, majoo mengaku telah memproses lebih dari 80 juta transaksi senilai $600 juta atau lebih dari 8,4 triliun Rupiah untuk UMKM di lebih dari 600 kota/kabupaten di Indonesia dari berbagai jenis bisnis, mulai dari F&B hingga laundry.

“AC Ventures telah lama menyadari potensi luar biasa untuk digitalisasi ekonomi UMKM di Indonesia, dan pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di sektor ini selama 3-5 tahun. Latar belakang dan pengalaman Adi dan Audia sangat cocok dengan misi mereka untuk menghadirkan teknologi yang memberdayakan pertumbuhan dan produktivitas bagi jutaan pemilik usaha kecil di Indonesia,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Menjadi SaaS menyeluruh untuk UMKM

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

“Kami melihat banyak potensi sinergi yang dapat dilakukan antara majoo dan ekosistem BRI Group. Misalnya, sinergi dalam pemberian akses kepada UMKM untuk tabungan digital, pinjaman digital dan layanan buy now pay later dari Bank Raya (sebelumnya BRI Agro). Ketika masalah akses permodalan UMKM dapat terselesaikan dengan bantuan majoo, kami yakin mereka dapat lebih berfokus dalam mengembangkan bisnisnya dan mampu naik kelas dengan lebih cepat,” imbuh CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Untuk layanan POS sendiri, majoo berhadapan dengan beberapa pendahulunya seperti Moka yang saat ini menjadi bagian dari ekosistem merchant di GoTo Group. Selain itu ada Qasir yang sudah mulai menyasar pasar regional, Pawoon dengan 25 ribu merchant aktif, Youtap yang membungkus layanannya dengan program loyalitas, dan masih banyak lagi. Namun demikian potensi layanan untuk UMKM di Indonesia memang masih sangat besar. Tak heran para inovator berlomba-lomba menghadirkan produk aplikasi untuk membantu pelaku UMKM berkembang.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Application Information Will Show Up Here
DailySocial mewawancarai Markus Liman Rahardja dari BRI Ventures / DailySocial

[Video] Memahami Perbedaan “Corporate Venture Capital” dan “Venture Capital”

DailySocial bersama Markus Liman Rahardja dari BRI Ventures berbagi cerita tentang manfaat yang bisa didapat startup saat menerima pendanaan dari corporate venture capital (CVC) dan apa bedanya CVC dan venture capital (VC).

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

AwanTunai Grabs Over 811 Billion Rupiah in a Form of Equity and Loan

Fintech lending startup AwanTunai confirmed the series A2 funding that the company had obtained amounting to $56.2 million (more than 811 billion  Rupiah) in the form of equity and loan facilities. Equity funding of $11.2 million was provided by BRI Ventures and OCBC NISP Ventura as new investors, participated also Insignia Ventures and Global Brains as previous investors.

Meanwhile, a loan facility of $45 million was provided from Accial Capital and Bank OCBC NISP. This is a top up loan provided from the bank which has disbursed a facility worth more than $45 million.

In an official statement delivered today (27/8), AwanTunai’s CEO, Dino Setiawan said this fresh funding will be used to finance the company’s domestic expansion, therefore, more micro MSMEs are empowered with fast and affordable access to financing.

He continued, the company is currently building a data infrastructure for digitizing online inventory purchase transactions. The data is effective for credit risk management and opens up opportunities for micro MSMEs that previously had minimal access to working capital from banking institutions already partnered with Awan Tunai.

“We expectAwanTunai to become a platform that allows the banking industry to reach millions of traditional MSMEs that previously had difficulty obtaining services,” he said.

As a new investor in this round, BRI Ventures provide a statement. BRI Ventures’ CEO Nicko Widjaja said, AwanTunai has a customer profile similar to Bank BRI. By empowering micro merchants, they have supported small businesses maintain and grow their businesses in these difficult times.

“We expect to further collaborate with AwanTunai to reach underserved MSMEs,” Nicko said.

In addition to providing digitalized services for inventory order, payments and consumer management for traditional wholesalers and retailers, AwanTunai’s platform also provides financing for purchasing supplies to suppliers of fast moving consumer goods (FMCG) and micro traders of everyday groceries.

Micro MSMEs can purchase their inventory online through the AwanToko mobile application and access affordable financing through a simple process of registering with an Identity Card (KTP).

As of June 2021, the company has collaborated with more than 160 supplier partners to help traditional wholesalers digitize and finance their businesses. As well as, providing financing for purchasing supplies and integrated online ordering for micro MSME stalls consumers through the AwanToko mobile application.

AwanTunai has served more than 8,000 micro merchants as users, with an increasing number of users coming from tier 2 and 3 cities in Indonesia.

AwanTunai’s position in the fintech lending industry is quite unique, they focus on providing funding access to small retail entrepreneurs such as warungs. The main product is AwanGrosir for supplier financing, helping shop owners to be able to make payments to distributors on time. In this system, AwanTunai also provides point of sales facilities to help business owners manage transactions.

There is also AwanToko, the product focuses on helping shop owners with lack of capital to increase their stock of goods. The loan is facilitated through AwanTempo — all of the financing is in the form of goods. Shopping is available through the Wholesale Agent Store, which contains a fairly complete network of partner distributors.

Productive financing trend

According to the survey results summarized in the report “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia” by DSInnovate and AFPI, 75% of survey respondents (146 fintech lending players) work in the productive lending sector. While 53% play in the consumptive sector and 6.8% in sharia. However, one platform may have more than one business model.

Of the total players who play in the productive sector, the majority sell services through invoices and inventory financing — also to suppliers is included.

Productive funding variants presented by many fintech lending players / DSInnovate – AFPI

The productive sector is clearly more promising, especially now that there are around 59.2 million MSMEs spread across Indonesia, this is reflected in the profile of the majority of borrowers in these services (offline and online MSMEs). The issue of capital is still one of the most significant because bank credit facilities have not fully accommodated these needs.

The borrowers profile who use productive loan services / DSInnovate – AFPI

The average loan application is 2.5 million Rupiah to 25 million Rupiah. Although some platforms offer fantastic loans of hundreds to billions of rupiah. The distribution of more than 90% is still around Jabodetabek and Java, although the new regulation will encourage fintech players to prioritize access to loans to other areas as well.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan AwanTunai

AwanTunai Umumkan Pendanaan Lebih dari 811 Miliar Rupiah, Berbentuk Ekuitas dan “Loan”

Startup fintech lending AwanTunai mengonfirmasi pendanaan seri A2 yang telah diperoleh perusahaan sebesar $56,2 juta (lebih dari 811 miliar Rupiah) dalam bentuk ekuitas dan fasilitas pinjaman. Pendanaan ekuitas sebesar $11,2 juta diberikan oleh investor baru BRI Ventures dan OCBC NISP Ventura, serta partisipasi dari investor sebelumnya, antara lain Insignia Ventures dan Global Brains.

Sementara untuk fasilitas pinjaman sebesar $45 juta diberikan dari Accial Capital dan Bank OCBC NISP. Ini adalah top up pinjaman yang diberikan Bank OCBC NISP yang telah menyalurkan fasilitas senilai lebih dari $45 juta.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (27/8), CEO AwanTunai Dino Setiawan mengatakan pendanaan segar ini akan digunakan untuk membiayai ekspansi dalam negeri perusahaan, agar semakin banyak UMKM mikro yang terberdayakan dengan akses pembiayaan yang cepat dan terjangkau.

Dia melanjutkan, saat ini perusahaan sedang membangun infrastruktur data untuk digitalisasi transaksi pembelian persediaan online. Data tersebut efektif untuk manajemen risiko kredit dan membuka kesempatan bagi UMKM mikro yang sebelumnya minim akses untuk mendapatkan modal kerja dari institusi perbankan yang telah bermitra dengan Awan Tunai.

“Kami berharap AwanTunai menjadi platform yang membuat industri perbankan dapat menjangkau jutaan UMKM tradisional yang sebelumnya sulit memperoleh layanan,” ucapnya.

Sebagai investor baru yang masuk dalam putaran kali ini, BRI Ventures turut memberikan pernyataannya. CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menyampaikan, AwanTunai memiliki profil pelanggan yang serupa dengan Bank BRI. Dengan memberdayakan pedagang mikro, mereka telah membantu usaha kecil mempertahankan dan mengembangkan usaha mereka dalam masa-masa yang sulit ini.

“Kami berharap dapat berkolaborasi lebih lanjut dengan AwanTunai untuk menjangkau UMKM yang selama ini kurang dilayani,” kata Nicko.

Selain menyediakan layanan digitalisasi pemesanan persediaan pembayaran dan manajemen konsumen untuk pedagang grosir dan eceran tradisional, platform AwanTunai juga menyediakan pembiayaan pembelian persediaan kepada supplier fast moving consumer goods (FMCG) dan pedagang mikro bahan pangan sehari-hari.

UMKM mikro dapat membeli inventaris mereka secara online melalui aplikasi mobile AwanToko yang dapat mengakses pembiayaan terjangkau melalui proses sederhana mendaftar dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Hingga Juni 2021, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 160 mitra supplier untuk membantu pedagang grosir tradisional melakukan digitalisasi dan pembiayaan usaha mereka. Serta, menyediakan pembiayaan pembelian persediaan dan pemesanan online terintegrasi bagi konsumen warung UMKM mikro melalui aplikasi mobile AwanToko.

AwanTunai telah melayani lebih dari 8.000 pedagang mikro sebagai pengguna, dengan peningkatan jumlah pengguna yang berasal dari kota tier 2 dan 3 di Indonesia.

Posisi AwanTunai di industri fintech lending cukup unik, mereka fokus menghadirkan akses pendanaan ke pengusaha ritel kecil seperti warung. Produk utamanya AwanGrosir untuk supplier financing, membantu pemilik toko untuk bisa melakukan pembayaran ke distributor secara tepat waktu. Di sistem ini, AwanTunai juga memberikan fasilitas point of sales untuk membantu pemilik usaha mengelola transaksi.

Ada juga produk AwanToko, fokusnya membantu pemilik warung yang terkendala modal dalam menambah stok barang. Fasilitas pinjaman tersebut difasilitasi melalui AwanTempo — seluruh pembiayaannya dalam bentuk barang. Adapun belanja dapat dilakukan melalui Toko Agen Grosir, di dalamnya berisi jaringan distributor mitra yang cukup lengkap.

Tren pembiayaan produktif

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam laporan “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia” oleh DSInnovate dan AFPI, 75% dari responden survei (146 pemain fintech lending) menggarap sektor pinjaman produktif. Sementara 53% bermain di sektor konsumtif dan 6,8% syariah. Kendati demikian, dalam satu platform bisa saja memiliki lebih dari satu model bisnis.

Dari total pemain yang bermain di sektor produktif, mayoritas menjajakan layanan melalui invoice dan inventory financing — pembiayaan ke suplier juga masuk di dalamnya.

Varian pendanaan produktif yang banyak disajikan pemain fintech lending / DSInnovate – AFPI

Sektor produktif jelas lebih menjanjikan, terlebih saat ini ada sekitar 59,2 juta UMKM yang tersebar di Indonesia, hal ini tercermin dari profil mayoritas peminjam di layanan tersebut (UMKM offline dan online). Isu permodalan pun masih menjadi salah satu yang paling signifikan akibat fasilitas kredit perbankan belum sepenuhnya bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut.

Profil peminjam yang banyak memanfaatkan layanan pinjaman produktif / DSInnovate – AFPI

Rata-rata pinjaman yang diajukan adalah 2,5 juta Rupiah s/d 25 juta Rupiah. Kendati beberapa platform menawarkan pinjaman fantastis ratusan hingga miliaran rupiah. Sebarannya lebih dari 90% masih di seputar Jabodetabek dan Jawa, kendati beleid baru akan mendorong para pemain fintech untuk turut memprioritaskan akses pinjaman ke daerah-daerah lainnya juga.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Pra-Seri B AwanTunai 2021

AwanTunai Kantongi Pendanaan Lanjutan 161 Miliar Rupiah

AwanTunai membukukan pendanaan pra-seri B senilai $11,2 juta atau sekitar 161,2 miliar Rupiah. Adapun investor yang terlibat termasuk Atlas Pacific, BRI Ventures, OCBC NISP Ventura, Insignia Venture Partners, dan beberapa lainnya. Data investasi putaran ini telah dimasukkan ke sistem regulator. Sejumlah pihak yang terlibat juga memberikan konfirmasi kepada DailySocial.id.

Bank OCBC NISP sendiri juga merupakan salah satu institutional lender untuk AwanTunai. Kerja sama mereka telah diresmikan sejak September 2020 lalu, fokus pada penyaluran fasilitas pembiayaan penerusan (channeling).

Terakhir kali AwanTunai mengumumkan pendanaan ekuitas pada tahun 2018 lalu untuk putaran seri A senilai $4,3 juta dipimpin Insignia Venture Partners dan AMTD Group. Di tahun 2020 mereka juga turut mendapatkan pendanaan debt dari Accial Capital senilai $20 juta.

Posisi AwanTunai di industri fintech lending cukup unik, mereka fokus menghadirkan akses pendanaan ke pengusaha ritel kecil seperti warung. Produk utamanya AwanGrosir untuk supplier financing, membantu pemilik toko untuk bisa melakukan pembayaran ke distributor secara tepat waktu. Di sistem ini, AwanTunai juga memberikan fasilitas point of sales untuk membantu pemilik usaha mengelola transaksi.

Ada juga produk AwanToko, fokusnya membantu pemilik warung yang terkendala modal dalam menambah stok barang. Fasilitas pinjaman tersebut difasilitasi melalui AwanTempo — seluruh pembiayaannya dalam bentuk barang. Adapun belanja dapat dilakukan melalui Toko Agen Grosir, di dalamnya berisi jaringan distributor mitra yang cukup lengkap.

Segera rambah ke pembiayaan lainnya

AwanTunai didirikan sejak 2017 oleh tiga orang founder, meliputi Dino Setiawan, Rama Notowidigdo, dan Windy Natriavi. Misinya adalah meningkatkan kesejahteraan UMKM melalui akses kepada pembiayaan yang terjangkau. Kendati sampai saat ini fokus utamanya masih ke pembiayaan supply chain di bisnis ritel, namun perusahaan juga sudah merencanakan perluasan ke depan.

Hal ini disampaikan langsung oleh Dino selaku CEO dalam kesempatan wawancara tahun 2020 lalu. Perusahaan sedang mempersiapkan produk baru untuk pembiayaan hasil bumi untuk petani kecil. Sudah bermitra dengan LSM asing dan mitra aggregator hasil bumi untuk menyalurkan pembiayaan dari AwanTunai ke petani. Konsepnya pembiayaannya mirip dengan AwanTempo. Para aggregator harus kenal para petaninya untuk meminimalisir risiko gagal bayar.

Salah satu realisasinya melalui kerja sama dengan Sayurbox yang diresmikan Agustus 2020 lalu untuk pembiayaan ke petani. AwanTunai dan Sayurbox adalah “sister company”, dirintis oleh co-founder yang sama yakni Rama Notowidigdo

Pembiayaan produktif jadi primadona

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam laporan “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia” oleh DSInnovate dan AFPI, 75% dari responden survei (146 pemain fintech lending) menggarap sektor pinjaman produktif. Sementara 53% bermain di sektor konsumtif dan 6,8% syariah. Kendati demikian, dalam satu platform bisa saja memiliki lebih dari satu model bisnis.

Dari total pemain yang bermain di sektor produktif, mayoritas menjajakan layanan melalui invoice dan inventory financing — pembiayaan ke suplier juga masuk di dalamnya.

Varian pendanaan produktif yang banyak disajikan pemain fintech lending / DSInnovate – AFPI

Sektor produktif jelas lebih menjanjikan, terlebih saat ini ada sekitar 59,2 juta UMKM yang tersebar di Indonesia, hal ini tercermin dari profil mayoritas peminjam di layanan tersebut (UMKM offline dan online). Isu permodalan pun masih menjadi salah satu yang paling signifikan akibat fasilitas kredit perbankan belum sepenuhnya bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut.

Profil peminjam yang banyak memanfaatkan layanan pinjaman produktif / DSInnovate – AFPI

Rata-rata pinjaman yang diajukan adalah 2,5 juta Rupiah s/d 25 juta Rupiah. Kendati beberapa platform menawarkan pinjaman fantastis ratusan hingga miliaran rupiah. Sebarannya lebih dari 90% masih di seputar Jabodetabek dan Jawa, kendati beleid baru akan mendorong para pemain fintech untuk turut memprioritaskan akses pinjaman ke daerah-daerah lainnya juga.

Application Information Will Show Up Here

Yummy Corp Bags Additional Series B Funding from BRI Ventures

After securing $12 million in Series B funding led by Softbank Ventures Asia in October 2020, Yummy Corp’s cloud kitchen platform has secured additional series B funding from BRI Ventures’ Sembrani Nusantara. There is no further detais on the investment value. The company will use the funds to continue the Yummykitchen expansion in more than 50 new locations until the end of 2021.

“We expect that our expansion will not only help business players, but will also be able to open up many new jobs and help the national economy to bounce back,” Yummy Corp’s CEO, Mario Suntanu said.

Yummykitchen, Yummy Corp’s cloud kitchen business unit which was established in 2019, is growing rapidly and is sought after by food and beverage business players in Indonesia to help expand quickly and affordably during the pandemic. Cloud kitchen also become the solution as the restriction for malls opening and closing and dine in are still strictly enforced by the government.

To date, Yummy Corp runs more than 70 shared kitchens across Jadetabek, Medan, and Bandung; in collaboration with more than 50 food and beverage brands such as Dailybox, Gaaram, Kyochon, Sei Sapi Lamalera, and others. Various types of food are offered by Yummykitchen in order to provide diverse choices for consumers to enjoy the experience of buying their favorite food brands in one place.

“Now is the right time for us to encourage MSMEs platform growth through funding in new retail sector. Yummy Corp has helped MSMEs to survive the pandemic crisis and can continue to expand their business opportunities,” BRI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said.

Nicko continued, “BRI Ventures through the Sembrani Nusantara Venture Fund is committed to continue accelerating Indonesia’s MSMEs through the technology startup ecosystem. In addition, the new retail sector is also one of the industries with significant growth in recent years and this sector will continue to grow in the future.”

This year, Yummy Corp also announced new innovation by building a foodcourt management business unit that is integrated with online sales. This includes launching Yummyshop, an application that aims to help MSMEs sell food online, therefore, they can make orders and easy payment links.

“By the end of 2021, our target is to recruit employees and improve the quality of existing human resources as well as develop technological innovations, to help F&B players and also MSMEs in Indonesia to rise along during the pandemic,” Mario told DailySocial.

Cloud kitchen’s growth in Indonesia

According to a report released by Savills, the cloud kitchen market in Indonesia is gaining its momentum, especially in Jakarta, a vibrant economic hub and home to more than 10 million people. During the pandemic the growth is rapid, not only cloud kitchens but also a new concept, ghost kitchens.

“During the pandemic, the number of Yummykitchen transactions grew significantly up to 7 times compared to March 2020. This growth validates our belief in the great potential of online food delivery, which seems to have boomed early due to the pandemic,” Mario said.

Cloud kitchen is not a new concept in Indonesia. The previous model of cloud kitchen – one kitchen managed and operated by a brand that focused solely on delivery and takeout, has been adopted by fast food chains such as Domino’s Pizza and PHD. Instead of one building for a single brand, the cloud kitchen model is similar to the coworking space concept, accommodating several of the same brand or different owners operating in the same place.

In a report released by DailySocial, the majority of cloud kitchen operators are targeting F&B businesses in SME scale. Meanwhile, restaurant chains prefer traditional outlets as many of them sell not only food, but also atmosphere and dining experience to their customers. There are currently at least 15 cloud kitchen operators operating in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B Yummy Corp BRI Ventures

Yummy Corp Dapat Tambahan Pendanaan Seri B dari BRI Ventures

Setelah mendapatkan pendanaan seri B yang dipimpin Softbank Ventures Asia sebesar $12 juta pada Oktober 2020, platform cloud kitchen Yummy Corp kembali mengantongi pendanaan lanjutan seri B dari Sembrani Nusantara milik BRI Ventures. Tidak disebutkan nilai investasi yang diterima. Selanjutnya dana akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melanjutkan ekspansi Yummykitchen di lebih dari 50 lokasi baru hingga akhir tahun 2021.

“Harapannya ekspansi yang kami lakukan tidak hanya membantu para pelaku usaha, namun juga mampu membuka banyak lapangan kerja baru dan membantu perputaran ekonomi nasional,” kata CEO Yummy Corp Mario Suntanu.

Yummykitchen, unit bisnis cloud kitchen dari Yummy Corp yang berdiri sejak 2019, berkembang pesat dan dicari para pelaku bisnis makanan dan minuman di Indonesia untuk membantu ekspansi dengan cepat dan terjangkau di kala pandemi. Cloud kitchen juga menjadi solusi favorit di kala peraturan buka-tutup mall dan pelarangan makan di tempat masih diberlakukan secara ketat oleh pemerintah.

Sejauh ini Yummy Corp telah mengoperasikan lebih dari 70 dapur bersama yang tersebar di Jadetabek, Medan, dan Bandung; bekerja sama dengan lebih dari 50 brand makanan dan minuman seperti Dailybox, Gaaram, Kyochon, Sei Sapi Lamalera, dan lain-lain. Beragam jenis makanan dihadirkan Yummykitchen guna untuk memberikan pilihan yang beragam untuk para konsumen menikmati pengalaman membeli brand makanan favorit mereka di satu tempat.

“Saat ini merupakan waktu yang sangat tepat bagi kami untuk mendorong pertumbuhan platform bagi UMKM melalui pendanaan kepada sektor new retail. Yummy Corp telah membantu UMKM agar dapat bertahan di krisis pandemi dan bisa terus memperluas peluang usahanya,” kata CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko melanjutkan, “BRI Ventures melalui Dana Ventura Sembrani Nusantara berkomitmen untuk terus mengakselerasi UMKM di Indonesia melalui ekosistem startup teknologi. Selain itu, sektor new retail juga merupakan salah satu industri yang mendapatkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini dan kami melihat bahwa sektor ini akan semakin bertumbuh ke depannya.”

Tahun ini Yummy Corp juga menggulirkan inovasi dengan membangun unit bisnis manajemen foodcourt yang terintegrasi dengan penjualan secara online. Termasuk meluncurkan Yummyshop, aplikasi yang bertujuan membantu UMKM yang berjualan makanan secara online sehingga dapat membuat pesanan serta tautan pembayaran yang mudah.

“Target kami di akhir 2021 ingin merekrut karyawan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sudah ada serta mengembangkan inovasi teknologi, guna membantu pemain F&B dan juga UMKM di Indonesia untuk bangkit bersama selama masa pandemi,” imbuh Mario kepada DailySocial.

Pertumbuhan cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan yang dirilis Savills, pasar cloud kitchen di Indonesia mendapatkan momentum khususnya di Jakarta, pusat ekonomi yang dinamis dan rumah bagi lebih dari 10 juta orang. Selama pandemi pertumbuhannya semakin meningkat, bukan hanya cloud kitchen namun juga konsep baru yaitu ghost kitchen.

“Selama pandemi terjadi, jumlah transaksi Yummykitchen tumbuh secara signifikan hingga 7 kali lipat dibandingkan Maret 2020. Pertumbuhan ini memvalidasi keyakinan kami akan potensi besar online food delivery yang tampaknya booming lebih awal karena adanya pandemi,” kata Mario.

Cloud kitchen bukanlah konsep baru di Indonesia. Model sebelumnya dari cloud kitchen – satu dapur dikelola dan dioperasikan oleh satu brand yang hanya berfokus pada pengiriman dan takeout, telah diadopsi oleh makanan cepat saji seperti seperti Domino’s Pizza dan PHD. Alih-alih satu bangunan untuk satu brand tunggal, model cloud kitchen yang serupa dengan konsep coworking space, mengakomodasi beberapa brand yang sama atau pemilik berbeda yang beroperasi di tempat yang sama.

Dalam laporan yang dirilis oleh DailySocial terungkap, mayoritas operator cloud kitchen ini menyasar pada pebisnis F&B yang masih berskala UKM. Sementara, jaringan restoran cenderung memilih gerai tradisional karena banyak dari mereka tidak hanya menjual makanan, tetapi juga suasana dan pengalaman bersantap kepada para pelanggannya. Setidaknya ada 15 operator cloud kitchen yang beroperasi di Indonesia sejauh ini.

Application Information Will Show Up Here
Konferensi Pers Virtual Peluncuran Grab Ventures Velocity Batch 4 X Sembrani Wira / Grab

Grab dan Sembrani Wira Buka Program Akselerator Batch 4, Incar Startup Pemberdayaan UMKM

Grab dan Sembrani Wira, program akselerator dari BRI Ventures, kembali bekerja sama untuk membuka Grab Velocity Ventures (GVV) Batch 4. Tema yang diusung tak jauh berbeda dengan batch sebelumnya, yakni menyasar startup yang fokus pada pemberdayaan UMKM.

Namun kriteria startup yang dibidik kali ini lebih spesifik, memiliki model bisnis yang mampu menyediakan layanan bagi UMKM, contohnya point of sale (POS), customer relationship management, e-commerce enablement, software as a service (SaaS), dan model bisnis lainnya yang relevan.

“Tahun ini kami akan kembali fokus pada pemberdayaan UMKM. Kenapa UMKM? Sebab menurut data UNDP 2020 menyampaikan sebelum pandemi hanya 20% UMKM yang sudah memiliki kehadiran online, tapi sejak pandemi meningkat hingga 44%. Masuk ke ranah digital telah membantu banyak UMKM mempertahankan bisnis dan karyawan mereka,” ucap Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/6).

Menurutnya, UMKM telah menjadi tulang punggung perekonomian negara. Bila dibantu dengan solusi digital yang dapat, UMKM dapat terbantu untuk lebih cepat beradaptasi dengan kondisi sekarang ini dan pada akhirnya memainkan peran penting buat negara.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menambahkan, salah satu alasan Sembrani Wira turut serta dalam batch kali ini karena ia percaya setiap krisis pasti akan menciptakan perusahaan-perusahaan yang tangguh. Berkaca dari krisis yang terjadi krisis finansial di 2008, misalnya bermunculan perusahaan dengan konsep sharing economy seperti Airbnb dan Uber. “Secara pattern krisis selalu mendatangkan perusahaan yang lebih tangguh,” kata Nicko.

Neneng kembali melanjutkan, kriteria lainnya yang dicari oleh Grab pada batch ini adalah startup tersebut sudah mendapatkan pendanaan dari investor (post-seed); sudah berjalan dan memiliki model bisnis yang jelas (past proof of concept); dan memiliki produk atau jasa yang mampu untuk terus berkembang (scalable product of service).

Batch ini nantinya akan berjalan antara 12-16 minggu. Dalam rangkaian program akan diisi dengan kegiatan workshop dari berbagai industri untuk membawakan topik yang relevan buat startup; sesi mentoring 1:1 bersama para ahli di bidangnya, networking untuk bertemu dan menjalin hubungan dengan para startup founders, alumni, dan tim & partners dari Grab dan BRI Ventures.

Kemudian, pilot program sebuah kesempatan untuk menghubungkan usaha startup ke basis pelanggan dan pengguna Grab selama 8 minggu; dan partnership & investment possibility dari Grab dan/atau BRI Ventures. Pendaftaran batch 4 mulai dibuka pada hari ini sampai 27 Juni 2021.

Secara total GVV telah membina 20 startup, 15 di antaranya datang dari Indonesia. Beberapa namanya adalah Tanihub, Sayurbox, Qoala, Porter, Eragano, Pergiumroh, BookMyShow, Tamasia, Sejasa.com, Minutes, Luna, Printerous, KliknClean, GetCraft, dan Workmate.

Adapun Sembrani Wira sendiri baru membuka batch perdananya di tahun ini. Mereka membina delapan startup, di antaranya adalah Gredu, Brick, GajiGesa, MYCL, Minapoli, Tumbasin, Biteship, dan CookLab.

TaniHub to Secure Series B Funding Worth Nearly 1 Trillion Rupiah

The agritech startup TaniHub Group reportedly secured $65.5 million (over 940 billion Rupiah) Series B funding led by MDI Ventures. According to DailySocial’s source, participated also in this round, UOB Global Capital, Vertex Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, Add Ventures, Flourish Ventures, Intudo Ventures, Openspace Ventures, Tenaya Capital, and others.

This round has brought TaniHub’s valuation up to over $200 million.

One of the investors showed the “green signal” on the news and mentioned this investment is the company’s commitment to advancing the agricultural industry in Indonesia with a technological approach.

Previously, TaniHub management had boasted about the investment round the company was raising earlier this year. TaniHub Group’s Co-Founder & CEO, Pamitra Wineka said that investors in this round was very enthusiast, the value even oversubscribed from the initial target.

“We want to give this fund back to Indonesian farmers. We want to expand where we can reach more farmers, hopefully further to Papua,” he said.

TaniHub announced the Series A round in April 2020 worth of $17 million led by Openspace Ventures and Intudo Ventures.

In an official statement the company anounced today (5/21), Pamitra said, “[..] Furthermore, we plan to strengthen our role in every region in Indonesia to be closer to farmers and the community. Therefore, what we do at least to reduce the price disparity between farmers and consumers.”

MDI Ventures’ Portfolio Director, Sandhy Widyasthana added, “[..] MDI will continue to focus on investing in technology startups with big role in various sectors that influence people’s lives and can make a big difference in Indonesia. MDI considers TaniHub Group as having a big role in agriculture and has proven that its existence can have a positive impact on improving the quality of life for Indonesian farmers [..]” he said.

This year, TaniHub Group is increasingly expanding, also through the launching of the NFC (National Fulfillment Center) in Cikarang to provide agricultural supply chain infrastructure that can support national and global market demands. The NFC is ready to serve inbound and outbound to other islands outside Java and Bali as well as foreign markets.

On an area of ​​12,000 square meters, there’s a large capacity for cold storage and it accommodates non-fresh products such as groceries and processed food from various brands. In addition, the company is building more regional distribution facilities (DC), processing and product packaging centers (PPC), poultry processing centers (PPC), and rice mills at various points.

It is located in some areas, including North Sumatra, Riau, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Banjarmasin, Manado and Makassar. Currently, the fully-operated PPC location is in Malang, which supports the supply chain of various regional distribution facilities spread across five cities, including Bogor, Bandung, Kartasura, Surabaya and Denpasar.

Last April, the company exported 14.5 tons of watermelon from its farming partners in Lampung to the United Arab Emirates. In this country, it is predicted that the potential for sustainable demand from the UAE market will reach 156 tons per month.

They also target other countries to export fruits, such as pineapples, bananas, mangoes and oranges, including Singapore, Taiwan, South Korea and Malaysia with a capacity of 1,000 tons per month with an export value of IDR 15.31 billion this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B Tanihub

TaniHub Dikabarkan Peroleh Pendanaan Seri B Hampir 1 Triliun Rupiah (UPDATED)

Startup agritech TaniHub Group dikabarkan mengantongi perolehan pendanaan seri B sebesar $65,5 juta (lebih dari 940 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures. Menurut informasi yang DailySocial terima, putaran ini juga diikuti oleh UOB Global Capital, Vertex Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, Add Ventures, Flourish Ventures, Intudo Ventures, Openspace Ventures, Tenaya Capital, dan lainnya.

Putaran ini membawa valuasi TaniHub melambung senilai lebih dari $200 juta.

Salah satu investor yang kami hubungi memberikan “sinyal hijau” atas kabar tersebut. Menurut mereka, investasi ini adalah komitmen perusahaan untuk memajukan industri pertanian di Indonesia dengan pendekatan teknologi.

Sebelumnya, manajemen TaniHub memang sudah sesumbar dengan putaran investasi yang sedang digalang perusahaan pada awal tahun ini. Co-Founder & CEO TaniHub Group Pamitra Wineka mengatakan antusiasme investor pada putaran ini diklaim begitu bagus, hingga oversubscribed dari dana yang ditargetkan.

“Dana ini mau kita kontribusikan balik kepada petani-petani di Indonesia. Kita mau ekspansi ke mana kita bisa jangkau lebih banyak petani, hopefully bisa sampai Papua,” ucapnya kala itu.

Putaran seri A sudah diumumkan Tanihub pada April 2020 sebesar $17 juta yang dipimpin Openspace Ventures dan Intudo Ventures.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan hari ini (21/5), Pamitra menyampaikan, “[..] Oleh karena itu kami berencana untuk memperkuat peran kami di setiap wilayah Indonesia agar semakin dekat dengan petani dan masyarakat. Sehingga pada akhirnya apa yang kami lakukan dapat mengurangi disparitas harga antara petani dan konsumen.”

Direktur Portfolio MDI Ventures Sandhy Widyasthana menambahkan, “[..] MDI akan terus fokus berinvestasi kepada startup-startup teknologi yang mempunyai peran besar di berbagai sektor yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan dapat membuat perbedaan besar di Indonesia. MDI melihat TaniHub Group mempunyai peran besar di bidang pertanian dan telah membuktikan bahwa keberadaannya dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas kehidupan para petani di Indonesia [..]” ucapnya.

TaniHub Group semakin ekspansif pada tahun ini, salah satunya lewat peresmian NFC (National Fulfillment Center) di Cikarang untuk mendukung infrastruktur rantai pasok agrikultur yang dapat menunjang permintaan pasar nasional dan global. Di lokasi tersebut siap melayani inbound dan outbound untuk pulau-pulau lain di luar Jawa dan Bali serta pasar luar negeri.

Di lahan seluas 12.000 meter persegi, memiliki kapasitas besar untuk cold storage dan menampung produk non-fresh seperti sembako dan pangan olahan
(processed food) dari berbagai macam jenama. Tak hanya itu, perusahaan membangun lebih banyak fasilitas distribusi regional (DC), pusat pemrosesan dan pengemasan produk (processing packing center/PPC), pusat pengolahan unggas (poultry processing center/PPC), dan penggilingan padi di berbagai titik.

Lokasi yang dipilih antara lain, Sumatera Utara, Riau, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Banjarmasin, Manado, dan Makassar. Saat ini, lokasi PPC yang sudah beroperasi penuh adalah di Malang yang mendukung rantai pasok dari berbagai fasilitas distribusi regional yang tersebar di lima kota, yakni Bogor, Bandung, Kartasura, Surabaya, dan Denpasar.

Pada April kemarin, perusahaan melakukan ekspor buah semangka sebanyak 14,5 ton yang berasal dari mitra petaninya di Lampung ke Uni Emirat Arab. Di negara tersebut diprediksi adanya potensi permintaan yang berkelanjutan dari pasar UAE mencapai 156 ton per bulannya.

Negara lainnya yang tengah diincar untuk ekspor buah-buahan, termasuk nanas, pisang, mangga, dan jeruk ke Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia dengan kapasitas 1.000 ton per bulannya dengan nilai ekspor mencapai Rp15,31 miliar pada tahun ini.

*Kami menambahkan pernyataan resmi dari TaniHub

Application Information Will Show Up Here