Mengukur pasar mobil bekas di Indonesia berbeda jauh dengan industri mobil baru. Tidak seperti Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) yang secara rutin merilis penjualan mobil sebagai tolak ukur untuk banyak hal, tidak ada data resmi yang mengukur seberapa besar pangsa pasar mobil bekas di negeri ini.
Walau demikian, startup yang bermain di segmen ini, Broom, mengestimasi kasar bahwa pasar ini bernilai 3x hingga 4x lipat dari data penjualan mobil baru. Mengacu dari data Gaikindo, penjualan mobil baru pada 2022 tembus 1 juta unit. Artinya, pasar mobil bekas diestimasi terjual hingga 5 juta unit untuk periode yang sama dan menjadi prospek yang menggiurkan bagi para pemain otomotif.
Broom juga mengompilasi dari berbagai sumber data mengenai kondisi diler di Indonesia. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat sebanyak 50 ribu diler rata-rata memiliki 4-5 unit mobil di garasi/area parkir yang mereka sewa. Sementara untuk penjual yang bersifat makelar, jual mobil karena dapat info dari pihak lain, diestimasi angkanya bisa dua kali lipat sekitar 100 ribu diler.
“Angka estimasi ini tidak kelihatan secara resmi karena pemainnya banyak,” papar Co-founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dari riset internal, juga ditemukan bahwa 8 dari 10 orang memilih mobil sebagai pembelian pertama dalam awal karier mereka. Lalu sebanyak 90% transaksi mobil bekas terjadi di diler mobil bekas. Sehingga diler menjadi titik penjualan utama mobil bekas, di mana pun titik awal dari outlet mana saja, ujung-ujungnya terjadi di diler.
Tambah menarik lagi karena siklus kerjanya yang simpel. Diler beli mobil lalu taruh di garasi sebagai showroom, lalu tunggu sampai mobil terjual, dan baru mereka akan mendapat keuntungan.
Pada umumnya, turnover inventori unit mobil di tiap diler tergolong cepat untuk mobil niaga. Rata-rata per unitnya butuh 3-4 minggu sudah terjual dengan harga jual berkisar Rp120 juta sampai Rp200 juta. Tapi ini tergantung lagi pada jenis, merek, dan tahun mobil.
“Memang di dunia otomotif, khususnya jualan mobil bekas ini pemainnya cukup banyak. Kenapa banyak? Karena menarik harga mobil sekali terjual antara Rp120 juta-Rp200 juta untuk mobil niaga dari observasi kami, inventory turnover-nya cepat dan sizeable, sekali jual langsung dapat uangnya.”
Lantaran sebagian besar diler ini masih berskala UMKM, dalam artian rata-rata kapasitas untuk menyimpan mobil hanya berkisar 4-6 mobil yang ditaruh di garasi rumah mereka. Isu yang mereka hadapi juga persis sama dengan UMKM kebanyakan di Indonesia. Yakni, operasional yang masih konvensional, mengandalkan buku dan papan tulis untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya.
Serta, dikarenakan skala bisnisnya mikro, mereka kesulitan dalam mengakses pinjaman ke lembaga keuangan dalam rangka mengembangkan bisnisnya. Pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk memutar/menambah stok mobil agar garasi mereka dapat memberikan lebih banyak pilihan buat konsumen.
“Ini dua problem yang kami temukan di diler mobil bekas. Mereka terbatas akses finansial, dengan memanfaatkan nilai ekonomis dari stok yang mereka miliki hadir solusi Broom Buyback. Lalu karena perputaran stok lama, mereka butuh kemudahan untuk memutar stok lebih cepat, solusi yang kami hadirkan adalah Broom Hive.”
Kedua produk tersebut sudah dirintis secara publik. Buyback telah hadir sejak Broom pertama kali beroperasi di 2021. Produk ini menyediakan solusi untuk mengatur kecepatan perputaran inventori mobil di diler dengan cara menjual sementara stok mobil menumpuk ke Broom untuk dibeli kembali sesuai durasi yang ditentukan.
Selanjutnya, BroomHive merupakan showroom offline milik Broom untuk permudah diler menjual unitnya dengan mudah dan cepat, sekaligus memberi akses kepada konsumen ke berbagai pilihan mobil bekas. Pembeda menarik BroomHive dengan showroom mobil kebanyakan adalah unit-unit yang dipajang berasal dari mitra diler yang menitipkan unitnya untuk dijual oleh Broom.
Solusi tersebut menjawab seluruh masalah yang dihadapi stakeholder, yakni konsumen akhir, diler, hingga lembaga keuangan, mengingat di BroomHive juga tersedia mitra asuransi dan leasing.
Bukan disrupsi
Pandu mengakui bahwa solusi yang ditawarkan Broom ini bukanlah mendisrupsi proses kerja para diler, melainkan memanfaatkan teknologi untuk mengatur inventori para diler. Setelahnya, diler akan mendapat pencatatan keuangan yang nantinya bisa dipakai apabila mereka mau mengajukan pinjaman usaha.
“Yang Broom mau fokuskan adalah membuat alur proses jual-belinya lebih streamline, dari yang awalnya cuma catat di kertas, sekarang sudah digital.”
Menariknya, tim Broom menemukan bahwa ada fenomena yang mana para pebisnis diler merasa sudah nyaman dan cukup dengan apa yang mereka jalankan selama ini. Bila ditelaah lebih lanjut, sambungnya, sebenarnya “nyaman” versi mereka itu semu, sebab tidak disadari sebenarnya merepotkan karena banyak hal yang harus diurus dalam operasional bisnisnya.
“Mereka merasa nyaman karena ada wisdom sudah punya pelanggan misalnya, karena demikian hidupnya dirasa sudah streamline. Tidak apa-apa kalau mereka merasa demikian karena yang kami berikan ini adalah kesempatan untuk level up, dengan mendatangkan lebih banyak traffic karena secara nature bisnis ini tidak sesantai itu.”
Sebagai langkah edukasi, Broom akan terus aktif mengadakan aktivitas offline bersama komunitas diler mobil bekas sebagai target utama penggunanya.
“Ambisi kami adalah menginginkan semua diler punya teknologi sama, akses keuangan yang sama, dan mutu layanan dapat ditingkatkan.”
Pendekatan hulu ke hilir ini berbeda dengan kebanyakan pemain startup yang membidik vertikal otomotif. Umumnya mereka masuk ke hilir dengan menyediakan platform marketplace yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah menjual mobil secara lebih mudah dan menjangkau lebih banyak calon pembeli. Strategi ini digarap oleh OLX Autos, Carsome, Oto, mobil88 (Astra), Carro, dan masih banyak lagi. Moladin jadi pesaing terdekat bagi Broom.
Berencana masuk ke hilir
Pada Juli kemarin, Broom memperkenalkan anak usaha PT Taktis Maju Sejahtera (TMS), yang sudah resmi terdaftar sebagai Penyedia Inovasi Keuangan Digital (IKD) dalam Klaster Agregator di OJK. Menurut Pandu, langkah ini mengawali Broom untuk masuk ke ranah konsumer akhir. Sebagai agregator, TMS akan menjadi channeling Broom untuk bermitra dengan berbagai lembaga jasa keuangan yang relevan dengan industri otomotif.
“TMS akan menawarkan solusi baru dan bernilai bagi para pelaku industri otomotif, khususnya di pasar mobil bekas. Sebagai agregator IKD, kami bertujuan untuk merampingkan dan meningkatkan layanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan unik sektor ini,” pungkasnya.
Adapun untuk rencana pengembangan diler, perusahaan membidik perluasan ke area Bali dan kota lain di Jawa.
Dipaparkan per Juli 2023, Broom sudah bekerja sama dengan 6.000 showroom, memiliki tujuh kantor cabang yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Solo, dan Yogyakarta. Broom disebutkan mencetak omzet sebesar Rp1,2 triliun, ditargetkan tahun ini angka tersebut dapat naik hingga 3 kali lipat.