Tag Archives: broom

Startup ekosistem mobil bekas Broom perkenalkan anak usaha PT Taktis Maju Sejahtera (TMS) sebagai IKD dalam Klaster Agregator di OJK

Bukan Disrupsi, Broom Uraikan Sengkarutnya Ekosistem Jual-Beli Mobil Bekas

Mengukur pasar mobil bekas di Indonesia berbeda jauh dengan industri mobil baru. Tidak seperti Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) yang secara rutin merilis penjualan mobil sebagai tolak ukur untuk banyak hal, tidak ada data resmi yang mengukur seberapa besar pangsa pasar mobil bekas di negeri ini.

Walau demikian, startup yang bermain di segmen ini, Broom, mengestimasi kasar bahwa pasar ini bernilai 3x hingga 4x lipat dari data penjualan mobil baru. Mengacu dari data Gaikindo, penjualan mobil baru pada 2022 tembus 1 juta unit. Artinya, pasar mobil bekas diestimasi terjual hingga 5 juta unit untuk periode yang sama dan menjadi prospek yang menggiurkan bagi para pemain otomotif.

Broom juga mengompilasi dari berbagai sumber data mengenai kondisi diler di Indonesia. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat sebanyak 50 ribu diler rata-rata memiliki 4-5 unit mobil di garasi/area parkir yang mereka sewa. Sementara untuk penjual yang bersifat makelar, jual mobil karena dapat info dari pihak lain, diestimasi angkanya bisa dua kali lipat sekitar 100 ribu diler.

“Angka estimasi ini tidak kelihatan secara resmi karena pemainnya banyak,” papar Co-founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dari riset internal, juga ditemukan bahwa 8 dari 10 orang memilih mobil sebagai pembelian pertama dalam awal karier mereka. Lalu sebanyak 90% transaksi mobil bekas terjadi di diler mobil bekas. Sehingga diler menjadi titik penjualan utama mobil bekas, di mana pun titik awal dari outlet mana saja, ujung-ujungnya terjadi di diler.

Tambah menarik lagi karena siklus kerjanya yang simpel. Diler beli mobil lalu taruh di garasi sebagai showroom, lalu tunggu sampai mobil terjual, dan baru mereka akan mendapat keuntungan.

Pada umumnya, turnover inventori unit mobil di tiap diler tergolong cepat untuk mobil niaga. Rata-rata per unitnya butuh 3-4 minggu sudah terjual dengan harga jual berkisar Rp120 juta sampai Rp200 juta. Tapi ini tergantung lagi pada jenis, merek, dan tahun mobil.

“Memang di dunia otomotif, khususnya jualan mobil bekas ini pemainnya cukup banyak. Kenapa banyak? Karena menarik harga mobil sekali terjual antara Rp120 juta-Rp200 juta untuk mobil niaga dari observasi kami, inventory turnover-nya cepat dan sizeable, sekali jual langsung dapat uangnya.”

Broom app

Lantaran sebagian besar diler ini masih berskala UMKM, dalam artian rata-rata kapasitas untuk menyimpan mobil hanya berkisar 4-6 mobil yang ditaruh di garasi rumah mereka. Isu yang mereka hadapi juga persis sama dengan UMKM kebanyakan di Indonesia. Yakni, operasional yang masih konvensional, mengandalkan buku dan papan tulis untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya.

Serta, dikarenakan skala bisnisnya mikro, mereka kesulitan dalam mengakses pinjaman ke lembaga keuangan dalam rangka mengembangkan bisnisnya. Pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk memutar/menambah stok mobil agar garasi mereka dapat memberikan lebih banyak pilihan buat konsumen.

“Ini dua problem yang kami temukan di diler mobil bekas. Mereka terbatas akses finansial, dengan memanfaatkan nilai ekonomis dari stok yang mereka miliki hadir solusi Broom Buyback. Lalu karena perputaran stok lama, mereka butuh kemudahan untuk memutar stok lebih cepat, solusi yang kami hadirkan adalah Broom Hive.”

Kedua produk tersebut sudah dirintis secara publik. Buyback telah hadir sejak Broom pertama kali beroperasi di 2021. Produk ini menyediakan solusi untuk mengatur kecepatan perputaran inventori mobil di diler dengan cara menjual sementara stok mobil menumpuk ke Broom untuk dibeli kembali sesuai durasi yang ditentukan.

Selanjutnya, BroomHive merupakan showroom offline milik Broom untuk permudah diler menjual unitnya dengan mudah dan cepat, sekaligus memberi akses kepada konsumen ke berbagai pilihan mobil bekas. Pembeda menarik BroomHive dengan showroom mobil kebanyakan adalah unit-unit yang dipajang berasal dari mitra diler yang menitipkan unitnya untuk dijual oleh Broom.

Solusi tersebut menjawab seluruh masalah yang dihadapi stakeholder, yakni konsumen akhir, diler, hingga lembaga keuangan, mengingat di BroomHive juga tersedia mitra asuransi dan leasing.

Bukan disrupsi

Pandu mengakui bahwa solusi yang ditawarkan Broom ini bukanlah mendisrupsi proses kerja para diler, melainkan memanfaatkan teknologi untuk mengatur inventori para diler. Setelahnya, diler akan mendapat pencatatan keuangan yang nantinya bisa dipakai apabila mereka mau mengajukan pinjaman usaha.

“Yang Broom mau fokuskan adalah membuat alur proses jual-belinya lebih streamline, dari yang awalnya cuma catat di kertas, sekarang sudah digital.”

Menariknya, tim Broom menemukan bahwa ada fenomena yang mana para pebisnis diler merasa sudah nyaman dan cukup dengan apa yang mereka jalankan selama ini. Bila ditelaah lebih lanjut, sambungnya, sebenarnya “nyaman” versi mereka itu semu, sebab tidak disadari sebenarnya merepotkan karena banyak hal yang harus diurus dalam operasional bisnisnya.

Broom

“Mereka merasa nyaman karena ada wisdom sudah punya pelanggan misalnya, karena demikian hidupnya dirasa sudah streamline. Tidak apa-apa kalau mereka merasa demikian karena yang kami berikan ini adalah kesempatan untuk level up, dengan mendatangkan lebih banyak traffic karena secara nature bisnis ini tidak sesantai itu.”

Sebagai langkah edukasi, Broom akan terus aktif mengadakan aktivitas offline bersama komunitas diler mobil bekas sebagai target utama penggunanya.

“Ambisi kami adalah menginginkan semua diler punya teknologi sama, akses keuangan yang sama, dan mutu layanan dapat ditingkatkan.”

Pendekatan hulu ke hilir ini berbeda dengan kebanyakan pemain startup yang membidik vertikal otomotif. Umumnya mereka masuk ke hilir dengan menyediakan platform marketplace yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah menjual mobil secara lebih mudah dan menjangkau lebih banyak calon pembeli. Strategi ini digarap oleh OLX Autos, Carsome, Oto, mobil88 (Astra), Carro, dan masih banyak lagi. Moladin jadi pesaing terdekat bagi Broom.

Berencana masuk ke hilir

Pada Juli kemarin, Broom memperkenalkan anak usaha PT Taktis Maju Sejahtera (TMS), yang sudah resmi terdaftar sebagai Penyedia Inovasi Keuangan Digital (IKD) dalam Klaster Agregator di OJK. Menurut Pandu, langkah ini mengawali Broom untuk masuk ke ranah konsumer akhir. Sebagai agregator, TMS akan menjadi channeling Broom untuk bermitra dengan berbagai lembaga jasa keuangan yang relevan dengan industri otomotif.

“TMS akan menawarkan solusi baru dan bernilai bagi para pelaku industri otomotif, khususnya di pasar mobil bekas. Sebagai agregator IKD, kami bertujuan untuk merampingkan dan meningkatkan layanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan unik sektor ini,” pungkasnya.

Adapun untuk rencana pengembangan diler, perusahaan membidik perluasan ke area Bali dan kota lain di Jawa.

Dipaparkan per Juli 2023, Broom sudah bekerja sama dengan 6.000 showroom, memiliki tujuh kantor cabang yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Solo, dan Yogyakarta. Broom disebutkan mencetak omzet sebesar Rp1,2 triliun, ditargetkan tahun ini angka tersebut dapat naik hingga 3 kali lipat.

Application Information Will Show Up Here
Startup penyedia ekosistem untuk bisnis showroom mobil bekas Broom mulai merambah bisnis showroom offline, BroomHive, berlokasi di Jatiasih, Bekasi

Broom Rambah Showroom Offline, Permudah Diler Mobil Bekas Jangkau Konsumen

Startup penyedia ekosistem mobil bekas Broom mulai merambah bisnis showroom offline dinamai BroomHive dengan lokasi perdana di Jatiasih, Bekasi. BroomHive diharapkan dapat memudahkan diler showroom untuk menjual unitnya dengan mudah dan cepat dan memberi akses konsumen ke berbagai pilihan mobil bekas.

Dalam peresmiannya hari ini (25/5), Co-Founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras menyampaikan, pihaknya memilih lokasi Bekasi karena menurut data internal, kota tersebut memperlihatkan transaksi jual-beli mobil bekas yang fantastis selama dua tahun belakangan, serta persebaran diler yang sudah bermitra untuk cakupan Jawa Barat, terbanyak datang dari Bekasi.

“Dari 5000 showroom yang sudah bermitra, sebanyak 30% dari Jawa Barat. Lalu dari situ, terbanyak dari Bekasi. Jadi kami yakin untuk mulai dari Bekasi dulu. Rencana kota berikutnya masih belum tahu, masih cari lokasi karena enggak bisa asal,” ujar Pandu.

Sebelum peresmian BroomHive, pihaknya sudah melakukan soft launching sejak 8 Maret 2023. Ada temuan menarik yang didapat, di antaranya selama Ramadan dan Lebaran, ternyata kebanyakan pembeli itu bertransaksi dengan uang tunai daripada kredit. Kemudian, turnover penjualan per mobil rata-rata di showroom sekitar 2-3 minggu.

Hingga kini belum ada data resmi mengenai penjualan mobil bekas di Indonesia. Namun, menurut riset yang ia kumpulkan, tren penjualan mobil bekas capai 3-4 kali dari mobil baru tiap tahunnya. Adapun, asosiasi yang menaungi penjualan mobil baru mencatat sebanyak 1,1 juta unit terjual tahun lalu. Pandu optimistis prospek bisnis mobil bekas bakal cerah ke depannya.

“Perkiraannya berarti pada tahun lalu, mobil baru dan bekas itu yang terjual lima juta unit. Melihat perusahaan otomotif terbesar, Astra dengan Mobil88, ternyata penjualan dalam setahun dengan 12 cabang di Indonesia hanya 15.000-16.000 unit. Artinya, peluang bisnis ini masih sangat luas.”

BroomHive

BroomHive / DailySocial.id

Konsep BroomHive pada dasarnya sama seperti showroom offline kebanyakan, yang memungkinkan calon pembeli untuk melihat langsung unit mobil dan test drive. Yang membedakannya adalah unit-unit mobil yang dipajang di BroomHive berasal dari mitra diler yang menitipkan unitnya untuk dijual oleh Broom.

Head of Growth Broom Yanuar Sutrisno menjelaskan, selama ini diler punya berbagai masalah dalam menjalankan bisnisnya. Mulai dari persaingan yang ketat dengan sesama pebisnis individu atau startup untuk jual-beli mobil, sulit mencari karyawan karena turnover tinggi, hingga biaya operasional besar, apalagi jika ingin ekspansi lokasi baru.

Menurutnya, dari data internal perusahaan, umumnya showroom bekas butuh waktu rata-rata 4-5 minggu hingga mobil yang dipasarkan berhasil terjual, tergantung dari jenis, merek, dan tahun mobil. Sementara, di sisi lain, masih banyak konsumen yang kesulitan menemukan mobil bekas yang sesuai karena keterbatasan akses atau tidak punya waktu untuk berpindah-pindah showroom.

“Solusi yang ditawarkan Broom untuk mereka adalah pemasaran, penyediaan SDM, dan operasional yang lebih efisien. BroomHive itu sepenuhnya dioperasikan oleh Broom. Mitra diler akan membayar sejumlah komisi apabila unitnya terjual,” papar Yanuar.

Ia melanjutkan, “inilah yang menjadi keunikan dan kekuatan dari BroomHive, karena kami dapat mengakomodasi dan memberikan solusi dari kebutuhan setiap stakeholder, baik itu konsumen maupun mitra showroom, langsung dalam satu platform.”

Lebih lanjut, pihak Broom tidak membatasi unit maksimal atau minimal unit mobil yang bakal dititipkan diler ke BroomHive. Namun, tim Broom akan menginspeksi setiap unit dan melakukan appraisal apakah sesuai atau tidak dari kondisi mobil dengan harga yang dipatok diler. Bahkan, calon pembeli juga bisa bawa mekanik sendiri untuk melihat kondisi unit sebelum test drive.

“Setelah sepakat dengan harga jual minimum, kami akan menjual unit ke calon-calon konsumen. Saat terjual, uang diterima dari konsumen ke Broom, lalu akan dipotong komisi sesuai kesepakatan. Baru dana akan diterima diler. Jadi dari sisi diler enggak ada fixed cost yang dibayar di muka.”

BroomHive di Bekasi punya kapasitas display mobil hingga 250 unit di lokasi seluas 9.289 meter persegi, memiliki fasilitas test drive, dan tersedia mitra asuransi dan leasing untuk permudah calon pembeli. Tersedia pula pilihan untuk bayar tunai.

Pandu melanjutkan, “tesis kami adalah berfokus pada teman-teman diler bekas karena selama ini teman-teman di startup teknologi itu selalu menyasar end user. Bukan berarti kami tidak akan ke sana, tapi journey awal kami adalah bagaimana Broom menyelesaikan masalah diler.”

Sehingga, disimpulkan bahwa kehadiran showroom itu dibutuhkan. Bila membeli lewat platform marketplace, bisa tetap melihat unitnya, tapi transaksinya tetap terjadi di showroom. “Physical location sepertinya tetap diperlukan, makanya kami ingin berikan solusi tersebut.”

Saat Broom awal berdiri di 2021, perusahaan memiliki dua produk, yakni buyback dan trading. Produk buyback adalah solusi untuk mengatur kecepatan perputaran inventori mobil pada showroom, dengan cara menjual sementara stok mobil menumpuk ke Broom untuk dibeli kembali sesuai durasi yang ditentukan.

Untuk trading, dalam satu ekosistem Broom, showroom mobil bekas dan konsumen dapat saling memenuhi pasokan mobil yang variatif, berkualitas melalui program trading dan bursa mobil BroomHive.

Sejak dua tahun beroperasi, Broom telah memproses lebih dari 5 ribu transaksi, dengan kehadiran kantor cabang di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Produk buyback diklaim telah beromzet lebih dari Rp1 triliun.

Broom menawarkan fasilitas pembiayaan bagi pemilik showroom UMKM / Broom

Broom Peroleh Dana Segar Pra-Seri A Senilai 154 Miliar Rupiah [UPDATED]

*update 10 Maret 2023: kami memperbarui informasi dengan menyesuaikan nilai dan seri pendanaan

Platform digital untuk ekosistem mobil bekas Broom dikabarkan mendapat pendanaan pra-seri A senilai $10 juta atau sekitar 154 miliar Rupiah yang dipimpin Openspace Ventures. Berita ini pertama kali dikabarkan oleh DealStreetAsia.

Berdasarkan data yang dilaporkan ke regulator, AC Ventures dan Quona Capital (keduanya adalah investor terdahulu), serta MUFG Innovation Partners dan BRI Ventures turut berpartisipasi pada putaran ini. 

Sebelumnya, Broom mengantongi pendanaan pra-awal senilai $3 juta (Rp43 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, serta partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo.

DailySocial.id telah menghubungi manajemen Broom untuk mengonfirmasi berita ini, namun belum ada respons hingga berita ini diturunkan. 

Broom dirintis oleh Pandu Adi Laras (CEO), Pungky Wibawa (CBO), dan Andreas Sutanto (CFO) di 2021. Awalnya mereka mengembangkan solusi bagi pelaku UKM di bidang otomotif untuk memudahkan digitalisasi proses bisnis showroom dan memberikan fasilitas pembiayaan produktif. Kini Broom lebih fokus sebagai platform marketplace di sektor ini.

Digitalisasi proses kerja diler

Proses kerja diler kendaraan dinilai masih tradisional. Stok barang dicatat secara manual. Ketika mencoba go online, pemilik diler mengaku kesulitan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Maka itu, solusi ini diharapkan dapat mengatasi masalah deadstock (stok yang belum terjual lebih dari satu bulan).

Dalam wawancara dengan DailySocial saat itu, Co-Founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras mengatakan bahwa platform Broom memungkinkan pemilik diler untuk mengelola inventaris, pembukuan keuangan, hingga mengelola berbagai instrumen penjualan mereka.

“Startup ini bertujuan untuk menjadi pusat bagi digitalisasi jaringan diler di Indonesia,” tuturnya. Per Maret 2022, Broom memiliki lebih dari 2.000 diler mobil bekas di wilayah Jabodetabek.

Upaya digitalisasi di sektor otomotif terus berkembang. Awalnya, sektor ini banyak diisi oleh pemain car marketplace, seperti Carro, Carsome, dan LX Autos. Bahkan Moladin yang awalnya bermain di pembelian motor, sudah pivot ke jual-beli mobil bekas. 

Namun, pelaku startup mulai mengeksplorasi pain point lain di sektor otomotif yang dapat didukung dengan teknologi seiring tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Misalnya, solusi bengkel yang dikembangkan oleh Bengkel Mania, dan pembiayaan showroom Broom yang juga sama-sama membidik pelaku UMKM.

Adapun, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil retail di mencapai 89.651 unit per Oktober 2022.

Application Information Will Show Up Here
Bank DBS Indonesia berkomitmen untuk menciptakan solusi perbankan yang lebih berdampak dan terjangkau bagi startup atau pelaku fintech / DBS

Tesis Bank DBS Indonesia Memberikan Fasilitas Pinjaman ke Startup

PT Bank DBS Indonesia tengah aktif memperkuat portofolio strategisnya dengan pelaku startup. Salah satunya melalui pemberian fasilitas kredit untuk modal usaha (termasuk di salurkan lewat platform lending). Di sepanjang 2022, DBS Indonesia sudah beberapa kali memberikan pinjaman ke startup, yakni Kredivo, eFishery, dan terbaru Broom.

Beberapa waktu lalu, DBS Indonesia meresmikan perjanjian kerja sama fasilitas kredit kepada startup pembiayaan showroom mobil Broom sebesar Rp100 miliar. Perjanjian strategis ini diresmikan oleh Co-founder & CEO Broom Pandu Adi Laras dan Executive Director Institusional Banking Group Kevin Tanuwidjaja.

Pada Oktober, DBS Indonesia juga baru memberikan pinjaman jangka pendek ke startup aquatech eFishery sebesar Rp500 miliar. Kemudian di 2021, perusahaan memfasilitasi pinjaman ke Kredivo sebesar Rp2 triliun dengan skema joint financing. Ini merupakan peningkatan dari pinjaman sebelumnya sebesar Rp1 triliun dan Rp500 miliar untuk pendanaan awal Kredivo.

Langkah DBS Indonesia mulai aktif berkolaborasi dengan stratup dinilai sejalan dengan pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air. Mengacu laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, Bain and Company, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $130 miliar di 2025 dengan CAGR 19%.

Kevin berujar, ini menjadi wujud komitmen perusahaan dalam menciptakan solusi perbankan yang lebih berdampak dan terjangkau bagi startup atau pelaku fintech. “Kami melihat industri startup punya potensi sangat baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia,” ujar Kevin dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Ia tak mengelaborasi lebih lanjut mengenai tesis investasi dan metrik yang digunakan. Namun, aspek kebutuhan, profil risiko, dan solusi terarah disebut sebagai faktor utama dalam menentukan kelayakan startup. Pihaknya juga mempertimbangkan rekam jejak finansial dan pendanaan startup.

Sumber: Bank DBS Indonesia, diolah kembali oleh DailySocial.id

“Kami berupaya menciptakan ekosistem yang cepat, andal, dan berkelanjutan dalam menyediakan solusi dan pengalaman sesuai prinsip kami ‘Live More, Bank Less’. Melalui kolaborasi strategis dengan startup dan ekosistemnya, kami ekspansi ke layanan fintech. Kami percaya dampak yang kami ciptakan dapat dirasakan di luar perbankan,” paparnya.

Lebih lanjut, pihaknya berupaya mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi digital dengan menggencarkan kegiatan dan advokasi berfokus pada masalah keberlanjutan dan memperhatikan isu environment, social, dan governance (ESG) seiring dengan komitmen DBS Group mencapai emisi nol bersih pada 2050.

Saat ini, DBS Group memiliki tiga pilar keberlanjutan sebagai dasar pemikiran, yakni Responsible Banking, Responsible Business Practice, dan Impact Beyond Banking.

Fasilitas kredit

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Broom Pandu Adi Laras mengungkap bahwa fasilitas kredit ini menjadi likuiditas tambahan yang akan mendukung pengembangan bisnis perusahaan. Adapun, dana tersebut akan dipakai untuk memperluas cakupan showroom mobil bekas di Indonesia.

“Fasilitas kredit ini akan mempercepat Broom untuk merangkul 5.000 showroom dan memperluas wilayah operasional di kota-kota besar lain di pulau Jawa hingga akhir 2022,” ungkap Pandu.

Sebelumnya, Broom telah memperoleh fasilitas kredit serupa dari beberapa lembaga keuangan lain di awal 2022. Selain itu, Broom juga memperoleh pendanaan pra-awal senilai $3 juta (lebih dari Rp43 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, juga partisipasi Quona Capital dan beberapa angel investor, seperti pendiri Kopi Kenangan dan Lummo.

Sementara, Co-founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah menilai fasilitas pinjaman dari bank lebih murah dalam jangka panjang dibandingkan menggunakan ekuitas yang mengharuskannya melepas saham bernilai ke investor. Sementara, jika perusahaan tumbuh baik, harga yang dikeluarkan bisa lebih mahal daripada saat pertama kali melepas [saham].

Sebagai informasi, ini menjadi kolaborasi perdana DBS Indonesia dan eFishery. Bagi DBS Indonesia, ini merupakan portofolio pinjaman pertama di sektor aquatech, sedangkan bagi eFishery adalah fasilitas pinjaman pertama dari bank sejak berdiri di 2013.

Di Indonesia, tampaknya belum banyak perbankan yang mau mengucurkan pinjaman kredit bagi modal usaha pelaku startup. Sejumlah faktor masih menjadi pertimbangan besar mengapa startup belum menjadi segmen potensial bagi bank.

Perbankan merupakan industri dengan regulasi ketat dan mengutamakan aspek manajemen dan profil risiko. Hal ini dilakukan untuk menekan atau mengendalikan risiko dalam produk yang ditawarkan, salah satunya penyaluran kredit.

Sementara, perusahaan rintisan dinilai belum dapat memenuhi sejumlah aspek di atas mengingat pelaku startup awal belum memiliki cash flow yang jelas, jaminan, rekam jejak finansial, dan kepastian pendapatan dari produk yang mereka kembangkan.

Berdasarkan laporan CB Insights, ada lima alasan teratas startup mengalami kegagalan di antaranya salah membaca kebutuhan pasar (42%), kehabisan dana (29%), susunan tim tidak sesuai (23%), kalah berkompetisi (19%), dan harga atau biaya tanggungan (18%).

Application Information Will Show Up Here
Broom, startup digitalisasi bisnis showroom, didirikan oleh Pandu Adi Laras (CEO), Andreas Sutanto (CFO), dan Moch Purba Wibawa (CBO)

Komitmen Broom Tenagai Bisnis Showroom Mobil Bekas dengan Teknologi Digital

Showroom adalah bagian yang tidak kalah penting dari bisnis jual-beli mobil  bekas karena fungsinya yang cukup vital dalam memamerkan kendaraan yang akan dijual ke konsumen. Bisnis konvensional ini sering kali terlupakan di tengah hiruk pikuk digitalisasi dunia otomotif. Kondisi diperparah dengan pandemi yang berhasil memperburuk penjualan mobil yang turun drastis.

Showroom/diler mobil bekas level UKM mengalami permasalahan modal dan deadstock (stok yang belum terjual lebih dari satu bulan). Perlahan, sektor mobil bekas mengalami peningkatan penjualan dibandingkan mobil baru pada awal pandemi.

Mengutip dari riset OLX Autos Indonesia, sepanjang tahun lalu terdapat peningkatan permintaan mobil bekas sekitar 15%-20%. Kenaikan tersebut sebenarnya selaras dengan produksi dari pabrik yang meluncurkan mobil baru. Mobil keluaran terbaru sendiri merupakan calon untuk bisnis jual-beli mobil bekas. Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) sendiri menargetkan penjualan mobil baru pada tahun ini sebanyak 900 ribu unit, naik dari sebelumnya 750 ribu unit.

Broom melihat permasalahan ini sebagai peluang untuk membantu showroom mobil bekas dengan memberikan solusi likuidasi untuk stok mobil bekas mereka melalui kecepatan transaksi dan pelayanan digital terintegrasi.

Startup ini dirintis oleh Pandu Adi Laras (CEO), Andreas Sutanto (CFO), dan Moch Purba Wibawa (CBO) sejak tahun lalu. Dengan memadukan pengalaman ketiganya, baik itu di startup digital, FMCG, dan showroom, memberikan pemahaman yang mendalam tentang bisnis dan kejelasan tentang bagaimana teknologi dapat merevolusi industri.

Pandu telah berkecimpung dalam industri mobilitas sejak 2016, ketika dia bekerja untuk Uber, sebelum bergabung di Go-Fleet. Lalu, Pungky adalah wirausahawan berpengalaman dan memiliki koneksi yang baik dalam ruang diler, mengingat status Pungky sebagai pemilik salah satu diler BMW terbesar di Indonesia.

“Latar belakang ini mendasari Broom untuk menciptakan platform ekosistem untuk setiap proses kegiatan bisnis showroom mulai dari inventori, pembukuan keuangan, dan marketplace secara digital, sehingga permasalahan showroom dapat diselesaikan end-to-end dalam satu ekosistem,” ucap Pandu kepada DailySocial.id.

Target utama Broom adalah menjadi penyedia solusi digital yang unik untuk ekosistem mobilitas Indonesia dengan menyediakan platform tunggal bagi UKM di bidang otomotif dalam mendigitalkan proses bisnis mereka. Pandu bilang, platform Broom memungkinkan diler UKM dapat mengelola inventaris, pembukuan keuangan, hingga mengelola berbagai instrumen penjualan mereka. “Startup ini bertujuan untuk menjadi pusat bagi digitalisasi jaringan diler di Indonesia.”

Ia berkata demikian, sebab pada umumnya pebisnis diler bekerja dengan sangat tradisional, dengan sebagian besar penghitungan stok dilakukan di papan tulis. Saat mencoba online, diler mobil merasa cukup sulit untuk menjual di platform dan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Pembiayaan umumnya cukup menantang karena kurangnya dokumentasi.

Namun, diler mobil pergi ke rentenir untuk pinjaman enam minggu karena mereka merasa sedikit menguntungkan bahkan dengan bunga signifikan yang diberikan oleh pemberi pinjaman ini (diperkirakan 8% per bulan). Dengan kondisi ini, Broom bertujuan untuk memberikan digitalisasi diler dan pembiayaan untuk memberdayakan diler mobil.

Dalam proses bisnis Broom, sambungnya, perusahaan menyediakan tiga solusi bagi diler untuk meningkatkan bisnisnya melalui satu platform, mulai dari pengelolaan inventaris, kemudahan akses stok melalui marketplace untuk jual-beli mobil, serta Broom Buyback dan Broom Express sebagai solusi likuidasi deadstock inventory.

Kedua produk tersebut membuka kesempatan untuk menjual sementara deadstock yang dimiliki pebisnis showroom kepada Broom. Kemudian untuk dibeli kembali setelah mendapat keuntungan dari penjualan mobil dari modal yang didapatkan. Dari skema ini, Broom akan mendapatkan margin penjualan saat proses pembelian kembali oleh showroom.

Tantangan pasar

Pandu melanjutkan, dengan bisnis model yang berbeda dengan platform digital otomotif sebelumnya, maka tantangan terbesar bagi Broom pada saat ini adalah proses akuisisi dan mengaktifkan mereka sebagai pengguna. Untuk itu, perusahaan melakukan langkah edukasi yang ekstra kepada calon mitra showroom mengenai konsep, solusi, dan keuntungan yang diberikan Broom.

Kemudian, pengguna harus melalui proses KYC sebelum platform Broom dapat mereka manfaatkan sepenuhnya.”Di tahun 2022 ini, Broom dalam proses ekspansi, baik dari peningkatan jumlah karyawan dan kantor cabang dengan tujuan memudahkan layanan bagi showroom untuk mengakses Broom secara langsung.”

Berkaitan dengan itu pula, perusahaan terus berinovasi agar tetap menjadi pemain terdepan. Salah satu yang sedang dikerjakan adalah memberikan solusi dalam ketersediaan stok di bawah harga jual bagi mitra showroom, yaitu produk lelang digital. Produk ini diharapkan menjadi jawaban mengenai kesulitan showroom dalam mencari stok.

“Di luar produk, kami juga terus meningkatkan teknologi yang semakin mudah digunakan pengguna, penambahan jumlah karyawan dan kantor cabang di sekitar Jabodetabek,” pungkasnya.

Saat ini, Broom memiliki lebih dari 2.000 dealer mobil bekas tersebar di Jabodetabek, mayoritas berada di skala UKM.

Peta persaingan startup otomotif

Belakangan peta persaingan startup otomotif semakin mengerucut untuk level regional dan lokal lewat pendanaan yang mereka umumkan. Di regional, ada Carsome dan Carro yang berlomba mendominasi pasar. Pada awal tahun, Carsome mengumumkan pendanaan Seri E senilai $290 juta yang berhasil mendongkrak valuasi di angka $1,7 miliar.

Mereka menjalankan bisnis C2B2C –membeli dari konsumen dan menjualnya ke jaringan diler, juga menjual mobil bekas langsung ke konsumen. Serta, dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di sejumlah kota. Kompetitor terdekatnya, Carro mendapat pendanaan Seri C senilai $360 juta dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Carro juga memiliki layanan experience center Carro Automall.

Di luar itu, di level lokal ada OLX Autos dengan fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen, meski saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya. Selanjutnya ada Moladin yang mengantongi pendanaan Seri A $42 juta dipimpin Sequoia Capital India dan Northstar Group.

Awalnya, Moladin bermain di pembelian motor, namun pivot sepenuhnya pada 2021 menjadi jual-beli mobil bekas. Dibandingkan pemain sejenisnya, diferensiasi yang ditawarkan Modalin adalah pemberdayaan jaringan agen dalam menawarkan pengalaman transaksi mobil yang lebih personal kepada pelanggan.

Pendanaan Awal Car Marketplace Broom

Startup Pembiayaan Showroom Mobil “Broom” Umumkan Pendanaan 43 Miliar Rupiah

Startup pembiayaan showroom mobil Broom mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed senilai $3 juta atau lebih dari 43 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo. Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan produk dan layanan, memperluas kehadiran di kota-kota besar, dan menggandakan tim.

Secara unik, Broom memosisikan diri sebagai solusi digital untuk ekosistem mobilitas yang menyediakan platform tunggal bagi UKM otomotif guna mendigitalkan proses bisnis showroom, seperti mengelola inventaris, mendapatkan akses ke pembiayaan, dan mengelola alat sisi penjualan mereka.

Startup ini dirintis sejak tahun lalu oleh Pandu Adi Laras (CEO), Pungky Wibawa (CBO), dan Andreas Sutanto (CFO). Ketiganya memiliki pengalaman kuat di bidang mobilitas. Pandu telah berkecimpung dalam mobilitas sejak 2016, ketika dia bekerja untuk Uber, sebelum bergabung di Go-Fleet.

Lalu, Pungky adalah wirausahawan berpengalaman dan memiliki koneksi yang baik dalam ruang diler, mengingat status Pungky sebagai pemilik salah satu diler BMW terbesar di Indonesia. Pengalaman para pendiri menggabungkan pemahaman yang mendalam tentang bisnis dan kejelasan tentang bagaimana teknologi dapat merevolusi industri.

Solusi yang dihadirkan

Dalam keterangan resmi Pandu mengatakan, Broom memiliki berambisi jadi pilihan pertama diler mobil bekas untuk mengembangkan bisnisnya dengan menyediakan berbagai produk dan layanan. “Dengan dukungan dari investor terkemuka yang percaya pada visi kami, ini akan meningkatkan kepercayaan diri kami untuk terus berjuang dalam perjalanan kami memberdayakan dealer mobil bekas di Indonesia,” katanya, Jumat (25/2).

Diler mobil umumnya bekerja dengan sangat tradisional, dengan sebagian besar penghitungan stok dilakukan di papan tulis. Saat mencoba online, diler mobil merasa cukup sulit untuk menjual di platform dan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Pembiayaan umumnya cukup menantang karena kurangnya dokumentasi.

Namun, diler mobil pergi ke rentenir untuk pinjaman 6 minggu karena mereka merasa sedikit menguntungkan bahkan dengan bunga signifikan yang diberikan oleh pemberi pinjaman ini (diperkirakan 8% per bulan). Dengan kondisi ini, Broom bertujuan untuk memberikan digitalisasi diler dan pembiayaan untuk memberdayakan diler mobil.

Broom menyediakan tiga solusi bagi diler melalui platformnya, mulai dari peningkatan operasional, enabler penjualan online, dan akses ke pembiayaan. Pembiayaan produktif Broom menawarkan fasilitas pinjaman jangka pendek dengan tingkat bunga yang kompetitif dengan bermitra dengan lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan murah. Hal ini memungkinkan nasabah untuk mengakses fasilitas pinjaman dengan memanfaatkan persediaan yang ada sebagai jaminan dengan proses persetujuan yang cepat.

“Ketika solusi digital menembus setiap industri, keuangan tertanam merupakan peluang yang sangat besar. Industri mobil bekas melihat nilai transaksi tahunan sebesar $14 miliar, dan dealer mobil UMKM mewakili lebih dari 80% dengan sedikit atau tanpa akses ke pembiayaan yang terjangkau. Broom berupaya memberdayakan dealer ini dengan produk keuangan dan pendukung untuk membantu mereka berkembang,” kata Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Saat ini, Broom memiliki lebih dari 2000 diler mobil bekas di wilayah Jabodetabek dan optimistis bisa bertambah karena perusahaan memiliki kerja sama dengan lembaga keuangan besar seperti BRI Finance dan BRI Insurance. Juga, lebih dari 4 ribu mobil terdaftar di platform marketplace Broom dan dari jumlah mobil tersebut sebesar Rp120 miliar sudah didanai.

Peta persaingan startup otomotif

Belakangan peta persaingan startup otomotif semakin mengerucut untuk level regional dan lokal lewat pendanaan yang mereka umumkan. Di regional, ada Carsome dan Carro yang berlomba mendominasi pasar. Pada awal tahun, Carsome mengumumkan pendanaan Seri E senilai $290 juta yang berhasil mendongkrak valuasi di angka $1,7 miliar.

Mereka menjalankan bisnis C2B2C –membeli dari konsumen dan menjualnya ke jaringan diler, juga menjual mobil bekas langsung ke konsumen. Serta, dilengkapi dengan pengalaman O2O melalui experience center yang tersebar di sejumlah kota. Kompetitor terdekatnya, Carro mendapat pendanaan Seri C senilai $360 juta dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Carro juga memiliki layanan experience center Carro Automall.

Di luar itu, di level lokal ada OLX Autos dengan fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen, meski saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya. Selanjutnya ada Moladin yang mengantongi pendanaan Seri A $42 juta dipimpin Sequoia Capital India dan Northstar Group.

Awalnya, Moladin bermain di pembelian motor, namun pivot sepenuhnya pada 2021 menjadi jual-beli mobil bekas. Dibandingkan pemain sejenisnya, diferensiasi yang ditawarkan Modalin adalah pemberdayaan jaringan agen dalam menawarkan pengalaman transaksi mobil yang lebih personal kepada pelanggan.