Hingga sekarang, perbincangan mengenai akhir era PC masih jadi perdebatan. Dari data analis, penjualan masih terlihat menurun. Namun pertanyaannya, apa saja variabel perhitungan mereka? Mengapa sampai kini produsen tidak ragu mengenalkan komponen, notebook gaming, mini PC, serta komputer spesialis profesional baru ketika ranah ini dinyatakan ‘sekarat’?
Asus BU201LA-DT021G ialah salah satu dari banyak ultrabook yang diperkenalkan paska periode peralihan besar tersebut. Ia mengambil wujud layaknya sebuah laptop, namun BU201LA mempunyai fungsi serta misi lebih jelas dibanding varian hiburan multimedia. Ia diracik khusus luar dan dalam untuk kebutuhan bisnis serta aktivitas produktif, turut ditandai dengan kehadiran brand Asuspro.
Selama tiga minggu saya mendapatkan kesempatan untuk menguji unit review Asus BU201LA, dan akhirnya siap sharing pengalamannya ke Anda semua. Asus selalu menuliskan moto sekaligus mantra mereka di hampir semua produk: in search of incredible. Ulasan ini diharapkan bisa menjadi jawaban soal apakah Asus berhasil menemukan ‘faktor luar biasa’ itu, atau malah tersesat dalam pencariannya.
Design, build quality, connectivity
Ingatkah Anda pada wujud konservatif notebook-notebook bisnis yang dilepas kurang-lebih satu dekade silam? Asus BU201LA tampaknya memegang setia rancangan lawas tersebut, ditambah sedikit bumbu ultra-thin ala ultrabook. Penilaian terharap penampilannya kembali pada minat dan preferensi Anda. BU201LA tidak istimewa, tapi saya pribadi menyukai presentasi ini. Ia simpel, seolah-olah memberikan kesan serius dan to-the-point.
Tubuh Asus BU201LA-DT021G merupakan perpaduan material aluminium dan plastik berwarna hitam. Sisi punggunggnya doff, dengan logo Asus berada di tengah. Ketika layar dibuka, komposisi hitam turut mengisi bingkai, papan ketik serta palm rest. Perbedaan hanya terdapat pada tekstur. Frame tersebut terbuat dari plastik – begitu pula panel bawah, tapi area keyboard sendiri memanfaatkan logam.
Kualitas build-nya cukup baik. Sambungan antara bagian panel dan engsel di tubuhnya kokoh, dan terkadang Anda harus menggunakan kedua tangan saat menyesuaikan sudut layar – dapat terbuka seluas 180 derajat. Keseluruhan desain BU201LA sangat ringkas, dipadu bobot ringan di 1,3-kilogram dan ketebalan 2,1-sentimeter, mudah bagi saya untuk menyelipkan notebook di tas. Kekurangannya terletak pada ketiadaan akses langsung ke bagian dalam. Anda harus melepas baut serta mencongkel panel dengan obeng kecil secara hati-hati.
Ciri khas tema bisnis Asus BU201LA ditambah lagi melalui ketersediaan trackpoint tradisional di tengah-tengah tombol G, H dan B; serta pemindai sidik jari di sebelah kanan touchpad. Konektivitas fisiknya bisa Anda temukan di sisi samping, meliputi tiga port USB 3.0, VGA, Mini DisplayPort, jack audio 3,5-milimeter, port Gigabit Ethernet (LAN), beserta microSD. Ia siap menemani Anda bekerja di mana saja.
Display
Layar IPS non-glossy seluas 12,5-inci beresolusi 1920×1080 di BU201LA ialah salah satu elemen unggulan pada laptop. Ia lebih cerah dibanding sejumlah notebook gaming (rata-rata di 396-nit berdasarkan riset di internet), fleksibel dalam pemakaian sehari-hari. Level warna hitam di panel lebih pekat, dan kontras juga tergolong tinggi. Walaupun laptop bukan diprioritaskan untuk hiburan, tidak ada yang dapat dikeluhkan sewaktu BU201LA digunakan menonton video.
Suatu ketika, saya terpaksa membelakangi jendela saat mengetik, untungnya kombinasi lapisan non-glossy dan kecerahan BU201LA tidak menyebabkan mata cepat lelah atau tulisan jadi tak terlihat akibat pantulan. Tapi mungkin di era device touchscreen, ada kalanya kita menginginkan input sederhana, cukup dengan menyentuhkan ujung jari di display. Asus BU201LA tidak memilikinya.
Keyboard, touchpad & SensePoint
Keyboard sendiri merupakan kejutan menyenangkan. Sekilas, papan ketik tampil standar, hingga saya perintahkan jari untuk mulai mengetik. Periferal utama ini lebih enak dipakai mengetik jika dikomparasi dengan notebook Asus RoG, namun sangat responsif terhadap sedikit tekanan. Saya menyukai suara yang keyboard keluarkan ketika ditekan, dan LED backlight putihnya akan menolong Anda saat hari mulai gelap.
Penempatan trackpoint (dinamai SensePoint oleh Asus), touchpad dan ketiga tombol mouse didesain sedemikian rupa demi menyajikan keleluasaan apapun pose favorit Anda: jari tengah di trackpoint dan menggunakan jempol buat menekan tombol; atau secara umum melalui touchpad. Untuk sistem input terakhir ini, ukurannya cukup luas, dengan panjang diagonal 11-sentimeter.
Touchpad ditaruh sejajar tombol spasi, hampir di tengah-tengah tubuh (sedikit ke kiri). Kursor mouse hampir tidak tergeser seandainya pangkal jempol Anda menempel di area touch, sehingga meminimalisir gangguan. Efek trackpoint sendiri lebih kuat dari touchpad, menghindari konflik input, dan kita bisa menggonta ganti posisi tangan sesuai keinginan.
Fingerprint scanner
Kemampuan pemindai sidik jari merupakan komponen dari fitur keamanan Asus BU201LA lewat software Asus FingerPrint. Proteksinya sangat menyeluruh, tak cuma mengamankan log-in Windows, namun sampai pre-boot. Proses setup-nya sangat gampang, kurang dari lima menit. Saat aktif, ultrabook akan meminta kita swipe jari agar dapat masuk ke sistem operasi. Kekurangannya, Asus FingerPrint tidak bisa menyalakan PC.
OS, hardware & performance
Asus telah merilis beberapa varian BU201LA, dan sepertinya, unit review yang saya dapatkan adalah tipe lebih lama. Laptop berjalan di platform Windows 7 64-bit, dengan Windows Experience Index di 5.2. Lewat CPU-Z, diketahui bahwa laptop ini mengusung prosesor dual-core Intel Haswell Core i5-4210U 1,7Ghz, kartu grafis Intel HD Graphics 4400, dibantu RAM DDR3 4GB, serta penyimpanan berbasis hard drive 500GB.
Anda mungkin dapat menebak, susunan hardware itu memang ditujukan untuk keperluan olah data ‘kantoran’, bukan gaming. Tapi seberapa jauh performanya? Selama beberapa hari terhitung sejak BU201LA dikeluarkan dari packaging, notebook ini mengalami masalah kinerja akut: respons sangat lambat ketika pindah tab Chrome, membuka aplikasi, serta menyimpan file. Saya berasumsi, hal ini disebabkan oleh update Windows otomatis (saat menggunakan pertama kali, OS belum ter-update), ditambah tidak adanya SSD.
Setelah proses update Windows rampung, BU201LA-DT021G beroperasi lebih lancar. Saya tidak menginstal banyak software, karena bagi saya laptop tersebut dioptimalkan buat mengetik dan mengolah dokumen Office. Maxon Cinebench R15, Unigine Valley dan Heaven ialah sedikit software yang saya manfaatkan untuk memperoleh data angka. Skornya adalah sebagai berikut:
Lewat Cinebench, tes CPU memunculkan poin 242. i5-4210 berada tipis di atas i5-33170U (214), kurang dari separuh i7-3840QM. Buat OpenGL, GPU HD Graphics 4400-nya cuma bisa menyuguhkan 22,05fps.
Kinerja gaming serta DirectX 11 tergolong rendah, diwakilkan oleh nilai dua software Unigine. Di Valley 1.0, skor terpantau di 244, rata-rata hanya 5,8fps (maksimal 9,2, minimal 3,6). Lalu via Heaven 4.0, ia menghasilkan poin 164 dengan rata-rata 6,5fps (maksimal 10,8, minimal 4,1).
Ketika tidak bekerja, laptop mengonsumsi daya antara 3,7 sampai 9-Watt. Dan sewaktu tidak tersambung ke sumber listrik (dengan Wi-Fi aktif dan penyesuaian brightness layar), BU201LA-DT021G sanggup bertahan kira-kira tiga setengah jam – cukup buat menonton satu sampai dua film. Kabar baiknya, baterai sangat mudah dilepas dan diganti tanpa perlu mengoprek cover bawah.
Verdict
Hal yang paling saya sayangkan adalah, kendala rendahnya performa terasa menutupi deretan aspek positif di Asus BU201LA-DT021G: papan ketik nyaman, rancangan ringkas dan ringan, build quality handal (minus desain yang sedikit kaku) dan panel display bermutu. Jangan harap Anda dapat bermain Dota 2/CS:GO secara optimal di sela-sela waktu istirahat kerja.
Ketiadaan SSD sangat memengaruhi faktor tersebut, dan meng-upgrade RAM ke 8GB sangat direkomendasikan. Anda boleh mempertimbangkan membeli baterai tambahan, tentu saja sesudah mengeluarkan uang Rp 17,5 juta untuk satu unit Asus BU201LA-DT021G.