Tag Archives: Budi Gunadi Sadikin

Transformasi Digital Kemenkes

Kemenkes Terbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menerbitkan peta jalan (roadmap) yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Pada peluncuran yang digelar secara offline dan online ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa transformasi sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu tugas besar yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Maka itu, Kemenkes harus membangun platform yang menghubungkan berbagai data dan sistem di ekosistem kesehatan dalam satu kesatuan.

“Kami ingin melakukan transformasi yang fokus pada healthtech, mulai dari layanan primer dan sekunder, ketahanan sistem kesehatan, sistem pembiayaan, hingga SDM. Dengan begitu, transformasi ini tak cuma [menghasilkan] sesuatu yang sifatnya pelaporan ke pejabat tetapi menjadi sebuah pelayanan,” ujar Budi.

Ia menilai, sebagai pemilik posisi tertinggi di industri kesehatan, Kemenkes ingin memberikan kesempatan kepada startup dan inovator untuk menciptakan inovasi yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan (stakeholder), baik itu Rumah Sakit, farmasi, laboratorium, pemerintah, dan startup .

“Untuk membangun platform yang baik, perlu ada cetak biru ekosistem teknologi kesehatan. Krisis besar ekonomi dan kesehatan di dunia telah memberikan kesempatan untuk melakukan major reform,” tambahnya.

Situasi dan tantangan

Dalam kesempatan sama, Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk bertransformasi karena memunculkan permasalahan sistemik yang perlu diperbaiki. Di antaranya adalah tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” paparnya.

Agenda prioritas

Peta jalan bertajuk “Strategi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024” memuat sejumlah kegiatan prioritas yang akan dilakukan secara bertahap dan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder).

Ada tiga agenda utama transformasi yang fokus pada integrasi dan pengembangan, yaitu sistem data, sistem aplikasi pelayanan, dan ekosistem di teknologi kesehatan (healthtech)

Dari ketiganya, transformasi yang akan dilakukan di 2022 adalah mengembangkan sistem big data berbasis integrated electronic health record, platform sistem fasyankes terintegrasi, dan memperluas telemedicine dan implementasi regulatory sandbox.

Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2021-2024 / Sumber: Kementerian Kesehatan

“Kemenkes telah meluncurkan sandbox regulatory sebagai inisiatif awal untuk mengakselerasi industri startup, termasuk memastikan keamanan seluruh platform yang dikembangkan oleh para inovator sesuai regulasi,” tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga akan menyiapkan platform Indonesia Health Services (IHS) yang menjadi payung ekosistem digital kesehatan terintegrasi masyarakat Indonesia. IHS akan menyediakan konektivitas data, analisis, dan layanan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi kesehatan di Indonesia.

Sesuai peruntukkannya, IHS akan dikembangkan dalam dua jenis aplikasi. Pertama, Partner Systems yang ditujukan bagi pelaku industri kesehatan, seperti RS, Puskesmas, klinik, dan laboratorium. Kedua, CitizenHealth atau platform terintegrasi yang menyimpan data kesehatan pribadi secara lengkap untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Contoh penggunaannya, masyarakat dapat mengakses laporan kesehatan pribadi dan mendapatkan rekomendasi secara personal (electronic personal health record, pelayanan dan penggunaan obat, profil asuransi, tracing & testing) melalui CitizenHealth.

Setiaji juga menambahkan, Pemerintah juga berupaya me-nurture ekosistem healthtech di Indonesia melalui Health Tech Space. Wadah ini akan menghadirkan sejumlah program, yakni launchpad (inkubator), creative space, dan pusat bisnis (akselerator).

Arise Fund hadir untuk menutup kesenjangan pendanaan pra seri A / MDI Ventures

Telkom dan VC Asal Belanda Finch Capital Luncurkan Dana Kelolaan Baru “Arise Fund”

Telkom Group melalui unit CVC MDI Ventures meluncurkan dana kelolaan barunya “Arise Fund” dengan menggandeng mitra VC asal Belanda Finch Capital. Dihubungi oleh DailySocial, VP of Investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menerangkan, targetnya sebesar $40 juta atau sekitar Rp568 miliar untuk dana kelolaan baru ini.

Ada sejumlah alasan di balik pembentukan Arise Fund. Menurut Aldi, sebagian besar investor generasi awal yang bermain di tahapan seed, kini sudah mulai menggalang dana yang lebih besar dan mulai fokus ke pendanaan seri A dan di atasnya.

Alhasil, startup di tahapan pra seri A menjadi kesulitan untuk memperoleh pendanaan apapun. Dari sejumlah laporan, ungkapnya, total pendanaan pra seri A telah mengalami penurunan hingga 20 persen di sepanjang 2020 setelah sempat stagnan selama beberapa tahun terakhir.

Situasi ini juga menyulitkan startup unicorn di kawasan Asia Tenggara karena mereka hanya mampu menggalang sepertiga atau seperempat dari pendanaan di putaran sebelumnya.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 tak dimungkiri telah membuat ketidakpastian di berbagai macam aspek menjadi semakin besar, termasuk dalam membangun perusahaan/bisnis baru. “Ini menjadi alasan lainnya mengapa kami menghindari investasi di startup tahap awal. Maka itu, kami berupaya mengisi gap di tahapan post-seed hingga seri A,” tutur Aldi.

Ia meyakini akan ada kemunculan peluang bisnis lain seiring dengan masalah baru yang bakal timbul pasca-pandemi nanti. Fenomena ini juga sekaligus akan memunculkan founder generasi baru yang lebih berkualitas. “Vertikal yang kami incar relatif agnostik. Kami lebih fokus pada karakteristik founder dan startupnya,” tambahnya.

Sebelumnya pada akhir 2019, Telkom telah meluncurkan Centauri Fund yang merupakan unit kelolaan baru, hasil kemitraan dengan KB Financial Group asal Korea Selatan. Tahapan pendanaan yang dibidik adalah pra seri A dan seri B.

Kemudian pada awal Maret 2020, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sempat mengungkap bahwa Telkom tengah menyiapkan dana kelolaan baru dengan kapasitas pendanaan berkisar US$300-500 juta atau Rp4,2 triliun-7 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).

Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li juga menambahkan akan ada dua dana kelolaan baru tahun ini yang fokus pada pendanaan untuk segmen growth stage dan later stage.

Dana kelolaan baru pertama telah terealisasi pada Agustus 2020 senilai $500 juta atau sekitar Rp7 triliun, yakni Fund MDI 500. Adapun, Fund MDI 500 adalah kelanjutan dari Fund MDI 100 yang dimulai di 2015. Pengumuman dana kelolaan baru tersebut sekaligus berbarengan dengan penunjukan Fajrin Rasyid sebagai komisaris utama.

Memperluas value creation

Lebih lanjut, Aldi mengungkap bahwa kolaborasinya dengan Finch Capital diharapkan dapat menjembatani solusi gap pendanaan di post-seed hingga seri A di Indonesia. Ada beberapa hal yang dicari melalui kolaborasi ini. Pertama, VC yang memiliki pengalaman kuat dalam berinvestasi di ekosistem startup tahapan mature, baik di Eropa dan/atau Tiongkok.

Kemudian, MDI Ventures mencari kemitraan dengan pihak yang memiliki pemahaman dan posisi yang kuat terhadap ekosistem startup di Asia Tenggara, terutama startup tahapan awal di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga mencari VC yang memiliki jaringan kuat pada limited partner (LP) dan korporasi di Indonesia untuk memperluas value creation-nya di luar Telkom dan lingkup perusahaan BUMN.

“Kami juga mencari orang/team yang dapat menguasai operasional dan atau latar belakang wirausaha. Setelah menjajaki sejumlah mitra, Finch Capital adalah satu-satunya yang dapat mengisi semua itu sehingga mendorong kami untuk bermitra dengan mereka,” kata Aldi.

Sekadar informasi, Finch Capital telah memiliki pengalaman berinvestasi selama 25 tahun di dua pasar utama, yakni kawasan Eropa dan Asia Tenggara. Dalam keterangan informasi di situs resminya, Finch Capital membidik vertikal bisnis AI, fintech, dan IoT di Eropa, sedangkan di Asia Tenggara membidik vertikal agrikultur, fintech, edukasi, dan transportasi.

Managing Partner Finch Capital Hans De Back mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memicu kebutuhan untuk mengadopsi lebih banyak solusi digital. “Saat ini, Indonesia sudah menjadi pusat perekonomian terbesar di kawasan ini. Dengan sejumlah faktor pendukung ini, Indonesia siap menjadi pusat teknologi terbesar di Asia Tenggara pada 2025.” Ujar De Back dalam keterangan resminya.

Dana Kelolaan Telkom 7 Triliun

Telkom Siapkan Dana Kelolaan Baru Senilai 7 Triliun Rupiah

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom Group) tengah mempersiapkan dana kelolaan baru tahun ini. Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kapasitas pendanaannya berkisar US$300-500 juta atau Rp4,2 triliun-7 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).

Disampaikan Budi di ajang Digital Economy Summit 2020 oleh Microsoft Indonesia, Telkom Fund atau dana kelolaan tahap pertama telah menyalurkan investasi ke 35 startup, baik lokal maupun global.

Telkom Fund tahap kedua disiapkan untuk mendukung transformasi digital Telkom Group ke depan. Salah satu strateginya adalah berinvestasi ke startup. “Sektor telekomunikasi punya belanja modal yang sangat tinggi sehingga perlu ada perubahan dari infrastruktur digital ke platform digital,” katanya di Jakarta.

Sebagaimana diketahui, Telkom Fund adalah investasi yang dikelola oleh MDI Ventures sebagai corporate venture capital (CVC) di bawah naungan Telkom.  Di awal berdiri di 2015, MDI Ventures mendapat suntikan dana tahap pertama sebesar $100 juta.

Kemudian pada Mei 2019, Telkom kembali menyuntik investasi lanjutan sebesar $40 juta untuk sub unit investasi Telkomsel, yakni Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Adapun investasi ini tetap dikelola oleh MDI Ventures.

Barulah di September 2019, MDI Ventures melakukan debut penggalangan dana dengan investor di luar Telkom sebesar $100 juta atau setara Rp1,4 triliun. Salah satu limited partner (LP) yang terlibat adalah Kookmin Bank. Pada Desember 2019, Telkom melalui MDI Ventures dan KB Financial Group asal Korea Selatan membentuk dana kelolaan baru bernama Centauri Fund.

Sebelumnya Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li mengungkap, akan ada tambahan dua dana kelolaan baru tahun ini. Fokus pendanaannya untuk segmen growth stage dan later stage. Dengan kata lain, ini adalah Telkom Fund tahap kedua yang disinggung sebelumnya.

Kenneth sendiri telah mengonfirmasi kapasitas investasi sebesar Rp7 triliun untuk dana kelolaan baru. “Ini masih dalam proses. Tapi kami belum bisa confirm [apakah cari LP lagi atau murni dari Telkom],” ujarnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Industri telekomunikasi terdisrupsi

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), industri telekomunikasi Indonesia mencatat  pertumbuhan minus 6,4 persen di 2018.

Ketua ATSI sekaligus Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengungkap, di sepanjang 2018 industri telekomunikasi di tanah air diperkirakan hanya mampu mengantongi pendapatan Rp148 triliun. Nilai ini turun dari pencapaian dua tahun sebelumnya sebesar Rp158 triliun.

“Penurunan ini disebabkan oleh penurunan layanan voice dan SMS yang kini digantikan oleh layanan baru dari pemain Over-the-Top (OTT), perang tarif data antar-operator, dan regulasi registrasi SIM Card,” ungkapnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Sementara Telkom mencatat pertumbuhan pendapatan 3,5 persen atau sebesar Rp102 triliun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya pada kuartal ketiga 2019. Marjin EBITDA Telkom juga hanya tumbuh 3,4 persen secara year-on-year (YoY).

Dalam beberapa tahun terakhir, operator telekomunikasi berupaya untuk menemukan model bisnis yang tepat untuk mengembangkan bisnis digital. Transformasi ini memang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan pendapatan dan EBITDA. Sayangnya, kebanyakan bisnis digital yang dikembangkan operator gagal.

Maka itu, pertumbuhan anorganik dirasa menjadi salah satu langkah yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan perusahaan. Dalam hal ini, Telkom membentuk entitas baru sebagai perpanjangan investasi untuk startup dari berbagai vertikal bisnis.

Mempertebal sinergi dan capital gain

Dalam kurun waktu cukup berdekatan Telkom mendelegasikan Telkomsel untuk membentuk unit investasi baru, yakni TMI. Kemudian dilanjutkan dengan sinergi Telkom dan KB Financial Group untuk mendirikan Centauri Fund.

Dengan rencana tambahan dua dana kelolaan baru–sepertinya bisa bertambah lagi–menandakan betapa pemerintah agresif untuk mendorong sinergi untuk memperkuat transformasi bisnis digital Telkom dalam beberapa tahun ke depan.

Tentu dengan semakin banyaknya kesempatan untuk berinvestasi di startup dapat menciptakan sinergi, baik dari sisi teknologi maupun transfer knowledge, yang dapat diserap seluruh anak usaha Telkom, utamanya Telkomsel sebagai penyumbang pendapatan terbesar.

Di sisi lain, MDI Ventures sebagai perpanjangan tangan investasi Telkom kini telah menghabiskan investasi tahap awal dengan mendanai 35 portofolio. Selama rentang empat tahun pasca-didirikan, MDI Ventures telah membuktikan kesuksesannya di bawah nakhoda Nicko Widjaja yang kini telah berlabuh ke BRI Ventures.

Dengan target penggalangan dana besar senilai Rp7 triliun dan iklim investasi di ekosistem digital yang semakin selektif , Telkom akan membuka peluang bagi investor lokal dan luar untuk lebih banyak masuk ke dalam kantong investasi selanjutnya.

Mandiri Capital Resmi Diluncurkan, Bidik Fintech Terbaik Tanah Air

Industri e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan dua hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal ini disambut Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin sebagai momentum untuk turut terjun dalam ranah teknologi digital dengan memperkenalkan Mandiri Capital (PT Mandiri Capital Indonesia) yang akan berfokus dalam pendanaan dan pengembangan bisnis fintech.

Di bawah kepemimpinan Eddi Danusaputro sebagai CEO, Mandiri Capital memiliki modal awal senilai Rp 500 milyar diperuntukan bagi pihak manapun yang memiliki solusi layanan keuangan inovatif serta memiliki relevansi dengan e-commerce. Keputusan mendirikan VC dari institusi perbankan memang resmi diinisiasi oleh Bank Mandiri. Namun peran pihak lainnya seperti DBS dan Maybank dalam memelihara laju ekosistem startup telah lebih dulu digaungkan.

“Kami akan mendidik inkubator, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan pemodal ventura lainnya serta memfasilitasi alur kesepakatan (untuk para startup),” kata Eddi (27/1), berdasarkan pemberitaan Deal Street Asia.

Fokus Mandiri Capital dalam vertikal fintech ditengarai akan menjadi langkah bank tersebut mendongkrak bisnis intinya. Saat ini Bank Mandiri melayani dua juta merchant yang menerima pembayaran secara tunai, dan tiga ratus ribu merchant yang menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture).

Dampak teknologi yang “mengganggu” turut terasa dalam sektor perbankan. Hal ini diakui Budi Gunadi Sadikin bahwa bisnis dari sebuah bank adalah tabungan, pinjaman, dan pergerakan modal.

Financial tecnology (fintech) startup berada di bisnis pergerakan uang yang serupa. Maka dari itu kami (Bank Mandiri) memasuki ruang ini dengan berfokus pada fintech,” ujar Budi.

Pasar e-commerce nasional diprediksikan akan mencapai Rp 25 triliun pada 2016, meningkat dari total Rp 18 triliun pada 2015. “Sektor e-commerce yang Bank Mandiri bantu fasilitasi sekarang transaksinya mencapai Rp 45 triliun, di mana pertumbuhannya dalam tiga tahun terakhir mencapai dua hingga tiga kali lipat,” papar Budi. Sementara pendapatannya, diramalkan akan naik dari angka Rp 132 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 172 triliun di tahun 2016 ini.

“Supaya mampu mencapai target-target reformasinya, Indonesia perlu fokus pada pengembangan mesin-mesin pertumbuhan baru seperti e-commerce dan wisata yang memiliki potesi pertumbuhan luar biasa besar,” ungkap Country Director ADB Indonesia Steven Tabor dalam kesempatan yang sama.

Peluang investasi yang muncul dari perusahaan perintis yang bergerak di teknologi digital memang layak untuk diacuhkan. Budi sendiri percaya label “unicorn” akan segera terlahir dari startup fintech Indonesia dalam waktu dekat.

“Perkiraan investasinya itu mencapai lebih dari US$ 4 miliar. Ini adalah peluang,” tambahnya.

Himbara targetnya punya sistem untuk mengurus settlement dan kliring dalam negeri / Shuttersstock

Himbara Targetkan Miliki Perusahaan Switching Kartu Debit dan Kredit Tahun Depan

Awal pekan ini, himpunan bank milik pemerintah (Himbara) yang terdiri dari BRI, Bank Mandiri, BTN, dan BNI menargetkan untuk mewujudkan National Payment Gateway (NPG) dengan memiliki perusahaan switching sendiri pada kuartal pertama tahun 2016. Dengan kehadiran layanan ini, proses settlement transaksi menggunakan kartu debit dan kartu kredit yang bernilai ratusan triliun Rupiah akan dilakukan di dalam negeri. Selama ini, perbankan bergantung pada Visa dan MasterCard.

Seperti diungkapkan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin, settlement atas transaksi pembayaraan lokal dari nasabah bank yang beroperasi di negara ini penting untuk dilakukan di Indonesia. Pasalnya ada potensi risiko geopolitik jika nantinya settlement atas transaksi tersebut dilakukan di luar negeri melalui perusahaan payment system, seperti Visa dan MasterCard.

Itu mengapa Himbara menargetkan untuk segera memiliki perusahaan switching. Perusahaan tersebut ke depannya berpotensi bertindak sebagai principal lokal dan juga menangani kliring dan settlement transaksi di ATM, EDC, dan mobile banking bank-bank jaringan Himbara.

Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang memegang lisensi dan dapat menangani kliring antar bank, antara lain PT Rintis Sejahtera (Prima), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), dan PT Daya Network Lestari (ATM Alto). Namun perusahaan tersebut tidak dapat melakukan settlement atas transaksi pembayaran.

“Yang dapat melakukan settlement adalah perusahaan seperti Visa dan MasterCard. Itu pun dilakukan di luar negeri. Ke depan, penting melakukan settlement transaksi pembayaran lokal di Indonesia, sedangkan kalau transaksi pembayaran luar negeri tidak apa-apa melalui Visa ataupun MasterCard yang memiliki jaringan internasional. Sebab, kliring bank yang ada di Indonesia juga nggak bisa ke luar negeri kan,” jelas Budi.

Budi menjelaskan saat ini memang lebih cepat merealisasikan NPG jika Himbara langsung mengakuisisi perusahaan yang ada. Namun ia menegaskan, Himbara tentu akan memperhatikan masalah harga.

Selain itu aturan atas prosedur settlement dan kartu (debit dan kredit) yang ada juga harus diubah. Pasalnya kartu yang diterbitkan bank yang ada sekarang belum sesuai karena masih menggunakan Visa dan Master Card. Menurut Budi, untuk mewujudkan NPG perlu dukungan dari semua bank, karena untuk melakukan kliring bank-bank perlu bergabung menjadi anggota.

Sebelumnya wacana NPG sudah bergulir sejak tahun 2013. Bank Indonesia saat itu sudah bercita-cita untuk mendorong kehadiran NPG. Pun tahun ini belum ada realisasi dari hal tersebut. Jika tahun depan Himbara berhasil mewujudkannya, payment gateway yang ada sekarang bisa memanfaatkannya untuk memudahkan penggunaan kartu debit untuk transaksi online.

Kolaborasi dengan Bank Mandiri, Sebangsa Luncurkan Platform Media Sosial SahabatBMI

/ Shutterstock

Kemarin (13/8), platform media sosial Sahabat Buruh Migran Indonesia (BMI) resmi diperkenalkan oleh PT. Bank Mandiri Tbk. SahabatBMI merupakan hasil kolaborasi antara Bank Mandiri dengan PT. Sebangsa Bersama yang merupakan induk perusahaan media sosial Sebangsa. Media sosial baru ini dibuat untuk membantu para pahlawan devisa saling terhubung agar tercipta rasa kebersamaan dan semangat nasionalisme yang kuat untuk bersama-sama maju dan meraih kehidupan yang lebih baik.

Continue reading Kolaborasi dengan Bank Mandiri, Sebangsa Luncurkan Platform Media Sosial SahabatBMI