Tag Archives: Business Collaboration

Kolaborasi Korporasi dan Startup

Mengukur Untung Rugi Korporasi Kolaborasi Bisnis dengan Startup

Korporasi besar makin mawas diri dengan keberadaan startup. Sadar daripada berlomba-lomba untuk mengejar startup, namun tidak ingin terlena dengan terjangan inovasi yang dihadirkan pemain startup, kini sudah eranya melakukan kolaborasi bisnis.

Founder & CEO DailySocial Rama Mamuaya mengatakan bahwa sebetulnya korporasi harus berpikir seperti startup. Namun dengan segala keterbatasan, korporasi tidak bisa langsung bekerja seperti startup. Justru yang perlu didorong terletak di sisi kolaborasi antara keduanya.

“Teknologi yang ada di lima tahun lalu, sudah tidak relevan lagi untuk dipakai lagi sekarang. Makanya perlu dorong kolaborasi dengan startup karena inovasi begitu cepat bergeraknya,” ucapnya saat mengisi sesi di The ICON, kemarin (13/11).

Mengutip dari riset Thomson Reuters, pada tahun ini secara global anggaran belanja untuk mendirikan R&D meningkat 11,4% atau senilai US$782 miliar. Peringkat pertama anggaran paling banyak dihabiskan untuk investasi perangkat lunak dan internet yang memakan porsi hingga 16,5% dibandingkan porsi lainnya.

Bentuk kolaborasi

Menurutnya bentuk kolaborasi antara korporasi dan startup ada tiga bentuk. Bentuk pertama dengan mengadakan hackathon. Kedua membuat inkubator atau akselerator, atau dukungan layanan (service support).

Hackaton yang rutin digelar, di antaranya BCA yang menantang startup untuk berinovasi di sektor keuangan digital, berikutnya Bank BTN yang spesifik mengatasi kebutuhan KPR lewat inovasi digital. Sedangkan untuk program inkubator dan akselerator yang cukup dikenal seperti Plug and Play, Indigo, dan Barclays Accelerator.

Bentuk ketiga berupa dukungan layanan, maksudnya memberikan kesempatan kepada startup untuk menyelesaikan suatu isu tertentu yang ada di internal korporasi. Nantinya startup tersebut akan didedikasikan menangani hal tersebut. Contoh program semacam itu ada Startup Connect dan Startup Xchange.

Korporasi dengan kapital yang besar, ada yang lebih memilih untuk melakukan investasi secara langsung ke startup yang sesuai dengan selera masing-masing. Menurut laporan 500 Startups, jumlahnya mencapai 60%. Dari persentase tersebut, 48% dilakukan lewat merger dan akuisisi (M&A).

Lainnya sebanyak 77% menyebut melakukan kemitraan bisnis dengan startup. Hal inilah yang ramai dilakukan oleh berbagai pihak. Di Indonesia saja, kemitraan ini sudah dilakukan di antaranya, Pos Indonesia – Tokopedia, Blue Bird – Traveloka, Bank Danamon – Investree, Telkom Indonesia – Privy ID, Unilever – Kata.ai, Djarum – Cermati, dan sebagainya.

Hasil kolaborasi

Masih dikutip dari sumber yang sama, disebutkan hasil dari kolaborasi ini buat korporasi belajar sesuatu yang baru (85%). Korporasi bisa mendapatkan solusi pemecahan masalah dengan cara yang baru dan bisa di-scale up (80%) dan terakhir tentunya berbicara soal efisiensi yang berhasil diraih dapat meningkat (81%).

Pada intinya, menurut Rama, pelajaran lainnya yang bisa dipetik adalah saatnya korporasi untuk bertransformasi, dengan mengubah mindset dan budaya seperti yang dilakukan startup.

Memasang mindset dengan selalu mengacu pada data, terus bereksperimen, dan fokus pada konsumen (consumer centric), bukan lagi pada proses (process centric). Lalu membuat budaya kerja yang penuh inovasi, transparan, toleransi pada risiko, dan bekerja cepat.

“Dalam eksperimen itu selalu ada kegagalan dan perusahaan harus siap untuk menghadapinya. Oleh karena itu butuh startup yang lebih agile dan enggak ada birokrasi untuk saling bantu, sebab kegagalan itu buat korporasi adalah harga yang sangat mahal.”

Setiap korporasi meluncurkan produk baru, setidaknya butuh waktu yang lebih lama untuk riset secara mendalam untuk memperkecil risiko kegagalan. Sebab setiap produk yang diluncurkan harus sukses besar karena di awalnya sudah menghabiskan banyak ongkos.

Untuk bisa bekerja seperti startup, kata Rama, sebaiknya dibuat tim kecil yang dikhususkan bekerja selayaknya seperti startup dalam suatu korporasi. Tim tersebut dianggap akan lebih fokus dalam berinovasi, lincah, apabila gagal mudah untuk terus maju dan berinovasi menuangkan idenya tanpa harus terbentur dengan birokrasi yang terbelit-belit.

Tim kecil disebutkan mampu bekerja dengan cepat hingga 200% dibandingkan tim biasa. Hal ini tentunya mempengaruhi pada siklus inovasi yang mereka ciptakan tumbuh sampai 75%.

Kiat startup saat mulai membangun brand

Kolaborasi Startup dan Korporasi Bisa Buka Peluang Baru

Tren bekerja di startup kini memang tengah naik daun di Indonesia. Startup bahkan menjadi salah satu pilihan utama untuk berkarier bagi anak muda masa kini. Sebut saja Go-Jek dan Tokopedia yang kini telah menjadi salah satu tujuan utama.

Ada banyak privilege yang dapat dinikmati saat bekerja di startup dibandingkan di korporasi. Selain fleksibel, startup juga membuka banyak peluang dan kreativitas untuk bisa menciptakan solusi atas berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kendati demikian, baik startup dan korporasi juga memiliki tantangannya masing-masing. Bagi startup, tantangan untuk masuk ke pasar dirasa sulit karena berbagai keterbatasan. Sedangkan korporasi juga dituntut untuk selalu berinovasi dan mengikuti tren bisnis yang terus berubah.

Lalu, apa yang menjadi benang merah bagi keduanya?

Pada diskusi bertajuk “The Possibility of Collaboration Between Established Company and Startup”, CEO Bizcom Indonesia, Sendra Wong, mengungkapkan bahwa kolaborasi antara startup dan korporasi sangat diperlukan saat ini. Para pelaku bisnis perlu melihat kolaborasi sebagai perspektif baru dalam mendorong perusahaannya.

“Bekerja di startup dan korporasi sama-sama punya tantangan. Kalau berkolaborasi, keduanya bisa saling melengkapi dan memperoleh keuntungan,” ujar Sendra ditemui saat diskusi di Investor Gathering ke-17 yang dihelat Bizcom Indonesia di Jakarta, Kamis (26/7/).

Bentuk kolaborasi ini dapat mengacu pada keuntungan bersama atau mutual benefit. Ia mencontohkan bagaimana akhirnya transportasi konvensional berkolaborasi dengan penyedia layanan ride-sharing setelah sebelumnya sempat berkonflik panjang.

Lewat kolaborasi, startup penyedia ride-sharing dapat memperoleh keuntungan dari sisi reputasi hingga data milik perusahaan transportasi konvensional. Sebaliknya, perusahaan konvensional dapat memanfaatkan teknologi startup untuk mengoptimalkan bisnis mereka.

Lebih lanjut, sebetulnya ada banyak opsi bagi perusahaan korporasi untuk meningkatkan bisnisnya, misalnya merger atau akuisisi perusahaan lain sebagai strategi tepat ketimbang harus membentuk perusahaan baru dari nol.

Namun, Direksi Holding Jababeka Group, Sutedja Sidarta Darmono justru menilai berkolaborasi dengan startup membuka potensi lebih besar ketimbang memilih strategi merger atau akuisisi. Selain lebih efisien karena menghemat biaya, kolaborasi ini dapat menciptakan ekosistem baru.

“Contoh saja, kami sedang membangun township, banyak effort yang kami taruh pada proyek ini dengan high technology. Tapi ini bisa jadi ekosistem bagus untuk startup, karena bisa berkolaborasi dan mereka bisa berkembang,” ungkapnya pada kesempatan sama.

Menurut Division Head E2Pay, Ariyo Nugroho, kolaborasi ini dapat menguntungkan startup dari sisi SDM. Pasalnya, korporasi memiliki sumber daya manusia (SDM) dan modal yang lebih memadai.

“Sebagai startup, kita sebetulnya tidak punya luxury seperti perusahaan. Kita bahkan tidak bisa compete dengan salary. Ini menekankan pentingnya kolaborasi,” ujar Ariyo.

Sementara, Principal Alpha JWC, Erika Dianasari menambahkan, ketimbang menggunakan strategi build or buy, kolaborasi bisa menjadi langkah krusial bagi bisnis meski akan ada banyak distraksi.

“Bagi saya, talent atau human capital itu penting dan jadi aset bagi perusahaan. Startup pasti menemui challenge dan task untuk bisa menguasai pasar. Kolaborasi antar SDM bisa saling menguntungkan dan menghasilkan karya yang bagus.”