Ketika seorang founder membangun startup, pastinya ia ingin membentuk bisnis yang bertahan lama. Untuk mencapai hal itu, diperlukan model bisnis yang berkelanjutan. Namun, pada prosesnya ada banyak sekali faktor, baik internal maupun eksternal, yang kemudian mempengaruhi. Khususnya dalam industri teknologi tanah air yang memiliki dinamika tinggi.
Dalam sesi DSLaunchpad ULTRA, Co-Founder dan CEO Tanihub Pamitra Wineka berbagi pengalamannya ketika proses awal mula pembentukan TaniHub hingga sampai pada model bisnis yang dijalankan saat ini.
Berawal dari sebuah misi sosial untuk membantu petani melariskan dagangan, TaniHub kini telah menjadi agregator untuk petani; dan kini telah terhubung dengan ribuan pengguna.
Berangkat dari pain points
Lima tahun yang lalu, sosok Pamitra yang lebih akrab dipanggil Eka ini memulai proyek sosial bersama para petani. Menurutnya, sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Ia mulai dengan membantu petani untuk bisa melariskan hasil panen. Dari situ ia menemukan beberapa pain points, yaitu kurangnya edukasi petani terkait produksi serta akses pada permodalan.
“Banyak petani Indonesia yang masih menanam tanpa memiliki perhitungan ke depan untuk hasil produksinya nanti akan di jual ke mana. Akibatnya, mereka kurang dipercaya untuk akses pinjaman modal. Saya lihat teknologi bisa membantu menyelesaikan masalah ini.” ujarnya.
Selain itu, Eka juga menyinggung soal industri agrikultur di Indonesia yang masih fragmented, ada banyak pemain kecil yang menjual hasil produksi yang serupa. Lalu muncul ide sebuah marketplace yang mempertemukan petani dengan pembeli. Dalam hal ini, tantangan datang dari beberapa sektor yang saat itu belum matang dan waktunya yang kurang tepat.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, perusahaan memutuskan untuk beralih konsep menjadi agregator, membuat pembagian, menyediakan gudang dan inventorinya. Model bisnis ini terbilang membutuhkan modal yang besar atau asset-heavy, namun Eka yakin selama bisa mencetak trafik dan revenue, maka bisnis akan terus berjalan. “Terkadang, beberapa model bisnis memang harus asset-heavy menjelang pasar semakin matang dan pengguna lebih teredukasi,” tambahnya.
Business model canvas
Dalam merencanakan model bisnis diperlukan strategi, manajemen, maupun sistem yang mempermudah orang-orang di dalamnya untuk bekerja secara efektif dan sesuai tujuan yang dimiliki perusahaan. Satu hal yang penting untuk diterapkan adalah business model canvas, sebuah konsep yang mengandalkan gambar-gambar ide sehingga setiap orang memiliki pemahaman yang sama dan riil terhadap tipe-tipe konsumen mereka, pengeluaran biaya, cara kerja perusahaan dan sebagainya.
Seperti yang sebelumnya disebutkan, setiap solusi yang dibuat harus bisa menyelesaikan pain points yang ada di masyarakat. Sementara demand dari pasar semakin bertumbuh, dari situ akan lebih mudah untuk menentukan strategi untuk melancarkan revenue. Maka dari itu, penting sekali untuk mulai observasi kebutuhan pasar sebelum mulai memetakan model bisnis. “Kita harus bisa menjadi painkiller instead of vitamins,” sebut Eka.
Terkait sumber revenue, ia juga menyampaikan bahwa dalam menentukan strategi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah penentuan harga, strategi mengambil komisi dari marked up harga sudah umum terjadi. Namun, jangan sampai strategi ini malah membuat produk tidak kompetitif lalu gagal. Perusahaan harus bisa membentuk satu kesatuan, sehingga disparitas harga pun bisa lebih pendek.
Tinjauan yang berkelanjutan
Belajar dari perjalanan bisnis TaniHub, model bisnis bisa berubah sewaktu-waktu atau sering disebut pivot. Selalu ada faktor eksternal bahkan internal yang mempengaruhi operasional bisnis secara keseluruhan. Eka sendiri mengakui bahwa perusahaannya punya tim khusus untuk testing model bisnis yang sudah ada secara regular.
Ada beberapa cara untuk mengetahui bahwa sebuah bisnis model masih efektif atau tidak di dalam pasar. Ketika produk diluncurkan namun tidak ada antusiasme dari pasar menjadi salah satu yang paling sering terjadi pada startup tahap awal. Maka dari itu, harus dilakukan penyesuaian. Dengan dinamika yang tinggi di dunia startup, hal ini harus bisa dilakukan dengan cepat untuk menghindari konsumsi waktu dan biaya yang tidak efisien.
Sebuah perusahaan seharusnya bukan hanya mengenai produk, melainkan bagaimana cara mengeksekusi dan melakukan kegiatan pemasaran yang berarti. Seorang founder juga harus bisa berpikir secara realistis mengenai distribusi, promosi produk, dan komunikasi.