Tanggal 10 Desember 2019 adalah penghujung pertandingan cabang esports SEA Games 2019. Hari terakhir ajang adu gengsi kemampuan gaming di festival olahraga antar negara Asia Tenggara ini mempertandingkan StarCraft II dan juga Tekken 7.
Pertandingan StarCraft II menyisakan babak penentuan medali saja, sementara Tekken 7 jadi santapan utama para penonton di hari tersebut. Untuk cabang Tekken 7 di cabang esports SEA Games 2019, Indonesia diwakili oleh Muhammad Adriyansyah Jusuf (MEAT).
MEAT sebenarnya menunjukkan permainan yang cukup menjanjikan, namun tetap saja pemain-pemain berpengalaman tinggi jadi masalah bagi dirinya. Mereka adalah dua wakil Thailand, Nopparut Hempamorn (BOOK), Rachawin Tanasoontorngoon (ShinAkuma), dan dua wakil Filipina yaitu Alexandre Gabrielle Lavarez (AK) serta Andreij Hosea Albar (Doujin).
Pemain-pemain tersebut memang punya jam terbang yang jauh lebih tinggi daripada MEAT. Namun demikian, Jusuf tetap memberikan usaha terbaiknya. Pada fase grup, ia menunjukkan hasil yang konsisten. Ia berhasil menang Vietnam dan Malaysia, walau akhirnya tetap takluk melawan wakil Thailand dan Filipina.
Masuk babak top 8, lawan pertamanya adalah wakil Malaysia, Abdul Shukor (Fate-Q). Dengan menggunakan Marduk, MEAT menunjukkan permainan yang mendominasi terhadap Akuma dari Abdul Shukor. Karakter Akuma memang masih jadi momok di dunia kompetitif Tekken 7, namun dia adalah jenis karakter dengan tingkat kesulitan eksekusi yang tinggi. Abdul Shukor terlihat tidak dapat memaksimalkan Akuma pada pertandingan tersebut. Celah tersebut segera dimanfaatkan MEAT, ia menang 3 set berturut-turut, dan melaju ke lower-bracket ronde 2.
MEAT kembali harus menghadapi karakter Akuma, namun kali ini lawannya bukan pemain sembarangan, wakil Thailand ShinAkuma. Wakil Thailand yang satu ini, seperti namanya, menggunakan Akuma sebagai karakter utamanya. Eksekusi dari ShinAkuma jelas jauh lebih baik jika dibanding dengan lawan MEAT sebelumnya. Alhasil MEAT kewalahan di pertandingan ini.
Set pertama, MEAT mencoba melawan dengan Marduk. Secara eksekusi, Marduk dari Jusuf sebenarnya sudah cukup baik, namun sayang ia kerap tidak sabar dan kurang cermat menghadapi gerakan-gerakan mematikan dari ShinAkuma. Celah ini segera dimanfaatkan wakil Thailand untuk memenangkan set pertama.
Set kedua MEAT mencoba peruntungan dengan menggunakan King. Lagi-lagi kesabaran dan kecermatan jadi masalah bagi Jusuf di pertandingan ini. Beberapa kali MEAT terlihat terlalu tergesa-gesa untuk terus menyerang, yang segera dimanfaatkan oleh ShinAkuma. Alhasil, MEAT lagi-lagi harus tunduk untuk kedua kalinya. Dragunov jadi peruntungan terakhir MEAT di set ketiga. Pergantian karakter ternyata tidak menyelesaikan masalah apapun bagi wakil Indonesia, akhirnya Jusuf dilibas 3-0 dengan cukup cepat.
Jika Anda tidak sempat menonton perjuangan Indonesia di cabang esports SEA Games 2019 Tekken 7, Anda dapat menyaksikan rekaman pertandingan Indonesia pada video di bawah ini.
Perjuangan MEAT harus usai setelah kalah melawan ShinAkuma di lower-bracket ronde 2. Alhasil, Muhammad Adriyansyah Jusuf harus puas pulang tanpa medali dan mendapat peringkat 5 saja.
Cabang esports Tekken 7 di SEA Games 2019 ini lagi-lagi menjadi ladang medali bagi Filipina. Walau tidak mendapat emas, namun mereka berhasil mengirimkan dua wakilnya bertengger di peringkat 2 dan 3. Berikut hasil lengkap dari cabang esports SEA Games Tekken 7.
Thailand – N. Hempamorn (Book) – Medali Emas
Filipina – A. Lavarez (AK) – Medali Perak
FIlipina – A. Albar (Doujin) – Medali Perunggu
Dengan ini, maka selesai sudah gelaran cabang esports SEA Games 2019. Indonesia berhasil mengamankan dua medali perak lewat pertandingan MLBB dan Arena of Valor. Terima kasih kepada kontingen esports Indonesia atas perjuangan terbaik yang sudah diberikan dalam gelaran SEA Games 2019! Perjuangan belum usai, doakan yang terbaik kepada mereka agar dapat menorehkan prestasi di kompetisi-kompetisi esports internasional lainnya.
Cabang esports SEA Games 2019 jadi salah satu helatan yang menarik untuk disaksikan. Selain karena tren esports yang sedang menanjak naik di Indonesia, ditambah juga ini menjadi momen bagi gamers untuk membanggakan Indonesia lewat esports.
Kontingen Dota 2 Indonesia untuk cabang esports SEA Games 2019 diwakili oleh tim PG.Barracx. Menghadapi SEA Games, tim ini sudah melakukan beberapa persiapan, termasuk bootcamp di Singapura untuk berlatih dengan Evil Geniuses.
Sayang, pada gelaran SEA Games, kontingen Dota 2 belum bisa mendapat hasil yang maksimal. Format pertandingan esports Dota 2 di SEA Games 2019 sendiri terdiri dari dua babak, yaitu fase grup dan fase playoff. Indonesia berada di grup B bersama dengan Filipina, Laos, dan Myanmar.
Bertanding dalam format best-of-2single round robin, Indonesia harus puas berada di peringkat bontot dengan perolehan berupa satu kali seri dan dua kali kalah. Indonesia berhasil menahan imbang Myanmar, namun kalah melawan Filipina dan Laos, masing-masing dengan skor 0-2. Akhirnya tim Indonesia terpaksa harus pulang lebih awal, di hari ketiga rangkaian pertandingan cabang esports SEA Games 2019, tanggal 7 Desember 2019.
Hearthstone
Cabang esports Hearthstone Indonesia diwakili oleh Hendry Koenarto Handisurya (Jothree). Menjadi salah satu jawara Hearthstone terkuat dari Indonesia, Jothree mendapat medali perak saat gelaran eksibisi esports di Asian Games 2018 lalu.
Pada SEA Games 2019, permainan Jothree sebenarnya cukup menjanjikan setelah berhasil lolos dari babak grup. Masuk di upper bracket Jothree harus menghadapi Werit Popan (Disdai), pemain asal Thailand. Merupakan lawan berat bagi Jothree, ia terpaksa menerima kekalahan 1-3 dan terpukul ke lower bracket. Takluk dengan skor tipis 2-3, Jothree dipaksa mengakhiri perjalanannya di SEA Games 2019 setelah kalah melawan Nguyen Hoang Long dari Vietnam.
Hari ini (9 Desember 2019), rangkaian pertandingan HearthStone untuk SEA Games 2019 sendiri telah usai dengan Malaysia sebagai peraih medali emas. Wakil Malaysia Yew Weng Kean (Wkyew) keluar menjadi juara setelah mengalahkan Werit Popan di babak final.
Persiapan tersebut ternyata berbuah cukup manis, Emmanuel Enrique (QuanTel) berhasil lolos grup, walau kawannya Bondan Lukman (Deruziel) harus puas dengan perolehan 0-5. Lolos ke babak Playoff, Quantel harus berhadapan dengan wakil Malaysia, Kien Khun Yap (Ranger). Bertarung dengan format best-of-5 Quantel hanya berhasil merebut satu angka saja dari Ranger. Akhirnya cabang esports StarCraft harus pulang dengan tangan hampa setelah semua kontingennya tumbang.
Perebutan medali emas StarCraft II di SEA Games 2019 akan dilakukan esok hari, 10 Desember 2019, mempertemukan Filipina dengan Singapura di babak Grand Final dengan format best-of-7.
Benar saja, EVOS AOV memberikan hasil yang cukup positif saat berada di fase grup. Berada di grup B bersama dengan Laos, Malaysia, dan Singapore, Indonesia dipaksa melalui babak Tiebreaker setelah perolehan poin Indonesia, Malaysia, dan Laos sama-sama 5 poin.
Setelah berhasil lolos, Indonesia sebenarnya sudah tampil cukup menjanjikan dari babak upper bracket. Satria Adi Wiratama (Wiraww) dan kawan-kawan berhasil maju ke babak Grand Final setelah mengalahkan salah satu regional terkuat di peta dunia kompetitif AOV, Thailand.
Pada babak Grand Final, Indonesia harus mengulang pertemuannya dengan Thailand. Sayangnya, satu yang tidak terulang di sana adalah kemenangan Indonesia. Bertanding dalam format best-of-5, Indonesia ditundukkan oleh Thailand dengan skor sapu bersih 0-3. Dengan ini maka Indonesia harus puas menerima medali perak di cabang esports AOV SEA Games 2019.
Sejauh ini, Indonesia sudah mengumpulkan dua medali perak di cabang esports SEA Games 2019. Masih ada satu cabang lagi yang belum bertanding, yaitu Tekken 7. Mari kita doakan agar Indonesia yang diwakili oleh Muhammad Andriansyah (Meat) bisa mendapatkan hasil yang terbaik.
Cabang Esports SEA Games 2019 sudah akan dimulai. Sebelumnya kita sudah sempat membahas bersama soal potensi timnas esports Indonesia untuk SEA Games 2019. Dari semua yang harus dihadapi, Filipina selaku tuan rumah memang masih jadi salah satu yang terberat.
Tetapi selain dari itu, dari cabang Tekken 7 kita juga bisa melihat bahwa Thailand punya pemain dengan jam terbang yang cukup tinggi. Nopparut “Book” Hempamorn salah satunya, pemain yang sudah malang melintang di dunia Tekken, bahkan sempat mengalahkan jago Tekken Korea Selatan, Knee, di gelaran Thaiger Uppercut 2018.
Kendati demikian, harapan untuk kontingen Indonesia tetaplah agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Beban moral terberat mungkin ada di kontingen MLBB. Setelah tim EVOS Esports menjadi juara dunia lewat gelaran M1, semua mata memandang Donkey dan kawan-kawan yang mewakili Indonesia di esports MLBB SEA Games 2019. “Saya pribadi juga percaya diri akan dapat medali dari MLBB. Tapi saya dan kontingen berusaha untuk tetap fokus pada tujuan, membawa nama baik Indonesia, dan tidak overconfident.” Ucap Jeremy “Tibold” Yulianto pelatih kontingen MLBB tempo hari.
Pertandingan esports SEA Games 2019 akan berlangsung mulai tanggal 5 sampai 10 Desember 2019 mendatang. Berikut jadwal esports SEA Games 2019:
Mobile Legends: Bang Bang akan menjadi gelaran pembuka untuk hari pertama ini, dilanjut dengan StarCraft, dan HearthStone. Selain tiga cabang tersebut, Esports SEA Games 2019 juga mempertandingkan 3 cabang game lainnya, yaitu Dota 2, AOV, dan Tekken 7.
Selain cabang MLBB dan Tekken 7, potensi Indonesia dalam gelaran ini sebenernya terbilang cukup besar. Pada cabang StarCraft II, AKG Games bahkan memberangkatkan kontingennya ke Korea Selatan dengan salah satu jagoan StarCraft II, Jack “NoRegreT” Umpleby. Dari cabang AOV, tren performa EVOS juga sedang terbilang positif belakangan. Walau tidak jadi juara di gelaran AIC, tetapi hasil yang mereka dapatkan terbilang meningkat dari waktu ke waktu.
Selain ditayangkan secara live-streaming, gelaran esports SEA Games 2019 juga tayang di televisi nasional, GTV. Jangan lupa saksikan dan dukung semua kontingen Indonesia di esports SEA Games 2019.
Tinggal menghitung hari menuju pertandingan cabang Esports SEA Games 2019. Dipertandingkan mulai tanggal 5 sampai 10 Desember 2019 di Filoil Flying V Centre, San Juan, Metro Manila, cabang ini memperebutkan 6 medali dari 6 cabang yang dipertandingkan, yaitu Dota 2, StarCraft II, Hearthstone, Tekken 7, Arena of Valor, dan Mobile Legends: Bang Bang.
Jika Indonesia sudah melakukan persiapan semaksimal mungkin, bagaimana dengan negara lain yang akan jadi penantang Indonesia di cabang Esports SEA Games 2019? Hampir semua negara peserta lain sudah mengumpulkan kontingen mereka masing-masing. Dari total 11 negara peserta SEA Games, hanya 9 negara saja yang mengirimkan kontingen mereka untuk esports SEA Games 2019, yaitu: Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Sementara itu, Brunei dan Timor Timur jadi dua negara yang tidak mengirimkan kontingen ke cabang esports SEA Games 2019.
Lebih lanjut, berikut daftar nama kontingen cabang esports dari 9 negara peserta SEA Games 2019:
Melihat daftar ini, Indonesia terbilang jadi salah satu negara dengan talenta esports paling lengkap bersama dengan Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura. Sementara tiga negara lain yaitu Kamboja, Laos, dan Myanmar, menjadi negara yang hanya mengirimkan kontingen untuk beberapa cabang esports saja.
Terkait potensi medali, Eddy Lim Ketua IESPA, turut memberikan komentarnya. “Potensi medali kita besar di Mobile Legends dan Hearthstone.” ucapnya. “Lawan berat tetap Filipina sang tuan rumah, tapi kemenangan kita di gelaran M1 kemarin membuat kita jadi lebih percaya diri mendapatkan medali di esports SEA Games 2019 lewat cabang MLBB.” lanjut Eddy Lim.
Jeremy “Tibold” Yulianto selaku pelatih kontingen MLBB juga turut memberikan komentarnya. “Jujur saya pribadi juga percaya diri akan dapat medali untuk MLBB. Tapi saya dan kontingan berusaha untuk tetap fokus pada tujuan, yaitu membawa nama baik Indonesia dan tidak overconfident.” ucapnya.
Selain dari itu, potensi medali lain di esports SEA Games 2019 sebenarnya juga datang dari cabang Tekken 7. Pada gelaran Test Event Esports SEA Games 2019, Muhammad “MEAT” Andriansyah berhasil mendapatkan medali perak setelah kalah di babak final oleh wakil Filipina.
Terkait ini saya juga menanyakan pendapat Bram Arman sebagai wakil dari komunitas, soal kompetisi yang akan dihadapi oleh MEAT di cabang esports SEA Games 2019 . “Memang Filipina dan Thailand masih jadi dua negara penantang terberat sih. Filipina punya Doujin dan AK, sementara Thailand punya Book dan ShinAkuma.” ucapnya.
Doujin memang bisa dibilang penantang berat MEAT dalam kompetisi ini. Ia sempat membuat MEAT turun ke lower-bracket dalam pertandingan REV Major 2019 di Filipina. Nopparut “Book” Hempamorn dari Thailand juga tak bisa diremehkan. Namanya mungkin tidak sebesar seperti Knee atau JDCR, namun Book kerap berhasil membuktikan dirinya di kancah lokal atau regional SEA. Tercatat ia pernah menjadi juara Thaiger Uppercut 2018, bahkan mengalahkan Knee di babak Final gelaran tersebut. Ia juga pernah mendapat posisi top 8 di EVO Championship Series 2018 di Las Vegas, Amerika Serikat.
Cabang esports SEA Games 2019 akan mulai bertanding pada tanggal 5 sampai 10 Desember 2019 mendatang. Terlepas dari semua hal tersebut, mari kita doakan agar semua kontingen Indonesia di bisa mendapatkan hasil terbaik di cabang esports SEA Games 2019.
Kancah kompetitif StarCraft II, meski secara lokal jarang terdengar, namun game besutan Blizzard yang satu ini kerap dipertandingkan dalam kompetisi olahraga multi-cabang. Terakhir kali ada ASIAN Games 2018 yang menjadikan esports sebagai salah satu cabang eksibisi dan turut mempertandingkan StarCraft II. Hal ini, menurut saya, membuat StarCraft II jadi penting bagi Indonesia. Apalagi setelah kini SEA Games cabang esports juga turut mempertandingkan StarCraft II.
Membahas lebih lanjut soal ini, saya lalu mencoba berbincang dengan Emmanuel “QuanTel” Enrique, salah satu kontingen Indonesia untuk cabang esports StarCraft. Kami berbincang seputar komunitas StarCraft luar dan dalam negeri, serta seputar persiapan jelang SEA Games 2019 ataupun WESG SEA mendatang.
Akbar Priono (AP): Halo salam kenal QuanTel, pertama-tama selamat atas kemenangannya di WESG Indonesia Finals ya. Boleh perkenalan dulu mungkin bro QuanTel.
Emmanuel QuanTel (EQ): Ya terima kasih. Nama saya Emmanuel Enrique, usia 19 tahun, saya bermain race Protoss di StarCraft II, rank saya GrandMaster untuk saat ini.
AP: Quantel bermain StarCraft II sedari kapan? Lalu terjun ke ranah kompetitif sejak kapan?
EQ: Kalau StarCraft II sebetulnya baru main dari Januari kemarin, tapi sebelumnya saya sudah bermain StarCraft I (Brood War) dari tahun 2009. Saya terjun kompetitif sejak dari tahun 2017 kemarin, sejak StarCraft: Remastered dirilis.
AP: Apa yang membuat QuanTel memilih untuk kompetitif pada game StarCraft dan bertahan sampai sekarang?
EQ: Saya suka konsep Real-Time Strategy (RTS) yang disajikan dalam StarCraft, yang ada unsur mengatur ekonomi dan mengatur pasukan secara mikro. Saya juga banyak terinspirasi pemain pro StarCraft, yang membuat saya jadi ingin bermain seperti mereka.
Salah satu yang juga jadi inspirasi saya adalah Bisu, pemain asal Korea Selatan, yang juga bisa dibilang sebagai salah satu pemain legend di StarCraft. Secara permainan, dia itu punya kemampuan multitasking yang sangat baik di dalam game. Jadi dalam sekian detik dia bisa melakukan banyak gerakan. Kemampuan dia dalam mengendalikan unit secara satu persatu atau istilahnya micro-management dia juga sangat bagus.
Kalau alasan bertahan, menurut saya para penggemar RTS cenderung loyal sama game mereka. Kalau alasan saya sendiri adalah karena konsep permainan ini nggak bikin bosan ketika dimainkan. Setiap permainan selalu beda dan selalu ada hal yang bisa diperbaiki lagi di setiap permainan.
Selain itu, keikutsertaan StarCraft dalam event olahraga multi-cabang seperti ASIAN Games dan SEA Games juga jadi alasan lain saya bertahan di scene kompetisi ini. Jadi sebetulnya nggak terlalu masalah walaupun di tingkat lokal jarang ada kompetisi.
AP: Berhubung saya cukup awam dengan scene StarCraft, jadi sebetulnya bagaimana keadaan scene StarCraft secara internasional?
EQ: Scene StarCraft secara internasional menurut saya terus berkembang dari tahun ke tahun, apalagi setelah tahun 2017 StarCraft: Remastered rilis dan StarCraft II menjadi free-to-play. Dari segi kompetisi, secara jumlah event dan prizepool juga terus bertambah menurut saya.
AP: Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Bagaimana komunitasnya?
EQ: Di Indonesia juga terus berkembang. Tahun ini banyak pemain baru yang mulai ikut main. Bahkan, banyak juga pemain lama yang terjun lagi untuk ikut meramaikan komunitas StarCraft di Indonesia. Tanggal 5 Oktober 2019 kemarin juga ada kompetisi untuk pemain baru dengan hadiah Rp2 juta.
Lalu komunitas di Indonesia, saat ini kurang lebih yang aktif ada sekitar 70 member. Kalau kegiatan komunitas, selain event besar tahunan seperti SEA Games kita juga ada turnamen komunitas yang diadakan 3 bulan sekali. Antusiasme komunitas juga terbilang stabil bahkan terlihat ada peningkatan yang signifikan.
AP: Kalau menurut pengamatan saya, scene esports StarCraft terbilang stagnan atau mungkin menurun, gimana pendapat Quantel?
EQ: Sebetulnya nggak bisa dibilang menurun juga, dari tahun ke tahun grafik jumlah pemainnya juga terus meningkat. Apalagi StarCraft sendiri juga sudah mulai masuk event olahraga multi-cabang seperti ASIAN Games 2018 kemarin dan juga SEA Games 2019 yang mendatang.
AP: Pernah kepikiran untuk terjun ke scene esports lain? Mengingat RTS bisa dibilang nenek moyang MOBA, mungkin mencoba peruntungan di Dota 2 atau terjun ke scene esports mobile?
EQ: Mungkin untuk saat ini untuk kompetitif hanya StarCraft saja, kalau game lain sih hanya untuk iseng-iseng saja…..hehe.
AP: Oke lanjut membahas soal WESG dan SEA Games nih. Sejauh ini persiapannya sudah sampai mana dan gimana sih Bro QuanTel?
EQ: Kalau untuk WESG SEA Final, persiapan saya terbilang sudah cukup matang, karena bulan lalu sudah sempat melakukan training camp. Kalau untuk SEA Games, sepertinya masih perlu penyesuaian lagi, karena nanti setelah BlizzCon di bulan November akan ada balancing patch. Jadi tentunya gue harus sedikit menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
AP: Lalu kalau bicara soal SEA GAmes, menurut QuanTel gimana potensi Indonesia di pertandingan tersebut? Siapa yang akan menjadi lawan terberat nantinya?
EQ: Menurut saya potensi Indonesia di SEA Games sih sangat besar, karena kita sudah mempersiapkan strategi yang jitu untuk dipakai saat berlaga nanti. Cuma, memang masih butuh latihan sedikit lagi untuk mematangkannya.
Lawan terberat, Filipina. Alasannya karena mereka kuat dari segi build order. Maksud build order sendiri adalah urutan membuat bangunan atau unit. Jadi maksudnya unggul dari segi build order artinya mereka sudah menemukan urutan membuat bangunan dan unit yang efektif.
Selain itu mereka juga kuat dari segi macro-management. Maksud macro-management sendiri salah satunya termasuk dari sisi resource management. Jadi mereka bisa mengumpulkan resource yang banyak dengan yang cepat, dan paham cara spending yang efektif.
Kalau dari kami kontingen StarCraft untuk SEA Games, memang juga harus lebih mematangkan soal build order ini supaya tidak ketinggalan dari Filipina.
AP: Lanjut soal WESG, kalau lolos dari SEA kemungkinan kan akan bertemu sama Korea Selatan? Menurut QuanTel sendiri, sebetulnya apa sih yang membuat Korea Selatan itu jadi sangat hebat di StarCraft? Lalu, apa yang membuat Indonesia ketinggalan dengan hal tersebut?
EQ: Kalau di Korea Selatan, regenerasi pemain baru mereka bisa dibilang sangat cepat. Di sana mereka sudah bermain StarCraft sejak usianya di bawah umur 10 tahun, lalu umur belasan mereka sudah terjun ke kancah kompetitif. Jadi, menurut saya, jika game ini dikenalkan sedari dini; Indonesia juga bisa saja punya banyak pemain jago seperti di Korea Selatan sana. Tapi memang cukup sulit, karena StarCraft tidak begitu populer di Indonesia.
AP: Lalu bagaimana pendapat QuanTel terhadap keikutsertaan StarCraft II di berbagai kompetisi olahraga multi-cabang?
EQ: Menurut saya ini sangat positif bagi komunitas. Saya yakin akan banyak pemain baru yang jadi berminat untuk turut memainkan game ini setelah keikutsertaannya dalam ASIAN Games 2018 kemarin, dan juga tentunya SEA Games 2019 nanti.
AP: Oke, terakhir. Apa yang ingin QuanTel capai sebagai seorang pemain StarCraft? Juga, Apa harapan QuanTel terhadap esports StarCraft?
EQ: Kalau hal yang ingin dicapai, pastinya ingin dapat berkompetisi di tingkat paling tinggi. Bermain dengan pemain terbaik di dunia, harapan tertingginya mungkin bisa bermain di BlizzCon haha…semoga saja bisa kesampaian.
Kalau harapan untuk esports StarCraft, pastinya ingin StarCraft terus berkembang di Indonesia seperti negara-negara tetangga. Lagi-lagi berkaca ke Korea Selatan, di sana bahkan game ini sudah seperti menjadi budaya. Maka dari itu mengingat StarCraft sudah dipertandingkan di kompetisi olahraga multi-cabang, harapannya ini juga akan membantu mengembangkan komunitas StarCraft di Indonesia.
AP: Oke QuanTel, terima kasih atas waktunya, good luck untuk perjuangannya di WESG dan juga SEA Games 2019 nanti!
EQ: Sama-sama, terima kasih juga atas dukungannya.
—
QuanTel akan bertanding di WESG SEA dan juga cabang esports SEA Games 2019 pada sekitar bulan Desember 2019 mendatang. Semoga QuanTel bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan membanggakan nama Indonesia di tingkat Asia Tenggara!
Esports kini mulai diakui oleh sebagai olahraga. Tahun lalu, esportsmasuk ke Asian Games, walau masih sebagai pertandingan demonstrasi. Pertandingan tersebut dianggap sukses karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) setuju untuk memasukkan esports sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam SEA Games yang diadakan di Filipina tahun ini. Salah satu game yang akan dipertandingkan adalah Hearthstone.
Dalam Asian Games, Hendry ‘Jothree’ Handisurya berhasil membawa pulang medali perak. Dia kembali dipilih untuk mewakili Indonesia dalam SEA Games, bersama dengan Rama “DouAhou” Ariangga. Saat ditemui dalam acara Hearthstone Fireside Gatherings yang diadakan di UPNORMAL Coffee Roaster pada Sabtu, 31 Agustus 2019 kemarin, Jothree mengaku bahwa dalam Asian Games, medali emas dan medali perak jadi target tim Indonesia.
Hendry dan Rama adalah rekan satu tim di TEAMnxl> dan kali ini, mereka akan sama-sama mewakili Indonesia. Namun, dalam SEA Games, Hearthstone adalah game yang dimainkan per individu. Saat ditanya apakah Jothree melihat rekan satu timnya sebagai saingan, dia menjawab, “Kalau di kompetisi lain, World Electronic Sports Games (WESG) atau Hearthstone World Championship, pas main gue ngerasa dia saingan gue. Tapi untuk SEA Games, sudah bawa nama Indonesia, siapapun yang menang, itu Indonesia yang menang. Nggak peduli itu gue atau Rama, yang penting Indonesia Raya-nya.”
Jothree memang senang bermain game. Dia bercerita, ketika dia SMA, dia sering diajak ke warung internet oleh temannya. Di sini, dia mengenal Warcraft 3. Dia mengaku, dia lalu “keterusan” main Warcraft dan sempat bertanding di turnamen internasional. Selain itu, dia juga pernah memainkan Starcraft. Sayangnya, dia lalu mengalami cedera tangan. Dia menderita carpal tunnel, yang membuat tangan penderitanya mengalami kesemutan, terasa lemah, nyeri, atau bahkan mati rasa. Ini membuatnya tak lagi bisa memainkan game seperti Starcraft.
“Akhirnya, ada yang ngenalin ke Hearthstone. Memang, kebetulan gue suka main catur pas kecil. Ini kayak main catur modern,” ujarnya. “Awalnya, nggak ada niat untuk serius. Tapi, memang dasarnya gue kompetitif. Pas gue ngerasa rank gue lumayan, gue mulai cari turnamen di luar, sampai akhirnya dapat kesempatan mewakili Indonesia di Asian Games.” Untuk itu, dia harus melewati babak kualifikasi, yang mengadu 32 pemain Hearthstone terbaik di Indonesia.
Tahun ini, dia harus mewakili Indonesia di SEA Games. Salah satu persiapannya adalah mengikuti Pelatnas, yang diadakan di Surabaya sejak 8 Agustus hingga 26 Agustus. “Menjelang SEA Games, kita bakal buat bootcamp sendiri ke Bali, untuk konsentrasi pelatihan,” ujarnya. Di Pelatnas, sehari-harinya, Jothree bisa menghabiskan hingga 14 jam untuk berlatih.
“Uniknya dari Hearthstone, latihannya nggak melulu main game,” ungkap Jothree. Dia mengatakan, sebagian besar latihan justru berupa diskusi antara Jothree, Rama, Reza “Rezdan” Servia Manager & Head Coach, serta Novan “Nexok40” sebagai Asisten Manager & Coach. “Mainnya paling cuma 20 persen dari porsi latihan. Sisanya, diskusi strategi, apakah kartu ini bagus untuk dimasukkan ke deck,” ujarnya. Saat ini, ada lebih dari 2700 kartu di Hearthstone. Sementara pemain hanya dapat memilih 30 kartu dalam satu deck.
Selain latihan terkait game, Jothree mengatakan bahwa selama Pelatnas, dia juga melakukan latihan fisik seperti senam setiap pagi. Dia mengaku, fisik memang memiliki peran sangat penting bagi atlet esports. Alasannya, karena dalam sebuah turnamen, pemain terkadang dituntut untuk bermain selama 12-13 jam dalam satu hari. Tanpa fisik yang kuat, permainan pemain juga tak akan memberikan performa yang optimal.
Sebelum ini, pemerintah mengatakan bahwa mereka akan berusaha untuk mengembangkan industri esports dan gaming. Terkait hal ini, Jothree mengatakan bahwa pemerintah sebaiknya membuktikan omongannya itu. “Selama ini sih sudah lumayan, terlihat dari mengirim kami ke Pelatnas,” katanya. Dia berharap, pemerintah tidak tertarik dengan esports hanya karena ia dipertandingkan di SEA Games dan akan mengembangkan ekosistem esports dari game selain game yang ditandingkan dalam SEA Games.
SEA Games akan dimulai pada November mendatang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, atlet-atlet terbaik dari negara-negara Asia Tenggara akan bertanding dengan satu sama lain dalam berbagai cabang olahraga. Satu hal yang menarik adalah karena kali ini, esports akan menjadi salah satu cabang olahraga resmi. Dalam acara yang akan diadakan di Filipina tersebut, ada lima cabang esports yang dilombakan. Salah satunya adalah Dota 2. Dari Indonesia, PG.BarracX akan membawa nama Indonesia setelah mengalahkan EVOS Esports dalam Road to SEA Games 2019 The Final Showdown.
Sebagai rekan resmi SEA Games, Razer mengadakan bootcamp selama dua hari di Singapura. Ada lima tim nasional Dota 2 yang akan Razer ajak, salah satunya adalah PG.BarracX. Empat timnya adalah Team X dari Singapura, Tim Sibol dari Filipina, tim Thailand, dan tim Malaysia. Bootcamp ini akan diadakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 2 dan 3 September 2019.
Tim yang Razer pilih untuk menjadi pelatih lima timnas esports dalam bootcamp ini adalah Evil Genius, yang pernah memenangkan The International pada 2015 dan menjadi juara 3 pada 2018 lalu. Tim yang dibentuk pada 1999 itu bermarkas di Amerika Serikat, tapi anggota tim mereka berasal dari berbagai negara. Tal “Fly” Aizik, sang kapten merupakan warga Israel, Artour “Arteezy” Babaev adalah warga Kanada, Andreas Franck “Cr1t-” Nielsen berasal dari Denmark, sementara Gustav “s4” Magnusson adalah kewarganegaraan Swedia. Terakhir, Syed Sumail “SumaiL” Hassan merupakan warga negara Pakistan dan berhasil mendapatkan US$1 juta ketika dia berumur 16 tahun.
Sementara untuk tim dari Indonesia diwakili oleh PG.BarracX. Merupakan tim yang dibentuk pada 2014. Pada awalnya, tim ini bernama Supernova Esports, yang didasarkan pada nama warung internet. Pada 2017, nama tim itu diganti menjadi PondokGaming BarracX. Tim ini terdiri dari Fahmi Choirul ‘Huppey’ Akbar, Muhammad “Azur4” Lutfi, Felix “Ifr1t” Rodeardo, Hidayat “Lawlesshy” Narwawan and Kevin “Visery” Manuel Johan. Salah satu prestasi tim ini belakangan adalah menjadi juara tiga di BTS Spring Cup: Southeast Asia. Mereka juga masuk sebagai semifinalis dalam ESL Indonesia Championship Season 1.
“Disertakannya esports dalam SEA Games 2019 menandai pengakuan akan kompetisi gaming,” kata Global Esports Director, Razer, David Tse dalam pernyataan resmi dari Razer. “Razer SEA Games Esports Bootcamp adalah salah satu dari banyak langkah yang diambil oleh Razer untuk meningkatkan level esports di kawasan Asia Tenggara.”
Dalam laporan Trends to Watch in 2019 dari Newzoo, disebutkan bahwa kawasan Asia Tenggara adalah kawasan dengan pertumbuhan penonton esports paling banyak. Mereka menyebutkan, tahun ini, jumlah penonton di Asia Tenggara akan mencapai 31,9 juta orang. Mereka juga menyebut, pertandingan lima cabang esports di SEA Games akan mendorong pertumbuhan esports di kawasan Asia Tenggara.
“SEA Games 2019 adalah acara penting dalam sejarah esports,” kata Pelatih Evil Geniuses Dota 2, Sam “Bulba” Sosale. “Evil Geniuses tidak sabar untuk membantu tim-tim terbaik di Asia Tenggara untuk menyiapkan diri menghadapi acara tersebut.”
Selain tim dari Indonesia, tim negara lain yang ikut acara ini antara lain:
Tim Singapura (Team X) comprises Wong ‘Nutz’ Jeng Yih, Joel Chan “chibix33” Jian Yong,Lukman ‘Luk’ Yusoff Bin Nooraznan, Teo ‘Tudi’ Yao Wen dan Wilson Koh ‘Poloson’ Chin Wei.
Tim Filipina (Sibol). meski masih menjalani proses babak qualifikasi namun ada beberapa nama yang sudah mendapatkan undangan langsung, yaitu Carlo ‘Kuku’ Palad, Djardel Jicko B. ‘DJ’ Mampusti dan Timothy John ‘Tims’ Randrup.
Team Thailand dengan anggota Anucha ‘Jabz’ Jirawong, Anurat ‘boombell’ Praianun, Nopparit ‘Seri’ Prugsaritanon, Nuengnara ‘23savage’ Teeramahanon, dan Thanathorn ‘tnt’ Sriiamkoon.
Sedangkan tim Malaysia masih dalam proses menentukan roster mereka.
Selain mengundang tim yang akan berlaga di SEA Games, Razer juga akan menggelar acara jumpa fans pertama kali di Asia Tenggara untuk tim EG yang akan diadakan tanggal 1 September 2019. Info lengkap acara bisa dilihat di sini.
Ada 8 tim yang berebut kesempatan mewakili Indonesia untuk SEA Games 2019 Esports AOV. Empat tim datang dari peringkat empat besar di pekan ketiga ASL Indonesia S3 by ESL Indonesia yang berisikan: EVOS Esports, Bigetron Esports, Saudara e-Sports, dan COMEBACK.
Empat tim lagi datang dari perwakilan Arena of Valor National Championship (ANC), yang berisikan: SFI Esports, PG.Barracx, Hertz, dan Power Danger. Para tim diadu di dalam grup yang berisi campuran dari 8 tim tersebut.
Dari fase grup empat tim berhasil lolos, yaitu EVOS Esports, Bigetron Esports (BTR), Saudara e-Sports (SES), dan COMEBACK (CMBK). Setelah pertandingan best-of-3, single elimination, babak final mempertemukan EVOS dengan BTR.
Kendati Bigetron sudah menunjukkan permainan terbaiknya, namun dominasi EVOS ternyata masih sama kuatnya seperti ketika mereka bertanding di ASL Indonesia Season 3. Bertanding dalam seri best-of-5, dominasi EVOS sudah terlihat sejak dari game pertama.
EVOS berkali-kali menunjukkan manuver agresif. Sementara Bigetron masih cukup kelimpungan dengan berbagai manuver agresif yang dilancarkan oleh EVOS. Alhasil, Wiraww dan kawan-kawan melumat habis Bigetron Esports, berhasil jadi juara dengan skor 3-0, dan akan mewakili Indonesia di SEA Games 2019 cabang esports AOV.
Menghadapi SEA Games 2019, Vietnam dan Thailand sepertinya masih akan jadi musuh terberat Indonesia untuk esports AOV. Vietnam punya tim juara Arena of Valor World Cup 2019, yaitu Team Flash. Sementara Thailand punya scene yang lebih kompetitif, membuat mereka jadi salah satu regional dengan banyak talenta berbakat.
Priyagung “RuiChen” Satriono, Coach tim EVOS AOV juga mengakui hal tersebut. Tapi menariknya ia justru tidak terlalu waspada dengan Team Flash. Selain karena mereka gagal lolos mewakili Vietnam untuk SEA Games, mereka juga punya tim lain yang lebih kuat.
Tim tersebut adalah Mocha ZD (MZ), tim yang mengalahkan Team Flash pada babak final #RoadToSEAGames30. “Jujur, sebetulnya kita merasa akan lebih berat lawan MZ daripada Team Flash.” Agung membuka omongan soal SEA Games 2019 nanti.
“Gue merasa playstyle EVOS lebih cocok untuk lawan Team Flash yang bertumpu sama jungler. Sementara kalau MZ itu bertumpu pada ADC (Archer). Ini bakal jadi masalah besar, apalagi kalau si ADC tersebut bermain dengan sangat mahir dan anggota tim lainnya bisa melindungi habis-habisan si ADC tersebut.”
Terakhir kali perjuangan EVOS di kancah internasional, mereka terhenti di fase group stage. Namun, mereka telah memberikan perlawanan terbaiknya, bahkan berhasil menahan Vietnam dan tim Tiongkok seri 1-1.
Jadi, akankah EVOS menjadi calon penyumbang emas untuk esports di SEA Games 2019. Memang selain dari Mobile Legends, AOV juga jadi cabang lain yang berpotensi mendapatkan emas (atau setidaknya perak) di gelaran SEA Games 2019 cabang esports.
Akhir kata, lagi-lagi mari kita dukung dan doakan semoga esports Indonesia bisa mendapatkan hasil yang gemilang di SEA Games 2019 nanti.
Sudah sejak lama kompetisi menjadi satu elemen dalam komunitas gamers. Awalnya, ini hanya menjadi hiburan di kala bermain seorang diri jadi membosankan. Kalau Anda sempat mengalami era warnet, Anda mungkin pernah mengalami saling berkompetisi demi mendapatkan billing gratis.
Seiring perjalanan waktu, perebutan billing gratis berubah menjadi sebuah industri, menjadi apa yang kini kita kenal sebagai esports. Kini, esports kembali berevolusi. Berawal sebagai ajang membela ambisi pribadi, tahun 2019 esports telah berubah menjadi ajang bela negara.
Desember 2018, esports diumumkan menjadi cabang resmi SEA Games 2019. Dengan total 6 medali yang diperebutkan, 6 game yang menjadi pertandingan dalam cabang esports adalah: Dota 2, StarCraft II, Tekken 7, Arena of Valor, dan Mobile Legends.
Jalan Berliku Atlet Mobile Legends Indonesia Merebut Emas SEA Games 2019
Indonesia punya 5 cabang kontingen yang akan diberangkatkan untuk SEA Games 2019. Lewat gelaran Indonesia Esports National Championship 2019 (IENC 2019), tersaring pemain-pemain terbaik untuk bertanding dalam 3 cabang Dota 2, Tekken 7, dan Mobile Legends.
Dari tiga cabang tersebut, sorotan tentu tertuju pada cabang Mobile Legends. Selain sebagai game dengan komunitas terbesar di Indonesia, cabang ini adalah kesempatan terbesar Indonesia untuk mendapatkan emas di SEA Games 2019.
Kendati demikian, merebut emas di cabang Mobile Legends SEA Games 2019 adalah perjuangan yang saya sebut panjang dan berliku. 6 Agustus 2019, panitia Kerja Timnas Mobile Legends berbagi segala hal seputar pengiriman kontingen Mobile Legends untuk SEA Games 2019, dalam sebuah gelaran konfrensi pers.
Pertama-tama, soal pelatih. Dalam acara tersebut, Panitia Kerja Timnas Mobile Legends mengumumkan dua orang pelatih, yang akan menyaring pemain-pemain yang sudah lolos ke pelatnas sebelumnya. Dua orang tersebut adalah Jeremy “Tibold” Yulianto dan Afrindo “G” Valentino.
Keduanya sudah cukup di kenal di kalangan komunitas. Jeremy sempat aktif berkompetisi di kancah League of Legends. Ia bersama kawan-kawan kampus Universitas Pelita Harapan pernah mewakili Indonesia dalam ajang kompetisi League of Legends antar kampus di Taiwan.
Setelah itu, ia memutuskan untuk gantung keyboard, dan menjadi pelatih tim League of Legends Bigetron Esports. Ketika menjadi pelatih, ia juga berhasil membawa timnya menjadi yang terbaik di tingkat Nasional, menjuarai League of Legends Garuda Series: Spring 2019(LGS Spring 2019).
Sementara itu Afrindo “G”, juga merupakan sosok yang kerap disebut pemain yang lengkap secara otak dan otot. Tak hanya sangat lihai mengendalikan hero-hero yang ia mainkan, ia juga kerap menjadi mastermind yang membangun strategi permainan dan pemilihan hero untuk tim EVOS. Menjadi asisten pelatih bagi Jeremy, kemampuannya dalam menganalisis kemampuan serta strategi permainan seharusnya sudah tak perlu diragukan lagi.
Selanjutnya adalah soal seleksi. Ini adalah alasan mengapa proses ini saya sebut panjang dan berliku. Timnas Mobile Legends Indonesia untuk SEA Games 2019 bukanlah sesederhana mengirim satu tim yang sudah biasa bermain bersama untuk berangkat.
Prosesnya sebagai berikut: semua tim yang lolos dari IENC, dengan total ada 40 pemain yang jadi peserta pelatnas, akan disaring. Dari 40 disisakan 10 pemain saja untuk saling tanding. Lalu terakhir, disisakan 7 atlet terbaik saja yang akan menjadi kontingen timnas Mobile Legends SEA Games 2019. Proses ini dilakukan oleh para pelatih dalam jangka waktu yang cukup singkat, yaitu mulai dari 12-18 Agustus 2019 mendatang.
“Seperti yang kita tahu, kancah Mobile Legends Indonesia Indonesia punya banyak pemain bintang dan disegani oleh negara-negara lain. Para pemain kita pun tahu bahwa mereka adalah yang terbaik. Jadi tantangan dalam seleksi memang lebih soal menahan ego masing-masing pemain. Jawab Jeremy, membahas penyeleksian pemain untuk timnas Mobile Legends Indonesia.
“Selain itu membuat mereka untuk tetap humble, dan bisa saling bekerja sama mungkin jadi tantangan lain. Menyatukan 5 kepala menjadi 1 itu tidak mudah. Kami akan mencoba fokus membuat tim juara, bukan tim terkuat. Jika semuanya lancar, kami optimis bisa mendapatkan emas.” Tambah Jeremy “Tibold”.
Seleksi dan Persiapan Timnas Mobile Legends Indonesia
Kini, tinggal tersisa 3 sampai 4 bulan menuju SEA Games; yang akan diselenggarakan November nanti. Durasi seleksi dan pelatihan intens juga terbilang singkat, hanya 6 hari saja. Penyaringannya juga sangat ketat, dari 40 menjadi 7 pemain. Melihat beberapa hal ini, jujur saya skeptis, jika nantinya timnas Mobile Legends Indonesia bisa bicara banyak di SEA Games 2019.
Membahas hal ini, saya juga berbincang dengan Yohannes Siagian, VP Esports tim EVOS Esports, yang juga punya banyak pengalaman dalam persiapan atlet untuk SEA Games, ASIAN Games.
Pertama-tama soal durasi pelatnas. Saya sebenarnya cukup penasaran, apakah proses dengan jangka waktu yang sempit ini terjadi di seluruh cabang kontingen SEA Games? Ternyata menurut Joey sendiri, durasi ini terbilang relatif sempit. “Kalau cabang olahraga lain, harusnya saat ini sudah masuk fase pencoretan akhir.” Jawab Joey yang memang punya pengalaman dalam proses persiapan atlet untuk festival olahraga seperti SEA Games.
“Tetapi karena esports berbeda dengan olahraga tradisional, menurut saya masih possible untuk memadatkan jadwal latihan intensif. Berhubung latihan bermain bisa dilakukan kapan saja oleh sang pemain, jadi sebenarnya tinggal mencari waktu untuk melatih chemistry, kekompakan dan strategi saja.” jawab Joey membahas durasi pelatnas yang cukup sempit ini.
Soal penyaringan, Joey juga memberikan satu pendapat yang cukup menarik. Seperti yang saya katakan pada paragraf awal bagian ini, saya sebenarnya skeptis kalau diharuskan membuat tim dari awal dengan membawa pemain-pemain terbaik dari berbagai tim. Akan lebih baik jika mengirim satu tim yang sudah jelas solid, demi memastikan emas untuk kontingen Mobile Legends bukan?
“Alasan soal chemistry, strategi dan lain sebagainya ini memang wajar, tapi menurut saya terlalu dilebih-lebihkan.” Joey membuka pembahasan. “Menurut saya, pemain-pemain Mobile Legends Indonesia sudah tidak lagi di level tersebut. Justru memang seharusnya caranya seperti ini. Kumpulkan 7 pemain terbaik, kemudian jalankan latihan intensif untuk membangun kekurangan tersebut. Terus terang, melihat kualitas pemain Indonesia, mendapat medali perak saja sudah bisa dibilang terasa kurang maksimal. Kenapa? Karena kita punya komposisi pemain yang sanggup meraih medali emas.”
Bicara soal latihan, uji coba, dan proses pembabakan skuat timnas Mobile Legends Indonesia, Panitia Kerja Timans Mobile Legends, yang diwakili oleh Andrian Pauline juga turut membeberkan beberapa hal.
“Untuk timnas Mobile Legends, kita sebetulnya memang disiapkan budget dari pemerintah untuk tanding uji coba di luar negeri.” tukas AP. “Tapi mengingat ada kepentingan liga, jujur, ini sulit untuk dilakukan. Jadi jalan tengah yang kami usahakan adalah dengan cari waktu saat break liga. Setelahnya, kami akan mendatangkan tim dari luar negeri untuk tanding uji coba di Indonesia.” AP menjelaskan lebih lanjut.
Jadi, apakah benar bahwa kekhawatiran ini bersifat dilebih-lebihkan seperti apa yang dikatakan Joey? Pada akhirnya Jeremy “Tibold” kembali menegaskan kepada awak media yang hadir dalam gelaran konfrensi pers kemarin untuk kedua kalinya. “Saya percaya dengan modal pemain yang kita miliki. Jadi saya pede kontingen Mobile Legends untuk SEA Games 2019 bakal dapat emas.”
—
Walau bukan yang pertama kali, esports menjadi cabang festival olahraga antar negara tetap menjadi hal yang baru bagi ekosistem ini. Tak heran, jika dalam praktek penyeleksian dan prosesnya terbilang masih meraba dan mencari metode yang paling efisien untuk bisa menghasilkan tim yang dapat menjadi juara.
Apapun hasilnya, bagaimanapun prosesnya, sudah menjadi tugas kita semua untuk kawal dan dukung kontingen esports Indonesia. Mari kita bersama doakan agar kontingen ini bisa mendapatkan hasil yang terbaik di SEA Games 2019.