Tag Archives: Canning Fok

Indosat and Tri Officially Announces 85.6 Trillion Rupiah Merger

PT Indosat Ooredoo Tbk (IDX:ISAT) officially announced a merger with PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) with an agreed value of $6 billion or 85.6 trillion Rupiah. Through its parent company Ooredoo Group and CK Hutchison, both companies will merge into “Indosat Ooredoo Hutchison”.

Currently, Ooredoo Group owns 65% of Indosat Ooredoo shares through Ooredoo Asia. Through this merger, CK Hutchison will acquire 21.8% of Indosat Ooredoo Hutchison. CK Hutchison will also acquire 50% of Ooredoo Asia by exchanging its 21.8% shares in Indosat Ooredoo Hutchison for 33% in Ooredoo Asia.

The Hong Kong-based telecommunications conglomerate will grab an additional 16.7% in the Ooredoo Group for $387 million or IDR 5.5 trillion. Both parties will have a 50% ownership interest in Ooredoo Asia, which will be named Ooredoo Hutchison Asia, and own 65.6% shares and control over Indosat Ooredoo Hutchison.

In terms of post-merger, Indosat Ooredoo Hutchison will remain listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX), with the Indonesian government holding 9.6% of the shares, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia 10.8% of the shares, and the public about 14% of the shares.

Indosat Ooredoo shareholders recommended Vikram Sinha and Nicky Lee as Chief Executive Officer (CEO) and Chief Financial Officer (CFO) at Indosat Ooredoo Hutchison, respectively. Moreover, Ahmad Al-Neama and Cliff Woo will remain the President Director & CEO of Indosat Ooredoo and CEO of H3I until the merger process is complete.

Aiming for the second place

Considering its scale, financial capabilities, expertise, and network development, Ooredoo Group’s Managing Director, Aziz Aluthman Fakhroo targets this consolidation to bring Indosat Ooredoo Hutchison as the second largest telecommunications operator in Indonesia with projected annual revenues of up to $3 billion.

In addition, the merger of the two company assets will directly provide benefits to cost efficiency and capital expenditure. The company estimates that the synergies’ annual run rate before tax will reach $300-400 million in the next three to five years.

With the giant business scale owned by the two parent companies, Indosat Ooredoo Hutchison can take advantage of the technology, network, and services owned by the Ooredoo Group and CK Hutchison in the European, Middle East, North Africa and Asia Pacific markets.

“The merger will provide benefits for various functions, including procurement activities. After this consolidation, the Indonesian mobile market is expected to maintain healthy competition. This situation will attract long-term investment for the telecommunications industry,” Aziz said in his official statement.

CK Hutchison Holdings’ Group Co-Managing Director, Canning Fok also said his team can also expand the network and improve service quality in line with the merger of a larger spectrum that will provide cost efficiency.

“Furthermore, we are looking forward to bring the most innovative 5G service to Indonesia at the right time. Currently, CK Hutchison has available in 12 countries, many of which have successfully deployed 5G networks,” he said.

Currently, H3I has 10MHz in the 1800MHz band and 15MHz in 2100MHz to serve 39 million subscribers. Meanwhile, Indosat has a spectrum of 2.5MHz (850MHz), 10MHz (900MHz), 20MHz (1800MHz), and 15MHz (2100MHz) to serve 60 million subscribers with 66,313 4G BTS.

Consolidation for efficiency

The corporate action by Indosat Ooredoo and Hutchison adds to the long list of Indonesian telecommunications operators with M&A history within this decade. Previously, the M&A action was taken by PT Mobile-8 Tbk (FREN) annexing PT Smart Telecom and merging into Smartfren. Then, it was followed by PT XL Axiata Tbk (EXCL) which acquired Axis for IDR 8.6 trillion.

The Ministry of Communication and Information (Kominfo) has made attempts to encourage the telecommunications industry to consolidate, both through M&A and network cooperation. It is due to the very tight competition in the telecommunications industry involving many players.

Meanwhile, the telecommunications business is considered investment-intensive as it has to build network infrastructure. In fact, the growth of the telecommunications industry is increasingly stagnant when cellular penetration is above 100%. The Central Statistics Agency (BPS) recorded that cellular card users reached 341.28 million in 2019, or already surpassed the total population of 269.6 million.

According to the Secretary General of the Center for Telecommunication Policy and Regulatory Studies at the Bandung Institute of Technology (ITB) Muhammad Ridwan Effendi, the merger by Indosat Ooredoo and Hutchison 3 Indonesia will provide significant benefits for the telecommunications industry. One thing is because operators can now encourage business efficiency, especially in network development.

“Although we have to wait for the post-audit results by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU), this merger is appropriate as the operator’s capital and assets will increase. Hopefully, the community will get even greater benefits from this business merger.” He said in a discussion with DailySocial.id team.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Merger Indosat Tri

Indosat dan Tri Resmi Merger dengan Nilai Transaksi 85,6 Triliun Rupiah

PT Indosat Ooredoo Tbk (IDX:ISAT) resmi mengumumkan merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) dengan nilai yang disepakati sebesar $6 miliar atau 85,6 triliun Rupiah. Melalui induk usahanya Ooredoo Group dan CK Hutchison, kedua perusahaan akan menggabungkan bisnisnya menjadi “Indosat Ooredoo Hutchison”.

Saat ini, Ooredoo Group menguasai kepemilikan saham Indosat Ooredoo melalui Ooredoo Asia sebesar 65%. Lewat aksi merger ini, CK Hutchison akan memperoleh saham baru sebanyak 21,8% di Indosat Ooredoo Hutchison. CK Hutchison juga akan mendapatkan 50% saham milik Ooredoo Asia dengan menukar 21,8% sahamnya di Indosat Ooredoo Hutchison untuk 33% saham di Ooredoo Asia.

Konglomerasi telekomunikasi asal Hong Kong tersebut juga akan mengambil kepemilikan tambahan 16,7% saham di Ooredoo Group senilai $387 juta atau 5,5 triliun Rupiah. Kedua belah pihak akan mengantongi 50% porsi kepemilikan dari Ooredoo Asia yang akan diberi nama Ooredoo Hutchison Asia, serta memiliki 65,6% saham dan kendali atas Indosat Ooredoo Hutchison.

Pasca-merger, Indosat Ooredoo Hutchison akan tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan pemerintah Indonesia memegang 9,6% saham, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia 10,8% saham, dan publik sekitar 14% saham.

Pemegang saham Indosat Ooredoo mencalonkan Vikram Sinha dan Nicky Lee masing-masing sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) di Indosat Ooredoo Hutchison. Adapun, Ahmad Al-Neama dan Cliff Woo masih akan menjalankan tugasnya sebagai Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredoo serta CEO H3I sampai proses merger selesai.

Bidik posisi kedua terbesar

Dengan memperhitungkan skala, kemampuan keuangan, keahlian, hingga pengembangan jaringan, Managing Director of Ooredoo Group Aziz Aluthman Fakhroo menargetkan konsolidasi ini dapat membawa Indosat Ooredoo Hutchison sebagai operator telekomunikasi kedua terbesar di Indonesia dengan proyeksi pendapatan tahunan hingga $3 miliar.

Selain itu, penggabungan kedua aset perusahaan secara langsung akan memberikan keuntungan terhadap efisiensi biaya dan belanja modal. Perusahaan memperkirakan rasio proses (run rate) tahunan sinergi sebelum pajak akan mencapai $300-400 juta dalam tiga hingga lima tahun ke depan.

Dengan skala bisnis raksasa yang dimiliki kedua induk usaha, Indosat Ooredoo Hutchison dapat memanfaatkan teknologi, jaringan, hingga layanan yang dimiliki Ooredoo Group dan CK Hutchison di pasar Eropa, Timur Tengah, Afrika  Utara, dan Asia Pasifik.

“Penggabungan perusahaan ini akan memberikan keuntungan pada berbagai fungsi, misalnya kegiatan pengadaan. Usai konsolidasi ini, pasar mobile Indonesia diperkirakan dapat mempertahankan persaingan yang sehat. Situasi ini akan menjadi daya tarik investasi jangka panjang bagi industri telekomunikasi,” ujar Aziz dalam keterangan resminya.

Group Co-Managing Director of CK Hutchison Holdings Canning Fok menambahkan, pihaknya juga dapat memperluas jaringan dan menyempurnakan kualitas layanan sejalan dengan penggabungan spektrum yang lebih besar yang akan memberikan efisiensi biaya.

“Apalagi kami sangat menantikan kesempatan untuk membawa layanan 5G paling inovatif ke Indonesia di waktu yang tepat. Saat ini, CK Hutchison telah mengoperasikan bisnis di 12 negara di mana banyak di antaranya telah sukses menggelar jaringan 5G,” tuturnya.

Saat ini, H3I memiliki 10MHz di pita 1800MHz dan 15MHz di 2100MHz untuk melayani 39 juta pelanggan. Sementara, Indosat memiliki spektrum selebar 2,5MHz (850MHz), 10MHz (900MHz), 20MHz (1800MHz), dan 15MHz (2100MHz) untuk melayani sebanyak 60 juta pelanggan dengan 66.313 BTS 4G. 

Konsolidasi untuk efisiensi

Aksi korporasi yang dilakukan Indosat Ooredoo dan Hutchison menambah deretan panjang operator telekomunikasi Indonesia yang melakukan M&A selama lebih dari satu dekade ini. Sebelumnya, aksi M&A sudah lebih dulu dilakukan oleh PT Mobile-8 Tbk (FREN) mencaplok PT Smart Telecom dan melebur menjadi Smartfren. Kemudian aksi ini diikuti oleh PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang mengakuisisi Axis senilai Rp8,6 triliun.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebetulnya sudah jauh-jauh hari berupaya mendorong industri telekomunikasi untuk berkonsolidasi, baik lewat M&A maupun kerja sama jaringan. Pasalnya, persaingan industri telekomunikasi terbilang sangat ketat akibat terlalu banyaknya pemain.

Sementara, bisnis telekomunikasi identik dengan padat investasi karena harus membangun infrastruktur jaringan. Dengan kondisi ini, pertumbuhan industri telekomunikasi semakin stagnan manakala penetrasi seluler sudah di atas 100%. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengguna kartu seluler mencapai 341,28 juta di 2019, atau sudah melampaui jumlah penduduk dengan 269,6 juta jiwa.

Menurut Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi, aksi merger yang dilakukan Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia akan memberikan keuntungan signifikan bagi industri telekomunikasi. Pasalnya, operator kini dapat mendorong efisiensi bisnis, terutama pada pembangunan jaringan.

“Meski harus menunggu hasil post-audit oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), aksi merger ini sudah tepat karena modal dan aset operator akan semakin besar. Mudah-mudahan masyarakat mendapatkan manfaat lebih besar lagi dari penggabungan bisnis ini.” Ujarnya dihubungi DailySocial.id.