Tag Archives: Capcom Cup 2019

Perjuangan Keras iDom Menjadi Juara Capcom Cup 2019

Capcom Cup 2019 telah memahkotai petarung Street Fighter terbaik dunia, Minggu 15 Desember 2019 lalu. Derek Ruffin (iDom) berhasil menjadi pemenang setelah melewati jalan melintang menuju kemenangan. Dalam perjalanannya memenangkan Capcom Cup 2019, iDom harus berjibaku lewat lower-bracket terlebih dahulu.

Saat bertarung melewati lower-bracket, ia harus menghadapi lawan-lawan berat seperti Fujimura, Infexious, Mago, dan Phenom. Sementara babak Grand Final mempertemukan iDom dengan rival beratnya yaitu Victor Woodley (Punk). Walau harus melalui fase reset bracket, namun iDom tak sedikitpun gentar.

Menghadapi hal ini, iDom sempat menceritakan bagaimana dia dan Punk sering melakukan latih tanding, bermain, dan menyaksikan rekaman pertandingan untuk dianalisa bersama. “Kemenangan melawannya (Punk), akan jadi sangat berarti, terutama di panggung sebesar ini.” Ucap iDom.

Memainkan Laura, iDom bertarung ketat dengan Cammy dari Punk. Berkali-kali pertarungan tersebut membuat momen-momen yang membuat penonton jadi geregetan. Walau sudah berganti karakter jadi Karin, namun Punk tetap ditekuk 3-2 pada fase bracket reset. Memasuki pertarungan yang sesunggunya, Punk melanjutkan pertarungannya dengan menggunakan Karin. Lagi-lagi Punk tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa mengalahkan iDom satu kali saja dari seri best-of-5.

iDom menutup pertarungan dengan menggunakan Poison, ia merengkuh piala Capcom Cup setelah memenangkan seri penutup dengan skor 3-1. Sebagai pemenang, ia mendapatkan hadiah sebesar US$250.000 (sekitar Rp3,5 miliar). Kemenangan ini menyisakan cerita perjuangan yang manis bagi komunitas game fighting, terutama Street Fighter.

https://www.youtube.com/watch?v=qOogQngigZw

Nama iDom memang sedang menjadi buah bibir belakangan dan kerap dianggap sebagai pemain muda penuh potensi di dunia kompetitif Street Fighter. Walau satu musim belakangan ia tidak pernah mendapatkan juara, namun ia berkali-kali mengamankan posisi top 8 juga top 4 di beberapa kompetisi. Terakhir kali, ia mengamankan posisi 5-6 di EVO Championship Series 2019, kalah 3 set oleh Fujimura di loser-bracket round 2.

Kemenangan iDom juga mencatatkan dirinya di dalam sejarah sebagai salah satu pemenangn Capcom Cup yang datang tanpa dukungan klub atau organisasi esports apapun. Sungguh perjalanan yang luar biasa dari iDom dalam gelaran Capcom Cup 2019. Ini tentu akan menjadi cerita manis yang dikenang dan menjadi inspirasi bagi komunitas game fighting.

Gachikun

Gachikun: Pemain Tua Punya Tanggung Jawab Merangkul yang Lebih Muda

Bulan Desember semakin mendekat, dan itu artinya puncak kompetisi Capcom Pro Tour (CPT) juga akan segera digelar. Acara puncak itu, Capcom Cup 2019, berlangsung pada tanggal 13 – 15 Desember nanti, bersamaan dengan ajang Street Fighter League World Championship yang mempertemukan jawara Amerika melawan jawara Jepang untuk pertama kalinya.

Pemain yang menjadi sorotan banyak pihak kali ini salah satunya tentu adalah Gachikun alias Tsunehiro Kanamori, juara Capcom Cup 2018 yang terkenal ahli menggunakan karakter Rashid. Saat ini memegang peringkat 15 di CPT Global Leaderboard, Gachikun harus membuktikan apakah ia mampu mempertahankan gelarnya atau harus menyerahkan takhta ke pemain lain.

Baru-baru ini, Gachikun berbincang-bincang dengan media Critical Hit tentang pengalamannya berkarier di dunia esports Street Fighter, perannya sebagai pro player, serta apa yang dibutuhkan oleh fighting game community (FGC) yang sedang tumbuh. Berikut poin-poin menarik yang mereka diskusikan.

Peran para “pemain tua”

Komunitas fighting game secara umum terkenal sebagai komunitas yang selalu passionate terhadap kegemaran mereka. Karena itulah sejak dulu iklim kompetitif sudah ada di komunitas ini. Namun untuk menjadi seorang pemain fighting game yang hebat tidaklah mudah. Butuh latihan, kerja keras, dan ketekunan untuk waktu yang lama. Tidak semua orang betah melakukannya.

Gachikun sendiri pernah merasakan ketika pemain-pemain “hilang” dari komunitas fighting game. Ia merasa bahwa untuk mencegah hal itu terjadi, komunitas harus memastikan bahwa para pemain ini dirangkul, diajak berkomunikasi, serta dilatih. Tanggung jawab ini terutama jatuh pada para anggota komunitas yang sudah senior.

Gachkun saat menjuarai Capcom Cup 2018 | Sumber: Fox Sports Asia
Gachkun saat menjuarai Capcom Cup 2018 | Sumber: Fox Sports Asia

“Ada suatu tanggung jawab yang muncul ketika Anda menjadi salah satu pemain yang telah ‘berhasil’. Kita jujur saja, tanpa ada komunitas yang bisa mandiri maka sebagian besar olahraga akan layu dan mati. Bukan hanya pemain baru yang bertanggung jawab untuk ikut terlibat, tapi juga pada para pemain yang lebih tua untuk mendukung mereka,” ujar Gachikun.

Industri esports bukan bubble?

Saat ini esports tengah menjadi sebuah tren yang ramai, dan banyak gamer bisa sukses menjadikannya lahan mata pencaharian. Namun mereka yang sukses itu jumlahnya sedikit dibandingkan mereka yang ikut berpartisipasi. Tidak semua pemain bisa jadi atlet terkenal, dan ada beberapa pihak khawatir bahwa industri esports saat ini adalah bubble yang bisa pecah sewaktu-waktu.

Akan tetapi, menurut Gachikun kekhawatiran itu tidak benar. Ia merasa bahwa esports ini adalah sebuah perubahan kultur di dunia gaming, terutama di kalangan gamer generasi baru. Bagi para gamer muda ini, game bukan hanya sesuatu untuk dimainkan, tapi juga sesuatu untuk ditonton.

Gachikun berkata, “Saya merasa bahwa di kalangan generasi muda ada sebuah budaya yang kuat tentang menonton siaran internet. Saya rasa hal itu hanya akan tumbuh membesar di masa depan, dan seperti halnya sepak bola atau rugbi, akan ada culture base yang stabil.”

Mengejar ketertinggalan

Walaupun esports sudah menjadi tren, sebetulnya pertumbuhan esports ini masih belum merata di semua negara. Critical Hit adalah media yang berbasis di Afrika Selatan, dan di sekitar mereka, komunitas fighting game masih memiliki skala yang kecil. Sementara genre lain seperti shooter atau MOBA sudah lebih populer. Bagaimana bisa ekosistem seperti ini mengejar ketertinggalannya terhadap negara-negara lain?

Gachikun mengakui bahwa akan sulit bila ingin mengejar popularitas cabang-cabang esports yang lebih mainstream. Tapi menurutnya hal itu tidak membuat fighting game lebih rendah atau inferior dibanding cabang-cabang esports lain. Yang terpenting adalah para penggemarnya mau terus bermain dan bekerja sama untuk membesarkan komunitas.

Ia kemudian bercerita tentang kondisi FGC di Jepang sebelum era esports meledak. “Di Jepang, FGC sudah populer bahkan sebelum istilah esports diciptakan. Ini karena ada banyak lokasi di seluruh Jepang di mana para pemain bisa berkumpul untuk bermain dan berkompetisi di turnamen. Tak peduli sekecil apa pun skalanya, ketika ada event yang digelar untuk menyatukan orang-orang, hal itu akan memotivasi dan merangsang para pemain untuk berpartisipasi secara aktif,” paparnya.

Esports memang punya potensi sebagai sebuah bisnis, tapi sebelum itu, esports adalah ekosistem yang dibangun oleh kekuatan komunitas. Menumbuhkan ekosistem yang besar memang tidak bisa instan, dan bila mengandalkan kekuatan grassroot, bisa jadi prosesnya akan lama. Tapi justru atas dasar kecintaan itulah ekosistem esports bisa menjadi kekuatan yang solid dan tak akan mati walau harus berjuang sendiri.

Saran-saran yang diberikan Gachikun rasanya bisa juga diterapkan di Indonesia, karena di negara ini sudah ada komunitas-komunitas fighting game yang aktif namun statusnya masih niche. Dengan menularkan kegembiraan yang kita rasakan dalam momen-momen kompetitif serta merangkul dan memelihara pemain-pemain baru, mudah-mudahan saja ekosistem fighting game di negara ini nantinya bisa tumbuh besar dan kuat seperti Jepang yang merupakan “kampung halaman” FGC.

Sumber: Critical Hit, Red Bull

Capcom Cup 2019 Akan Dihiasi Rivalitas Para Jawara Amerika dan Jepang

Perhelatan fighting game akbar CEO 2019 telah berakhir. Apa yang menanti ekosistem kompetitif Street Fighter berikutnya? Di bulan Agustus sudah jelas kita akan menyambut datangnya EVO, namun Capcom punya acara lain yang tak kalah meriah. Pada tanggal 13 – 15 Desember nanti kita akan kedatangan turnamen puncak Capcom Pro Tour 2019, yaitu Capcom Cup 2019, dengan lokasi pertarungan di Los Angeles.

Capcom Cup 2019 mempertandingkan 32 pemain Street Fighter terbaik dari seluruh dunia lewat berbagai jalur kualifikasi. Hingga saat ini baru satu orang pemain yang dipastikan tampil, yaitu Gachikun yang merupakan juara Capcom Cup 2018. 26 orang lainnya diambil dari para pemain dengan CPT Point tertinggi di Global Leaderboard, ditambah 4 orang pemenang Regional Finals (dari wilayah NA, EU, LATAM, dan Asia), serta 1 orang pemenang Last Chance Qualifier yang digelar menjelang hari-H Capcom Cup.

Gachikun - Capcom Cup 2018 Champion
Gachikun otomatis lolos ke Capcom Cup 2019 | Sumber: Capcom

North American Regional Finals punya posisi yang unik dibanding Regional Finals lainnya, sebab acara ini masuk dalam kategori Super Premier Event. Artinya meski sifatnya regional, turnamen ini dianggap sebagai kasta tertinggi setara EVO. Dengan format turnamen terbuka (open tournament), penantang bisa datang dari mana saja sehingga persaingan akan sangat berat. Nilai CPT Point yang diberikan pun lebih tinggi dari turnamen regional lainnya. North American Regional Finals akan digelar di HyperX Esports Arena, Las Vegas, pada tanggal 16 – 17 November 2019.

Capcom Cup tahun ini sendiri rupanya juga memiliki keunikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anda mungkin sudah tahu bahwa selain Capcom Pro Tour, terdapat satu kompetisi resmi lain yang berjalan berbarengan yaitu Street Fighter League (SFL). Liga dengan format 3-lawan-3 ini digelar di dua wilayah: Amerika Serikat dengan nama Street Fighter League Pro-US dan Jepang dengan nama Street Fighter League Pro-Japan.

Para pemenang SFL Pro-US dan SFL Pro-Japan ini akan diadu dalam turnamen berjudul Street Fighter League World Championship. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Capcom akan mempertemukan langsung tim perwakilan Amerika Serikat dan tim perwakilan Jepang untuk menentukan wilayah mana yang mampu menghasilkan talenta Street Fighter terkuat. Pertemuan ini mengingatkan kita pada momen bersejarah di era Street Fighter Alpha 3 dulu, ketika Alex Valle yang merupakan juara Amerika berhadapan dengan Daigo Umehara sang juara Jepang. Apakah hasil yang sama akan terulang, ataukah Amerika dapat membalas kekalahan 21 tahun lalu itu?

Street Fighter League World Championship akan digelar bersamaan dengan Capcom Cup 2019. Bila Anda penggemar Street Fighter, jangan sampai melewatkan momen “ultra weekend” tanggal 13 – 15 Desember nanti, karena momen ini akan menjadi salah satu akhir pekan bersejarah di dunia esports Street Fighter.

Sumber: Capcom