Tag Archives: Cardboard

PaperStick Ialah Controller VR Headset yang Tidak Lebih dari Secarik Kertas Biasa

Google Cardboard membuktikan bahwa kita hanya memerlukan sejumlah kertas karton dan sepasang lensa saja untuk bisa menikmati virtual reality. Akan tetapi, VR tidak hanya terbatas pada aspek visual saja, melainkan juga interaksi yang lebih bervariasi dengan bantuan controller. Yang jadi pertanyaan, apakah ini juga bisa diselesaikan dengan selembar kertas karton?

Jangankan karton, kertas biasa saja bisa. Mari berkenalan dengan PaperStick, sebuah controller VR yang terbuat dari secarik kertas. Tidak ada komponen elektronik yang tersembunyi, PaperStick tidak lain dari kertas biasa. Namun Anda mungkin bertanya apa kegunaan sederet teks yang ada di atasnya?

Well, teks ini punya fungsi seperti QR code yang bisa dipindai oleh kamera ponsel. PaperStick bekerja dengan aplikasi bernama Poppist, dimana setelah berhasil di-scan, selembar kertas tersebut akan tampak sebagai sebuah pistol yang bisa menembakkan laser di dalam aplikasi.

Untuk menembak, pengguna cukup mengusapkan jarinya di area yang sudah ditandai pada PaperStick. Gerakan senjata dalam game pun akan mengikuti gerakan tangan pengguna yang tengah menggenggam PaperStick.

Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min
Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min

Namun PaperStick tentunya bukan tanpa limitasi. Versi pertamanya dirancang supaya bisa dilipat menjadi segitiga dan mudah digenggam. Namun konsekuensinya, tracking jadi kurang akurat. Versi keduanya di sisi lain jadi kurang ergonomis karena hanya berbentuk lipatan kertas begitu saja. Pun begitu tracking-nya jadi jauh lebih akurat dan responsif.

Kreatornya, seorang developer asal Korea Selatan bernama Ko Jong-Min, memastikan PaperStick bisa dinikmati oleh semua orang dengan mengunduh desainnya dan mencetaknya sendiri di atas kertas A4. Namun perlu dicatat, aplikasi Poppist sendiri harus ditebus seharga Rp 23 ribu dari Play Store.

Ke depannya, bisa dipastikan ada sejumlah pihak yang tertarik untuk mematangkan konsep yang dicanangkan oleh Ko Jong-Min ini, merancang desain PaperStick yang lebih optimal dan mengembangkan lebih banyak aplikasi maupun game yang kompatibel.

Sumber: Fast Company.

Application Information Will Show Up Here

Peronio Adalah Buku Pop-Up Interaktif yang Bisa Dinikmati dengan Teknologi AR atau VR

Di era serba digital ini, mendapatkan buku pop-up untuk anak-anak semakin mudah. Pun begitu, elemen interaksi yang ditawarkan tidak seutuh yang bisa didapat dengan buku pop-up fisik. Menurut developer asal Brasil, Ovni Studios, masalah tersebut bisa diselesaikan dengan teknologi augmented reality dan virtual reality.

Mereka pun memperkenalkan Peronio, sebuah buku pop-up interaktif yang bisa dinikmati dalam berbagai cara. Yang pertama dan yang paling biasa, anak-anak bisa membacanya langsung di tablet sebagai buku pop-up digital.

Cara kedua adalah dengan mengandalkan teknologi AR: anak-anak dapat mencetak gambar ini lalu menempatkannya di atas meja. Saat dilihat menggunakan tablet atau ponsel, seketika itu pula tampak gambar hologram di atas kertas yang bisa diajak berinteraksi. Metode ini mirip seperti yang diterapkan startup lokal Octagon Studio pada produk AR Flashcard-nya.

Dalam mode AR, gambar hologram akan muncul di atas gambar yang telah dicetak saat dilihat menggunakan ponsel atau tablet / Ovni Studios
Dalam mode AR, gambar hologram akan muncul di atas gambar yang telah dicetak saat dilihat menggunakan ponsel atau tablet / Ovni Studios

Terakhir, Peronio juga bisa dinikmati lewat VR headset macam Google Cardboard atau Samsung Gear VR. Peronio bahkan bisa memadukan elemen AR dan VR secara bersamaan, dengan catatan headset Cardboard yang digunakan punya lubang untuk kamera ponsel sehingga pandangan dapat diarahkan ke kertas fisik di atas meja tadi.

Secara konten, Peronio ingin mengajak anak-anak mengembangkan imajinasinya. Buku ini mengisahkan seorang bocah yang sedang galau hendak jadi apa ia saat sudah dewasa nanti. Aspek edukasi turut disajikan dengan baik, dimana anak-anak akan sedikit belajar soal komponen-komponen mobil saat Peronio mencoba menjadi mekanik, atau belajar tentang fosil di setting arkeologi.

Kalau Anda ingin menghadiahi anak Anda dengan lebih dari sekadar buku pop-up digital biasa, Peronio saat ini sudah bisa diunduh dari App Store maupun Google Play secara cuma-cuma. Namun untuk mendapatkan versi penuhnya, Anda harus menebus in-app purchase seharga $3.

Sumber: UploadVR.

Application Information Will Show Up Here

Meski Berbasis Cardboard, VR Headset Homido V2 Datang Bersama Motion Sensor ala Kinect

Kalau Anda beranggapan bahwa VR headset berbasis Cardboard tidak lebih dari sekadar smartphone holder, Anda salah. Hal ini dibuktikan oleh Homido, spesialis mobile VR asal Perancis yang baru-baru ini memperkenalkan versi kedua dari VR headset-nya.

Homido V2 membawa sejumlah penyempurnaan dari versi pertamanya; mulai dari desain dan build quality yang lebih apik, sampai kompatibilitas dengan lebih banyak ponsel, termasuk halnya para bongsor macam iPhone 6S Plus. Lebih lanjut, Homido turut menyematkan fitur pengaturan IPD (Interpupillary Distance) yang pada dasarnya bisa meningkatkan kesan immersive.

Homido V2 mengemas fitur pengaturan IPD (interpupillary Distance) yang masih tergolong langka di ranah mobile VR / Homido
Homido V2 mengemas fitur pengaturan IPD (interpupillary Distance) yang masih tergolong langka di ranah mobile VR / Homido

Homido tak lupa menanamkan tombol kapasitif untuk memudahkan navigasi pengguna. Desainnya secara keseluruhan tampak lebih premium sekaligus fungsional, dimana ventilasi udaranya juga diyakini lebih baik daripada pendahulunya.

Pun begitu, yang menjadikan Homido V2 lebih dari sekadar smartphone holder adalah kehadiran berbagai macam aksesori pendukung. Yang pertama ada kamera 360 derajat seharga $200. Kemudian ada juga controller Bluetooth untuk Android maupun iOS, masing-masing dihargai $40 dan $60.

Paket penjualan Homido V2, belum termasuk aksesori-aksesori yang disebutkan / Homido
Paket penjualan Homido V2, belum termasuk aksesori-aksesori yang disebutkan / Homido

Namun yang paling keren adalah sebuah motion sensor macam Kinect, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan game VR secara fisik. Melengkapi semua itu adalah aplikasi Homido Center yang mengemas deretan konten menarik, meski sejauh ini masih kalah jika dibandingkan dengan milik Samsung Gear VR.

Terlepas dari itu, Homido V2 masih terdengar sangat menarik murni karena misinya membentuk sebuah ekosistem mobile VR. Headset-nya sendiri saat ini sudah dipasarkan seharga $80 – sama seperti harga awal versi pertamanya – sedangkan aksesori-aksesori pendampingnya akan segera menyusul.

Sumber: Engadget dan Homido.

Anda Kini Bisa Menelusuri Abbey Road Studios dalam Virtual Reality

Sekitar setahun yang lalu, Google meluncurkan proyek unik bernama Inside Abbey Road. Lewat sebuah situs khusus, pengguna diajak untuk menelusuri studio rekaman legendaris di kota London tersebut, dimana band-band kenamaan seperti The Beatles dan Pink Floyd sempat menjadikannya sebagai rumah kedua.

Kini Google sudah siap membawa proyek tersebut ke tingkat yang lebih tinggi, yakni dalam wujud virtual reality dengan bantuan headset Google Cardboard. Format tampilan Street View 360 derajat yang sudah ada bisa dipastikan akan terasa lebih immersive, sehingga pengguna pun bisa merasa seakan-akan sedang berada di dalam Abbey Road Studios.

Inside Abbey Road versi Cardboard ini masih akan menawarkan tur virtual yang dipandu oleh Giles Martin, yang tidak lain dari anak almarhum George Martin, produser The Beatles yang sudah sangat mengenali seluk-beluk Abbey Road Studios.

Inside Abbey Road - Cardboard

Selain menikmati tur, pengguna tentunya juga dibebaskan untuk mengeksplorasi Abbey Road Studios dengan sendirinya, berpindah dari satu studio ke yang lainnya, hingga akhirnya tiba pada ruang mastering dimana sebuah rekaman lagu sedang mendapat sentuhan akhir dari tangan ahli sebelum dirilis.

Ada banyak pengalaman unik yang ditawarkan Inside Abbey Road versi Cardboard, yang memang secara spesifik dirancang untuk virtual reality. Di Studio 1 misalnya, pengguna bisa merasakan seperti apa rasanya menjalani sesi rekaman bersama London Symphony Orchestra. Agar terasa lebih realistis, audio disajikan dalam format surround.

Kalau Anda punya Google Cardboard dan smartphone yang kompatibel, silakan langsung unduh aplikasi Inside Abbey Road di Google Play. Versi iOS-nya dijanjikan akan menyusul dalam waktu dekat.

Sumber: Google Blog.

Application Information Will Show Up Here

Cardboard Enabler Permudah Pengguna Gear VR Nikmati Konten Milik Google Cardboard

Meski secara teori Gear VR bisa menjalankan konten-konten yang diciptakan untuk Google Cardboard, pada prakteknya tidak semudah itu. Pasalnya, Gear VR akan selalu membawa Anda ke portal aplikasi yang berasal dari Oculus Store. Kalau Anda ingin membuka aplikasi Cardboard selagi di dalam Gear VR, selama ini solusinya harus mengandalkan rooting atau dengan tidak mencolokkan ponsel ke sambungan USB milik Gear VR.

Namun sekarang ada alternatif lain yang jauh lebih mudah. Bernama Cardboard Enabler for Gear VR, aplikasi ini memungkinkan ponsel Anda untuk menjalankan konten-konten milik Google Cardboard selama berada di dalam Gear VR tanpa memerlukan rooting ponsel sama sekali.

Cara kerjanya sederhana: buka aplikasi Cardboard Enabler, lalu pilih icon Google Cardboard dan aplikasi akan mematikan Gear VR Service. Selanjutnya, Anda tinggal membuka aplikasi Cardboard dan menyelipkan ponsel ke dalam Gear VR. Kalau ingin kembali mengakses aplikasi-aplikasi milik Gear VR, tinggal pilih icon-nya dalam Cardboard Enabler.

Cardboard Enabler for Gear VR

Hampir semua konten yang dirancang untuk Google Cardboard kompatibel dengan touchpad milik Gear VR, sehingga Anda pun punya input kontrol tambahan. Cardboard Enabler juga menawarkan opsi untuk mematikan fitur motion blur bagi yang sering merasa mual setelah menikmati konten VR terlalu lama.

Cardboard Enabler ini sangat ideal bagi pengguna Gear VR yang sudah merasa bosan dengan konten-konten yang tersedia, serta ingin menikmati keragaman konten milik Google Cardboard tanpa harus membeli headset yang terpisah. Aplikasinya bisa didapat langsung dari Google Play seharga kurang dari Rp 10 ribu.

Sumber: Road to VR. Gambar header: Oculus.

Application Information Will Show Up Here

vTime Ibarat The Sims Versi Virtual Reality, Tersedia untuk Gear VR dan Google Cardboard

Tidak selamanya virtual reality berarti Anda akan terisolasi dari dunia luar dan asyik sendiri di dalam dunia virtual. Sebuah studio digital asal Inggris, Starship Group, ingin membuktikannya lewat aplikasi VR bernama vTime yang kini sudah tersedia untuk Gear VR dan Google Cardboard.

Oleh pengembangnya, vTime dilihat sebagai suatu “sociable network” yang memungkinkan empat pengguna untuk saling terhubung dan berkomunikasi di satu lokasi virtual dengan detail yang menakjubkan. Pengguna bebas merancang avatar-nya masing-masing sesuka hati, dan pengguna lain dapat merasakan ‘kehadiran’ lawan bicaranya secara langsung.

vTime bisa dianggap sebagai The Sims-nya virtual reality, minus fitur membangun tempat tinggal. Pengguna bisa memilih lokasi berbincang yang bervariasi, mulai dari kemah api unggun, tepi danau dan tebing, sampai di orbit bumi sekalipun.

vTime

vTime bisa dioperasikan secara hands-free, yang berarti pengguna hanya perlu mengarahkan pandangannya untuk mengakses menu interaksi. Kalaupun tak ada headset Cardboard atau Gear VR, pengguna masih bisa menjalankan vTime langsung pada handset yang kompatibel sebagai berikut: Nexus 4, Nexus 5, Nexus 6, Nexus 6P, LG G3, HTC One M9, Samsung S3, Samsung Note 4, Samsung Note 5, Samsung Galaxy S6 dan S6 Edge+, Samsung Galaxy S7 dan S7 Edge.

Pihak pengembangnya punya alasan tersendiri mengapa sejauh ini vTime hanya kompatibel dengan perangkat-perangkat di atas. Mengingat detail lokasi virtual yang ditawarkan amat mendalam, perangkat harus punya spesifikasi yang cukup mumpuni agar semuanya bisa berjalan dengan mulus.

vTime

Selagi bercakap-cakap lewat vTime, pengguna bisa mengambil selfie atau wefie melalui menu interaksi. Dari situ pengguna bisa mengakses foto-foto yang diambil dengan login di situs vTime dan membuka timeline-nya masing-masing. Yup, vTime juga dilengkapi sejumlah elemen media sosial, termasuk halnya daftar teman maupun mode untuk bertemu dengan pengguna lain secara acak.

vTime sudah lebih dulu dirilis di Gear VR pada bulan Desember kemarin, namun kini pengguna handset non-Samsung juga bisa menikmati pengalaman sosial virtual reality ini lewat Google Cardboard.

Sumber: Road to VR dan vTime.

Application Information Will Show Up Here

Samsung Gear VR vs. Google Cardboard, Anda Pilih Mana?

Jawaban versi pendek dari pertanyaan di atas sangat mudah: kalau Anda punya smartphone Samsung Galaxy yang kompatibel, pilih Gear VR. Kalau tidak, Cardboard bisa mengobati rasa penasaran Anda terhadap virtual reality.

Namun pada kenyataannya tidak semudah itu. Meski keduanya sama-sama merupakan VR headset untuk mobile dengan cara pemakaian yang sama, Samsung Gear VR dan Google Cardboard mengemas teknologi yang berbeda. Masing-masing tentunya punya kelebihan dan kekurangan tersendiri, dan membahasnya adalah tujuan dari artikel ini.

Google Cardboard

Google Cardboard

Cardboard bisa dianggap sebagai jalan pintas atau cara cepat untuk bisa merasakan pengalaman virtual reality. Harganya murah, mulai dari puluhan sampai ratusan ribu, dan mudah sekali dipesan dari berbagai toko online. Lebih menarik lagi, ia kompatibel dengan banyak perangkat, termasuk iPhone.

Cardboard punya banyak varian, tergantung kreativitas masing-masing perancangnya. Ada yang sangat simpel, ada juga yang dilengkapi strap untuk kepala sekaligus sebuah tombol navigasi. Google bahkan menyediakan panduan lengkap sehingga Anda bisa membuat dan merakit Cardboard versi Anda sendiri.

Google Cardboard

Cardboard didukung oleh segudang konten, dimana secara teori kita tidak bakal kehabisan pilihan. Namun yang menjadi masalah, pengalaman VR terkadang tidak terasa terlalu immersive. Kok bisa? Ada banyak alasan, yang pertama soal desain. Kalau rancangannya rapi, mungkin cahaya dari luar yang ‘bocor’ ke dalam hanya sedikit. Terlepas dari itu, hal ini jelas mengurangi kesan immersive yang diberikan.

Alasan yang kedua perihal kenyamanan. Meski bobotnya ringan, lama-kelamaan pengguna pasti merasa kurang nyaman kalau tangannya harus memegangi terus. Kalaupun Anda memilih varian Cardboard yang dilengkapi strap, absennya bantalan di sekitar lensa bisa membuat mata dan hidung terasa pegal setelah beberapa waktu memakainya.

Alasan ketiga adalah seputar kontrol. Tanpa dilengkapi input kontrol, pengguna Cardboard harus bolak-balik melepas-pasang handset jika hendak berganti aplikasi.

Samsung Gear VR

Samsung Gear VR

Berbeda dengan Cardboard, Gear VR memang eksklusif untuk sejumlah perangkat Samsung Galaxy saja, termasuk S7 dan S7 Edge. Hal ini bisa dilihat sebagai kekurangan, tapi juga merupakan suatu kelebihan: karena hanya kompatibel dengan handset kelas atas yang berperforma tinggi, pengalaman VR bisa dipastikan berjalan mulus.

Jumlah konten yang dimiliki Gear VR mungkin masih kalah dibanding Cardboard, karena pengguna hanya terbatas pada konten yang tersedia di Oculus Store saja. Sekali lagi, ini bisa dianggap sebagai suatu keunggulan: semua konten dipastikan akan terasa immersive, dan banyak game dengan grafik berkualitas tinggi yang bisa dimainkan.

Samsung Gear VR

Keunggulan ini didukung oleh desain Gear VR itu sendiri. Ia memang sedikit lebih besar dan lebih berat ketimbang Cardboard, tapi secara keseluruhan lebih nyaman dikenakan. Utamanya berkat kehadiran strap untuk diikatkan ke kepala dan bantalan empuk yang mengitari sepasang lensanya. Tidak kalah penting, pengguna yang berkacamata juga tetap bisa menggunakannya dengan nyaman karena pengaturan fokus lensanya bisa disesuaikan.

Kehadiran sebuah touchpad dan sejumlah tombol kian menyempurnakan pengalaman VR yang ditawarkan. Kontrol yang lengkap ini mengeleminasi kelemahan Cardboard dimana pengguna harus melepas-pasang handset untuk mengakses konten yang berbeda. Di sini pengguna tinggal mengusap touchpad, dan gesture semacam ini bahkan juga bisa digunakan di dalam sejumlah game.

Kesimpulan

Semuanya kembali pada kebutuhan pengguna. Cardboard sepertinya sangat cocok bagi Anda yang ingin berbagi pengalaman VR bersama keluarga atau teman; pasangkan di depan mata, lalu oper ke anggota keluarga lain untuk saling berbagi keasyikan yang ditawarkan teknologi virtual reality.

Harganya yang terjangkau kian mendukung premis tersebut, apalagi ia kompatibel dengan banyak smartphone. Semakin banyaknya jumlah video 360 derajat, baik di YouTube atau Facebook, juga bisa menjadi alasan mengapa Cardboard wajib dimiliki pengguna smartphone.

Akan tetapi kalau yang Anda cari adalah pengalaman virtual reality terbaik dalam wujud yang portable dan nirkabel, Gear VR adalah pilihan terbaik, apalagi kalau smartphone yang Anda pakai adalah Galaxy Note 5, S6, S6 Edge, S6 Edge+, atau malah S7 dan S7 Edge.

Pada dasarnya, tagline “Powered by Oculus” yang diusung Gear VR bukan gimmick semata. Oculus sepertinya benar-benar mengoptimalkan Gear VR semaksimal mungkin, dan itu bisa dilihat dari variasi konten bermutu yang tersedia untuk Gear VR.

Google Sedang Garap Headset VR yang Lebih Canggih dari Cardboard?

Cardboard mendapatkan banyak pujian karena ia memberikan kesempatan bagi jutaan orang untuk mencicipi virtual reality. Belum lama, Google mengabarkan bahwa ada lebih dari lima juta Cardboard telah ‘dikapalkan’, didukung oleh 1.000 lebih aplikasi yang kompatibel ke headset. Namun jangan dikira sang perusahaan internet raksasa itu berhenti bereksplorasi di ranah VR.

Dilaporkan oleh Wall Street Journal berdasarkan bocoran dari sumber terpercaya, Alphabet Inc. sedang mengembangkan headset virtual realityall-in-one‘ unik yang tidak memerlukan smartphone, komputer atau console game supaya bisa bekerja. Perangkat tersebut merupakan bukti terbaru mengenai meningkatnya ketertarikan Google di bidang VR, dan berpotensi membawa mereka berkompetisi langsung dengan Facebook serta HTC.

Meskipun Oculus Rift dan HTC Vive dijadwalkan untuk tersedia di tahun ini, harga produk serta tingginya spesifikasi sistem hardware pendukung menghambat proses adopsi head-mounted display tersebut oleh konsumen umum. Headset VR berbasis smartphone memang bisa menjadi alternatif, tetapi rendahnya performa dapat menyembabkan kendala seperti pusing dan mual. Di sinilah Google melihat peluang besar.

Google mencoba mengisi celah di antara Rift serta Cardboard, dan meramu produk ‘mid-range‘: menyuguhkan pengalaman virtual reality berkualitas tanpa bersandar pada platform lain. Narasumber menyampaikan, device tersebut mempunyai tubuh plastik, dibekali sebuah layar, unit prosesor bertenaga dan kamera eksternal. Pertanyaannya; dari fungsi gaming, hiburan multimedia, dan edukasi, kira-kira pendekatan apa yang diusung Google?

Produsen memiliki rencana untuk menggunakan chip besutan startup Movidius. Salah satu fiturnya adalah pemanfaatan kamera buat melacak gerakan kepala pengguna. Metode ini berbeda dari Rift, yang harus tersambung ke PC, dan memerlukan kamera terpisal. Dalam pernyataan tertulis, Movidius mengaku mereka pernah bekerja sama dengan berbagai perusahaan virtual maupun augmented reality, namun menolak memberikan informasi terkait berita ini.

Belum ada kejelasan tentang kapan Google akan mengenalkan atau meluncurkan headset VR anyar itu. Satu informan bilang, device segera diungkap tahun ini; sedangkan dua narasumber menyatakan bahwa perangkat masih berada di tahap awal pengembangan dan Google bisa saja memutuskan untuk tidak mengumumkannya sama sekali.

Di bulan lalu, Alphabet menunjuk Clay Bavor sebagai kepala pengembangan virtual reality, dan ia sempat bilang akan menyingkap kabar terbaru di tahun ini.

Via Maximum PC.

Mattel Bersiap Rilis VR Headset Generasi Keduanya, View-Master Viewer DLX

Dari sekian banyak virtual reality headset berbasis Google Cardboard, Mattel View-Master Viewer bisa dibilang sebagai salah satu yang terbaik. Perangkat seharga $30 ini tak hanya menarik dari segi desain, tetapi juga karena menawarkan pengalaman yang unik lewat sederet konten edukatif yang digarap bersama National Geographic.

Namun tentunya tak ada gading yang tak retak. Reinkarnasi View-Master ini juga punya sejumlah kekurangan walaupun sepele, terutama dari segi desain. Maka dari itu, Mattel pun tengah bersiap untuk meluncurkan VR headset generasi keduanya di bawah nama View-Master Viewer DLX.

Perubahan yang paling menonjol adalah sistem mounting smartphone-nya. Sebelumnya, perangkat harus mengandalkan adapter terpisah untuk bisa mengakomodasi smartphone yang berukuran kecil seperti iPhone 5. Dalam versi yang baru ini, rancangan mounting-nya telah diperbarui sehingga dapat dipasangi smartphone dalam beragam ukuran tanpa harus mengandalkan adapter terpisah.

Masih seputar desain, Viewer DLX kini mengemas colokan headphone. Sebelumnya, kinerja audio harus mengandalkan speaker smartphone yang posisinya tertutup, sehingga kualitasnya pun menurun drastis. Dengan ini, masalah jelas terselesaikan dan pengguna bebas memanfaatkan headphone atau earphone kesayangannya masing-masing.

Terakhir, Mattel juga memastikan kualitas gambar yang ditampilkan bisa meningkat berkat pemakaian lensa optik baru yang lebih baik. Bagian atas Viewer DLX kini juga dilengkapi kenop agar pengguna yang berkacamata dapat menyesuaikan tampilan dengan preferensinya masing-masing.

Mattel View-Master Viewer DLX

Perubahan-perubahan di atas memang tidak terdengar terlalu wah, tapi paling tidak bisa menyempurnakan pengalaman para penggunanya. Menarik juga untuk diperhatikan bahwa versi baru View-Master Viewer ini tetap tak dilengkapi strap untuk diikatkan ke kepala, yang pada dasarnya dapat membuat pengguna lebih nyaman karena tidak perlu memegangi perangkat.

Saya sendiri berasumsi Mattel sengaja melakukannya supaya target pasarnya yang mayoritas anak-anak tidak keenakan dan berlama-lama menggunakan View-Master sampai akhirnya mereka lupa waktu. Bisa juga alasan lainnya adalah untuk mempertahankan sisi orisinil dari View-Master klasik yang sudah melegenda.

Mattel View-Master Viewer DLX rencananya bakal mulai dipasarkan pada musim semi mendatang. Harganya dilaporkan bakal naik sedikit menjadi $40.

Sumber: TechCrunch dan Gizmodo.

Goblin VR Seperti Cardboard, Tapi Bisa Dilipat Datar dan Disimpan dalam Saku Celana

Pemilik Google Cardboard pasti tahu betul kalau perangkat tersebut tidak mungkin bisa dijejalkan ke dalam saku celana. Walau tujuan awal Cardboard adalah menyisipkan aspek portable ke teknologi virtual reality, pengguna masih diharuskan membawa sebuah tas untuk bisa menikmati Cardboard di mana saja ia mau.

Fakta ini rupanya menjadi tantangan tersendiri buat startup asal Inggris bernama Goblin VR. Mereka terdorong untuk menciptakan sebuah VR headset berbasis Cardboard yang benar-benar portable, alias bisa disimpan dengan mudah di dalam saku celana. Dari situ lahirlah Goblin Mark 1.

Perangkat ini mengambil Cardboard versi kedua sebagai dasarnya, tapi dengan sentuhan inovasi desain yang membuatnya sangat portable. Pada sisi kiri dan kanannya, terpasang sebuah engsel yang memungkinkannya untuk dilipat menjadi datar. Dalam posisi ini, dimensinya kurang lebih sama seperti iPhone 6 Plus, dengan bobot kurang dari 100 gram.

Goblin VR

Goblin VR memang bukan yang pertama menerapkan mekanisme lipat pada VR headset. Sebelumnya kita pernah memberitakan soal Figment VR, yang merupakan sebuah casing iPhone sekaligus VR headset. Perangkat tersebut mungkin bisa dibilang jauh lebih portable lagi ketimbang Goblin VR. Akan tetapi dari sisi immersive, Goblin masih lebih unggul.

Mengapa? Karena kalau kita lihat wujud Figment VR, desainnya sangat terbuka, yang berarti cahaya luar akan masuk dari sana-sini. Hal ini membuatnya kurang bisa menonjolkan kesan immersive saat menyajikan konten.

Berbeda dengan Goblin VR, dimana desainnya masih menganut Google Cardboard, memastikan kebocoran cahaya dari luar seminimal mungkin. Sama seperti ketika menonton di bioskop: semakin gelap kondisi di sekitar, semakin fokus Anda pada konten yang ditampilkan.

Goblin VR

Bagian depan Goblin bisa disisipi smartphone dengan ukuran layar 4 sampai 6 inci. Karena berdasar pada Cardboard versi kedua, ia pun juga kompatibel dengan iPhone. Sebuah strap turut disertakan sehingga pengguna bisa mengikatkan perangkat ke kepalanya dan tangannya pun bisa dibebastugaskan.

Goblin VR saat ini baru sampai pada tahap prototipe dan sedang menjalani kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Konsumen yang tertarik bisa memesannya seharga £30, atau kurang lebih Rp 600 ribu.