Tag Archives: Catfiz

Bertahan Sejak 2011, Catfiz Unggulkan Kapabilitas Teknologi dan Inovasi

Melihat kesuksesan Catfiz yang mampu bertahan di tengah gempuran pemain global di pangsa pasar lokal, kami tertarik untuk melihat lebih dekat sebenarnya “adonan” seperti apa yang berhasil dituangkan oleh startup asal Kota Pahlawan ini sehingga dapat bertahan dan terus berkembang. Bersama CEO dan Founder Catfiz Mochammad Arfan, DailySocial mencoba menggali kiat Catfiz melewati badai persaingan yang kian memanas. Catfiz sendiri merupakan sebuah aplikasi chatting lokal dengan fitur yang cukup lengkap dan dapat digunakan secara gratis untuk pengguna platform Android.

“Saya berpendapat bahwa alasan utama konsumen memilih (aplikasi) bukan karena fiturnya, sehingga Catfiz tidak memfokuskan pada fitur eksklusif supaya mereka memakai. Meskipun begitu ada beberapa yang dari awal Catfiz sudah memulai, seperti fitur interaksi media sosial, kemampuan streaming di setiap file media yang diterima, grup yang besar sampai 2000 dan ada layanan cloud storage internal (Fizzlink). Anda tahu Whatsapp baru saja meluncurkan quote, sedangkan Catfiz sudah mulai sejak 2012,” ujar Arfan memulai perbincangan.

Saat ini Catfiz berjalan di atas data center yang dikelolanya sendiri, namun karena peminat Catfiz juga terus meluas, pihaknya menegaskan bahwa untuk ekspansi ke server yang lebih luas secara teknis siap dilakukan kapan saja. Praktik terbaik yang pernah tercapai, Catfiz pada tahun 2012 pernah memproses lebih dari setengah miliar pesan dalam waktu sehari. Dari situ Catfiz yakin bahwa aplikasinya sudah siap go-global.

Kiat startup teknologi dapat bertahan di tengah gempuran pengguna dan tantangan pasar

Telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan masih tetap memberikan dukungan penuh sampai saat ini (bahkan beberapa waktu lalu Catfiz baru saja merilis update teranyar) tentu banyak hal yang dapat dipetik sebagai sebuah pembelajaran bisnis. Menanggapi hal ini Arfan berujar:

“Ini yang menarik, sampai saat ini pun saya sering melihat beberapa provider aplikasi yang sudah mapan maupun startup yang tidak siap dengan skala teknologi dalam hal penanganan user. Anda lihat beberapa provider Indonesia yang besar sering terhenti sistemnya meskipun didukung jumlah dan jenis server yang luar biasa.”

Dari situ Arfan memberikan dua tips untuk mempersiapkan aplikasi yang “tahan banting”. Pertama, jangan hanya berfokus pada model bisnis yang bagus dan mudah diimplementasi ke server, tetapi selalu awali dengan pertanyaan “bagaimana kalau lebih dari 100.000 orang mengakses satu fungsi layanan dalam waktu bersamaan”, “bagaimana kalau 1 juta”, “bagaimana kalau 10 juta”, dan seterusnya. Dari situ muncul desain yang lebih siap dalam skalabilitas.

Yang kedua adalah selalu berinovasi, tidak hanya menjawab tantangan tetapi memunculkan ide-de baru secara teknologi yang nantinya bisa mendukung pengembangan bisnis. Arfan mencontohkan seperti Facebook, ia selalu intuitif, kalau sekarang lagi gencar video streaming dan broadcast, maka Facebook dengan gagah mengeluarkan fitur 4 jam broadcast streaming berkualitas HD yang tidak dijumpai di lain produk. Itu adalah hasil dari eksplorasi teknologi.

Tentang isu keamanan dan masa depan layanan berbasis aplikasi chatting

Dewasa ini isu privasi dan keamanan begitu meledak di kalangan aplikasi konsumer seperti layanan chatting. Menanggapi hal tersebut, Arfan mengungkapkan bahwa kesiapan Catfiz untuk keamanan memang sudah dirancang sejak awal platform tersebut diluncurkan. Pihaknya memang memilih untuk tidak banyak menggembor-gemborkan. Karena pihaknya merasa kurang perlu dan berisiko mengundang para hacker untuk membongkar, seperti Telegram yang sempat down hampir satu Minggu gara-gara mengumumkan masalah keamanan ini.

Aplikasi messenger Catfiz tetap bertahan di tengah gelombang persaingan / Chatfiz

Teknologi juga saat ini mulai bertransisi di tahapan yang lebih modern. Contohnya, di dunia permainan digital, pergeseran menuju platform Augmented Reality ataupun Virtual Reality sudah kian matang. Tak menutup kemungkinan ke depan aplikasi mobile seperti Catfiz pun harus beradaptasi dengan model penyampaian baru.

“Dalam pandangan saya, nantinya orang tidak lagi euforia dengan banyak apps yang sekarang ini jumlahnya ratusan juta, mereka akan cenderung lebih simpel, sedikit dan tidak banyak-banyak apps yang memenuhi smartphone-nya. Maka berkirim pesan saja tidak cukup, pasti akan ada ikutan konten lain yang disematkan di dalamnya. Sebenarnya sudah ada yang memulai seperti LINE,” ungkap Arfan.

Bagaimana sebuah aplikasi menaungi pengguna tentu juga akan berimbas dengan model bisnis yang terdesain di dalamnya. Model bisnis Catfiz sendiri masih menekankan kepada aplikasi yang gratis bagi pengguna. Namun sangat dimungkinkan untuk model bisnis seperti freeimum, kerja sama konten atau in apps purchase. Tapi saat ini Catfiz masih belum menerapkan hal tersebut karena alasan strategis. Sekarang juga masih ada kerja sama korporasi yang membantu revenue stream Catfiz untuk operasional. Pada dasarnya cita-cita Catfiz adalah untuk berdirinya sebuah aplikasi akan sarat interaksi, di situ pengguna bisa menetapkan berbagai hal.

“Saat ini ada angel investor yang mendukung kami dan percaya pada kami. Produk ini termasuk mainstream product dan pemain globalnya tergolong banyak dan raksasa, banyak investor yang ngeri dan tidak yakin apakah bisa sustained. Bagi kami, itu tantangan yang satu persatu kami selesaikan, hingga suatu titik di mana rangkaian visi yang kami tetapkan sebelum Catfiz ini dibangun menjadi realita,” pungkas Arfan.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Messenger Lokal Catfiz Tetap Bertahan di Tengah Persaingan Global yang Kian Menguat

Banyak cerita seru yang jarang terekspos tentang bagaimana sebuah startup bertahan di tengah arus persaingan dan pembaruan tren yang begitu dinamis. Banyak yang mengungkapkan, tantangan mengembangkan bisnis startup itu bukan saat mereka memulai, justru kiat bagaimana mereka bertahan. Setelah sebelumnya kami pernah menceritakan perjalanan startup pengembang aplikasi foto PicMix dan evolusi bisnisnya hingga mampu bertahan dari tahun 2012 saat era kejayaan sistem operasi mobile BlackBerry, kali ini kami ingin bercerita tentang sebuah pengembang aplikasi mobile-chatting lokal asal Surabaya bernama Catfiz.

Cerita ini menjadi menarik untuk diangkat, karena seperti yang diketahui, bahwa saat ini persaingan untuk aplikasi sejenis sudah begitu kuat. Lawannya adalah para pemain global seperti Facebook dengan Messenger dan WhatsApp, LINE, Telegram, KakaoTalk, BlackBerry Messenger dan lainnya. Namun nyatanya Catfiz masih bertahan sampai sekarang, sejak tahun 2011 dikembangkan. Bahkan beberapa waktu terakhir Catfiz meluncurkan pembaruan aplikasinya di PlayStore. Sama seperti aplikasi chatting lain yang ada saat ini, Catfiz memberikan dukungan untuk berkirim pesan secara personal, berkelompok (mampu menampung hingga 1999 pengguna) hingga berkirim berkas digital.

Aplikasi yang sejak awal memang menargetkan pengguna Android lokal ini dikembangkan oleh PT Duniacatfish Kreatif Media. Dari statistik unduhan aplikasi, saat ini pengguna Catfiz sudah mencapai lebih dari dua juta pengguna, dan tersebar di berbagai negara seperti Arab Saudi, Kuwait, India, Amerika Serikat, Brazil dan tentu Indonesia. Salah satu experiences yang ingin diunggulkan Catfiz adalah desain media sosial yang diusungnya. Sebagai chatting-apps, Chatfiz memberikan fokus lebih untuk menjadikannya sebagai platform media sosial yang ramah untuk berkomunikasi. Sehingga jika dibandingkan secara apple-to-apple Catfiz jadi lebih mirip seperti LINE. Di dalamnya orang bisa berbagai, menyukai sesuatu atau berkomentar.

Catfiz dari sisi back-end kini sudah mampu menampung lebih dari 750 juta arus pesan per hari. Berbagai kemampuan baru juga terus dikembangkan, salah satu yang paling baru dan membedakan dengan layanan sejenis lainnya, Catfiz bisa melakukan video streaming. Jadi ketika ada pengguna yang mengirim konten video, maka si penerima tak harus mengunduh konten tersebut untuk bisa menikmati, karena langsung bisa diputar secara online di aplikasi. Dari sisi konten, sticker sebagai tren komunikasi online saat ini juga kian terus ditambah. Keseriusan Catfiz ini membuat Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) begitu bersemangat mendukungnya, untuk membuat jaya pemain OTT (Over the Top) lokal.

Selain menggunakan pendekatan media sosial untuk penggunaan personal, dengan berbagai kapabilitas yang dimiliki, Chatfiz juga secara khusus membidik para pengguna yang membutuhkan layanan chat-group dengan jumlah besar. Hal ini untuk memberikan dukungan bagi suatu organisasi atau komunitas yang menginginkan kanal komunikasi interaktif yang mudah dijangkau. Kemampuannya untuk berbagi berkas hingga 50 MB juga dinilai dapat menjadi layanan pilihan. Di pembaruannya versi 2.2 ini Catfiz juga menambahkan fitur yang mempermudah pengguna dalam menambahkan pertemanan.

Versi iOS sendiri kabarnya akan diluncurkan dalam waktu dekat. Sebelumnya Catfiz memang ingin membuat aplikasinya mapan di platform Android, yang dinilai lebih besar penetrasi dan persebarannya bagi pangsa pasar Catfiz.

Application Information Will Show Up Here

ATSI Umumkan Tiga Startup yang Diangkat Sebagai “OTT Nasional”

ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia) bulan Desember lalu menyatakan niatnya untuk membantu tiga startup Indonesia. Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 11 Maret 2016 akhirnya proses seleksi selesai. Terpilihlah tiga startup yang akan dibantu ATSI. Tiga nama tersebut adalah Qlue, Catfiz, dan Sebangsa. Sebangsa menawarkan layanan media sosial, Catfiz menawarkan layanan pesan instan, sementara Qlue merupakan salah satu layanan media sosial/forum/pelaporan warga yang sudah diterapkan di beberapa kota, salah satunya Jakarta dan Bekasi.

Menanggapi pemilihan Qlue dalam daftar pilihan ATSI, CEO Qlue Rama Raditya mengungkapkan kebanggaannya. Ia optimis dengan adanya pembinaan ini Qlue berpeluang untuk digunakan secara nasional oleh kota-kota di seluruh Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan Qlue bisa menjadi salah satu layanan OTT global.

Pemilihan OTT Nasional binaan ATSI dan Kemenkominfo ini dikatakan merupakan bagian dari komitmen mengembangkan talenta muda Indonesia yang memiliki komitmen dan idealisme untuk mengembangkan industri kreatif di tanah air.

ATSI sendiri terdiri dari Indosat Ooredoo, Telkomsel, XL, Hutchison 3 Indonesia dan Smartfren. Diungkapkan Ketua ATSI Alexander Rusli, OTT Nasional terpilih akan dibantu oleh para anggota ATSI berupa SMS blast ke pelanggan, penyebutan dalam materi promosi sesuai dengan program masing-masing operator, dan mengadakan joint event bersama untuk mendongkrak jumlah pelanggan.

“OTT Nasional tersebut akan benar-benar dilepas pembinaannya kalau jumlah pelanggannya sudah mencapai minimal 20 juta pelanggan,” ujar Alex.

Program OTT Nasional ini juga didukung Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Ia menyatakan OTT Nasional harus terus dipromosikan dan diperkuat sebagai bagian dari pembinaan di sektor industri dan ekonomi kreatif.

“Dukungan ATSI diharapkan dapat menjadi katalisator bagi perkembangan OTT Nasional. Perkembangan industri kreatif berbasis digital dalam negeri akan menjadi modal penting bagi bangsa Indonesia untuk bersaing di ranah global,” jelasnya.

OTT asing vs OTT Nasional

Kebetulan atau tidak, OTT Nasional diumumkan mendekati pengumuman regulasi yang memaksa OTT asing untuk mendirikan bentuk usaha tetap di Indonesia agar tetap bisa beroperasi. Regulasi tersebut dikabarkan akan rampung pada akhir Maret. Jika regulasi itu benar-benar disahkan maka layanan seperti WhatsApp, Facebook, Line, Twitter dan lain-lain wajib memiliki izin badan usaha tetap dan turut serta membayar pajak. Jika tidak mereka terancam tidak boleh beroperasi di Indonesia.

Jika boleh menebak, OTT Nasional ini disiapkan sebagai alternatif jika nantinya OTT asing tidak bisa memenuhi regulasi tersebut. Mengingat belum ada tanggapan atau informasi lebih lanjut tentang siapa yang bersedia (dan tidak bersedia) mengurus izin badan usaha tetap di Indonesia kemungkinan semua OTT asing akan diblokir masih terbuka. Kemudian OTT Nasional akan di-push sebagai pengganti.

Menjadi sebuah pertanyaan besar tentunya ketika tiba-tiba operator telekomunikasi bersama-sama membantu startup, lebih spesifik lagi OTT. Pasalnya tempo hari para operator ini sempat mengeluhkan para penyedia OTT asing yang berjalan di infrastruktur mereka tanpa memberikan kontribusi. Jadi apakah ini murni menaikkan industri kreatif Indonesia atau sekedar bisnis? Apakah ATSI bisa bersikap netral, dalam semangat netralitas Internet, untuk urusan OTT nasional vs OTT asing?