Tag Archives: Christopher Angkasa

Startupfest 2019 Medan

Geliat Ekosistem Startup Medan dalam Startupfest 2019

Tahun 2019 adalah kali keempat penyelenggaraan Startupfest di Medan. Selain sesi konferensi dan workshop, pada pagelaran kali ini banyak startup yang melakukan speed dating ke investor, dengan harapan bisa mendapat saran untuk pengembangan bisnisnya di tingkat lanjut.

Dalam sambutannya Founder Clapham Christopher Angkasa, salah satu inisiator Startupfest 2019 memaparkan bahwa setiap tahunnya ada peningkatan peminat dari segi peserta dan pembicara. Sebuah tren positif untuk ekosistem startup di “Kota Melayu Deli” tersebut.

“Saya rasa startup Medan itu kalau dilihat dari tahun pertama (Startupfest) ada perkembangan. Yang paling kelihatan itu satu, mereka sekarang lebih banyak keluar. Jadi dulu itu masih kayak aduh startup gue jelek atau pitch deck gue jelek. Semenjak kita dukung, mereka semakin terbiasa,” terang Chris kepada DailySocial.

Chris menambahkan, saat ini banyak perubahan positif bagi penggiat startup di sana, salah satunya terkait kemampuan presentasi yang kian membaik, keterbukaan untuk menghadiri konferensi, dan juga tumbuhnya penggiat startup itu sendiri. Dampak positif seperti inilah yang diharapkan akan terus berlanjut seiring dengan digelarnya acara Startupfest dari tahun ke tahun.

Ekosistem startup di Medan dinilai juga masih butuh “cerita-cerita sukses” dari para founder yang sudah berpengalaman. Untuk memberikan motivasi, meski lahir di Medan mereka juga bisa sukses menjalankan bisnis startup.

“[…] tugas kita dari community builder untuk naikin orang-orang ini ke podium. Jangan nanti semua ketutup oleh Gojek, Bukalapak, dan lain-lain,” imbuh Chris.

Dari banyak pembicara yang dihadirkan Startupfest 2019, beberapa memang berasal dari Medan, seperti Engineer Canva Steven Sinatra yang hadir untuk berbagi dalam workshop membangun MVP (Minimun Viable Product), COO Bukalapak Willix Halim yang berbagi cerita tentang pengalaman dirinya dan Bukalapak, dan masih banyak lagi.

Beberapa startup asal Medan peserta pitch tahun lalu pun didaulat untuk berbagi kisah. Mereka adalah Founder Cerah.co Eunice Budiharjo, Founder Invita Dikent Jingga, dan Co-founder Pak Tani Digital Yosephine Sembiring.

Tentang ekosistem startup di Medan

Ekosistem startup di Medan masih berkembang. Mulai banyak startup dengan ide menarik bermunculan, tapi tak jarang mereka “pivot” dan beralih ke model bisnis baru. Menurut Chris salah satu permasalahan yang banyak ditemui di Medan adalah soal talenta.

Talent, jadi saya rasa talenta ini jadi pertanyaan besar karena banyak developer yang terserap Jakarta. Untuk talenta bisnis tidak begitu masalah. Di sini tim teknik banyak yang bertalenta tapi kebanyakan single fighter atau lari ke Jakarta,” jelas Chris.

Tak berbeda dengan Chris, Dikent Jingga pendiri Invita juga merasakan hal serupa. Ia menilai bahwa di Medan sebenarnya tersedia banyak talenta developer, hanya saja kebanyakan dari mereka memilih untuk ke Jakarta.

“Menurutku talent di Medan itu banyak yang bagus cuma banyak yang belum kelihatan, atau banyak yang lebih memilih ke Jakarta,” imbuh Dikent.

Di Startupfest 2019 ini banyak nama-nama startup dengan konsep menarik, beberapa di antaranya adalah Kepul (startup yang menghubungkan pengepul dan pemilik sampah), MOI (aplikasi pemesanan jasa medis profesional), dan Mapaya (aplikasi catering online).

Bagaimana Seharusnya Pendiri Startup Berinteraksi dengan Investor

Acara Clapham Startupfest 2018 menghadirkan sejumlah sesi yang memberikan wawasan baru bagi para peserta yang datang, termasuk para founder startup. Salah satu sesi yang cukup menarik adalah diskusi dengan para investor. Sesi ini menghadirkan Christopher Angkasa, Founder Clapham yang juga mulai aktif sebagai investor, Andy Zain dari Kejora Ventures, dan Kevin Darmawan dari Coffee Ventures. Ketiganya membagikan tips mengenai bagaimana seharusnya menjadi founder startup yang bisa “mengambil hati” para investor.

Bagaimana seharusnya menjadi founder

Setiap investor tentu memiliki preferensi sendiri tentang perusahaan yang ingin ia investasi. Ketiga narasumber sepakat akan memperhatikan faktor menarik yang disajikan para founder. Semacam personal interest yang setidaknya bisa membuat mereka memperhatikan dan mulai ingin mendengar apa yang coba disampaikan founder.

Yang harus digarisbawahi bagi setiap founder untuk bisa setidaknya melangkah mendekati investor adalah mencari pribadi yang passionate, percaya diri, tidak money oriented dan menjadi pribadi ingin belajar atau menerima masukan. Yang diharapkan adalah bahwa setiap founder tidak hanya mengejar uang, tetapi juga mengejar pengalaman dan saran dari investor yang tentu telah menjumpai berbagai macam jenis kesalahan dalam berbisnis.

Industri startup berubah dalam dua tahun terakhir. Akses terhadap kapital semakin mudah, persaingan yang semakin ketat baik dari dalam dan luar negeri, dan banyak hal lainnya membuat semua orang yang ingin terjun di dalam startup akhir-akhir ini benar-benar paham apa yang ingin mereka selesaikan.

“Kalau kalian tidak melakukannya [menjalankan startup] dengan benar-benar baik dan benar-benar mengerti tentang pasar, [dan menunjukkan] kamu punya kelebihan yang khusus di sana, itu bakal susah kompetisinya,” terang Andy.

Hal yang senada disampaikan Kevin. Bahwa persaingan sudah semakin ketat, banyak startup dari luar seperti Tiongkok datang ke Asia Tenggara tidak hanya dengan talenta berbakat tetapi juga dana. Selain itu mereka juga datang dengan “lapar” dan itu yang seharusnya membuat para founder dari Indonesia harus lebih giat dalam belajar.

“Tiap orang beda tapi buat saya itu passion. Gua mau lihat orang datang itu dengan passion,” terang Chris.

Sementara bagi Andy, percaya diri adalah hal yang harus dimiliki oleh seorang founder. “Lebih baik GR daripada telmi” , ujar Andy saat diskusi. Selain percaya diri memahami diri sendiri juga sangat perlu untuk bisa spesifik memilih atau menargetkan investor.

“Kamu harus tahu siapa kamu, kelebihan kamu apa, dan kamu butuh siapa. Jangan random datang ke semua orang,” ujarnya.

Terhubung dengan investor

Tidak banyak kesempatan bagi startup untuk menghubungi investor dengan cara yang biasa-biasa saja. Harus ada sedikit usaha untuk membuat berbeda dan menarik perhatian para investor. Beberapa yang dikisahkan ketiganya saat berada di sesi diskusi Clapham Startupfest 2018 adalah bagaimana bisa di-notice oleh para investor.

Yang pertama adalah dengan menjadi pribadi yang passionate atau percaya diri. Jadi ketika memiliki kesempatan bertemu atau berdiskusi dengan para investor bertemulah dengan energi dan semangat yang positif. Hal tersebut bisa menunjukkan bahwa ada rasa antusiasme dan semangat tinggi ketika bertemu dengan investor.

Selanjutnya adalah mempersiapkan pitch deck dengan baik. Kesempatan bertemu dengan investor adalah hal yang banyak dinantikan oleh setiap pendiri startup, untuk tidak menyianyiakan hal tersebut selalu siapkan pitch sebaik-baiknya. Investor akan lebih senang bertemu dengan founder yang mempresentasikan masalah dan solusi yang ingin diselesaikan dibanding dengan mereka yang hanya membicarakan soal uang dan besaran valuasi.

Kemudian yang terakhir adalah network atau jaringan. Bisa terhubung dengan investor tidak harus langsung bertatap muka, bisa juga mengandalkan jaringan. Misalnya, sebagai seorang founder yang benar-benar membutuhkan bantuan dan bimbingan seorang investor langkah pertama adalah cari tahu seperti apa pola investasi dan daftar portofolio mereka. Selanjutnya seleksi dan pilih yang sekiranya tertarik dengan bidang yang sedang dikerjakan.

Langkah tersebut bisa disambung misalnya dengan mendekati portofolio mereka dan meminta untuk dibantu dihubungkan dengan investor dan lain sebagainya. Yang paling penting adalah buat koneksi sebanyak mungkin untuk membuka kesempatan terhubung.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Clapham Startupfest 2018

Co-Working Space Clapham Collective Ingin Hidupkan Ekosistem Startup di Medan

Sebuah co-working space baru bernama Clapham Collective baru saja didirikan di Medan. Christopher Angkasa (Chris) sebagai pendiri tempat kerja untuk kawula muda kreatif Medan tersebut memaparkan bahwa peluncuran Clapham membawa sebuah mimpi besar untuk menghidupkan ekosistem industri kreatif di sana.

“Mengingat ekosistem startup di Medan masih gersang, maka kami ingin co-working space ini menjadi salah satu faktor untuk mendukung komunitas di Medan,” ujar Chris kepada DailySocial.

Sama seperti co-working space pada umumnya, Clapham Collective menawarkan berbagai fasilitas yang didesain seramah mungkin dengan lingkungan kerja kreatif. Di tahap awal Clapham Collective akan difokuskan untuk beberapa segmen pasar, yaitu industri kreatif, kemudian akan disusul kalangan pengembang/programer, investor dan entrepreneur.

“Saat ini belum ada startup yang bergabung. Pandangan saya adalah lahan Medan belum kondusif untuk startup. Jadi kita harus mulai dari nol untuk memupuk culture startup di Medan. ‎Harapan kami dalam 2 tahun ke depan kami bisa memulai program inkubator,” ungkap Chris mengutarakan visinya dalam beberapa tahun mendatang.

Mengikuti kultur co-working pada umumnya, Clapham Collective juga ingin menciptakan sebuah lingkungan berbasis komunitas, kolaborasi, pembelajaran, dan keberlanjutan untuk menghadirkan suasana kerja kondusif bagi berbagai kalangan. Di Medan sendiri Clapham Collective bukanlah yang pertama, sebelumnya sudah ada 2 co-working space lain, DiLO dan ICON.

Chris sendiri cukup aktif di scene investasi startup ibukota. Ia meyakini bahwa pengalaman dan koneksinya akan mampu menjadi bagian dalam menghidupkan kultur startup di Medan, sembari menumbuhkan ekosistem kreatif mengimbangi tren yang mulai bertumbuh di kota-kota besar lainnya.

Co-working space sendiri di Indonesia meningkat popularitasnya bebarengan dengan hype startup digital yang mulai muncul di berbagai daerah. Iklim kerja yang lebih fleksibel dan menitikberatkan kepada hubungan antar komunitas membuat banyak kalangan muda betah dengan suasana yang ditawarkan.

Tren pekerja freelance juga menjadi salah satu segmen terbesar pengguna co-working space. Industri digital yang berkembang menjadikan batasan seseorang harus bertemu secara fisik dapat diminimalisir, dengan bantuan teknologi komunikasi dan kolaborasi yang saat ini marak digunakan.