Tag Archives: cipika bookmate

Pendekatan Digital Indosat Ooredoo di Era Over The Top

Pasca layanan OTT (Over The Top) menjadi masif di kalangan pengguna perangkat komputasi, perusahaan telekomunikasi sebagai salah satu institusi terdampak harus menggerakkan strategi digital yang lebih inovatif dan agresif. Tak terkecuali bagi Indosat Ooredoo, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua berkepemilikan 69,8 juta pengguna. Strategi e-commerce, mobile payment dan startup investment menjadi yang paling dominan terlihat dilakukan oleh Indosat saat ini.

Di e-commerce, platform Cipika dikembangkan sedemikian rupa. Dengan pengalaman pengembangan TokoOn pada tahun 2012, transformasi e-commerce Cipika bergerak gesit menyasar segmentasi yang lebih spesifik, seperti dihadirkannya model pembelian grosir melalui platform digital dihadirkan untuk menarik lebih banyak pengguna. Akses kemudahan dalam transaksi pembayaran juga digencarkan, seperti bekerja sama dengan Indormaret.

Selain e-commerce, tren di kalangan konsumen lain seperti digital wallet juga diikuti. Dengan layanan Dompetku, Indosat mencoba turut membudayakan generasi cashless memaksimalkan fungsionalitas mobile yang akrab di kalangan pengguna. Dari pemaparan Indosat, model bisnis berbasis telco & bank agnostic berhasil membawa pertumbuhan pesat di kalangan penikmat digital payment. Hingga bulan September tahun ini, pengguna aktif sudah mencapai lebih dari 4 juta, total transaksi mencapai Rp 5,5 triliun.

Menyasar consumer users di kategori lain, Cipika Bookmate hadir menyajikan koleksi buku internasional sebanyak lebih dari 500 ribu e-book dan 4000 e-book lokal. Dengan sistem pembayaran carrier billing atau potong pulsa, Indosat mencoba menawarkan kemudahan, kenyamanan dan keuntungan, bukan hanya untuk pengguna namun juga penerbit. Selain itu Cipika Play turut melengkapi portofolio produk digital yang memberikan kemudahan pengguna membeli barang di internet seperti fulltrack, voucher game online, voucher hotspot/internet dan lain-lain

Inovator lokal turut dinilai menjadi komponen penting yang perlu dirangkul, melalui berbagai program independen dan kemitraan, seperti Ideabox, Ideabox Ventures, dan SB-ISAT Fund. Indosat mencoba memberikan wadah kepada startup digital Indonesia untuk bernaung. Dengan potensi yang begitu besar dalam mengembangkan produk dan layanan digital consumer.

E-commerce yang terfragmentasi, dan optimasi potensi dari cashless generation

Bertarung di pangsa pasar e-commerce Indonesia dipastikan harus memiliki energi besar dan pendekatan yang sangat kompleks. Fokus Indosat ke arah utilisasi layanan, untuk memaksimalkan penjualan produk telekomunikasi andalan. Misalnya untuk memberikan promo barang sebagai bentuk penjualan ekslusif atau bonus poin dalam penggunaan layanan telekomunikasi tertentu. Bertarung untuk brand awareness antar layanan e-commerce yang ada akan menjadi PR yang sangat menantang, tapi e-commerce dengan potensinya memang tak boleh ditinggalkan.

Memaknai e-commerce sebagai bagian dari strategi digital dan transformasi Indosat, integrasi layanan dapat menjadi sebuah kunci. Kepemilikan jutaan pengguna perlu dipupuk dengan inovasi, untuk menghadirkan traksi yang meningkatkan kompetisi, baik secara vertikal dengan layanan lain, ataupun horisontal di lintas bisnis. Tahun 2017 Cipika harus terus dioptimalkan dengan cara-cara baru, menyelami tren digital society yang terus berkembang di pelosok negeri.

Untuk mendapatkan nominal yang besar, cashless generation dengan budaya konsumtifnya adalah sebuah peluang. Namun sebenarnya budaya digital wallet pun tampak belum terdefinisikan secara jelas. Apakah penggunaannya sudah sepenuhnya menggantikan transaksi cash, sebagai lifestyle (penggunaan tidak sebagai mode primer) ataupun lainnya.

Lagi-lagi perusahaan harus mematahkan tantangan untuk membangun kultur tersebut. Potensinya masih besar, kendati bersaing dengan layanan lain. Di sini integrasi layanan juga menjadi poin kunci. Bagaimana memperluas kanal pembayaran, memberikan keuntungan promo, dan sebagainya.

Definisi baru produk telekomunikasi: menyatu dengan layanan

Sempat menjadi “musuh” para perusahaan telco, akhirnya OTT bisa bergerak lebih leluasa tanpa distraksi. Tak lain karena telco sudah menemukan ramuan pas untuk tetap mengoptimalkan bisnis telekomunikasi sembari layanan digital “gratis” bermunculan, dengan membangun ekosistem layanan digital di dalamnya. Menyajikan konten khusus bagi penggunanya untuk beragam kebutuhan. Cipika Bookmate misalnya, mencoba hadir bersama tren membaca buku digital, menawarkan buku eksklusif dengan metode pembayaran yang sangat mudah.

Tak hanya produk Cipika, melalui kanal inkubasi dan investasinya untuk startup digital, model aplikasi konsumen seperti itu turut ingin disajikan. Startup digital lokal dinilai lebih mampu memahami kebutuhan pengguna, menyelesaikan permasalahan riil yang ada di masyarakat. OTT bukan menjadi musuh lagi, ketika konten digital dengan arus serupa dapat dikeluarkan dari dalam payung bisnis perusahaan teleco.

Tahun 2017 akan segera membuka berbagai peluang baru di sektor digital. Fintech, e-commerce, on-demand dan tipe layanan digital lain semakin matang di Indonesia. Bagaimana telco berelaborasi dengan tren tersebut akan berdampak pada kekuatan konsumsi di kalangan pengguna. Bersinergi dan memberikan banyak pilihan, atau berdiam lalu ditinggalkan.

Dari apa yang sudah dilakukan Indosat Ooredoo selama tahun 2016, tampaknya penekanan segmen digital untuk layanannya masih akan terus digencarkan.

Cipika Bookmate Beri Peluang Penulis Terbitkan Buku Cetak

Meski sektor digital sudah menunjukkan geliat yang cukup pesat di Indonesia, namun hal ini masih belum dianggap sebagai disruptive innovation oleh berbagai pihak termasuk penerbit buku. Oleh karenanya, transformasi buku digital di Indonesia masih belum terlalu massive. Baru beberapa penerbit kelas kakap yang sudah melakukannya.

Perlu diketahui, buku digital di Tanah Air memiliki peluang yang besar ke depannya. Kontribusi buku digital baru 2% terhadap total buku, sedangkan indeks literasi digital yang baru mencapai 0,06 membuat Indonesia ada di menengah bawah soal literasi digital.

Carlos D Karo Karo, Division Head of E-Commerce Cipika Bookmate, menjelaskan belum masifnya transformasi buku digital berbeda halnya dengan apa yang sudah terjadi pada koran dan majalah. Kedua sektor tersebut sudah mengganggap skema digital sebagai disruptive innovation sehingga banyak pihak mulai mengalihkannya ke sana.

Hal ini terlihat dari masih banyaknya toko buku offline di mall dan memberikan banyak diskon untuk menarik pembaca untuk membelinya.

“Menerbitkan buku secara cetak itu masih dianggap pride. Makanya kami memberikan peluang itu untuk orang-orang yang ingin melakukan debutnya sebagai penulis agar dapat menerbitkan bukunya secara cetak,” ujarnya, Jumat (7/10).

Cipika Bookmate dapat menjadi jembatan antara penulis dalam menemukan penerbit yang berminat untuk menerbitkan bukunya. Penulis pun juga bisa mendapatkan royalti bila menerbitkan hasil tulisannya di platform ini.

Ada dua cara publikasi yang bisa dipilih oleh penulis, yaitu publikasi secara gratis atau menjadi konten berbayar.

Penulis yang baru memulai debut bisa mengukur kualitas tulisannya lewat Cipika. Ada fitur-fitur social engagement yang transparan dan mudah terdeteksi, misalnya fitur komentar, quote, impresi, dan translate.

Hal ini dapat menjadi tolak ukur bagi penulis untuk menyesuaikan gaya tulisannya dengan pembaca. Ada karakteristik unik yang membedakan antara pembaca buku digital dengan buku cetak, salah satunya mereka lebih menyukai buku digital dengan konten yang ringan dan mudah dicerna.

“Penulis yang melakukan self publishing di Cipika, dapat mengetahui profil pembacanya terlihat dari berapa persen halaman yang sudah dibaca, seberapa sering pembaca melakukan social engagement, dan lainnya. Hal ini menjadi tolak ukur penulis untuk aktualisasi diri sebelum mengajukan diri ke penerbit.”

Sejauh ini, Cipika Bookmate memiliki 650.000 judul buku, yang terdiri dari 5.000 buku lokal dan sisanya dari internasional. Cipika Bookmate juga sudah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 penerbit internasional, seperti Harper Collins, Harlequin, Disney, Viacom, dan lainnya.

Mereka juga telah bermitra dengan 10 penerbit lokal, yaitu Mizan, Noura, Bentang Pustaka, Yayasan Obor Pustaka, Elhamedia, Tempo, Zikrul Bestari, Nulisbuku.com, Agromedia Grup, Trimuvi, dan Rosdakarya.

Ada beragam genre yang tersedia di platform ini, mulai dari New York Times Best Seller hingga buku bestseller dari Indonesia.

Pembaca Cipika Bookmate didominasi oleh millennial

Dalam laporannya setahun setelah berdiri, pengguna aktif Cipika Bookmate menyentuh angka 80.000 pengguna. Dari total pengguna, 82% di antaranya mengakses platform ini secara mobile, pada hari Kamis hingga Minggu dengan kisaran waktu sore hari. Untuk segi umur kisarannya 16-35 tahun, 65% pengguna adalah perempuan.

Adapun genre yang paling diminati adalah fiksi, religi dan bisnis. Rerata secara per pengguna, jumlah buku yang masuk ke dalam rak buku per bulannya mencapai enam buku. Namun hanya sekitar satu buku yang berhasil selesai dibaca oleh per pengguna dalam sebulan.

Warih Satyarini selaku Product Manager Cipika Bookmate menambahkan pada faktanya pengguna Cipika di Indonesia merupakan paling aktif menggunakan fitur social engagement di aplikasi, dibandingkan 19 negara lainnya di mana Bookmate beroperasi.

“Artinya, pembaca Cipika didominasi oleh kaum millennial. Dari situ kami melihat, genre kesukaan mereka tergolong bacaan yang ringan, tidak memiliki halaman yang tebal dan bahasa yang mudah dicerna.”

Warih melanjutkan, untuk mendorong literasi pihaknya mendorong dari kedua sisi penulis dan pembaca. Untuk penulis, Cipika mengadakan pelatihan menulis dengan Institut Penulis Indonesia. Kemudian membangun komunitas tersendiri dengan bloggers dan pembaca yang aktif mengulas buku.

Selain itu, melakukan talkshow mengenai buku digital sekaligus mengadakan roadshow pelatihan menulis di enam kota, yakni Yogyakarta, Pekanbaru, Sukabumi, Surabaya, Makassar dan Jakarta.

“Kami ingin mendorong kualitas penulis agar makin mumpuni karena untuk meraih pembaca dari millennial butuh gaya bahasa yang catchy dan tidak ruwet,” pungkas Warih.