Supercell, developer Clash Royale dan Clash of Clans memperkenalkan 3 game baru yang bersetting di dalam Clash Universe. Ketiga game tersebut adalah Clash Quest, Clash Mini, dan Clash Heroes.
Ketiga game tersebut memang berbeda jauh dengan game–game yang pernah dibuat Supercell namun kita dapat melihat karakter-karakter yang familiar dari Clash Royale dan Clash of Clans di tiga game tadi.
Clash Quest adalah game turn-based strategy yang akan menuntut pemainnya untuk membuat pasukan dan mengalahkan berbagai pertahanan untuk bisa menguasai pulau-pulau di dunia Clash. Pemain harus membentuk kombo yang efektif dengan pasukan yang mereka punya untuk mengalahkan musuh-musuhnya.
Sedangkan Clash Mini adalah sebuah game autobattler yang sederhana namun diklaim memiliki kompleksitas dalam penggunaan strategi. Setiap pemain harus bersaing menggunakan karakter ‘mini’ dari Clash Universe — dari situlah nama game ini berasal. Pemain yang mampu menempatkan karakter di lokasi yang lebih strategis dan lebih efektif dalam penggunaan resource akan memenangkan pertarungan.
Terakhir, Clash Heroes mungkin adalah yang paling dinanti. Game yang menggunakan Unreal Engine ini membawa kita bertualang di dunia Clash dengan kendali permainan yang serupa dengan Brawl Stars.
Supercell sendiri adalah developer game yang sangat populer di era awal-awal Android. Clash of Clans sempat menjadi game paling populer di Android selama beberapa waktu. Supercell bahkan sempat memasang iklan di Super Bowl tahun 2015 dengan bintang iklan Liam Neeson. Kabarnya, Supercell menghabiskan anggaran sampai dengan US$9 juta untuk durasi iklan 60 menit di depan 118,5 juta penonton.
Selain Clash of Clans, Hay Day (yang juga besutan Supercell) juga bisa dibilang salah satu game bertani paling populer di zamannya. Clash Royale pun juga demikian. Sayangnya, seiring waktu, popularitas game–game Supercell nampaknya tergerus kencang. Pendapatan mereka dari Clash of Clans menurun dari tahun ke tahun.
Dikutip dari Business of Apps, pendapatan Clash of Clans di 2014 mencapai US$1,6 miliar. Namun di 2019, pendapatan game tersebut turun jadi US$0,7 miliar.
Menjelang akhir tahun 2020 lalu, para penggemar esports dihadapkan dengan dua berita gembira. Dua berita tersebut adalah kehadiran esports di dua festival olahraga besar Asia yaitu SEA Games 2021 (Asia Tenggara) dan Asian Games 2022. Memang belum ada kepastian soal game apa yang akan dipertandingkan pada cabang esports baik SEA Games ataupun Asian Games. Namun satu yang sudah dipastikan adalah posisi esports sebagai cabang bermedali.
Kehadiran medali dalam dua festival olahraga tersebut tentu bukan suatu hal yang bisa disepelekan. Para gamers kini akhirnya memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan membanggakan negara Indonesia dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun demikian, kunci kesuksesan Indonesia dalam jalan menuju SEA Games 2021/Asian Games 2022 tentunya akan tetap dipegang para pemangku kepentingan esports Indonesia. Yang paling utama mungkin adalah dua lembaga resmi esports Indonesia sejauh ini yaitu IESPA dan PB ESI. Tanpa bermaksud menggurui ataupun sok tahu, saya ingin mencoba mengajak Anda para pembaca berdiskusi soal apa saja hal-hal yang mungkin perlu dilakukan esports Indonesia agar dapat lebih sukses lagi di dua festival olahraga tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan tersebut adalah seperti berikut ini:
Belajar dari Asian Games 2018/SEA Games 2019
Esports Indonesia sudah cukup membuktikan bahwa kita mampu menorehkan prestasi yang baik ketika harus dipertandingkan di panggung besar. Indonesia berhasil mendapat 1 Emas dan 1 Perak, masing-masing dari Clash Royale dan Hearthstone di eksibisi esports Asian Games 2018. Lalu pada SEA Games 2020, esports Indonesia kembali menyumbangkan prestasi berupa 2 medali perak yang datang dari cabang esports Arena of Valor dan Mobile Legends: Bang-Bang.
Namun bukan berarti esports Indonesia sudah boleh puas dengan prestasi yang didapatkan tersebut. Sejauh ini, saya selaku jurnalis yang mengamati kerap kali melihat proses seleksi dan pelatnas esports untuk kedua festival olahraga tersebut masih belum bisa dikatakan rapih. Proses seleksi pun kadang berbeda-beda antar satu cabang game dengan yang lain. Soal seleksi tersebut akan saya jelaskan pada poin berikutnya. Namun demikian yang ingin saya soroti di sini adalah, soal prosesnya. Tanpa persiapan yang matang pun esports Indonesia sudah bisa mendapatkan prestasi cukup baik. Kini, dengan waktu persiapan yang cenderung lebih panjang, saya berharap esports Indonesia bisa melakukan persiapan yang lebih matang lagi. Harapan akhirnya tentu agar esports Indonesia bisa mendapat prestasi yang lebih baik di dua festival olahraga tersebut.
Standarisasi Proses Seleksi ataupun Proses Seleksi yang Lebih Transparan
Kehadiran esports di Asian Games 2018 dan SEA Games 2019 mungkin menjadi satu-satunya momen saya dan kebanyakan gamers yang notabene adalah anak muda jadi lebih peduli dengan prestasi negaranya. Karena hal tersebut, jadi tidak heran apabila anak muda yang lebih terpapar teknologi cenderung akan lebih aktif mencari informasi dan mengharapkan banyak kepada terhadap Indonesia untuk SEA Games ataupun Asian Games.
Seperti yang saya sebut pada poin sebelumnya, proses seleksi menjadi hal yang paling disorot dari proses jelang perhelatan tersebut. Polemik sempat terjadi pada SEA Games dan Asian Games sebelumnya. Banyak yang bingung, kenapa proses pemilihan timnas bisa berbeda-beda pada masing-masing cabang game? Ada yang melakukan seleksi terbuka, ada yang dipilih langsung, ada yang menggunakan gabungan dua metode tersebut. Belajar dari hal tersebut, lembaga terkait sepertinya perlu melakukan standarisasi terhadap metode seleksi. Standarisasi seleksi dengan metode seleksi terbuka mungkin jadi hal paling ideal untuk diterapkan dan banyak diharapkan oleh banyak gamers Indonesia. Namun, kalaupun memang tidak bisa distandarisasi, saya sendiri berharap tahun ini proses seleksi bisa lebih transparan. Dengan proses yang lebih transparan, evaluasi jadi bisa kita lakukan bersama-sama demi mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi apabila esports kembali hadir di festival-festival olahraga lainnya.
Talent Scouting yang Lebih Luas, Dalam, dan Menyeluruh
Masih berkutat pada proses, hal lain yang saya pikir perlu lebih dipersiapkan mungkin adalah proses talent scouting atau pencarian bakat. Asian Games 2018 lalu, mengingat prosesnya yang cukup dadakan, tidak heran emas yang didapatkan oleh Ridel Simanjuntak di cabang Clash Royale terbilang tidak terduga. Jelang SEA Games 2021 dan Asian Games 2022, akan lebih baik tentunya apabil instansi terkait bisa melakukan pencarian bakat hingga ke berbagai daerah di Indonesia dan untuk berbagai macam game yang mungkin dipertandingkan.
Karena siapa yang tahu, mungkin League of Legends akan kembali dipertandingkan lagi? Mungkin juga game yang tergolong lebih minoritas lagi seperti StarCraft atau Clash Royale akan kembali hadir? Mencari bakat untuk game yang cukup mainstream seperti MLBB mungkin akan jadi perkara yang cukup mudah. Tapi untuk game minoritas seperti yang saya sebut di atas. Tentunya akan butuh usaha lebih dari instansi terkait apabila memang tujuannya adalah untuk mendapatkan prestasi yang terbaik.
Memaksimalkan Talenta Muda yang Masih Hijau?
Pendapat saya yang satu ini mungkin akan kontroversial karena opini “mending-ini-mending-itu” yang sepertinya sudah mendarah daging di antara para netizen Indonesia. Jangankan memainkan talenta muda, mencampur talenta yang jelas-jelas berbakat untuk cabang MLBB di SEA Games 2019 saja sempat mengudang diskusi yang sengit di antara komunitas gamers MLBB. Namun demikian, saya merasa ada beberapa alasan memaksimalkan talenta esports yang masih muda dan baru akan membuahkan hasil yang lebih baik dibanding menggunakan talenta-talenta yang sudah ada.
Alasan yang paling utama menurut saya adalah soal kesibukan. Seperti yang sudah kita ketahui, talenta-talenta yang sudah ada di esports cenderung memiliki kesibukannya masing-masing. Pada MLBB di SEA Games 2019 kemarin misalnya, beberapa pemain punya jadwal latihan dengan timnya masing-masing, jadwal kewajiban streaming, jadwal bertanding di liga utama, yang bertabrakan dengan jadwal persiapan menuju SEA Games 2019. Dengan segala jadwal tersebut, untungnya tim Indonesia masih bisa mendapatkan medali perak pada kesempatan tersebut.
Berbeda dengan talenta muda. Talenta muda belum punya kesibukan-kesibukan tersebut sehingga mereka diharapkan bisa fokus berlatih dan mempersiapkan diri hanya untuk SEA Games ataupun Asian Games. Dengan persiapan yang lebih fokus, harapannya adalah pemain-pemain muda tersebut bisa lebih bersinar dan mendapat hasil yang lebih baik lagi. Namun tentunya ada juga risiko bahwa talenta baru ini malah mendapat prestasi yang buruk mengingat kondisi mental dan kemampuan mereka yang cenderung masih mentah.
Belajar dari Negara Lain yang Akan Jadi Lawan Indonesia
Selain fokus pada persiapan, mempelajari negara-negara lain tentunya juga jadi proses yang tak kalah penting untuk dilakukan. Pada SEA Games ada Filipina, Malaysia, dan Vietnam yang terbilang selalu jadi musuh berat bagi Indonesia. Sementara untuk Asian Games, Korea Selatan dan Tiongkok kemungkinan besar akan menjadi raksasa yang menghalangi jalan Indonesia untuk meraih medali. Mungkin hal yang paling bisa dipelajari adalah dari cara negara-negara tersebut mempersiapkan atlet-atletnya untuk menghadapi dua festival olahraga tersebut. Dalam kasus Asia Tenggara, Indonesia mungkin bisa belajar dari Filipina yang segitunya mempersiapkan esports untuk festival olahraga bahkan sampai membentuk branding Team Sibol.
—
Pada akhirnya saya tetap percaya instansi-instansi terkait sudah melakukan yang terbaik dalam mempersiapkan esports Indonesia menghadapi SEA Games 2021 ataupun Asian Games 2022. Semoga artikel ini bisa menjadi diskursus tersendiri bagi komunitas demi esports Indonesia yang lebih baik dan demi prestas terbaik di SEA Games ataupun Asian Games nantinya.
Spacestation Gaming baru saja mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan pembuat aksesori gaming asal Denmark, SteelSeries. Melalui kerja sama ini, SteelSeries akan menyediakan berbagai perangkat gaming untuk pemain dan staf dari Spacestation Gaming. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kolaborasi tersebut.
“Saya sendiri merupakan fan dari SteelSeries,” kata Shaun McBride, Pendiri Spacestation Gaming, menurut laporan Esports Insider. “Pemain kami sering meminta untuk menggunakan produk SteelSeries. Jadi, ketika mereka menawarkan kerja sama dengan kami, saya langsung setuju. Melalui kolaborasi ini, SteelSeries akan mendukung seluruh staf kami dan membantu para pemain kami untuk memberikan performa yang lebih baik.”
Spacestation Gaming merupakan organisasi esports asal Amerika Utara yang berlaga di berbagai game, termasuk Rainbow Six Siege, Rocket League, Super Smash Bros. Ultimate, SMITE, Valorant, Clash Royale, Trackmania, iRacing, dan World of Warcraft.
Saat ini, Spacestation Gaming merupakan satu-satunya organisasi esports yang pernah meraih gelar juara dunia pada 2020. Pasalnya, mereka berhasil memenangkan Six Invitational 2020 pada awal 2020. Ketika itu, karantina dan lockdown akibat pandemi COVID-19 belum diberlakukan. Selain itu, mereka juga menjadi salah satu dari 10 tim yang mendapatkan status Tier 1 dalam program bagi hasil di sceneesports Rainbow Six Siege.
“Spacestation Gaming memiliki atlet-atlet esports berbakat. Selain itu, mereka juga ahli dalam membuat konten yang menarik bagi para fans esports. Karena itu, kami senang dapat bekerja sama dengan mereka,” kata Andrew Trulli, Esports Marketing Manager, SteelSeries.
Selain Spacestation Gaming, SteelSeries juga menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi esports ternama yang pernah memenangkan gelar juara dunia. Salah satunya adalah OG Esports, organisasi asal Eropa yang pernah memenangkan The International 2 tahun berturut turut. Selain itu, SteelSeries juga bekerja sama dengan FunPlus Phoenix, yang memenangkan League of Legends World Championship pada 2019. Beberapa organisasi esports lain yang menjadi rekan SteelSeries antara lain FaZe Clan, Barrage, dan Nordavind.
Liga kasta kedua, dan inisiatif esports untuk siswa maupun mahasiswa menjadi salah satu inisiatif yang baik sebagai sarana pencarian bakat esports baru. Selain inisiatif esports untuk siswa lokal seperti Student National Esports Championship, ada juga inisiatif tingkat internasional yang baru-baru ini digagas oleh Tencent Sports. Bertajuk World University Cyber League 2020 (WUCL 2020), kompetisi ini mempertandingkan Clash Royale, League of Legends, dan PUBG Mobile.
Pekan ini sendiri, kualifikasi untuk kawasan Asia Tenggara sudah akan segera digelar pada 9 Juli 2020 mendatang. Ada sekolah dari Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam yang bertanding untuk memperebutkan slot bertanding di laga utama dari World University Cyber League 2020.
Kualifikasi kawasan Asia Tenggara ini juga menyertakan Development Program bernama Youth Esports Program (YEP) yang digagas Mineski Global Filipina. Terkait ini, Direktur YEP, Marlon Marcelo mengatakan. “Kami senang menjadi ujung tombak bagi kesempatan ini yang dapat mendukung mimpi para pelajar untuk menjadi atlet esports dan berlaga di panggung internasional. Bagi para pelajar, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan, dan kami berharap ini bisa menjadi tonggak hidup bagi para pemain berbakat.”
Tencent Sports sendiri memang memiliki tujuan untuk membuat kualifikasi WUCL SEA menjadi turnamen esports antar-siswa terbesar di Asia Tenggara. Hanya untuk kualifikasi Asia Tenggara saja, ada total hadiah sebesar 5000 dollar AS (72 juta Rupiah) yang akan diperebutkan, yang dibagi kepada 3 titel yang dipertandingkan.
Secara internasional, turnamen ini memperebutkan 1,5 juta Yuan (sekitar 3 miliar Rupiah). Selain tiga titel yang disebutkan, turnamen ini juga mempertandingkan titel lokal yaitu Honor of Kings. Mengutip dari Esports Observer, turnamen ini juga melibatkan smartphone Honor sebagai title sponsors. Nantinya semua kompetisi ini akan menggunakan smartphone Honor terbaru yaitu Honor X10. Gelaran global final dikabarkan akan terselenggara pada bulan Agustus, di tempat yang belum diinformasikan.
Tetapi, apakah hanya Free Fire saja yang mendulang kesuksesan tersebut? Bagaimana dengan titel game mobile lainnya yang juga punya program esports seperti Mobile Legends, Arena of Valor, PUBG Mobile ataupun Clash Royale? Beberapa waktu lalu, Esports Charts mengeluarkan data soal 5 game esports mobile terpopuler di tahun 2019. Siapa saja mereka? Ini 5 di antaranya:
Secara internasional, posisi Clash Royale sebagai mobile esports ternyata cukup tertinggal dibanding dengan game-game mobile lainnya. Clash Royale mengumpulkan ditonton selama 5.259.856 jam selama tahun 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 133.046 orang menonton CRL World Finals 2019.
Mengutip Esports Charts, Clash Royale adalah mobile esports terpopuler di 2018, namun mereka mengalami penurunan signifikan di tahun 2019. Dikatakan, alasan terbesarnya adalah karena penurunan popularitas game ini secara umum, dan meningkatnya jumlah rival di persaingan pasar esports. CRL World Finals 2019 bahkan mengalami penurunan jumlah penonton sebesar 63%.
4. Mobile Legends: Bang Bang
Walau MLBB adalah esports mobile terpopuler di Indonesia namun presensi mereka secara internasional ternyata masih kalah jika dibanding dengan titel mobile lainnya. Secara angka, MLBB sudah ditonton selama 29.296.791 jam selama tahun 2019, dengan penonton terbanyak sejumlah 648.069 orang menonton gelaran M1 World Championship 2019.
Ada beberapa fakta menarik terkait ini. Hadiah M1 hanya US$250 ribu, lebih sedikit US$50 ribu daripada MPL ID Season 4. Namun demikian jumlah peak viewer M1 lebih banyak 123% daripada MPL ID Season 4. Ini mungkin dikarenakan para penonton lebih ingin melihat tim dan regional yang belum pernah mengikuti kompetisi MLBB sebelumnya.
Salah satu alasannya mungkin karena usaha dari Moonton untuk terus mendorong pertumbuhan ekosistem esports MLBB. Di lokal Indonesia, banyak usaha telah mereka lakukan. Mereka mencoba menerapkan franchise model di MPL Indonesia Season 4, memberi panggung kepada pemain semi-pro lewat MLBB Intercity Championship, dan yang terkini menggelar MLBB Developmental League sebagai usaha mereka untuk membuat ekosistem esports MLBB terus ada.
3. Free Fire
Free Fire telah menjadi buah bibir sepanjang tahun 2019 kemarin. Tak hanya di Indonesia, namun Free Fire juga menarik perhatian khalayak internasional karena juga terkenal di Brazil. Namun ternyata ia hanya mengisi posisi 3 saja. Memang data ini mengurutkan posisi popularitas berdasarkan total hours watched dari game esports.
Free Fire ditonton selama 38.164.312 jam selama tahun 2019. Jumlah penontonnya bisa dbilang yang terbanyak dibanding titel esports lain, dengan jumlah penonton terbanyak sejumlah 2.016.157 orang di gelaran Free Fire World Series 2019. Jumlah penonton dan hours watched dari Free Fire memang kebanyakan datang dari Brazil, lewat gelaran Free Fire Pro League Brazil dan World Series 2019 Rio.
Namun demikian, kesuksesan Free Fire membuat mereka harus berhadapan dengan beberapa titel mobile lainnya, terutama PUBG Mobile yang merupakan direct-competitorgame Battle Royale.
2. PUBG Mobile
Walau jumlah penonton terbanyak masih dipegang Free Fire, namun PUBG Mobile yang mengantongi total hours watched lebih banyak membuatnya berada di peringkat 2.
Tercatat, PUBG Mobile sudah ditonton selama 55.585.392 jam sepanjang 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 596.824 orang dari gelaran PMCO Spring Global Finals. PUBG Mobile memang sangat terkenal di negara-negara timur. Tak heran jika PMCO SEA League jadi penyumbang terbesar dari angka di atas.
Selain dari itu, faktor lain mungkin datang dari cara Tencent menjalankan program esports PUBG Mobile. Mereka mengadakan kualifikasi untuk negara-negara yang memang jadi pasar bagi game mereka. Selain itu, tayangan esports mereka juga hadir dengan berbagai macam bahasa, yang mana hal itu jarang terjadi pada gelaran esports lain. Mungkin hal tersebut juga yang membuat PUBG Mobile jadi lebih populer daripada Free Fire.
1. Arena of Valor
Ini memang cukup aneh, karena Arena of Valor bisa dibilang kurang berhasil secara umum, baik di Indonesia ataupun secara internasional. Namun demikian, mereka sudah ditonton selama 72.248.735 jam selama tahun 2019 dengan jumlahpenonton terbanyakmencapai 764.358 orang di gelaran AOV World Cup 2019.
Salah satu alasan mencuatnya AOV di dalam daftar ini mungkin adalah karena dua gelaran internasional AOV yang diisi oleh tim asal Vietnam. Sejauh ini, negara Vietnam adalah pasar terbesar bagi Arena of Valor. Tak heran jika para penonton asal Vietnam terus bertahan sampai akhir jika ada tim Vietnam bertanding di babak Grand Final.
Maka dari itu, tak heran jika hal ini terjadi. Bagaimanapun, walau Arena of Valor mungkin kurang berhasil di Indonesia atau di pasar barat, mereka masih menjadi rajanya di pasar Asia; terutama Thailand dan Vietnam.
—
Pertarungan pasar esports mobile masih terus berlangsung, malah makin panas di 2020. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran Riot Games di tengah-tengah persaingan pasar MOBA di mobile device. Kehadiran League of Legends: Wild Rift kemungkinan besar akan menggoyahkan MLBB di Indonesia atau AOV di pasar Asia. Bukan tidak mungkin juga kalau game ini juga menggoyahkan duo raksasa Battle Royale, Free Fire dan PUBG Mobile. Akankah Wild Rift jadi kryptonite yang mengalahkan MLBB di Indonesia? Bagaimana kira-kira peta kekuatan persaingan esports mobile di 2020 nanti?
Setelah penampilannya di Asian Games 2018 lalu, Clash Royale seolah mendapat momentum untuk menjadi salah satu cabang esports yang terus tumbuh dalam popularitas. Buktinya, Supercell selaku penerbit Clash Royale telah meluncurkan liga resmi bertajuk Clash Royale League sejak tahun 2018 lalu. Tahun ini pun, Clash Royale League telah berjalan dan akan segera sampai di kompetisi tingkat dunia (World Finals).
Dilansir dari Dot Esports, Clash Royale League 2019 World Finals akan diadakan di Shrine Auditorium and Expo Hall, Los Angeles, Amerika Serikat, tepatnya pada tanggal 7 Desember. Turnamen ini menghadirkan enam tim Clash Royale untuk memperebutkan hadiah senilai US$400.000 (sekitar Rp5,6 miliar). Mereka diambil dari tim-tim yang peserta Clash Royale League di tiga wilayah, yaitu Asia, Tiongkok, dan Barat (West).
Berikut ini enam tim peserta Clash Royale League 2019 World Finals:
CRL Asia: OGN Entus, FAV Gaming
CRL China: Nova Esports, W. EDG Mobile
CRL West: SK Gaming, Team Liquid
Clash Royale League itu sendiri sebetulnya terbagi ke dalam dua musim tiap tahunnya, yaitu Spring Season dan Fall Season. Keenam tim di atas merupakan juara 1 dan 2 CRL 2019 Fall Season di wilayah masing-masing. Sementara itu para juara CRL 2019 Spring Season sebelumnya telah maju mewakili daerahnya dalam ajang World Cyber Games (WCG) 2019 pada bulan Juli kemarin.
Bagi kita yang tinggal di Indonesia, CRL Asia cukup menarik karena di dalamnya ada tim yang beranggotakan seluruhnya pemain Indonesia. Tim itu adalah Chaos Theory, dengan roster terdiri atas Rifqi Azmi Azza (Carrollus), Mohammad Fabian (Trainer Dexterz), Fransiskus Ananda Wijaya (Jay TV), serta Ridel Yesaya Sumarandak (BenZer Ridel). Nama terakhir ini pasti sudah tak asing bagi Anda, karena ia merupakan juara Clash Royale di ajang Asian Games 2018 lalu.
CRL 2019 Asia Fall Season (disebut juga CRL Asia 2019 Season 2) diluncurkan pada bulan Agustus, dan baru saja selesai di tanggal 2 November kemarin. Sayangnya, target Chaos Theory untuk juara Asia dan lolos ke World Finals masih belum tercapai. Musim ini mereka harus puas duduk di peringkat 3-4, seri dengan KIX Team. Sementara gelar juara direbut oleh OGN Entus yang berasal dari Korea Selatan.
OGN Entus berhak membawa pulang hadiah senilai US$50.000 (sekitar Rp700.000.000). Mereka akan maju ke Los Angeles bersama FAV Gaming, tim asal Jepang yang meraih peringkat 2 di CRL 2019 Asia Season 2. Semoga saja Chaos Theory bisa lebih meningkatkan lagi prestasinya di Clash Royale League musim depan, dan mewakili Indonesia kembali di kejuaraan dunia.
Tencent kini menjadi pemilik saham mayoritas dari konsorsium yang menguasai 81,4 persen dari saham Supercell. Pada Juni 2016, konsorsium Luxembourg Société Anonyme dibentuk dengan tujuan untuk mengakuisisi Supercell. Pada awalnya, Tencent memiliki 50 persen saham di konsorsium tersebut. Baru-baru ini, Tencent membeli 44 ribu lembar saham konsorsium senilai US$40 juta, menurut data Hong Kong Stock Exchange. Dengan begitu, total saham Tencent di konsorsium Luxembourg naik dari 50 persen menjadi 51,2 persen.
Supercell didirikan pada 2010. Mereka adalah developer asal Helsinki, Finlandia yang dikenal dengan game buatannya seperti Clash of Clans dan Clash Royale. Menurut data dari Sensor Tower, pada 2018 Supercell mendapatkan US$1,5 juta per hari dari para pemain Clash of Clans. Meskipun terdengar fantastis, pendapatan Supercell saat itu sebenarnya telah mengalami penurnan drastis dari pendapatan mereka pada 2015, yang merupakan puncak kejayaan Supercell. Pada 2015, Supercell bisa mendapatkan hingga US$5,5 juta per hari.
Saat ini, ada tiga game buatan Supercell yang menjadi game esports, yaitu Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars, yang merupakan game mereka yang terbaru. Turnamen Clash of Clans Championship akan diadakan pada akhir pekan ini dan menjadi bagian dari ESL One Hamburg. Total hadiah yang ditawarkan dalam kompetisi itu adalah US$1 juta. Sementara Brawl Stars World Championship akan diadakan pada bulan depan di Korea Selatan dengan total hdaiah US$250 ribu. Terakhir, Clash Royale League World Final juga diperkirakan akan diadakan pada akhir tahun ini, lapor The Esports Observer.
Menurut laporan Forbes, usahan Tencent untuk menguasai mayoritas saham di Supercell merupakan upaya konsolidasi dari konglomerasi asal Tiongkok tersebut. Supercell bukanlah satu-satunya perusahaan game yang sahamnya dimiliki oleh Tencent. Perusahaan Tiongkok itu juga memiliki saham di beberapa perusahaan game besar lain, seperti Riot Games, yang membuat League of Legends. Tencent juga memiliki 40 persen saham di Epic Games, perusahaan di balik Fortnite. Tak hanya itu, perusahaan Tiongkok itu bahkan memiliki sedikit saham di Krafton Game Union, yang merilis Player Unknown’s Battleground (PUBG), salah satu game saingan Fortnite. Tencent juga memiliki lima persen saham di Ubisoft (Assassin’s Creed dan Rainbow Six Siege) dan Activision Blizzard (Call of Duty dan World of Warcraft).
LINE dan Supercell mengadakan Supercell Gamers’ Day. Acara ini diadakan selama dua hari, yaitu pada 19-20 Oktober di Mall Taman Anggrek. Turnamen game buatan Supercell jadi salah satu fokus acara. Tiga game yang diadu dalam acara ini antara lain Clash Royale, Brawl Stars, dan Clash of Clans.
Untuk memilih pemain Clash Royale yang akan bertanding di Supercell Gamers’ Day, diadakan kualifikasi nasional. Dari babak kualifikasi online ini, terpilih empat orang, yaitu Julisa Pasari dari Sorong, Papua, Aditya Tulas dari Kalimantan Tengah, Arpin dari Sorong, Papua, dan EveryDayAndy dari Bandung. Keempatnya ikut bertanding dalam Supercell Gamers’ Day. Pada saat yang sama, dibuka pendaftaran untuk kualifikasi offline. Pada akhirnya, pertandingan final mempertemukan Julisa Palari dengan Ray Bagus. Sementara pertandingan untuk memperebutkan juara ketiga mengadu EveryDayAndy dengan joey. Meskipun caster serta pengamat menjagokan Julisa setelah dia berhasil mengalahkan para atlet esports lain dalam turnamen ini, pada akhirnya, dia harus mengakui keunggulan Ray.
Sementara dalam final pertandingan Brawl Stars, Alter Ego kembali bertemu dengan WAW esports, sama seperti yang terjadi dalam Brawl Stars Indonesia Open yang diadakan pada bulan lalu. Sama seperti pertandingan sebelumnya, Alter Ego masih berhasil unggul dan mengalahkan WAW esports dengan skor 3-2. Pertandingan lain yang diadakan pada Supercell Gamers’ Day adalah pertandingan Clash of Clans antara Noob Clasher dan JKT 48. Tim Noob Clasher menang telak dengan skor 2-0.
Supercell adalah developer dan publisher asal Finlandia yang didirikan pada 2010. Mereka dikenal dengan beberapa game buatan mereka seperti Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars, yang merupakan game terbaru mereka. Di Indonesia, game-game buatan Supercell memiliki fans tersendiri. Melihat hal ini sebagai kesempatan, Supercell lalu bekerja sama dengan LINE untuk mengadakan Supercell Gamers’ Day dengan tujuan untuk mendorong perkembangan komunitas pemain game buatan Supercell di Indonesia. Dalam Supercell Gamers’ Day, selain pertandingan game buatan Supercell, juga ada berbagai kegiatan lain seperti ajang cosplay dan kumpul komunitas. Pada hari terakhir, Supercell Gamers’ Day juga dimeriahkan dengan kehadiran Ex Idol Group: Grace, Sendy, Cindy, Andella, Jessica, Shania, Elaine, dan Nadhifa.
Para penggemar game mungkin sudah tak asing lagi dengan nama Supercell. Berdiri sejak tahun 2010 lalu, pengembang dan penerbit game yang berbasis di Helsinki, Finlandia ini berhasil menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Mereka sendiri besar lewat beberapa judul game seperti Hay Day, Clash of Clans, Boom Beach, Clash Royale dan yang terbaru, Brawl Stars.
Jajaran game tersebut memiliki penggemarnya tersendiri di Indonesia, melihat potensi tersebut Supercell bekerja sama dengan LINE, memutuskan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan komunitas di Indonesia.
Lewat sebuah gelaran konfrensi pers yang diadakan pada 10 September 2019 lalu, Jerry Vahn, Marketing Strategist Supercell menjelaskan hal ini. Supercell sendiri menegaskan bahwa strategi mereka dalam memasarkan game buatannya adalah dengan tiga hal, konten, komunitas, dan kompetisi.
“Kami berkonsentrasi memastikan para pemain dapat menikmati konten dari game yang kami buat, saling terhubung dengan komunitas karena game Supercell, dan berpartisipasi dalam acara kompetitif yang akan kami adakan ke depannya.” ujar Jerry.
Tak hanya itu, Dale Kim, Managing Director LINE Indonesia juga turut membeirkan komenternya. “Kerja sama ini akan ditandai dengan berbagai rangkaian acara esports, seperti kompetisi dan community gathering. Kami berharap rangkaian acara tersebut dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap industir esports secar apositif sehingga bisa menumbuhkan industri ini lebih baik lagi.”
Untuk urusan konten dan komunitas, salah satu gelaran besar yang direncanakan oleh Supercell adalah sebuah acara bertajuk SUPERCELL GAMER’S DAY”. Diselenggarakan pada 19 dan 20 Oktober 2019 mendatang di Mall Taman Anggrek, acara ini seakan menjadi hari raya bagi penggemar game besutan Supercell.
Termasuk di dalamnya kompetisi, keseruan cosplay, kumpul komunitas, dan berbagai acara lain yang tentu tak kalah menarik. Nantinya juga akan ada kompetisi Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars yang memiliki total hadiah sebesar US$12.600 (Sekitar Rp178 juta).
Tak hanya itu, acara komunitas lain yang juga direncanakan oleh Supercell bersama dengan LINE termasuk: Clash of Clans Gathering yang diselenggarakan bersamaan dengan nonton bareng Clash of Clans World Championship, dan Creator’s Super Fun yang akan diadakan pada akhir tahun 2019 nanti.
Lalu dari elemen kompetisi, Supercell juga akan lebih serius menggarap esportsgame besutan mereka di Indonesia. Untuk menjalankan hal ini, mereka menggandeng 3 rekan organizer, yaitu Clash of Clans: League of Elixir yang akan digarap oleh Supreme League, Clash Royale: Indonesia Challenge yang digarap oleh Dunia Games, dan Brawl Stars: Amateur Challenge yang digarap oleh ESL.
Tak ketiga gelaran itu saja, inisiasi esports Supercell di Indonesia juga sudah dimulai bulan September. Nantinya mulai 10-23 September 2019, para pemain Brawl Stars di Indonesia sudah dapat mendaftar untuk mengikuti kualifikasi terbuka Indonesia untuk Brawl Stars World Championship.
Bertanding pada tanggal 26-29 September 2019 secara online, pemenang kualifikasi terbuka Indonesia berhak melaju ke tingkat Southeast Asia untuk memperebutkan satu slot ke ajang Brawl Stars World Championship.
Gelaran kompetisi-kompetisi tersebut tentunya diharapkan dapat mendorong kembali geliat kancah kompetitif game-game Supercell di Indonesia. Mengingat momentum hype Supercell di Indonesia yang sempat terebut oleh Mobile Legends, akankah usaha penebusan kali ini mendapatkan hasil yang sebanding?
Chaos Theory umumkan roster terbaru mereka untuk Clash Royale League Asia 2019 Season 2. Roster terbaru yang beranggotakan Ridel “BenZer” Yesaya Sumarandak, Rifqi “Carrollus” Azmi Azza, Mohammad “Dexterz” Fabian, dan Fransiskus “JayTV” Ananda Wijaya, adalah percobaan kedua tim asal Singapura ini menggunakan roster all-Indonesia.
Berdiri sejak tahun 2017, Chaos Theory merupakan salah satu organisasi esports yang selalu mengandalkan atlet esports Indonesia untuk kancah kompetisi Clash Royale. Salah satu pemainnya adalah “BenZer” Ridel, peraih medali emas eksebisi cabang esports Clash Royale dalam gelaran Asian Games 2018 lalu.
Kendati BenZer mendapatkan medalinya pada tahun 2018, kekuatan Chaos Theory justru baru muncul di kancah Asia mulai tahun 2019 ini. Tahun 2018 lalu, prestasi mereka di CRL Asia terbilang kurang memuaskan. Season 1 tahun 2018 mereka harus puas terhenti di peringkat 12, lalu pada musim berikutnya terhenti di peringkat 5-6.
Masuk CRL Asia 2019 Season 1, prestasi mereka secara mengejutkan semakin meningkat lagi. Pada musim tersebut, mereka mendapatkan peringkat ketiga di dalam kompetisi berformat liga tersebut. Mereka menantang keras dua tim asal Jepang yang jadi jagoan Clash Royale di Asia, yaitu PONOS Sports dan juga GameWith.
“Bicara dari komposisi pemain, gue menganggap ini adalah komposisi terbaik dari 4 musim belakangan.” ucap Rosesa, manajer tim Chaos Theory yang juga terkenal sebagai observer Dota ternama, mengatakan kepada kami. “Tidak ada lagi language barrier, ditambah pelatih mereka saat WCG, Carrollus, kini juga turut bermain. Dengan hal itu, menurut saya akan membuat roster ini jadi lebih klop dan punya peluang menang yang lebih besar.” Rosesa melanjutkan.
Dengan sebelumnya berada di peringkat ketiga, sepertinya tinggal konsistensi yang menjadi kunci roster all-Indonesia Chaos Theory ini. “Bicara target, Insya Allah target kita adalah juara Asia dan lolos ke World Finals.” Rosesa menjawab, bicara soal target untuk CRL Asia 2019 Season 2. “Untuk persiapan kompetisi ini kita akan bootcamp di Korea Selatan, karena juga kebetulan memang CRL Asia diadakan di sana.”
Sementara waktu, jadwal pertandingan CRL Asia 2019 Season 2 masih menunggu pengumuman resmi dari sang pengembang, Supercell. Tetapi, melihat jadwal tahun sebelumnya, yang mana musim kedua CRL Asia masuk ke dalam season “fall”, maka kemungkinan besar CRL Asia akan mulai digelar pada Oktober mendatang.
Mari kita dukung agar para pemain Clash Royale Indonesia tersebut bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan membanggakan Indonesia di kancah internasional. Jika Anda ingin tahu bagaimana perjuangan BenZer dan kawan-kawan di CRL Asia Season 2 nanti, anda bisa langsung saja subscribe kanal Youtube Clash Royale League Asia.