Tag Archives: closed

Zenius Tutup Sementara

Mengurai Pertanyaan di Balik “Tutup Sementara” Zenius

Startup edtech Zenius mengumumkan tutup untuk sementara waktu. Kendala operasional jadi alasan utama di balik keputusan ini.

“Saat ini Zenius sedang mengalami tantangan operasional, dan kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan bagi para pengguna kami. Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasi secara sementara, tetapi kami menjamin bahwa kami tidak akan berhenti berusaha untuk menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” tulis Founder & CEO Zenius Sabda PS dalam keterangan resmi.

Sabda melanjutkan, “Kami menyadari bahwa keputusan ini akan mengecewakan banyak pihak, terutama para pengguna setia kami, yang telah mendukung dan mempercayai kami selama ini. Untuk itu, kami meminta maaf dan berterima kasih kepada para pengguna dan mitra atas kepercayaan yang telah diberikan.”

Hanya saja, dalam pernyataan tersebut, Sabda tidak merinci lebih lanjut dampak dari keputusan “sementara ini”. Pertanyaan-pertanyaan yang tersisa belum terjawab oleh publik seperti:

  1. Kapan Zenius akan kembali?
  2. Bagaimana nasib pengguna dan uang yang telah dibayarkan?
  3. Bagaimana nasib pegawai Zenius? Apakah ada pembayaran pesangon?
  4. Bagaimana dengan kelanjutan nasib Primagama?

Dikonfirmasi lebih lanjut oleh DailySocial.id, perwakilan Zenius hanya menyampaikan, “Zenius belum bisa memberikan informasi lebih lanjut untuk saat ini. Nanti akan ada informasi lagi untuk para pengguna dan cabang-cabang Primagama.”

Perjalanan Zenius

Zenius memasuki umur 20 tahun sejak pertama kali didirikan pada 2004. Para pendirinya adalah Sabda PS, Wisnu Subekti, dan Medy Suharta. Sebelum bergaya ala startup, produk awal Zenius adalah meluncurkan materi pembelajaran dalam bentuk CD dan buku. Kemudian badan hukum didirikan pada 2007 di bawah Zenius Education.

Sebelumnya dalam sesi SelasaStartup, Sabda pernah bercerita dana operasional Zenius pertama kali diperoleh dari menggesek kartu kredit. Belum ada investor, semisal dari modal ventura, yang berminat mendanai. Model bisnis pertama yang diambil adalah membuat bimbingan belajar offline. Di sana perputaran bisnis di ranah ini sangat jelas.

Ada pembayaran yang rutin diterima di muka dan dia bisa langsung mengajar murid. Penghasilan ini dia putar untuk merekrut tambahan guru dan membuat rekaman saat guru-guru tersebut tidak mengajar. “Kita buat konten di awal-awal dan menjual CD-nya. Internet belum terpikir sama sekali,” katanya.

Setahun berikutnya, tim semakin giat memproduksi CD berisi pembahasan soal-soal. Bahkan hingga 2008, variasi CD yang dijual semakin lengkap. Ada yang berbentuk paket lengkap CD, sehingga tidak perlu beli satuan. Pada tahun itu juga mereka mulai memanfaatkan internet, tapi baru sebatas berjualan CD.

“Ini momen historical kita tanggal 4 April 2008, kita launch di pameran pertama di Jakarta dan kita launch website untuk jualan CD doang.”

Tahun pertama berjualan online, diklaim Zenius sudah cek untung. Dia pun mantap pada tahun berikutnya untuk mengembangkan bisnis Zenius secara online karena masih banyak anak Indonesia yang belum mengenal Zenius, kendati pada saat itu akses internet cenderung terbatas.

“Zenius bisa bertahan karena kita ada elemen, tidak hanya yang penting laku saja, tapi impact yang benar. Ketika mereka beli konten, memang beneran bikin cerdas atau enggak. Selama yang kita deliver itu bisa mengubah pola pikir, kayanya sih umur Zenius bisa terjamin [lebih lama].”

Aplikasi Zenius sendiri baru ada pada Juli 2019 dan melakukan kampanye besar-besaran, yakni menggratiskan lebih dari 80 ribu video materi pembelajarannya. Lalu setahun berikutnya, perusahaan melakukan rebranding, baik logo, visual, dan tagline untuk menandai evolusi merek.

Pada 2022, didukung pengaruh efek pasca-pandemi, Zenius mengakuisisi Primagama dan di-rebrand dengan New Primagama. Secara total, terdapat 264 cabang Primagama yang tersebar di seluruh Indonesia. Lalu pada Juni 2023, perusahaan mengumumkan audit menyeluruh. Hasilnya ada cabang yang setop kerja sama dan membuka waralaba untuk Primagama kepada yang berminat.

Pada tahun yang sama pula, Zenius mulai terseok-seok. PHK besar-besaran ditempuh dalam tiga gelombang.

Zenius telah didukung oleh jajaran investor besar, seperti MDI Ventures, Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Beenext, dan lainnya. Pendanaan terakhir diumumkan pada Maret 2022, tidak disebutkan nominal yang diperoleh. Dalam catatan, secara total Zenius telah mengumpulkan pendanaan lebih dari $40 juta.

Application Information Will Show Up Here
Startup healthtech Prixa dikabarkan telah tutup operasional sejak Oktober 2023, situs sudah tidak bisa diakses publik

Startup Healthtech Prixa Dikabarkan Hentikan Operasional

Startup healthtech Prixa dikabarkan telah tutup operasional sejak Oktober 2023. Belum ada pengumuman resmi yang disampaikan manajemen kepada publik. Situs perusahaan kini sudah tidak bisa diakses.

DailySocial.id menghubungi James Roring selaku Co-founder dan CEO Prixa terkait kabar ini. Tak hanya manajemen Prixa, kami juga menghubungi investor-investornya, tapi tidak ada tanggapan yang diberikan hingga berita ini diturunkan.

Situs resmi Prixa sudah tidak bisa diakses sejak beberapa hari terakhir

Informasi ini pertama kali disampaikan oleh Sebastian Evan di jejaring media sosial untuk profesional LinkedIn. Ia merupakan suami dari seorang teledoctor yang bekerja untuk Prixa.

Melalui unggahannya pada Kamis (21/12), ia menyampaikan bahwa per Oktober 2023, Prixa tutup dan tidak dilanjutkan. Manajemen berjanji gaji dokter yang bekerja akan tetap dibayar. Akan tetapi, dari dua bulan menunggak, hanya gaji selama satu bulan saja yang dibayar.

“Per hari ini saya dapat info dari istri saya yang pernah menjadi teledoctor untuk Prixa kalau pembayaran yang belum terbayarkan tidak bisa dibayarkan dan dilemparkan ke konsultan hukum yang ada,” tulisnya.

Bukan hanya istrinya, karyawan Prixa lainnya juga mengalami nasib serupa dan menyampaikan kabar tersebut langsung ke dirinya. “Jadi saya bersuara mewakili banyak orang,” sambung dia.

Prixa berdiri pada 2019 oleh James Roring. Startup ini berfokus pada penyediaan layanan kesehatan dengan AI-based diagnosis. Prixa berfokus pada pelayanan pembayar perawatan kesehatan, yang mencakup perusahaan asuransi, korporasi, dan entitas pemerintah.

Dengan tujuan mengurangi biaya klaim dan biaya perawatan kesehatan, Prixa berusaha untuk memberikan perawatan kesehatan secara paradigmatis melalui pendekatan perawatan terkelola (managed care). Diklaim saat pandemi, Prixa mengalami pertumbuhan eksponensial untuk layanannya, termasuk konsultasi medis secara online.

Platform Prixa memungkinkan pengguna untuk terhubung langsung dengan layanan perawatan primer, yang mencakup konsultasi telemedis, pengiriman obat, dan tes laboratorium on-demand.

MDI Ventures, Trans-Pacific Technology Fund (TPTF), Siloam Hospitals Group, dan Venturra merupakan jajaran investor yang berinvestasi untuk Prixa. Pendanaan terakhir yang diumumkan adalah putaran tahap awal senilai $3 juta pada Juni 2021.

Application Information Will Show Up Here
Pegipegi tutup

Pegipegi Resmi Tutup Layanannya

Setelah hampir 12 tahun beroperasi sebagai layanan Online Travel Agent (OTA) di Indonesia, Pegipegi per 11 Desember 2023 resmi menghentikan operasionalnya. Hal ini disampaikan perusahaan melalui situs resminya. Layanan Pegipegi di website dan aplikasi sudah tidak bisa digunakan.

Surat perpisahan Pegipegi di situs resminya

Pegipegi terakhir menerima pesanan pada tanggal 10 Desember 2023. Kendati tutup, perusahaan memastikan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian sebelumnya tetap bisa memanfaatkan tiket atau voucher yang telah dibeli. CS Pegipegi via email juga masih diaktifkan jika dibutuhkan permintaan refund, reschedule, atau komplain.

DailySocial.id sudah mencoba menghubungi pihak Pegipegi untuk meminta keterangan lebih lanjut, namun belum mendapatkan respons.

Sejak 2018 bisnis Pegipegi telah diakuisisi oleh Traveloka. Menurut laporan yang diunggah ke regulator, seperti dikutip Alternatives.PE, nilai akuisisi mencapai $210 juta.

Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2020 sempat memporak-porandakan bisnis OTA. Namun menurut para manajemen, termasuk dari Pegipegi, pada Q1 2021 bisnis mereka sudah mulai pulih. VP Commercial Pegipegi waktu itu menyampaikan, bahwa pada periode tersebut pemulihan secara gabungan di dua bisnis utamanya sebesar 51%.

Sinyal melemahnya bisnis Pegipegi juga sudah terendus sejak mundurnya Serlina Wijaya (CEO) pada awal tahun ini. Dibarengi dengan kuantitas kegiatan promosi yang berkurang signifikan tahun ini. Namun demikian perusahaan tidak menyampaikan secara eksplisit alasan kunci di balik keputusan penutupan ini.

Traveloka sendiri memang tengah merampingkan bisnisnya tahun ini. Mereka telah menutup sejumlah layanan sekunder di aplikasi, seperti pembayaran tagihan, logistik, pesan-antar, hingga grocery. Hal ini dilakukan agar perusahaan fokus ke bisnis inti dan bisa meningkatkan profitabilitas secara lebih baik.

Dengan undur dirinya Pegipegi, saat ini pasar OTA lokal didominasi pelayanannya oleh dua unicorn utama, yakni Traveloka dan Tiket.com.

Bisnis online travel sendiri menjadi salah satu penyumbang besar dalam ekonomi digital di Indonesia. Menurut laporan e-Conomy SEA 2023, tahun ini kontribusi sektor tersebut diproyeksikan mencapai $6 miliar, naik 68% yoy.

Pace Likuidasi

Startup Paylater yang Didirikan T Fuad “Pace” Dilikuidasi

Startup fintech paylater Pace sedang mengajukan proses likuidasi, setelah mengajukan penghentian bisnis secara sukarela pada Agustus 2023 karena ada masalah dalam liabilitasnya.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh Vulcan Post mengutip dari dokumen yang diunggah di otoritas setempat Singapura pada 8 September 2023.

Dokumen tersebut menyampaikan, Rapat Umum Luar Biasa telah diselenggarakan pada 29 Agustus 2023 dan disimpulkan bahwa perseroan tidak dapat melanjutkan usahanya karena liabilitasnya.

“[..] dengan demikian Perseroan berakhir secara sukarela [..] dan dengan ini menunjuk gabungan dan beberapa likuidator untuk keperluan penyelesaian urusan perusahaan,” tulis perusahaan.

Belum ada pernyataan resmi yang disampaikan Pace kepada media mengenai kabar tersebut. Akun media sosial dan App Store-nya telah dihujani dengan komentar dari para penggunanya yang kebingungan karena tidak tersedianya layanan penukaran di dalam aplikasinya. Situs Pace juga sudah tidak bisa diakses.

Pace didirikan di Singapura oleh pengusaha kelahiran Indonesia Turochas ‘T’ Fuad pada 2021. Startup ini memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen, sembari membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan dan membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Perusahaan ini belum beroperasi di Indonesia, kabar terakhir mereka hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand dengan lebih dari 3 ribu titik penjualan.

Pace telah mengumpulkan pendanaan seri A sebesar $40 juta dari sejumlahnya investor, seperti UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia. Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi juga turut berpartisipasi.

Setahun berdiri, perusahaan mengakuisisi kompetitornya Rely sebagai bagian dari ekspansinya. Sebulan kemudian, meluncurkan Pace Card yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman pembayaran online yang lebih sederhana dan aman.

Aturan Kode Etik di Singapura

Di saat yang bersamaan dengan berita likuidasi Pace, kelompok kerja BNPL mendorong pemain yang ada untuk segera mematuhi kode etik yang diperbarui mulai 1 November 2023 dan diakreditasi paling lambat 31 Maret 2024. Pemain baru juga harus melalui proses yang sama sebelum menawarkan layanan BNPL ke publik.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh Asosiasi Fintech Singapura (SFA) dan para pelaku industri, di bawah bimbingan Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Kode Etik BNPL pertama kali diumumkan pada akhir tahun lalu untuk memandu pemain dan memastikan bahwa pengguna tidak mengambil terlalu banyak utang. Disebutkan para pelaku pasar harus memenuhi dan terlibat dengan dua standar baru.

Pertama, terhubung dengan biro swasta yang telah dibentuk oleh perusahaan IT global Experian untuk memfasilitasi proses berbagi informasi kredit. Ini akan memungkinkan pemain BNPL untuk mempertimbangkan saldo konsumen di seluruh penyedia BNPL ketika melakukan penilaian kredit lebih lanjut.

Selanjutnya, pemain BNPL wajib menjalani audit oleh penilai independen untuk memastikan mereka mematuhi kode etik. Setelah itu, SFA akan menilai kualifikasi mereka untuk akreditasi. Hanya yang lolos akreditasi, pemain BNPL diizinkan untuk menunjukkan tanda terakreditasi di situs resmi mereka mulai 1 April 2024. Tanda tersebut hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diakreditasi ulang setelahnya.

Terdapat komite pengawas yang telah dibentuk untuk mengawasi dan memantau kepatuhan kode etik.

Sejak aturan diberlakukan, ada delapan pemain BNPL yang mengikuti, yakni Atome, Grab, ShopBack, Ablr, Latitude Pay, Pace, Split, dan SeaMoney. Kini tersisa enam pemain BNPL yang beroperasi dengan kode ini, kecuali Pace dan Split. Keenamnya menunjuk PwC sebagai konsultan independen untuk penilaian pertama mereka.

Dalam iterasi pertama kode etik BNPL yang mulai berlaku pada 1 November 2022, pemain harus mematuhi lima standar. Di antaranya, pemain BNPL hanya dapat menawarkan layanan mereka hanya kepada pelanggan yang berusia minimal 18 tahun, dan mengizinkan pelanggan untuk mengumpulkan pembayaran terutang tidak lebih dari $2.000 pada satu waktu.

Penyedia BNPL juga telah berkomitmen untuk membuat biaya dan tarif mereka jelas dan transparan kepada pelanggan, dan memastikan bahwa iklan produk dan layanan mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Mengutip dari The Edge Singapore, Direktur Eksekutif (Departemen Kebijakan Prudential) MAS Andrew Tan mengatakan, industri telah bekerja keras selama setahun terakhir untuk menerapkan standar dan pengamanan dalam Kode BNPL, khususnya untuk membangun proses berbagi informasi kredit.

“Kami menantikan keberhasilan akreditasi perusahaan BNPL dan perolehan tanda kepercayaan pada bulan April 2024. Ini akan membantu konsumen mengenali perusahaan yang telah menerapkan Kode ini sepenuhnya. Penerapan Kode BNPL yang efektif akan meningkatkan hasil konsumen bagi pengguna BNPL dan memitigasi risiko akumulasi utang,” ujar Tan.

Likuidasi Kitabeli

Startup Social Commerce KitaBeli Dikabarkan Lakukan Likuidasi

Startup social commerce Kitabeli tengah melakukan proses likuidasi. Hal ini disinyalir sebagai respons atas model bisnis yang diusung tidak berhasil mencapai product-market fit secara optimal. Kabar terkait likuidasi ini dikonfirmasi salah satu sumber terpercaya yang turut terlibat dalam proses ini.

Sejak debut di tahun 2020, KitaBeli sudah mengumumkan 3x putaran pendanaan, dimulai dari tahap awal di tahun 2020 (oleh East Ventures dan AC Ventures), dilanjutkan tahapan seri A di tahun 2021, dan pendanaan lanjutan di tahun 2022. Setidaknya dari nominal yang diumumkan ke publik, mereka telah mengumpulkan dana hingga $30 juta atau sekitar 460 miliar Rupiah.

Selain yang disebutkan, beberapa investor ternama turut mendanai startup yang digawangi Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore tersebut, di antaranya Glade Brook, Argor Capital (Go-Ventures), InnoVen Capital, Kenangan Fund (Kopi Kenangan), dan beberapa lainnya.

Terkait langkah selanjutnya (apakah hanya tutup atau founder akan pivot ke bisnis lain), kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait namun belum mendapatkan respons.

Ini bukan kali pertama startup social commerce yang beroperasi di Indonesia mengalami kesulitan bisnis. Sebelumnya pada kuartal pertama tahun ini, RateS juga tutup semua akses ke pergudangan mereka. Terpantau semua stok produk di aplikasi tidak bisa diakses. Saat ini bahkan situs dan aplikasi sudah tidak lagi tersedia untuk transaksi.

Mengusung konsep social commerce, KitaBeli fokus menjual produk FMCG di pasar tier-2 dan 3. Mereka membangun jaringan kemitraan di berbagai lokasi untuk membantu para pelanggan melakukan pembelian berkelompok (team buying) dengan harapan mendapatkan jaminan harga beli yang lebih kompetitif.

Ini mirip yang dikerjakan PinDuoDuo di Tiongkok, berharap bisa memberdayakan komunitas lokal di daerah-daerah.

Hipotesis awal KitaBeli adalah ingin menjangkau distribusi produk FMCG di kota lapis dua yang nilainya lebih dari $100 miliar — dengan lebih dari 200 juta konsumen yang terhadap 50% dari PDB. Sistem logistik dan rantai pasok yang kurang efisien dilihat sebagai peluang, sehingga pendekatan lewat teknologi coba dihadirkan.

Solusi KitaBeli salah satunya dengan menghadirkan gudang dan pusat pemenuhan di area-area operasionalnya. Mereka mengklaim bisa mereduksi harga akhir ke konsumen antara 10%-50% — termasuk memotong rantai pasok dengan mengambil produk langsung dari brand dan prinsipal.

Namun demikian, untuk masuk ke kota lapis dua memang banyak hal yang harus dihadapi. Selain investasi besar di infrastruktur, pemain seperti KitaBeli dihadapkan pada tantangan edukasi pasar. Model tradisional (beli barang dengan jumlah sedikit di warung) dan kebiasaan masyarakat (seperti kasbon di warung dan pengalaman saat pergi ke warung) menjadi aspek-aspek yang tidak terfasilitasi dengan digitalisasi tersebut.

Kendati demikian tidak semua model social commerce mengalami pasar surut. Pemain lain seperti Dagangan justru tengah ekspansif hadir di kota-kota baru. Pekan ini mereka mulai ekspansi ke Jawa Timur setelah sebelumnya banyak fokus di area Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pendekatan Dagangan juga berbeda, mengadopsi konsep rural commerce yang dijalankan dengan sistem hub and spoke untuk last-mile delivery. Mereka banyak memasok barang ke pertokoan di wilayah lapis dua dan tiga.

Application Information Will Show Up Here
Rishabh Singhi ceritakan faktor penyebab kegagalan DishServe

Rishabh Singhi Ungkap Alasan Kegagalan Mempertahankan DishServe

Dalam perjalanan kariernya, Rishabh Singhi sempat merasakan bekerja dan membangun startup sampai level yang cukup besar. Namun demikian sebagai pengusaha, ia memastikan tidak pernah kapok untuk mulai kembali membangun startup, meskipun pernah gagal.

Dalam diskusinya bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra, Singhi mengungkapkan alasan startup yang ia bangun “DishServe” gagal untuk bertahan; serta bagaimana profitabilitas memainkan peranan kunci agar startup bisa bertahan.

Terlambat melakukan perubahan

Sebelum membangun DishServe, diketahui Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir 5 tahun. DishServe sendiri sebenarnya sudah mengantongi pendanaan sampai tahapan pra-seri A dari sejumlah investor. Beberapa penyuntik dananya termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor.

Meskipun sempat melakukan pivot dan fokus kepada penyediaan solusi automasi operasional restoran, kafe, dan cloud kitchen, namun perusahaan gagal untuk bisa menjalankan bisnis karena mulai kehabisan “runway”. Miminmya cadangan dana operasional yang dimiliki, menyulitkan perusahaan untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

“Kondisi sudah mulai berubah, menyulitkan kami untuk melakukan penggalangan dana. Menjadi sulit bagi kami untuk scale-up tanpa adanya modal, padahal kami sudah mulai mendekati profitabilitas. Namun kami tidak bisa melakukan scale-up sebelum mencapai profitabilitas. Dilihat dari kondisi tersebut, kami kemudian memutuskan untuk menutup perusahaan di bulan Maret 2023,” kata Singhi.

Ditambahkan olehnya, terlambatnya keputusan perusahaan untuk melakukan pivot hingga meluncurkan private label brand juga menjadi salah satu penyebab perusahaan gagal untuk bertahan. Singhi menegaskan menjadi penting bagi bisnis untuk fokus kepada fundamental perusahaan dan segera melakukan perubahan, ketika perusahaan terkendala. Mereka yang tidak segera melakukan perubahan, bakal mengalami kesulitan yang bisa berakhir dengan kegagalan.

“Ekonomi makro juga menjadi salah satu penyebab mengapa penggalangan dana sulit dilakukan. Kondisi ini juga menyulitkan perusahaan untuk kembali pulih, kondisi yang terjadi saat ini mempengaruhi semua. Yang saya pelajari dari kegagalan ini adalah, perusahaan yang ingin bisa sukses 5-10 tahun lagi harus bisa mencapai profitabilitas,” kata Singhi.

Dalam dunia startup yang dinamis dan sangat kompetitif, mencapai profitabilitas merupakan tonggak fundamental untuk kesuksesan jangka panjang dan kelangsungan hidup. Meskipun startup seringkali fokus pada pertumbuhan, menarik investor, dan membangun customer base, profitabilitas harus tetap menjadi tujuan utama.

Dengan mencapai profitabilitas, startup dapat memposisikan diri mereka menjadi lebih kuat, berkembang, dan memiliki masa depan yang berkelanjutan dalam lanskap bisnis yang kompetitif.

Ingin membangun startup kembali

Setelah membangun DishServe, ke depannya Singhi masih ingin membangun kembali startup barunya. Namun demikian dirinya masih belum memiliki ide atau inspirasi, startup apa yang kemudian ingin ia bangun.

Salah satu alasan mengapa Singhi ingin kembali terjuan ke dunia startup adalah, dirinya melihat saat ini tidak ada pekerjaan yang ideal untuk dirinya. Ia juga tidak melihat ke depannya akan bekerja sebagai pegawai di perusahaan.

“Sampai saat ini belum ada rencana startup apa yang akan dibangun, saya masih melakukan evaluasi dan tidak memiliki ide yang tepat saat ini. Tidak menutup kemungkinan ide baru akan muncul beberapa minggu ke depan,” kata Singhi.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Cars24 masuk ke Indonesia sejak tahun 2022

Cars24 Menyerah di Pasar Indonesia

Setelah meluncur tahun 2022 di Indonesia, Cars24 platform yang fokus kepada jual-beli mobil bekas asal India dikabarkan menutup operasional mereka di sini. Mereka juga akan menutup layanan mereka di Arab Saudi.

Dilansir dari DealStreetAsia, Cars24 secara resmi akan menutup layanan mereka di Indonesia akhir pekan ini. Selanjutnya perusahaan akan memfokuskan bisnis mereka di India, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Australia. Menurut Katadata, tahun 2022 lalu perusahaan mengalami kerugian operasional di Indonesia hingga $248 juta.

Didirikan oleh Vikram Chopra and Mehul Agrawal, Cars24 selama ini dikenal sebagai platform yang ingin menghadirkan pengalaman baru penjualan mobil bekas di India. Selain bisnis intinya jual beli mobil bekas, Cars24 juga menawarkan berbagai layanan terkait. Ini termasuk pembiayaan, asuransi, dan perbaikan. Menjadikan mereka sebagai toko serba ada untuk semua kebutuhan terkait mobil.

Pada tahun 2021, Cars24 mengumpulkan dana segar sekitar $450 juta dalam putaran Seri F yang dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2, menjadikan valuasi Cars24 menjadi lebih dari $1,8 miliar. Perusahaan menggunakan dana tersebut untuk memperluas ke pasar baru, berinvestasi dalam teknologi, dan mengembangkan produk dan layanan baru untuk pelanggannya.

Persaingan marketplace mobil bekas

Salah satu alasan mengapa akhirnya Cars24 terpaksa menghentikan operasional mereka di Indonesia adalah, makin sengitnya persaingan marketplace jual-beli mobil bekas saat ini di Indonesia. Mulai dari Carro, Carsome, hingga Astra Digital yang juga turut bermain dalam sektor ini melalui platform jual-beli mobil mereka “mobbi”.

Salah satu pemain terkemuka yang sudah cukup lama menghadirkan layanan jual-beli mobil bekas yaitu OLX Autos, akhir bulan Januari 2023 lalu dikabarkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 300 karyawannya Indonesia. Dampak perubahan kondisi ekonomi global dianggap sebagai biang keladi dibalik keputusan tersebut.

Sementara itu Moladin bulan Februari 2023 lalu dikabarkan telah merumahkan 11% dari total pegawai yang dimiliki. Sekurangnya 360 karyawan terdampak PHK. Perusahaan berdalih, keputusan sulit ini didasarkan pada upaya menciptakan bisnis berkelanjutandalam jangka panjang.

Persaingan di pasar mobil bekas Indonesia sangat ketat, dengan banyak pemain bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar yang sedang berkembang. Setiap platform memiliki proposisi nilai yang unik, dengan beberapa berfokus pada kualitas dan transparansi, sementara yang lain menawarkan berbagai pilihan mobil dan layanan bernilai tambah.

Application Information Will Show Up Here
Startup e-grocery Tumbasin mengumumkan tutup, berhenti beroperasi sejak 2 Mei 2023 sudah berdiri sejak 2017 di Semarang

Startup E-grocery Tumbasin Berhenti Beroperasi

Startup e-grocery Tumbasin mengumumkan tutup, berhenti beroperasi sejak 2 Mei 2023. Kabar ini pertama kali diumumkan melalui akun media sosialnya.

“Terima kasih sudah bersama menggerakkan pasar tradisional dengan memilih belanja melalui Tumbasin. Kini saatnya Tumbasin pamit dan berharap semoga seluruh pelanggan setia Tumbasin tetap melestarikan budaya belanja dari pasar tradisional,” tulis perusahaan.

Bersamaan dengan itu, perusahaan menyampaikan seluruh operasional Tumbasin, termasuk situs dan aplikasi akan berhenti beroperasi.

Lebih lanjut mengutip dari unggahan CEO Tumbasin Bayu Saubig di LinkedIn, ia menyampaikan, “Saya ingin berbagi beberapa berita yang sulit dan disesalkan. Setelah perjuangan panjang, perusahaan kami menghadapi tantangan keuangan yang tidak dapat diatasi. Dengan berat hati, kami harus mengumumkan bahwa perusahaan kami akan mengajukan kebangkrutan.”

Dia melanjutkan, “Di saat-saat seperti ini, sangat menantang untuk menemukan kata yang tepat. Namun, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak eksternal yang telah bekerja dengan perusahaan kami selama ini.”

Tumbasin yang berbasis di Semarang ini sudah hadir sejak 2017. Konsep yang diusung adalah menghubungkan pedagang pasar tradisional dan menjualkan barang dagangan mereka kepada pengguna lewat aplikasi. Nantinya kurir Tumbasin, yang akan mengantarkan pesanan kepada konsumen.

Dalam wawancara terakhir di 2020, Tumbasin telah hadir di Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Makassar. Model sejenis juga ditawarkan oleh Titipku yang kini masih beroperasi dan masuk ke B2B dengan menyasar ke segmen horeka karena dianggap lebih stabil prospeknya.

Dirikan koperasi

Setahun sebelum mengumumkan kabar tersebut, para pendiri Tumbasin sebelumnya mendirikan koperasi simpan pinjam (KSP) di kota yang sama pada Februari 2022, bernama KSP Sitrama (Sinergi Mitra Bersama).

Dalam situsnya, M. Fuad Hasbi, Bayu Saubig, dan Triasworo Mituhu Subekti bergabung sebagai pengurus dan pengawas di koperasi tersebut.

KSP Sitrama itu sendiri adalah koperasi yang berfokus pada penyediaan dana bagi pedagang pasar dan UMKM dengan sistem ekonomi bersama. Dipaparkan, telah merangkul 73 anggota, dana simpanan Rp1,2 miliar sepanjang 2021-2022, dan menyalurkan pendanaan kepada pedagang sebesar Rp820 juta dalam kurun waktu yang sama.

Ada tiga produk keuangan yang ditawarkan. Pertama, pinjaman bagi hasil dengan limit Rp10 juta untuk pedagang dengan sistem bagi hasil harian selama 100-180 hari. Kedua, pinjaman modal usaha dengan limit yang sama dengan pembagian keuntungan bulanan dan pembayaran pokok di akhir selama 3 bulan-12 bulan.

Terakhir, simpanan berjangka dengan jangka waktu 6, 12, 18 bulan dengan imbal hasil 12%-18% flat per tahun. Besaran simpanan pokok sebesar Rp100 ribu, sementara simpanan wajib sebesar Rp30 ribu.

Startup cloud kitchen DishServe mengumumkan tutup operasional alias gulung tikar dikarenakan sulit menemukan investor

Startup Cloud Kitchen DishServe Tutup

Startup cloud kitchen DishServe mengumumkan gulung tikar. Salah satu penyebabnya dikarenakan tidak memiliki runway yang cukup untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

Informasi ini pertama kali diumumkan oleh CEO DishServe Rishabh Singhi melalui tulisan yang diunggah di LinkedIn kemarin (01/5). Ia menyampaikan, “Sebuah perjalanan yang luar biasa berakhir. Dengan sangat sedih saya ingin mengumumkan bahwa kami telah menutup DishServe,” tulisnya.

Dipaparkan pula sejumlah pencapaian dan pelajaran yang dipetik sepanjang ia merintis DishServe pada 2020. Di antaranya adalah:

  1. Pabrik produksi makanan yang sepenuhnya otomatis. Tidak memiliki pengalaman manufaktur sebelumnya dan membuat fasilitas produksi yang berfungsi penuh dalam waktu tiga bulan.
  2. Memiliki jaringan lebih dari 200 mitra dapur, murni dengan model kemitraan, sehingga asset-light dan mungkin termasuk cara termurah untuk mengoperasikan cloud kitchen.
  3. Meluncurkan dan meningkatkan berbagai merek makanan sehat yang menghadirkan keterjangkauan, aksesibilitas, dan rasa kepada pelanggan di 10 kota di Indonesia, melayani lebih dari 100 ribu pelanggan.

Pencapaian positif tersebut ternyata tidak sebanding realita yang ada di lapangan. Ia merinci tiga isu yang diharapkan dapat diselesaikan:

  1. Awalnya margin DishServe rendah, sementara fokusnya mengejar pertumbuhan. Alhasil, perusahaan menghabiskan sebagian besar runway-nya untuk itu. Pada saat mulai mengejar peningkatan margin, sisa runway sudah terlalu sedikit.
  2. Narasi tentang F&B dinilai sudah membosankan, tidak begitu seksi lagi di mata VC sekarang. Akhirnya, perusahaan tidak dapat meyakinkan cukup banyak orang bahwa bisnis DishServe dapat ditingkatkan menjadi bisnis ARR senilai $100 juta dalam 5-6 tahun ke depan.

“Terakhir, kami mencoba menyelesaikan terlalu banyak masalah, mulai dari pembuatan merek hingga rantai pasokan dan distribusi hingga produksi makanan. Kami seharusnya dapat berfokus pada salah satunya dan mulai memonetisasinya lebih awal,” tutup Singhi.

Saat dihubungi lebih lanjut oleh DailySocial.id, Singhi masih enggan memberikan pernyataannya lebih lanjut, terkait efektif tutup operasional, karyawan terdampak, dan rencana ia selanjutnya. Ia hanya menyampaikan bahwa dirinya masih membutuhkan waktu untuk mencerna seluruh keputusan yang telah diambil.

Sebelum membangun DishServe, Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir lima tahun.

Kini akun media sosial DishServe sudah dihapus, pun situsnya sudah tidak bisa diakses lagi.

Perusahaan telah mengantongi pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, di antaranya Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor. Pada 2020 mereka juga telah menerima pendanaan tahap awal dari Insignia.

Sempat umumkan pivot

Sebelum mengambil keputusan tutup ini, DishServe mengumumkan pivot berfokus pada penyediaan solusi otomatisasi operasional restoran, kafe, dan dapur khusus layanan pengiriman (delivery online). Sebelum mantap dengan keputusan tersebut, uji coba telah dilakukan sejak Juli 2022, kemudian rampung pada tiga bulan kemudian tepatnya September 2022.

Target penggunanya pun luas, tidak terbatas pada bisnis kuliner rumahan saja, tapi juga bisnis yang berada di skala lebih tinggi. Tak terlepas juga bisnis yang sudah punya kehadiran toko offline juga tak liput dari incaran, sehingga DishServe tidak sepenuhnya bergantung pada bisnis pesan antar makanan saja (delivery only).

Untuk melayani segmen delivery only, perusahaan telah membangun sederet merek F&B yang fokus untuk memproduksi makanan berkualitas tinggi dengan meningkatkan akses, harga terjangkau, dan cita rasa enak. Merek DishServe diklaim mampu meningkatkan daya jangkau konsumen dengan skema manufaktur massal di pabrik, sehingga menurunkan biaya produksi sekaligus mempertahankan kualitas secara konsisten.

Merek DishServe seluruhnya adalah menu makanan sehat. Nama-namanya adalah KitFit, LIT, Uncle Tam, Bing Bing, dan Chickass.

Adapun bisnis awal DishServe adalah menyediakan fasilitas dapur rumah atau aset dapur yang kurang dimanfaatkan sebagai bagian dari jaringan untuk bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B. Sebagai marketplace, DishServe memudahkan pemilik brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki DishServe.

Selain itu, dapur rumahan juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh. Dengan demikian, konsumen yang menyukai brand yang tergabung dalam DishServe dapat terbantu karena mereka dapat dengan mudah membeli makanan dalam kurang dari 10 menit dikirim dari titik terdekat mereka.

https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/63da171e51c93/jdid-tutup-giliran-startup-cohive-dinyatakan-pailit

Startup Coworking Space “CoHive” Resmi Kolaps

Startup coworking space CoHive diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan ini tercantum dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Register No: 231/Pdt/Sus-PKPU/2022/PN.Jkt.Pst, tertanggal 18 Januari 2023.

“Menyatakan termohon PKPU (PT Evi Asia Tenggara) dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan ini diucapkan,” tulis pengumuman tersebut, dikutip Rabu (1/2).

Berdasarkan pengumuman itu, Rio Sadrack M. Pantow dan Benny Marnala Pasaribu ditetapkan sebagai tim kurator. Debitor pailit, para kreditur, dan kantor pajak diminta menyaksikan sidang dan rapat lainnya.

Adapun sidang perdana diselenggarakan pada hari ini (1/2) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 10.00 WIB. Sedangkan batas akhir pengajuan kreditor adalah 9 Februari 2023 pada pukul 10.00 WIB sampai 17.00 WIB.

Mengutip dari Katadata, sebelumnya Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan CoHive, PUKPS atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara pada 2 September 2022. PKPU adalah mekanisme penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan.

Debitur dapat mengajukan rencana perdamaian dengan tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang pada kreditur selama periode yang telah ditetapkan oleh pengadilan. CoHive diberi waktu 45 hari sejak putusan.

Belum ada keterangan resmi yang diberikan oleh salah satu investor awal CoHive, East Ventures, mengenai kabar tersebut kepada media. Akan tetapi bila mengacu dari situsnya, saat ini CoHive masuk ke dalam kategori exit portofolio.

Perjalanan CoHive

Selain East Ventures, CoHive juga didukung oleh investor lainnya, seperti Insignia, Naver Corp, dan lain-lain. Terakhir, startup tersebut mengumumkan putaran seri B pada 2019 dengan total dana ekuitas sebesar $40 juta. Menurut sumber, pendanaan ini melambungkan valuasi perusahaan mencapai lebih dari $100 juta.

CoHive didirikan pada 2015 sebagai proyek internal East Ventures, yang awalnya dinamai EV Hive. Kemudian pada 2017 diambil alih oleh Jason Lee, Carlson Lau, dan Ethan Choi yang mengganti namanya menjadi Cocowork, kemudian diganti lagi menjadi CoHive.

Perusahaan semakin ekspansif masuk ke berbagai kota. Pada 2020, perusahaan mengoperasikan 30 lokasi dengan total luas area mencapai 60 ribu meter persegi, di Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Surabaya. Layanan yang disuguhkan cukup beragam melalui keanggotan CoHive, mulai dari workspace, coworking, private office, meeting room, sampai dengan coliving.

Ekspansi terakhirnya di Surabaya diumumkan pada 2019 menggandeng Tanrise Property dan TIFA Property sebagai mitra strategis. Pada akhir 2020, salah satu investor CoHive, Chris Angka mengambil alih sebagai CEO perusahaan.

Industri coworking space

Menurut Coworking Space Global Market Report 2022, memprediksi ukuran pasar industri coworking space global bertumbuh dari $13,60 miliar di 2021 menjadi $16,17 miliar di 2022 dengan CAGR 18,9%. Laporan tersebut juga menggarisbawahi, pertumbuhan bisnis ini sangat dipengaruhi dengan peningkatan jumlah startup, termasuk tren ruang kerja fleksibel di kalangan pekerja muda.

Faktanya, bisnis ini juga mengalami turbulensi saat dampak virus corona memuncak pada pertengahan 2020. Diperkirakan jumlah penurunan permintaan coworking space melebihi 50%, ditengarai kebijakan bekerja dari rumah yang diberlakukan oleh para pegiat startup. Di era ini, kemudian muncul tren kerja hybrid –memadukan remote working dan bekerja di kantor—membuat para pekerja lebih fleksibel untuk menentukan tempat.

Besar kemungkinan CoHive terlalu ekspansif sehingga gagal mencapai unit economy sebelum pandemi meluluhlantakkan bisnisnya.

Pemain sejenisnya, GoWork masih beroperasi di Indonesia. Perusahaan tersebut mengantongi tambahan amunisi Seri C1 pada 2021. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta.

Salah satunya investor GoWork, Indogen Capital, menyampaikan pandangannya terkait prospek industri ini.

“Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini,” ucap Vice President Indogen Capital Kevin Winsen.