Tag Archives: Cloud Computing

SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung / Tencent Cloud

Fokus Bisnis dan Ekspansi Layanan Tencent Cloud di Asia Tenggara

Cloud computing atau komputasi awan telah merevolusi cara bisnis menyimpan, mengelola, dan memproses data. Dengan infrastruktur yang dapat diskalakan dan model penetapan harga yang hemat biaya. Hal tersebut telah menjadi pilihan yang semakin populer bagi perusahaan yang ingin meningkatkan infrastruktur teknologi informasi. Asia Tenggara pada khususnya dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan populasi yang tergolong “tech-savvy”, merupakan wilayah yang memiliki potensi besar dari penerapan cloud computing atau komputasi awan.

Dalam laporan yang dirilis DSInnovate dan Alibaba Cloud Indonesia bertajuk From Self-built to Cloud Native, Why Do Startup Choose Cloud? terungkap, bisnis digital saat ini dituntut untuk bisa untuk menghadirkan aplikasi dengan kinerja yang andal. Pertumbuhan pelanggan semakin sulit untuk diprediksi; ketika pertumbuhan terjadi dan sistem tidak siap, bisa menghasilkan retensi pengguna yang buruk.

Terlepas dari tantangan tersebut, potensi cloud computing di Asia Tenggara cukup signifikan. Dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini dan meningkatnya permintaan layanan digital, komputasi awan kemungkinan akan memainkan peran yang semakin penting dalam transformasi digital di Asia Tenggara.

Fokus pengembangan Tencent Cloud di Asia Tenggara

Perwakilan Tencent Cloud / Tencent Cloud

Sebagai salah satu platform cloud computing dari Tiongkok, Tencent Cloud mencoba menghadirkan teknologi dan layanan yang relevan secara global.

Dalam sesi temu media di Singapura beberapa waktu lalu, SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung mengungkapkan, fokus awal perusahaan adalah mengembangkan layanan dan teknologi untuk Tiongkok. Namun saat ini perusahaan juga mulai melakukan ekspansi di luar Tiongkok terutama di wilayah Asia Tenggara. Mulai dari Hong Kong (Macau), Thailand, dan tentunya Indonesia.

“Pada dasarnya adalah wilayah Asia Tenggara, karena menurut saya Asia Tenggara saat ini sedang mengalami proses skip generation, jadi mereka melewati one big step dan saat ini mereka melihat perlunya melakukan adaptasi dan adopsi teknologi secara cepat.”

Salah satu keuntungan utama komputasi awan adalah skalabilitas. Karena bisnis di Asia Tenggara terus tumbuh dan berkembang, mereka membutuhkan infrastruktur TI yang dapat mengikuti perubahan kebutuhan. Komputasi awan memungkinkan bisnis dengan cepat dan mudah meningkatkan atau menurunkan sumber daya TI mereka sesuai kebutuhan, tanpa harus berinvestasi dalam hardware dan software yang mahal.

Ditambahkan olehnya lokalisasi kemudian menjadi fokus perusahaan. Dalam hal ini sebelum melancarkan bisnis mereka di negara tertentu, sudah mengikuti aturan dari regulator terkait dan memastikan compliance atau kepatuhan sudah dijalankan secara akurat hingga 100%.

“Kita sudah menjalankan bisnis di Thailand, demikian juga di Indonesia. Secara menyeluruh di wilayah Asia Tenggara kami juga terus mengalami pertumbuhan. Tercatat Tencent Cloud telah mengalami pertumbuhan hingga 3 digit di Thailand dan Indonesia,” kata Poshu.

Membangun dua data center di Indonesia

Sejak tahun 2021 lalu Tencent Cloud sudah membangun dua data center di Indonesia. Perusahaan juga mengklaim masih terus membina relasi dan bekerja dengan pihak terkait di Indonesia, dengan menempatkan tim lokal. Pemain lain yang juga sudah mulai menggelontorkan investasi untuk membangun pusat data di Indonesia adalah Alibaba, Amazon, dan Google.

Sebagai platform yang memiliki konten dalam jumlah yang cukup besar, kehadiran Tencent di Indonesia selama ini telah diperkuat dengan WeTV dan iflix Indonesia. Kedua aplikasi tersebut kini dikelola Tencent, dan menempatkan Lesley Simpson sebagai Country Manager WeTV dan iflix Indonesia.

Disinggung apakah ke depannya Tencent Cloud akan lebih memfokuskan kepada pengembangan konten media seperti VOD hingga OTT di Indonesia. Menurut Poshu hal tersebut merupakan salah satu kekuatan Tencent Cloud, dilihat dari potensi dan demand dari platform OTT di Indonesia.

Ukuran pasar layanan media di wilayah APAC diproyeksikan mencapai $6.9 miliar pada tahun 2026, dengan CAGR sebesar 27% selama empat tahun ke depan. Selain itu, permintaan untuk solusi audio dan video diperkirakan akan meningkat di berbagai industri hilir, dengan sektor e-commerce menunjukkan CAGR terbesar di antara sektor lain termasuk game online, media dan hiburan, perusahaan, dan layanan kesehatan.

“Memanfaatkan pengalaman Tencent selama dua dekade dalam melayani dan menghubungkan lebih dari satu miliar pengguna di seluruh dunia pada platform yang berhubungan dengan konsumen, Tencent Cloud berada dalam posisi yang kuat secara strategis untuk membantu perusahaan mencapai immersive convergence, sebuah konsep yang menggabungkan teknologi dan pendekatan inovatif mengintegrasikan ekonomi digital dan dunia nyata untuk koneksi tanpa batas,” kata Poshu.

Komitmen Alibaba Cloud Dukung Ekosistem Startup Indonesia Lewat Inisiatif dan Solusi Terpadu Teknologi Cloud

Perusahaan penyedia layanan teknologi komputasi awan terkemuka, Alibaba Cloud kian memantapkan komitmennya untuk mendukung ekosistem digital Indonesia. Setelah serius menggarap talenta lokal dalam pengadopsian teknologi cloud, perusahaan belum lama ini memaparkan bagaimana Alibaba Cloud membuktikan dukungan penuhnya terhadap pertumbuhan industri startup tanah air melalui infrastruktur cloud yang mumpuni. Setidaknya, hal tersebut yang menjadi intisari dari acara Asia Forward: Indonesia Startup Day pada Kamis, 24 Maret 2022 yang dipersembahkan oleh Alibaba Cloud.

Dalam acara yang dihelat di bilangan Jakarta itu, sejumlah pelaku startup lokal mengaku, infrastruktur teknologi seperti komputasi awan memberikan daya akselerasi yang signifikan, tak hanya dalam pengembangan produk, namun juga dalam upaya mengakomodir permintaan pasar akan konsumsi produk dan layanan digital, yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hal itu diungkapkan oleh Ronald Molenaar selaku Director of Business Development dari Advance.AI. Sebagai salah satu dari sekian pelanggan dari kalangan startup, dirinya mengaku berinvestasi di infrastruktur cloud sangat penting untuk pertumbuhan perusahaan yang lebih pesat. Lebih lagi, teknologi dan layanan yang disuguhkan oleh Alibaba Cloud juga membantunya untuk semakin mengukuhkan eksistensi perseroan di ranah global.

“Sejak awal kami selalu mempercayakan Alibaba Cloud sebagai mitra untuk tak hanya membantu kami berkembang lebih pesat dan besar lagi di Indonesia, namun juga membantu kami untuk menguatkan eksistensi di pasar Asia Tenggara,” ungkap Ronald.

Ia pun menambahkan, bisnis perusahaan yang sebagian besar berada di ranah financial technology (fintech) tentu tak akan terakselerasi dengan baik, tanpa tersedianya infrastruktur yang cakap dan handal. Sebagai informasi tambahan, Advance.AI merupakan perusahaan yang menaungi Atome – platform fintech paylater yang kini tengah naik daun.

“Saya sangat berterima kasih sekali kepada Alibaba Cloud yang telah membantu kami untuk meraih kesuksesan di Indonesia,” tambahnya.

Serupa dengan testimoni di atas, solusi komputasi awan Alibaba Cloud juga diklaim sangat mumpuni untuk mendukung pertumbuhan startup yang bergerak di bidang blockchain – bidang yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, mulai dari cryptocurrency, metaverse, hingga NFT. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Wendy Taufiq Hidayah, VP of Technology TokoCrypto yang menyatakan, solusi cloud sangat krusial bagi TokoCrypto dan ekosistem blockchain di dalamnya.

“Ekosistem produk dan layanan TokoCrypto sangat kompleks, tentu saja hal itu membutuhkan infrastruktur teknologi yang mampu kami andalkan, dan Alibaba Cloud kami percayakan untuk menjadi mitra yang mampu menangani hal tersebut. Apalagi saat ini kami punya Tokoverse yang dimotori oleh TKO (TokoToken), jadi menurut kami kehadiran Alibaba Cloud punya peran yang penting untuk kami,” ujar pria yang akrab disapa Wendy tersebut.

Dari “kisah” tadi, tentu menimbulkan sedikit tanya, tentang seperti apa sebenarnya dukungan Alibaba Cloud untuk industri startup secara spesifik? Dalam pemaparan di waktu yang sama, Tifi Liu Head of Marketing Indonesia & Vietnam Alibaba Cloud menjelaskan tentang bagaimana Alibaba Cloud mengusung inisiatif yang bertajuk “Go Startup Program”. Tifi Liu mengungkapkan, inisiatif tersebut mengusung program akselerasi startup yang paling komprehensif dari sisi dukungan teknologi dan solusi komputasi awan. Dirinya menjelaskan, go Startup Program memboyong objektif utama untuk menyokong industri startup Indonesia agar kian maju, sukses, dan berdaya saing tinggi di kancah global.

Go Startup Program secara garis besar mengusung sejumlah agenda, seperti misalnya; pelatihan terpadu, workshop, demo day, sampai fasilitas networking di industri teknologi internasional. Di samping agenda taktis, program ini juga menawarkan ragam benefit terkait dukungan resources, product credit, dan lain sebagainya.

Ragam startup dapat berpartisipasi dengan inisiatif Go Startup Program, hanya saja ada beberapa syarat dan ketentuan seperti; startup telah dimodali minimal secara seed funding, merupakan pelanggan baru dari Alibaba Cloud, dan yang terpenting memiliki minat dan ketertarikan dengan solusi teknologi cloud.

Sebagai salah satu dari sekian penyedia layanan teknologi komputasi awan, Alibaba Cloud menjadi korporasi yang terlihat cukup serius dalam menggarap industri startup tanah air. Pada event tersebut juga dijabarkan, bagaimana dukungan teknis dan pelatihan disediakan secara komprehensif dan berdedikasi dari Alibaba Cloud kepada pelanggan dan mitranya. Bagi pelaku startup, dukungan semacam ini jelas diperlukan untuk membangun daya saing yang mumpuni baik dari talenta, hingga pengembangan teknologi dan produk.

“Di tahun ini [2022], kita fokus menanamkan investasi jutaan dolar untuk mendukung ekosistem startup Indonesia. Dukungan itu juga melalui training, aktivitas, inisiatif, dan lain-lain. Intinya kita ingin memajukan ekosistem startup Indonesia yang punya banyak sekali unicorn, dan kami selalu bersemangat untuk memajukan startup Indonesia bersama dengan solusi dari Alibaba Cloud,” papar Leon Chen, General Manager Alibaba Cloud Indonesia.

Detil program startup yang akan diluncurkan Alibaba Cloud pada 5 April 2022 dapat dilihat di halaman ini.

Advertorial ini didukung oleh Alibaba Cloud Indonesia.

Cloud-server-Layanan-Komputasi-Data-yang-Wajib-diterapkan-Oleh-Pelaku-Startup

Cloud server, Layanan Komputasi Data yang Wajib Diterapkan Oleh Pelaku Startup

Bergantung dengan teknologi dan internet di era sekarang adalah hal biasa, bahkan dua variabel tersebut bisa memudahkan pekerjaan apapun. Melalui kecepatan teknologi dan internet menjadi pilihan para pekerja di bidang teknologi untuk menjalankan bisnisnya dengan cepat dan efisien.

Salah satunya, dengan mengadopsi cloud server untuk menjalankan bisnis yang berbasis teknologi. Namun, saat ini cloud server tidak hanya dijalankan oleh pelaku startup saja, penggunaan cloud server sudah menjadi hal yang lumrah bagi perusahaan berskala besar, seperti industri medis dan kesehatan, hingga industri berskala kecil semacam usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau bisnis lokal.

Adapun cloud server merupakan layanan server virtual yang bergerak dalam lingkup cloud computing. Sedangkan, cloud computing adalah teknologi untuk menyimpan dan membagikan data melalui jaringan internet. Singkatnya, cloud server menjadi sebuah layanan server yang mengandalkan jaringan internet.

Cloud server menciptakan efisiensi teknologi

Sesuai dengan definisinya, cloud server akan berfungsi untuk memproses komputasi data aplikasi, data personal, hingga website. Selain itu, dengan mengadopsi cloud server juga perusahaan dapat meminimalisir kehilangan data karena cloud server tidak bergantung dengan hardisk. Sehingga, jika ada pencurian komputer, Anda tidak perlu khawatir terkait backup data.

Pemanfaatan cloud server dalam operasional perusahaan di era sekarang juga menjadi langkah yang tepat. Pasalnya, 81% perusahaan sudah menyimpan satu-dua aplikasi mereka dalam layanan cloud server.

Dilihat dari jumlah pengguna yang sudah meningkat dan mengandalkan jaringan internet, tentunya cloud server memberikan manfaat dan kemudahan yang leluasa bagi penggunanya. Salah satunya adalah anggaran yang dikeluarkan akan lebih rendah.

Selain biayanya yang murah, mengadopsi cloud server juga tidak perlu memikirkan batas limit penyimpanan data karena Anda bisa dengan mudah melakukan upgrade penyimpanan. Hal ini menjadi poin plus bagi Anda yang memiliki bisnis yang sedang berkembang.

Hadirnya cloud server juga memberikan kemudahan bagi startup untuk mendapatkan inovasi baru. Dengan cloud server, mengakses data akan jauh lebih mudah dan cepat, bahkan Anda tidak perlu khawatir dengan tingkat keamanan karena pada cloud server minim terjadinya human error. Bahkan, cloud server juga dapat membuat kolaborasi tim yang dapat memenuhi peluang untuk mencapai target.

Tidak hanya kemudahan itu saja yang akan Anda dapatkan, Anda juga bisa memilih layanan cloud server sesuai kebutuhan perusahaan. Ada empat layanan cloud server yang dapat dipilih, yakni Public Cloud, Private Cloud, Community Cloud, dan Hybrid Cloud.

Neo Virtual Compute (NVC), cloud server yang menjadi pilihan para startup tech

Memilih menggunakan cloud server juga menjadi pilihan terbaik di tahun 2022 karena perusahaan Anda tidak perlu khawatir terkait pemeliharan server hingga pemeliharaan traffic penggunaan. Akan tetapi, untuk memilih perusahaan yang menyediakan cloud server tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan startup Anda. Saat ini, banyak layanan cloud lokal yang tersedia, salah satunya Neo Virtual Compute (NVC) yang berada di bawah naungan Biznet Gio Cloud.

Layanan NEO Virtual Compute bisa menjadi pilihan terbaik untuk startup yang memiliki traffic tinggi ataupun e-commerce yang membutuhkan storage dengan kapasitas tinggi karena memiliki fitur multi availability zone dengan free bandwidth hingga 10 Gbps di 3 data center berbeda yang saling terhubung. Hal ini memudahkan user dalam merancang infrastruktur di region berbeda untuk mendukung keberlangsungan bisnis bila terjadi masalah teknis atau melakukan update layanan digitalnya pada salah satu region.

Cloud Server Neo Virtual Compute juga sangat bisa diandalkan untuk menjalankan aplikasi dengan workload yang tinggi namun tetap lancar karena menggunakan resources yang didedikasikan hingga 64 GB RAM, 16 Core vCPU dan 60 GB SSD Storage yang juga bisa di-scalable kapan saja sesuai kebutuhan.

Beralih ke akses pembayaran, NEO Virtual Compute dapat menggunakan metode pembayaran “pay-as-you-go” yang tentunya memudahkan Anda untuk menggunakan resource dengan tepat. Selain itu, biasanya Anda harus mengkonversi mata uang untuk melakukan pembayaran saat memesan cloud server luar negeri belum ditambah biaya lainnya yang tidak terduga, namun dengan kualitas produk yang sama Anda dimudahkan dengan melakukan pembayaran dalam mata uang rupiah. Biznet Gio juga sudah mendapatkan sertifikasi lengkap dari segi jaminan mutu layanan dengan ISO 9001, dan untuk keamanan dari perihal jaminan privasi transaksi daring dengan sertifikat PCI DSS, hingga sistem keamanan untuk cloud dengan 5 sertifikasi keamanan standar yang telah diakui dunia seperti SOC Type 2, ISO 27001, ISO 27701, ISO 27017, ISO 27018.

***

Disclosure: Artikel ini ditulis oleh Tasya Kania

AWS Asia Pasifik (Jakarta) Region

AWS Berencana Investasi 71 Triliun Rupiah dalam 15 Tahun, Memperkuat Bisnis “Cloud” di Indonesia

Amazon Web Services (AWS) mengumumkan telah resmi membuka Region Indonesia, yakni AWS Asia Pasifik (Jakarta) Region. Pembukaan Region baru ini sejalan dengan rencana AWS untuk berinvestasi sebesar $5 miliar atau sekitar 71 triliun Rupiah dalam 15 tahun ke depan di Indonesia.

Disampaikan pada media briefing secara virtual, Country Manager AWS Indonesia Gunawan Susanto mengatakan bahwa komitmen investasi di Tanah Air diproyeksi menciptakan sebanyak 24.700 pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam skala makro, ungkapnya, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region diestimasi dapat berkontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar $10,9 miliar atau sebesar Rp155 triliun.

Studi Dampak Ekonomi Indonesia / Sumber: Amazon Web Services (2021)

Pasalnya, Region ini akan memampukan para pengembang, startup, wirausaha, perusahaan berskala besar, pemerintahan, hingga organisasi nirlaba untuk bertransformasi dan melayani pelanggan melalui berbagai digital.

“Maka itu, AWS berupaya untuk provide kebutuhan ini dengan melakukan berbagai pelatihan skill demi memperkuat talent lokal. Ini semua akan mendukung [bisnis] AWS di Indonesia, making the Region ready untuk memberikan pelayanan yang baik di Indonesia,” ungkap Gunawan.

Memperkuat Region Jakarta

Saat ini, AWS memiliki 84 availability zone di 26 wilayah geografis di dunia, dan berencana menambah 24 availability zone serta delapan AWS Region lainnya tahun depan.

Untuk kawasan Asia Pasifik, beberapa lokasi Region AWS tersebar antara lain di AWS Asia Pacific (Sydney) Region untuk Australia, Asia Pacific (Mumbai) Region untuk India, Asia Pacific (Singapore) Region untuk Singapura, dan Asia Pacific (Osaka) Region untuk Jepang.

Region merupakan kumpulan beberapa data center yang memungkinkan pelanggan beroperasi dan menyimpan data secara digital di Indonesia. DI Indonesia, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region tersebar di tiga zona yang lokasinya dirahasiakan.

Adapun, AWS Region terdiri dari availability zone yang terletak cukup jauh satu sama lain demi mendukung kelangsungan bisnis pelanggan, tetapi dekat untuk menyediakan latensi rendah bagi aplikasi dengan kebutuhan tinggi yang memanfaatkan beberapa availability zone.

VP of Infrastructure Services AWS Prasad Kalyanaraman menambahkan bahwa adopsi cloud dapat membuka kesempatan bagi institusi, startup, perusahaan, hingga pemerintahan untuk mentransformasikan bisnisnya. Terlebih, AWS menawarkan sejumlah keunggulan, mulai dari biaya dan latensi lebih rendah serta meningkatkan agility.

Cloud membuka kesempatan bagi berbagai organisasi terlepas dari skala dan jenis bisnisnya, untuk mentransformasikan kegiatan operasional dan menghadirkan pengalaman yang menyeluruh bagi pelanggan,” paparnya.

Sebagai informasi, AWS resmi membuka kantornya di Jakarta pada 2018. Namun, AWS mencatat telah membantu lebih dari 1.700 startup di Indonesia untuk membangun dan meningkatkan skala bisnisnya. Beberapa perusahaan yang menggunakan layanan AWS antara lain PT Pos Indonesia (Persero), Tokopedia, Halodoc, dan MNC Group.

Sebagaimana diketahui, adopsi digital meningkat signifikan sejak pandemi Covid-19 di 2020. Hal ini dikarenakan segala pusat aktivitas mulai dialihkan ke digital sejalan dengan upaya pembatasan interaksi sosial, seperti melalui kebijakan Work From Home (WFH) dan Home Learning.

Berdasarkan riset World Economic Forum, sebanyak 91,7% di Indonesia telah menerapkan kebijakan remote working, sebanyak 58,3% di antaranya mengalami peningkatan otomasi pekerjaan. Adapun, cloud computing menjadi salah satu teknologi yang paling banyak diadopsi selama pandemi, yakni sebesar 95%.

Deretan Tren Teknologi yang Bakal Mendisrupsi Dunia Bisnis Versi McKinsey

Teknologi memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Dalam konteks bisnis, teknologi juga bisa menentukan seberapa jauh korporasi dapat berkembang. Agar tidak kehilangan momentum, para eksekutif bisnis perlu menaruh perhatian khusus pada sejumlah tren teknologi yang paling berpengaruh ke depannya. Kira-kira begitulah kesimpulan yang bisa ditarik dari riset terbaru yang dilakukan oleh McKinsey & Company.

Dari 10 tren teratas yang dibahas, 7 di antaranya masuk ke ranah digital. Tren yang dibahas juga bukan sekadar yang berpotensi mendisrupsi banyak sektor industri sekaligus, melainkan juga yang tergolong niche seperti revolusi bioteknologi maupun kemajuan tren nanopartikel dan nanomaterial.

McKinsey memprediksi bahwa ke depannya teknologi robotik, Industrial Internet of Things (IIoT), digital twins, dan additive manufacturing (3D atau 4D printing) bakal digabungkan untuk mempersingkat pekerjaan-pekerjaan rutin, meningkatkan efisiensi operasional, dan mempercepat waktu penetrasi pasar. McKinsey mendeskripsikan tren ini dengan istilah “next-level process automation and virtualization“.

McKinsey mengestimasikan bahwa di tahun 2025, lebih dari 50 miliar perangkat bakal terhubung dengan jaringan IIoT dan menghasilkan data sebesar 79,4 zettabyte setiap tahunnya. Sebagai konteks, 1 zettabyte itu setara dengan 1 miliar terabyte. Lalu di tahun 2030, 10% dari seluruh proses manufaktur bakal digantikan oleh teknologi 3D atau 4D printing.

Tren yang berikutnya menggabungkan kemajuan infrastruktur 5G dengan IoT guna mewujudkan sederet layanan maupun model bisnis baru. McKinsey menemukan ada sekitar 1.000 kasus penggunaan di berbagai sektor industri yang berkaitan erat dengan tren konektivitas ini, yang diperkirakan bisa berkontribusi terhadap angka GDP di tahun 2030 hingga sebesar 5-8 triliun dolar Amerika Serikat.

Tanpa harus terkejut, AI tentu juga termasuk sebagai salah satu tren dengan implikasi terbesar di dunia bisnis. McKinsey bahkan memprediksi bahwa kemajuan di bidang AI dan machine learning bakal mewujudkan konsep “Software 2.0”, konsep di mana profesi pengembang software telah digantikan oleh AI. Meski demikian, untuk bisa memaksimalkan tren automated programming ini, perusahaan harus meningkatkan kapabilitas DataOps maupun MLOps-nya terlebih dulu.

Di masa yang akan datang, demokratisasi infrastruktur IT juga bakal semakin dipercepat dengan semakin meningkatnya pengadopsian teknologi cloud computing. Menurut McKinsey, angka pengadopsiannya bisa meningkat hingga mendekati 50% di tahun 2025, dan bukan tidak mungkin menembus angka 80% jika tren yang ada sekarang masih terus berlanjut sampai ke depannya.

Quantum computing dan neuromorphic computing diperkirakan juga bakal terus bertambah mainstream. Tren komputasi generasi baru ini diprediksi bakal menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini belum bisa terjawab di dunia sains. Masa pengembangan industri farmasi dan bahan kimia bakal dipangkas secara drastis, demikian pula industri mobil kemudi otomatis yang bakal diakselerasi. Bukan cuma itu, next-gen computing juga diprediksi bakal mendisrupsi bidang cybersecurity secara signifikan.

Lebih lengkapnya mengenai tren-tren teknologi terpenting di dunia bisnis dapat langsung dibaca di situs McKinsey.

Gambar header: Depositphotos.com.

LOGOS Pure Data Center Indonesia

LOGOS dan Pure Data Centres Segera Ramaikan Persaingan Bisnis Pusat Data di Indonesia

Bisnis data center atau pusat data di Indonesia akan diramaikan pemain baru. Kini giliran LOGOS dan Pure Data Centres yang tengah memulai pembangunan pusat data di Jakarta. Bangunan seluas 20 ribu meter persegi berdaya 20-megawatt ini ditargetkan siap beroperasi pada Q1 2022 mendatang.

Kedua perusahaan melihat adanya kesempatan di tengah pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang sangat pesat. Seperti diketahui, LEGOS merupakan perusahaan pengembang (properti) yang fokus pada industri logistik yang telah beroperasi di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Sementara Pure Data Centres perusahaan global yang fokus mendesain, mendirikan, dan mengoperasikan pusat data.

“Pertumbuhan signifikan pusat data di Indonesia didorong pertumbuhan online commerce, di samping kebutuhan infrastruktur layanan cloud untuk mendukung ekspansi bisnis dan kebutuhan klien mereka. Properti logistik yang ada, dalam banyak kasus, sangat cocok untuk mengakomodasi perpaduan daya dan konektivitas serat jaringan yang mendukung bisnis pusat data,” ujar Managing Director LEGOS Stephen Hawkins.

Pusat data yang akan dihadirkan adalah hyperscale, untuk memungkinkan pengguna mudah dalam meningkatkan skala (kapasitas infrastruktur yang dilanggan). Hal ini sekaligus untuk menunjang kebutuhan dari penyedia layanan komputasi awan dan pelanggan co-location (layanan penitipan komputer server privat di lingkungan pusat data).

Perkembangan bisnis pusat data di Indonesia

Dari data yang dihimpun ReportLinker, nilai pasar pusat data di Indonesia mencapai $1,7 miliar di 2020 dan diproyeksikan mencapai $3,3 miliar pada 2026 mendatang. Besarnya potensi pertumbuhan pasar, para pemain lokal pun tak mau kalah bersaing dan berupaya menghadirkan layanan berstandar global.

Ada beberapa pemain dari kalangan korporasi yang bermain di ranah ini, di antaranya MidPlaza Holding dengan Biznet DataCenter yang saat ini memiliki tiga titik lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali — rencananya akan menghadirkan infrastruktur pusat data baru di Yogyakarta pada akhir 2021. Bisnis mereka juga didukung layanan komputasi awan Biznet Gio yang menyasar kalangan pebisnis di berbagai skala, termasuk startup dan UKM.

Perusahaan pelat merah Telkom juga bermain di sana, bahkan baru-baru ini mereka sesumbar akan segera menuntaskan pembangunan tahap akhir salah satu unit pusat data hyperscale (tier 3 dan 4). Seperti diketahui, pusat data terbagi ke dalam empat level, yakni tier 1 s/d 4 didasarkan pada kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki, termasuk di dalamnya standardisasi infrastruktur.

Beberapa inisiatif pengembangan bisnis pusat data lain juga terus digodok. Terbaru ada Anthoni Salim yang masuk bekerja sama dengan PT DCI Indonesia Tbk; konglomerat lainnya dari grup Djarum hingga Lippo juga berancang-ancang masuk ke vertikal ini. Ada juga pemain asal Singapura “Digital Edge” yang hendak masuk ke Indonesia dengan mengakuisisi saham Indonet.

Di lain sisi, pemain global lainnya juga berbondong-bondong hadir ke sini. Terbaru Tencent resmikan pusat data di kawasan CBD Jakarta pada April 2021 lalu. Sebelumnya Alibaba, Amazon, Google, dan Microsoft juga lakukan inisiatif yang sama — mengalokasikan dana triliunan Rupiah untuk pengembangan pusat data di Indonesia.

Gambar Header: Depositphotos.com

(ki-ka) CMO IDCloudHost Muhammad Mufid Luthfi, CEO IDCloudHost Alfian Pamungkas Sakawiguna, dan CTO IDCloudHost Faisal Reza / IDCloudHost

IDCloudHost Rilis Dua Produk Komputasi Khusus UMKM dan Startup

Perusahaan penyedia layanan cloud dan data center lokal IDCloudHost meresmikan dua produk komputasi khusus untuk menyasar UMKM dan startup seantero Asia Tenggara. Produk tersebut adalah bagian dari realisasi pendanaan yang diterima perusahaan dari Init6 pada Maret lalu.

Kedua produk tersebut adalah Server Cloud VPS dan Object Storage. Server Cloud VPS adalah layanan full cloud yang memberikan kemudahan bagi pengguna untuk dapat menaik-turunkan kebutuhan server sesuai dengan pemakaian yang dihitung secara transparan, terukur, dan biaya terjangkau.

Sedangkan, Object Storage merupakan layanan penyimpanan berbasis Objek yang dapat menyimpan berbagai berkas mulai dari file gambar, video, audio (Media), file HTML, CSS, JS (File Website dan Aplikasi), dan file lainnya dan kompatibel dengan protokol S3. Kedua solusi ini tepat untuk para UMKM dan startup yang ingin mengembangkan bisnisnya.

Biaya layanan full cloud ini dimulai dari harga Rp50 ribu per bulan, sementara Object Storage dimulai dari Rp500 persatu gigabyte. Diklaim dengan fitur dan biaya yang ditawarkan, sangat kompetitif di industri yang sekarang ini bersaing ketat dengan pemain asing. Terlebih, masih banyak UMKM di Indonesia yang belum terdigitalkan bisnisnya.

Menurut catatan Kementerian Koperasi dan UKM, total UMKM di Indonesia mencapai 64,1 juta. Sementara, berdasarkan data dari idEA terdapat 13,7 juta pelaku UMKM yang sudah tergabung ke dalam ekosistem digital pada Mei 2021. Oleh karenanya, pemerintah terus menggalakkan program digitalisasi. Ditargetkan sebanyak 30 juta UMKM dapat onboarding digital pada 2024 mendatang.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (16/6), Founder & CEO IDCloudHost Alfian Pamungkas Sakawiguna menjelaskan, dua produk ini adalah bagian dari perusahaan untuk jangkau pasar Asia Tenggara, dengan dukungan teknologi terkini dan SDM berkualitas. “Kami pilih termurah karena kami percaya teknologi bisa mendorong bisnis jadi lebih efisien dan tetap dorong mereka berada di level terbaik,” ujarnya.

Untuk mendukung ambisi tersebut, perusahaan telah menyiapkan sejumlah strategi. Di antaranya menyediakan pusat data di Singapura, dukungan laman situs dan customer service berbahasa Inggris. “Kami terus berupaya meningkatkan kualitas koneksi, sekarang masih proses memperbesar koneksi ke Singapura karena di sana secara umum adalah gateway menuju akses yang lebih luas,” tambah CTO IDCloudHost Faisal Reza.

Pusat data IDCloudHost secara total ada lima unit, mayoritas berlokasi di Indonesia. Menurut Faisal, keberadaan pusat data yang dekat dengan lokasi pengguna tentunya latensi lebih rendah sehingga respons jauh lebih cepat.

Disebutkan saat ini IDCloudHost memiliki lebih dari 100 ribu pelanggan, mayoritas datang dari kalangan startup, UMKM, dan developer. Sebanyak 20% dari total pelanggan tersebut datang dari luar Indonesia. “Hingga akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 250 ribu-300 ribu pelanggan dari berbagai segmen,” tutupnya.

IDCloudHost adalah salah satu pemain cloud lokal yang fokus pada segmen UMKM dan startup. Industri ini dikepung oleh pemain besar yang datang dari luar Indonesia, seperti Amazon, Microsoft, Alibaba, Google, hingga Tencent.

Tencent Launches Data Center in Indonesia, to Stir up Competition of Local Cloud Computing

Tencent Cloud announced its first data center (named: Internet Data Center) in Indonesia located in the CBD ​​Jakarta. Currently, the company said that its cloud computing service infrastructure covers 27 regions with 61 availability zones.

Its expansion to Indonesia is not for random reason, with the fastest growing public cloud market in Asia Pacific based on the data, Indonesia has a CAGR of 25% and is expected to increase its market size to $0.8 billion in 2023.

Tencent Cloud International’s SVP, Poshu Yeung said that its young-domination of population structure is believed to continue driving the increase of the internet market. The existence of cloud computing services will also strengthen the infrastructure in various Tencent-owned applications in Indonesia, including Joox and WeTV.

In addition, the company also stated that several financial institutions have started using their cloud computing services, one of which is the Neo Commerce Bank which utilizes the Tencent Distributed Database feature.

Trend of building data center

Previously, in late February 2021, Microsoft has just announced its first data center in Indonesia. Based on the IDC research, Microsoft’s investment is estimated to generate new revenue of up to $6.3 billion (for all product lines) from the ecosystem of customers and partners in Indonesia.

Other players have also started investing in building data centers in Indonesia, including Alibaba, Amazon and Google.

Previously, various parties – including regulators – have encourage global technology companies to plant data centers in Indonesia. Although it has experienced a long delay due to inadequate infrastructure and human resources. However, along with the growing national digital industry, which implies an increase in cloud computing services, these global providers have decided to present their data center and availability zone in Indonesia.

Local players pride

Some local companies also offer cloud computing products to support digital businesses. There is Telkomsigma (a subsidiary of Telkom), recently they have also entered the SME scale market through the Flou Cloud service. There is also Biznet Gio which strives to penetrate the market.

Recently, along with the launch of a new feature specifically for SMEs, Biznet Gio announced its third data center located in Banten. Was build to fulfill customers’ need that requires high availability features as well as data storage in more than one data center. The first and second data centers are in Jakarta (MidPlaza) and West Java (Technovillage, Cimanggis).

In additon, Init-6 has recently provided IDR72 billion in seed funding to IDCloudHost, a public cloud computing service provider for SMEs in Indonesia.

It is clear that local players can have a strong unique value proposition – both in terms of their understanding of the local market, the need for regulation, and strong infrastructure fundamentals. Biznet Gio also stated, with their infrastructure capabilities, they claim to be able to provide connectivity between data centers through a closed network (private network) of 10 Gbps without passing through the internet network, which is provided without additional fees or additional installation to customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar Header: Depositphotos.com

Data Center Tencent Indonesia

Tencent Resmikan Pusat Data di Indonesia, Ramaikan Persaingan Pasar Komputasi Awan Lokal

Tencent Cloud mengumumkan telah meluncurkan pusat data (dinamai: Internet Data Center) pertamanya di Indonesia yang berlokasi di kawasan CBD Jakarta. Saat ini perusahaan menyampaikan, infrastruktur layanan komputasi awan mereka telah mencakup 27 wilayah dengan 61 zona ketersediaan.

Ekspansinya ke tanah air bukan tanpa alasan, dari data yang disampaikan Indonesia menjadi pasar public cloud yang memiliki pertumbuhan tercepat di Asia Pasifik dengan CAGR 25% dan diharapkan bisa meningkat ukuran pasarnya menjadi $0,8 miliar pada 2023 mendatang.

SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung menyampaikan, struktur populasi yang didominasi kalangan pemuda diyakini akan terus mendorong peningkatan pasar internet. Kehadiran layanan komputasi awan tersebut juga akan memperkuat infrastruktur di berbagai aplikasi milik Tencent di Indonesia, termasuk Joox dan WeTV.

Selain itu perusahaan juga menyampaikan, beberapa institusi finansial juga sudah mulai mencicipi layanan komputasi awan mereka, salah satunya Bank Neo Commerce yang memanfaatkan fitur Tencent Distributed Database.

Ramai-ramai bangun pusat data

Sebelumnya akhir Februari 2021 lalu, Microsoft juga baru mengumumkan pendirian pusat data pertamanya di Indonesia. Dari hasil penelitian firma riset IDC yang disampaikan, investasi Microsoft ini ditaksirkan bisa menghasilkan pendapatan baru hingga $6,3 miliar (untuk semua lini produk) dari ekosistem pelanggan dan mitra yang ada di Indonesia.

Pemain lain yang juga sudah mulai menggelontorkan investasi untuk membangun pusat data di Indonesia adalah Alibaba, Amazon, dan Google.

Sebelumnya berbagai pihak –termasuk regulator—memang terus mendorong para perusahaan teknologi global untuk menghadirkan pusat datanya di Indonesia. Sempat tertunda lama dengan alasan infrastruktur dan sumber daya manusia yang belum memadai. Namun seiring dengan industri digital nasional yang bertumbuh –berimplikasi pada peningkatan layanan komputasi awan—membuat para provider global tersebut memutuskan untuk menghadirkan pusat data dan zona ketersediaannya di Indonesia.

Pemain lokal tak mau kalah

Beberapa perusahaan lokal juga tawarkan produk komputasi awan untuk mendukung bisnis digital. Ada Telkomsigma (anak usaha Telkom), baru-baru ini mereka juga masuk ke pasar skala UKM lewat layanan Flou Cloud. Kemudian ada juga Biznet Gio yang terus melakukan penetrasi pasar.

Baru-baru ini, bebarengan dengan peluncuran fitur baru khusus untuk UKM, Biznet Gio mengumumkan pusat data ketiganya yang berlokasi di Banten. Didirikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang memerlukan fitur ketersediaan (availability) yang tinggi serta penyimpanan data pada lebih dari satu pusat data. Pusat data pertama dan kedua berada di Jakarta (MidPlaza) dan Jawa Barat (Technovillage, Cimanggis).

Belum lama ini Init-6 juga baru memberikan pendanaan awal 72 miliar Rupiah ke IDCloudHost, penyedia layanan komputasi awan publik untuk UKM di Indonesia.

Jelas pemain lokal bisa memiliki proposisi nilai unik yang kuat – baik terkait pemahaman mereka dengan pasar lokal, kebutuhan atas regulasi, dan fundamental infrastruktur yang kuat. Salah satunya seperti disampaikan Biznet Gio, dengan kapabilitas infrastruktur yang dimiliki mereka mengklaim bisa menyediakan konektivitas antar pusat data melalui jaringan tertutup (private network) sebesar 10 Gbps tanpa melewati jaringan internet, yang diberikan tanpa biaya tambahan ataupun instalasi tambahan kepada pelanggan.

Gambar Header: Depositphotos.com

Penerapan Komputasi Awan

Janji dari Awan untuk Kemajuan Digital di Indonesia

Pandemi COVID-19 secara tiba-tiba datang dan memaksa manusia untuk menerima dan beradaptasi terhadap berbagai kebiasaan baru. Kebijakan physical distancing mendorong masyarakat untuk beraktivitas secara online demi mengurangi penyebaran penyakit. Perubahan kebiasaan baru ini, secara langsung berdampak pada percepatan penetrasi digital di Indonesia. Banyak perusahaan konvensional yang mulai mempertimbangkan investasi pada infrastruktur dan teknologi demi kelancaran usaha.

Percepatan penetrasi digital tentu tidak terlepas dari janji teknologi komputasi awan sebagai pembuka peluang pengembangan bisnis dengan pemanfaatan dan pengelolaan data dengan lebih optimal. Hal tersebut tampaknya menjadi angin segar bagi bisnis konvensional yang mengharapkan operasional bisnis dapat berjalan efektif dan inovasi-inovasi baru dapat terjadi dengan cepat. Lebih jauh lagi, keinginan pemerintah agar pemulihan ekonomi di Indonesia pasca pandemi juga dapat segera terlaksana. Namun semudah apakah janji tersebut dapat terpenuhi?

Akhir tahun 2020 lalu, Boston Consulting Group (BCG) bersama dengan Amazon Web Services (AWS) mengeluarkan hasil studi yang menyatakan bahwa kehadiran teknologi komputasi awan dibutuhkan dalam membantu perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bertransformasi digital. Pemanfaatan komputasi awan dapat memangkas 15-40 persen biaya pembangunan infrastruktur teknologi informasi (TI) di suatu perusahaan. Tidak hanya itu, dengan memanfaatkan komputasi awan, produktivitas perusahaan diperkirakan juga akan melonjak hingga 25-50 persen karena automasi proses bisnis.

Kehadiran teknologi komputasi awan ini di klaim memberikan tiga manfaat dalam transformasi digital yakni efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan kecepatan inovasi serta penetrasi pasar yang lebih baik.

BCG memperkirakan jika industri komputasi awan di tanah air tumbuh sesuai dengan jalurnya atau dengan skenario normal, maka dampak terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai US$36 miliar sepanjang 2019-2023.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang sebanyak 270,20 juta jiwa dan telah menguasai 40% dari total nilai ekonomi berbasis internet di Asia tenggara pada 2019, semakin menunjukkan potensinya sebagai raja ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara. Indonesia juga memiliki nilai ekonomi berbasis internet Indonesia mencapai 40 miliar dolar atau Rp567,9 triliun. Angka tersebut diproyeksikan bakal melonjak 32 persen menjadi 133 miliar dolar pada 2025 mendatang.

Di era digital, kebutuhan perusahaan terhadap kemudahan akses dan integrasi data menjadi keharusan agar tetap relevan. Ditambah saat pandemi, di mana hampir sebagian besar masyarakat memilih untuk beraktivitas secara online, kebutuhan terhadap penerapan komputasi awan ini menjadi semakin dibutuhkan, dan akselerasi bisnis komputasi awan juga semakin menuju langit. Karena teknologi ini bisa menjadi jembatan di tengah masyarakat memilih untuk tetap produktif di tengah keterbatasan. Komputasi awan sendiri tidak terbatas menyediakan layanan di internet publik, tapi bisa juga untuk mengatur jaringan infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan atau disebut jaringan privat. Walaupun tidak semudah layanan awan publik, tapi perusahaan masih bisa mendapatkan berbagai benefit yang ditawarkan oleh komputasi awan.

Penerapan komputasi awan telah lama diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan teknologi. Salah satu kisah yang menarik ada pada Gojek. Kemampuan Gojek untuk beradaptasi dengan cepat menghadirkan solusi bagi masyarakat di tengah pandemi ini juga dimungkinkan dengan kemudahan teknologi untuk pengelolaan dan optimalisasi data, seperti fitur geofencing untuk memastikan layanan tidak dapat beroperasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai Wilayah Pengendalian Ketat (PSBB) serta memperingatkan dan bahkan menindak secara otomatis mitra-mitra yang secara sistem terindikasi sedang berkerumun khusus di area Jabodetabek, rekomendasi dan search engine untuk GoFood, mengurangi potensi fraud, contactless delivery, dan masih banyak inovasi lainnya yang dimudahkan berkat layanan komputasi awan.

Komputasi awan juga membantu dalam algoritma penentuan tarif untuk pemerataan supply dan demand di titik-titik tertentu, misalnya tarif di titik tertentu akan menyesuaikan jika demand penggunanya meningkat dan membutuhkan lebih banyak jumlah mitra driver. Dengan adanya penyesuaian tarif tersebut, maka waktu tunggu konsumen menjadi lebih cepat. Pengalaman pengguna menjadi lebih baik dan pendapatan harian mitra driver juga meningkat dengan adanya pemerataan titik demand.

Dengan jutaan pengguna yang menggunakan aplikasi Gojek, maka penting untuk memastikan performa aplikasi berfungsi dengan baik. Dengan menggunakan beberapa fitur keandalan dan keamanan dari luasnya layanan yang disediakan komputasi awan, maka engineers dapat mendeteksi potensi-potensi gangguan dengan cepat. Inovasi juga semakin dimudahkan dengan kemampuan komputasi awan untuk memudahkan pembuatan model machine learning untuk pengolahan data. Pemanfaatan komputasi awan tentunya memudahkan Gojek untuk fokus pada produk inti (core product) dan mendorong percepatan inovasi. Kecepatan Gojek untuk berinovasi mendorong pertumbuhan Gojek secara eksponensial bahkan di tengah situasi yang sulit.

Kesuksesan tersebut tentunya sangat mungkin diadaptasi oleh perusahaan dan organisasi lainnya seperti rumah sakit, banking, layanan transportasi publik, maupun pemerintahan. Sektor pemerintahan pun telah meningkatkan pelayanan publik dengan komputasi awan, terutama demi keamanan siber. Sebagai contoh, website DPR telah memanfaatkan layanan komputasi awan dari Balai Sertifikasi Elektronik, untuk memastikan keamanan informasi elektronik, sehingga potensi peretasan informasi bisa dikurangi.

Namun, dengan berbagai keunggulan dan janji manis yang dihadirkan komputasi awan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam mengadaptasi komputasi awan. Pertama, tidak sedikit yang meragukan keamanan data pelanggan apabila disimpan dalam komputasi awan karena data harus diserahkan ke pihak ketiga. Padahal, mayoritas penyedia komputasi awan besar sudah memiliki sertifikasi ISO 27001 yang menjamin kerahasiaan data pelanggan dan memastikan kerahasiaan data transaksi dan pembayaran terjamin dan sesuai standar industri.

Dari sisi keamanan siber, komputasi awan telah memiliki keamanan yang berlapis, baik secara fisik di gedung data center mereka, maupun keamanan dari sisi software, sehingga lebih sulit untuk diretas dibandingkan dengan server yang dikelola sendiri di gedung perkantoran. Misalnya, infrastruktur komputasi awan melakukan enkripsi data, mengintegrasikan policy keamanan, dan juga memonitor secara terus-menerus semua aktivitas di sistem, sehingga bisa mendeteksi kejahatan siber sebelum peretas meluncurkan serangannya.

Kedua, regulasi pemerintah terkait penyimpanan dan pemrosesan data Indonesia harus lebih diperjelas untuk mendukung percepatan digital di Indonesia dan menjaga kedaulatan data. Pemerintah saat ini sedang membangun layanan komputasi awan milik negara yang direncanakan rampung pada 2022 untuk menjaga data-data strategis pemerintah dan juga pihak lainnya.

Pemerintah perlu mematangkan perencanaan penyediaan layanan komputasi awan dan mempertimbangkan mengenai apakah rencana tersebut akan efektif untuk menunjang kebutuhan besar di era digital. Membangun infrastruktur komputasi awan sendiri merupakan pekerjaan berat, karena keandalan dan keamanan sistem harus terus dijaga 24 jam setiap harinya, tidak boleh mengalami gangguan sedikit pun, apalagi jika harus diakses oleh puluhan bahkan ratusan juta pengguna di Indonesia. Namun hal ini bukan berarti mustahil untuk direalisasikan demi menunjang percepatan digital dan pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia.

Tulisan ini disusun oleh Giri Kuncoro selaku Senior Software Engineer Gojek. Sebelumnya ia pernah bekerja di beberapa perusahaan internasional seperti VMware, General Electric, dan Toshiba Corporation. Ia juga sudah membukukan dua paten terkait algoritma untuk mengontrol distribusi dan efisiensi penambahan daya baterai di sistem penyimpanan.

Gambar Header: Depositphotos.com