Konten audio terus bertambah populer belakangan ini, terutama berkat meledaknya popularitas Clubhouse dan format live audio, serta tentu saja pesatnya perkembangan industri podcasting. Data dari layanan cloud storage Box bahkan menunjukkan bahwa konsumennya mengunggah setidaknya 50 persen lebih banyak file audio dalam 18 bulan terakhir.
Melihat tren seperti itu, Box pun terdorong untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Mereka baru saja mengumumkan integrasi platform Dolby.io pada layanannya. Sebagai informasi, Dolby.io merupakan kumpulan API (application programming interface) yang dapat diintegrasikan untuk membantu meningkatkan kualitas audio.
Dolby.io pertama kali dirilis pada pertengahan tahun 2020. Sejauh ini, produk yang ditawarkan ada tiga jenis: Interactivity API, Media Processing API (yang digunakan Box untuk integrasi ini), dan Music Mastering API. Selain Box, platform ini juga dipakai oleh SoundCloud untuk layanan mastering-nya.
Integrasi ini pada dasarnya memungkinkan pengguna Box untuk meningkatkan kualitas audio dari berbagai macam file yang diunggahnya (bisa audio, bisa juga video) tanpa perlu meninggalkan Box sama sekali. Mereka hanya perlu memilih file yang hendak dioptimalkan audionya, lalu mempersilakan AI menjalankan tugasnya.
Yang bakal sangat diuntungkan di sini tentu adalah para podcaster maupun kreator konten audio lainnya, terutama mereka yang belum punya studio kedap suara, yang sering kali berujung pada kualitas audio yang tidak konsisten. Lebih lanjut, AI milik Dolby.io juga dirancang untuk meminimalkan suara-suara di background yang kurang relevan. Selain podcast, jenis konten yang bisa dioptimalkan oleh Dolby.io juga mencakup musik, voiceover, sesi mengajar, wawancara, rapat, konferensi, dan lain sebagainya.
Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, berapa tarifnya? Sebab layanan secanggih ini biasanya tidak akan gratis begitu saja. Well, pengguna diberi jatah gratis 200 menit setiap bulannya. Setelahnya, Dolby akan menarik biaya $0,05 per menit audio yang dioptimalkan. Tidak ada tarif berlangganan yang harus dibayarkan sama sekali.
Awalnya cuma berfungsi sebagai tempat menyimpan file berbasis cloud, Dropbox kini telah berevolusi menjadi komponen penting dalam keperluan kolaborasi. Demi semakin mematangkan visi barunya ini, Dropbox pun memutuskan untuk merancang aplikasi untuk perangkat desktop.
Seperti yang kita tahu, Dropbox di perangkat desktop selama ini hanya berbentuk sebuah folder, baik di Windows maupun macOS. Ini jelas membatasi kapabilitas Dropbox yang sebenarnya, dan di sinilah aplikasi desktop Dropbox datang membantu.
Ada banyak sekali kelebihan yang ditawarkan aplikasi desktop Dropbox. Yang pertama adalah kemudahan membuat file Microsoft Word, Excel, PowerPoint, Google Docs, Sheets maupun Slides baru, tanpa harus meninggalkan aplikasi tersebut (atau kalau mau, pengguna juga bisa memanfaatkan editor online milik masing-masing layanan).
Keunggulan yang kedua adalah integrasi dengan beragam aplikasi dan layanan pihak ketiga. Sejauh ini yang sudah tersedia adalah integrasi Slack dan Zoom. Jadi selagi mengakses sebuah file di Dropbox, Anda bisa memilih opsi untuk membagikannya via Slack, atau mempresentasikannya via sesi Zoom Meetings. Singkat cerita, mengerjakan dokumen sekaligus mendiskusikannya kini bisa dilakukan dari satu aplikasi saja.
Selanjutnya, aplikasi desktop Dropbox juga menawarkan kemudahan untuk memantau aktivitas tim; siapa yang menambahkan file apa, siapa yang mengedit dokumen apa, dan masih banyak lagi. Merespon atau memberi masukan juga semudah menuliskan komentar di tiap-tiap file yang dikerjakan bersama.
Juga menarik adalah bagaimana aplikasi Dropbox memungkinkan kita untuk menambahkan deskripsi pada shared folder, sehingga tidak ada anggota tim yang bingung dengan apa yang harus dikerjakan. Deskripsinya ini juga bisa mencakup pinned file dan folder, nama anggota tim (mention), serta to-do list.
Bagi yang tertarik, aplikasi desktop Dropbox ini sudah bisa diunduh versi early access-nya sekarang juga di Windows maupun macOS. Kabar baiknya, aplikasi ini bisa dinikmati oleh seluruh pengguna Dropbox, baik yang gratisan maupun pelanggan berbayar.
Masih ingat dengan GoPro Plus, layanan berlangganan dengan tarif bulanan $5 yang diluncurkan pada tahun 2016 lalu? Layanan ini sebenarnya terkesan biasa saja, namun seiring waktu, GoPro terus menyempurnakannya sampai ke titik di mana Plus sekarang bisa dilihat sebagai layanan yang cukup esensial.
Esensial karena GoPro Plus sekarang menawarkan kapasitas penyimpanan yang tak terbatas, baik untuk foto maupun video. Oke, saya yakin Anda akan langsung teringat dengan Google Photos ketika membahas tentang layanan cloud storage dengan kapasitas unlimited, tapi kita juga tidak boleh lupa bahwa Google menerapkan kompresi supaya resolusi foto dan videonya tidak melebihi 16 megapixel dan 1080p.
Lain halnya dengan GoPro Plus. Semua foto dan video akan disimpan dalam kualitas aslinya, tanpa sedikitpun penurunan bit rate maupun resolusi. Ini berarti video 4K 60 fps hasil tangkapan GoPro Hero 7 Black bakal disimpan tanpa melewati proses kompresi sama sekali. Dan itu semua tanpa mengubah tarif berlangganannya, yang sampai saat ini masih dipatok $5 per bulan.
Batasan tentu masih ada. Yang paling utama, GoPro Plus jelas tidak bisa seenaknya kita pakai untuk menyimpan foto dan video dari smartphone. Kapasitas tidak terbatas itu murni untuk foto dan video yang diambil menggunakan kamera GoPro.
Di samping kapasitas tak terbatas, pembaruan lain GoPro Plus juga menyangkut benefit potongan harga untuk mayoritas aksesori yang dijual di situs GoPro. Sekarang, diskonnya dinaikkan dari 20% menjadi 50% buat para pelanggan GoPro Plus, dan ini berlaku secara global.
Sayangnya, untuk keuntungan lain GoPro Plus, yakni garansi penggantian kamera yang rusak, sampai saat ini masih berlaku bagi konsumen di Amerika Serikat saja. Kendati demikian, GoPro bilang bahwa benefit ini bakal mereka berlakukan untuk konsumen internasional mulai tahun ini.
Dua pertiga dari total film yang sedang dipertontonkan di event Sundance Film Festival dibuat dengan melibatkan sesi kolaborasi via Dropbox, demikian klaim sang platform cloud storage tersebut. Anda boleh percaya atau tidak, akan tetapi kolaborasi langsung via cloud memang jauh lebih efisien ketimbang harus berbagi file video berukuran masif lewat email.
Pola penggunaan seperti ini memicu Dropbox untuk menggagaskan fitur baru yang cukup menarik. Dinamai Time-Based Comments, fitur ini dimaksudkan agar mereka yang terlibat dalam pembuatan video dapat saling berbagi masukan atau kritik secara lebih terfokus ketimbang sebelumnya.
Sekarang, komentar yang diberikan seorang kolaborator dapat langsung di-link dengan titik spesifik pada file video atau audio yang tengah dikerjakan. Ini tentu lebih efektif dan akurat ketimbang harus mencantumkan menit dan detiknya pada komentar, semisal “Tolong bagian 00:12 – 00:20 dipotong saja karena kurang begitu relevan dengan topik yang hendak diangkat.”
Di samping itu, Dropbox juga sudah menyempurnakan fungsi preview video pada platform-nya. Sekarang, pengguna bisa mengatur kecepatan playback maupun lompat ke titik tertentu pada video beresolusi 1080p yang disertai thumbnail, atau dalam wujud waveform kalau pada file audio.
Dropbox sebenarnya bukan yang pertama kali mengimplementasikan fitur komentar berbasis waktu spesifik semacam ini. Vimeo sudah lebih dulu menerapkannya, akan tetapi sifat Dropbox yang platform-agnostic tentu bisa menjangkau lebih banyak kreator.
Time-Based Comments saat ini sudah bisa digunakan lewat situs Dropbox.com maupun aplikasi iOS-nya, sedangkan versi Android-nya masih akan menyusul. Perlu dicatat, fitur ini hanya bisa digunakan untuk video yang dibagikan oleh pelanggan Dropbox Professional atau Dropbox Enterprise, namun komentarnya sendiri bisa ditambahkan oleh pengguna Dropbox dengan plan apapun.
Dibandingkan layanan serupa lain, kelebihan Google Photos terletak pada kapasitasnya: pengguna dibebaskan mengunggah sebanyak mungkin foto dan video tanpa batasan. Memang bukan dalam resolusi aslinya, tapi masih cukup tinggi untuk terlihat tajam di layar smartphone.
Masalahnya sekarang ada pada koneksi internet. Secara default, Google Photos baru akan memulai proses backup ketika perangkat terhubung ke jaringan Wi-Fi. Namun kita yang tinggal di Indonesia tahu sendiri bahwa Wi-Fi pun terkadang sama sekali tidak bisa diandalkan, terutama ketika sedang berada di tempat umum.
Kabar baiknya, Google tengah bersiap merilis fitur baru untuk Photos buat mengatasi problem ini. Kalau sebelumnya hanya tersedia dua opsi unggahan (High Quality dan Original), nantinya bakal ada satu opsi tambahan bernama Express. Jika dipilih, maka foto yang diunggah akan dikompresi menjadi beresolusi 3 megapixel, dan video menjadi standard definition.
Resolusi yang diturunkan berarti ukuran file-nya juga ikut mengecil, dan kompromi ini diharapkan bisa membantu pengguna mem-backup semua foto dan video yang ada di perangkatnya ke Google Photos. Lebih baik ada cadangan meskipun kualitasnya lebih jelek daripada tidak ada sama sekali, kira-kira begitu premis utamanya.
Di samping itu, Google Photos juga bakal kedatangan opsi untuk mengunggah memakai jaringan seluler, dan ini bisa dibatasi kuotanya per hari. Kedua fitur ini rencananya akan dirilis di India terlebih dulu sebelum menyusul ke kawasan lain yang juga sering terkendala masalah yang sama.
Kabar gembira bagi para pengguna Dropbox. Pelopor layanan cloud storage itu baru saja mengumumkan fitur anyar yang sangat menarik. Dijuluki Dropbox Extensions, fitur ini pada dasarnya merupakan integrasi beragam layanan dan aplikasi lain di dalam tampilan web Dropbox.
Katakanlah Anda hendak mengedit suatu foto. Sebelum ini, Anda harus mengunduh file-nya terlebih dulu dari Dropbox, membuka dan menyuntingnya di aplikasi lain, lalu kembali mengunggah hasil revisinya ke Dropbox. Sekarang, semua itu bisa dilakukan langsung dari tampilan web berkat bantuan integrasi Pixlr.
Ini juga berlaku untuk skenario lain, misalnya ketika pengguna hendak menandatangani suatu dokumen PDF. Tanpa harus mengunduh apa-apa, pengguna tinggal mengklik tombol “Open with” di sebelah kanan file, lalu pilih Adobe Sign atau DocuSign. Setelahnya, PDF yang telah ditandatangani akan disimpan kembali ke Dropbox secara otomatis, termasuk untuk yang disimpan di shared folder.
Itu baru sedikit contoh dari apa yang bisa ditawarkan fitur ini, sebab mitra-mitra yang digandeng Dropbox sudah lumayan banyak: Adobe, Autodesk, DocuSign, Vimeo, airSlate, HelloSign, Nitro, Smallpdf, dan Pixlr. Anda tak perlu khawatir salah membuka file PDF di Vimeo misalnya, sebab opsi akan muncul secara kontekstual, menyesuaikan dengan tipe file-nya.
Ke depannya, Dropbox berencana untuk menambah integrasi dari mitra-mitra lainnya. Dropbox Extensions akan tersedia buat seluruh pengguna tanpa terkecuali mulai tanggal 27 November mendatang.
Kalau ditanya layanan cloud storage apa yang paling cocok untuk banyak orang, saya mungkin akan menjawab OneDrive, meskipun saya merupakan pengguna Dropbox akut. Alasannya sederhana: OneDrive tersedia secara default di seluruh perangkat yang menjalankan OS Windows 10, sehingga konsumen tak perlu repot-repot mengunduh dan meng-install untuk mulai menggunakannya.
Microsoft sadar akan kelebihan OneDrive yang tak dimiliki kompetitornya ini, dan mereka ingin memaksimalkannya lebih lagi. Salah satunya lewat fitur baru bernama Folder Protection, di mana pengguna bisa memilih agar folder Documents, Pictures dan Desktop di laptop atau PC-nya dapat ter-backup secara otomatis.
Fitur ini bakal sangat berguna buat mereka yang menggunakan komputer yang berbeda di rumah dan di tempat kerjanya, sebab semua folder tersebut akan selalu tersinkronisasi via satu akun OneDrive yang sama. Kemudahan ini bakal semakin terasa apabila pengguna ternyata punya kebiasaan menyimpan file atau dokumen penting di Desktop.
Sebelumnya, fitur ini sebenarnya sudah tersedia untuk pengguna akun bisnis OneDrive, namun sekarang Microsoft memutuskan untuk menghadirkannya ke semua pengguna OneDrive tanpa terkecuali. Fitur ini sifatnya opsional, yang berarti pengguna harus mengaktifkannya terlebih dulu lewat menu pengaturan.
Setelah diaktifkan, proses sinkronisasi akan berjalan secara otomatis pada ketiga folder tersebut (atau Anda bisa memilih folder tertentu saja jika mau). Perlu dicatat, ada beberapa jenis file yang tidak bisa ‘diproteksi’ oleh fitur ini, yaitu file database Outlook (.pst) dan semua file OneNote.
Platform webmail dan cloud lokal MerahPutih.id resmi berusia satu tahun. Tugas layanan ini cukup berat, meyakinkan masyarakat Indonesia untuk beralih dari layanan global dan menggunakan produk lokal. Tahun ini ambisi MerahPutih.id masih sama, menjadi layanan digital pilihan dengan menambah lini produk dan menambah banyak pengguna.
Sejauh ini MerahPutih.id sudah memiliki beberapa lini produk, di antaranya seperti webmail dan produk cloud storage, MPBoks. Seiring berjalannya waktu MPBoks sudah disempurnakan dan bisa diakses melalui aplikasi maupun browser. Yang terbaru MerahPutih.id menambahkan fitur artikel populer bekerja sama dengan beberapa news portal nasional.
“Pengguna aktif layanan email saat ini adalah 50.000 pengguna yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Pertumbuhan jumlah pengguna juga mengalami kenaikan secara berkala,” terang Marketing Communication Manager MerahPutih.id Wisnu Ardiantino.
MerahPutih.id merupakan sebuah brand dari PT IPNet Software yang merupakan anak perusahaan PT IPNet Solusindo. IPNet adalah perusahaan teknologi informasi yang banyak melayani korporasi di Indonesia.
MerahPutih.id saat ini masih berusaha untuk menggaet banyak pengguna untuk layanan-layanan yang mereka berikan. Pesaing mereka saat ini adalah para penyedia layanan global semacam Gmail dan Outlook. Pihak MerahPutih.id mengungkapkan mereka masih optimis.
“Tantangannya adalah menciptakan kesadaran anak bangsa untuk beralih dari email global ke MerahPutih.id. Kami sadar ini butuh proses dan memang MerahPutih.id adalah project jangka panjang namun sejauh ini kami optimis,” jelas Wisnu.
Wisnu menambahkan bahwa untuk tahun ini pihaknya tengah menyiapkan produk selanjutnya dan terus meningkatkan kualitas produk layanan dan sudah ada.
“Mempersiapkan produk-produk MerahPutih.id selanjutnya sembari meningkatkan kualitas produk layanan yang telah ada. Memperbanyak kerja sama dengan berbagai pihak sebagai langkah promosi dan pemasaran produk. Belum lama ini kami bekerja sama dengan Telkomsel Regional Sumatra dan beberapa portal nasional menyelenggarakan lomba menulis ‘Saya Merah Putih’, peserta yang ikut jauh di atas ekspektasi kami. Melihat hasil yang optimal, dalam beberapa bulan ke depan strategi seperti ini akan kami lakukan lagi,” tutup Wisnu.
Dewasa ini saya yakin nama Dropbox sudah tidak asing lagi di telinga sebagian besar pembaca. Anda mungkin menggunakannya sekadar untuk mem-backup koleksi foto di ponsel, lalu ada juga yang memanfaatkannya murni untuk berbagi dokumen dengan rekan kerjanya.
Sebagian lain mungkin lebih percaya dengan layanan cloud storage lain, Google Drive misalnya. Namun intisarinya, Dropbox dan layanan cloud storage sudah menjadi bagian penting dalam keseharian konsumen modern – bahkan tidak kalah pentingnya dari smartphone dan koneksi internet itu sendiri.
Saya termasuk kalangan konsumen yang terakhir itu, kalangan yang pada dasarnya tidak bisa hidup tanpa Dropbox. Di perangkat apapun yang saya punya – PC, laptop, tablet, smartphone – saya pasti akan meng-install Dropbox selama aplikasinya tersedia di platform yang bersangkutan.
Andai saya berganti smartphone, Dropbox adalah salah satu aplikasi pertama yang saya install selain aplikasi chatting. Perlu dicatat juga, saya maupun tim DailySocial tidak menerima uang sepeser pun dari Dropbox untuk menuliskan artikel ini – saya kira mereka sudah tidak perlu lagi mengiklankan produknya untuk bisa merangkul lebih banyak konsumen.
Artikel ini cuma bermaksud untuk menggambarkan bagaimana suatu layanan internet bisa berperan begitu besar dalam kehidupan konsumen di era digital ini. Tanpa bermaksud hiperbolis, saya mungkin bakal kewalahan bekerja setiap harinya tanpa adanya Dropbox. Persilakan saya menjelaskan kenapa.
Dropbox sebagai tonggak utama pekerjaan
Seperti yang bisa Anda lihat, saya merupakan salah satu penulis tetap di DailySocial. Setiap Senin – Jumat saya diminta untuk menuliskan sejumlah artikel untuk Anda sekalian baca. Dari sini sebenarnya sudah bisa Anda tebak apa saja alat bantu yang hukumnya wajib buat saya, yaitu perangkat untuk mengetik dan koneksi internet.
Kondisi tempat kerja saya tergolong tidak umum: saya tinggal di Surabaya, sedangkan kantor DailySocial berada di Jakarta. Yup, saya merupakan pekerja remote, dan hal ini pada akhirnya memberikan sejumlah perk buat saya, salah satunya adalah kesempatan untuk merawat anak perempuan saya selagi bekerja.
Di mana istri saya? Well, setiap harinya dia harus bekerja sebagai dosen di salah satu universitas swasta di Surabaya. Berhubung saya bekerja dari rumah, saya jadi tidak perlu menitipkan putri saya ke siapa-siapa maupun meminta bantuan seseorang selama bekerja.
Putri saya sebentar lagi akan menginjak usia 15 bulan. Di usia itu, seorang anak sudah banyak maunya. Dalam kasus saya, putri saya ingin selalu ditemani bermain, tidak peduli ketika saya sedang mengerjakan artikel atau sedang istirahat makan siang – dan ini juga beberapa kali terjadi selama pengerjaan artikel ini.
Situasi ini memaksa saya untuk bergonta-ganti device selama bekerja: saat putri saya lengah dan serius bermain Mega Bloks, saya akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk duduk di depan laptop dan mengetikkan sebanyak mungkin kata sebelum dia sadar dan kembali menarik-narik baju saya sembari merengek minta didampingi.
Kesempatan mengetik hilang, lalu apa yang harus saya lakukan ketika ide tiba-tiba muncul dan terancam sirna kalau tidak segera ditumpahkan ke tulisan? Saya pun beralih ke smartphone dan mulai mencuri-curi kesempatan untuk mengetik selagi mendampingi putri saya, yang sekarang juga sudah beralih ke mainan lain.
Di sinilah letak peran besar Dropbox yang saya maksud di awal. Semua yang saya kerjakan, baik di laptop maupun smartphone, akan selalu tersinkronisasi di Dropbox. Saat mengetik menggunakan smartphone, saya bisa melanjutkan poin terakhir yang saya tinggalkan di laptop tadi, demikian pula sebaliknya.
Tanpa Dropbox, fragmen-fragmen artikel yang sudah saya kerjakan itu harus saya gabungkan dan rapikan secara manual di laptop sebelum akhirnya saya unggah ke server DailySocial. Sebaliknya, dengan Dropbox, potongan artikel yang saya ketik di smartphone tadi akan langsung muncul di laptop, di file dokumen yang sama, dan siap diunggah kapan saja ke server tanpa perlu saya ulik lebih lanjut – kalau memang artikelnya sudah selesai.
Mengapa Dropbox?
Di titik ini Anda mungkin akan bertanya, “mengapa harus Dropbox? Kenapa tidak layanan cloud storage yang lain saja?” Jawabannya adalah integrasi dengan aplikasi. Semua aplikasi yang saya gunakan untuk mengetik terintegrasi dengan Dropbox, baik di smartphone, laptop maupun PC.
Di ponsel dan laptop, saya menggunakan aplikasi text editor bernama Byword, sedangkan di PC pilihan saya adalah MarkdownPad. Di smartphone, saya bisa menghubungkan akun Dropbox secara langsung ke Byword, sehingga semua folder penyimpanan – termasuk folder draft semua artikel saya untuk DailySocial – bisa saya akses langsung dari aplikasi.
Di laptop dan PC integrasinya bahkan lebih mendalam lagi, sebab Dropbox sudah terhubung dengan file system. Ini memungkinkan saya untuk mengunduh dan mengunggah file dari dan ke Dropbox tanpa perlu membuka browser sama sekali, cukup mengandalkan metode copy-paste standar lewat Windows Explorer atau Finder di Mac.
Alasan lainnya, selama lima tahun memakai Dropbox, saya belum pernah sekali pun dikecewakan oleh sinkronisasinya. Saya pun sampai sekarang juga belum pernah mengeluarkan uang untuk menggunakan Dropbox, tapi kapasitas penyimpanan saya bisa mencapai angka 11,75 GB berkat program referral Dropbox.
Kendati demikian, andaikata Dropbox bangkrut dan saya harus beralih ke layanan cloud storage lainnya, saya yakin saya masih bisa mendapatkan kemudahan yang sama dalam bekerja. Namun jujur saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya andai tidak ada layanan cloud storage sama sekali.
Yang saya cari dari Dropbox sebenarnya sederhana sekali, yakni bagaimana layanan ini bisa membantu memuluskan proses gonta-ganti perangkat selama saya bekerja sambil merawat anak. Fakta bahwa semua file penting saya ter-backup di cloud saya anggap sebatas bonus, sebab saya pribadi lebih mementingkan aspek sinkronisasinya.
Ketik di laptop, lanjutkan di smartphone, lalu kembali lagi di laptop ketika ada kesempatan, semuanya tanpa mengharuskan saya repot-repot mengunduh file dan mengunggahnya kembali setelah diperbarui. Inilah yang akhirnya membuat saya begitu bergantung pada Dropbox.
Di samping itu, Dropbox juga berhasil mengubah kebiasaan saya menyimpan file di USB flash disk. Sekarang semua file penting dan yang perlu saya akses dari berbagai tempat tersimpan dengan rapi di Dropbox, dan sepertinya sudah sekitar tiga tahun sejak saya terakhir menggunakan flash disk.
Sejarah perjalanan Dropbox
Bicara soal flash disk, media penyimpanan portable ini juga sangat terlibat dalam awal kelahiran Dropbox. Ceritanya kala itu, pada bulan Desember 2006, sang pendiri Dropbox, Drew Houston yang merupakan seorang programmer, sedang dalam perjalanan menggunakan bus dari Boston ke New York.
Selama perjalanan berdurasi sekitar empat jam, Drew berniat untuk bekerja menggunakan laptop-nya. Apesnya, ia lupa membawa USB flash disk yang pada dasarnya berisikan semua yang dibutuhkannya pada saat itu. Ini bukan pertama kalinya nasib sial seperti itu menimpa Drew, tapi sang inovator memutuskan sudah saatnya untuk mengakhirinya.
Dari situ ia mulai mengembangkan teknologi untuk mensinkronisasikan file menggunakan internet. Empat bulan setelahnya, Drew mempresentasikan idenya di hadapan inkubator startup Y Combinator. Juni 2007, Dropbox Inc. resmi didirikan, dan tak lama sesudahnya Drew bersama rekan cofounder-nya, Arash Ferdowsi, berhasil menerima pendanaan awal dari Y Combinator sebesar $15.000.
Perjalanan Dropbox tak bisa dibilang mulus. Bahkan awalnya mereka tidak bisa menggunakan domain dropbox.com sampai pada bulan Oktober 2009. Selama sekitar dua tahun beroperasi, mereka harus tabah menggunakan domain getdropbox.com – memang tidak sulit diingat, tapi reflek orang yang baru mendengar soal Dropbox pasti akan mengetikkan “dropbox.com” di browser-nya.
Masih di tahun 2009, tepatnya pada bulan Desember, almarhum Steve Jobs sempat menawarkan untuk mengakuisisi Dropbox dengan mahar menyentuh angka sembilan digit. Jobs kala itu bilang kalau Dropbox hanyalah sebatas fitur, dan beliau sejatinya beranggapan bahwa Dropbox baru bisa menjadi produk setelah berada di tangan Apple.
Tentu saja Drew menolak tawaran tersebut. Kalau tidak, sudah pasti Dropbox sekarang hanya tersedia secara eksklusif untuk perangkat besutan Apple. Nyatanya tidak demikian. Rival-rival Dropbox terus bermunculan, termasuk dari Apple sendiri yang bernama iCloud, maupun dari nama-nama besar lain di industri teknologi seperti Amazon, Google dan Microsoft.
Juni lalu, Dropbox merayakan hari jadinya yang ke-10. Skalanya sebagai perusahaan sudah berkali lipat kondisinya di tahun 2008, dimana pada saat itu mereka baru memiliki 9 karyawan dan 200.000 pengguna. Per Maret 2016, jumlah pengguna Dropbox sudah mencapai angka setengah miliar, dan menurut data Crunchbase mereka sudah mengumpulkan total pendanaan lebih dari 600 juta dolar.
—
Kembali ke bahasan di awal tadi, saya kira tidak berlebihan jika kita menganggap Dropbox – maupun layanan cloud storage lainnya – sebagai layanan yang sama esensialnya dengan email. Anda butuh email untuk bisa mendaftar berbagai layanan internet (termasuk Dropbox), dan Anda butuh Dropbox untuk bisa bekerja secara efisien di mana saja dan melalui perangkat apa saja.
Cerita saya sebagai seorang blogger beranak satu yang harus bergonta-ganti device selama bekerja hanyalah satu contoh. Masih ada contoh lain yang tak kalah menarik, seperti misalnya seorang mahasiswa jurusan hukum yang laptop-nya tiba-tiba rusak saat menjalani ujian akhir, namun akhirnya bisa lulus karena masih menyimpan backup-nya di Dropbox.
Tanpa Dropbox, sang pelajar mungkin saja bisa tidak lulus, dan ini akan berakibat fatal pada karir dan kehidupannya. Tanpa Dropbox, saya mungkin harus menyewa seorang baby sitter untuk membantu mendampingi anak saya selama saya bekerja, yang berarti pengeluaran bulanan saya harus bertambah – yang akan sangat sulit sekali saya terima setelah mengetahui ada layanan internet gratis seperti Dropbox yang bisa menjadi solusi atas masalah yang saya hadapi.
Menjalankan bisnis startup tidak terbatas bagi mereka yang paham teknis mengenai teknologi digital dan internet. Jika Anda berasal dari latar belakang non teknis salah satu keharusan adalah mencari co-founder atau mulai membangun tim teknis. Jika masih terkendala satu-satunya adalah mulai belajar teknis. Berikut beberapa daftar tools yang bisa dimanfaatkan untuk mulai mengembangkan bisnis digital.
Landing Pages
Sebagai bisnis digital unsur penting startup adalah rumah digital, dalam hal website. Tempat konsumen dan calon konsumen mencari informasi resmi mengenai bisnis yang sedang dijalankan, informasi mengenai perkembangan, dan kontak resmi bisnis kita. Jika Anda belum memiliki kesempatan untuk mengembangkan website secara penuh, berikut daftar layanan atau tools yang bisa digunakan untuk membangun sebuah landing pages, ada versi berbayar dan versi gratis. Anda bisa mencobanya sesuai dengan kebutuhan.
Banyak startup yang mulai merekrut pekerja freelance untuk membantu pengembangan bisnis mereka. Entah itu bagian teknis, konten, atau desain. Untuk memudahkan pengelolaan beban kerja dan memantau hasil kerja bisa memanfaatkan fitur-fitur dari layanan manajemen proyek yang tersedia. Seperti banyak tools yang ada, ada pilihan gratis dan juga berbayar. Perbedaannya tentu ada fitur. Berikut layanan manajemen proyek yang menyediakan layanan gratis, bahkan ada yang bisa dipasang di server pribadi.
Bagi para pemula salah satu kebutuhan mendasar untuk menjalankan sebuah bisnis startup adalah cloud storage. Selain berguna untuk memudahkan kolaborasi dengan anggota yang lain cloud storage juga berguna untuk menyimpan berkas penting, hingga foto-foto yang bisa dengan mudah dibagikan dengan para awak media atau para calon konsumen. Berikut daftar layanan cloud storage yang bisa didapatkan secara gratis, tentu dengan batasan kapasitas.
Survei merupakan bagian penting bagi startup. Fungsinya untuk mengukur, mengukur penerimaan konsumen dan lain sebagainya. Bagi startup yang berada di tahap awal survei bisa membantu untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumen. Jika surveinya tepat sasaran dengan pertanyaan yang matang hasilnya bisa digunakan untuk mengukur potensi pasar. Untuk memudahkan dalam membuat sebuah survei bisa memanfaatkan layanan penyedia formulir atau survei, berikut beberapa di antaranya.
Salah satu jiwa dalam tubuh startup adalah dinamis. Para pekerja tidak harus berkumpul pada satu tempat untuk menyelesaikan tanggung jawab dan pekerjaan masing-masing. Kedinamisan ini bisa didukung oleh alat komunikasi dan kolaborasi yang komplit. Berikut beberapa daftar layanan komunikasi dan kolaborasi yang bisa digunakan oleh startup di tahap awal
Monitoring adalah kunci startup menemukan, menemukan peluang dan potensi pasar, menemukan tren, dan menemukan celah-celah kelemahan di startup. Berikut daftar tools analisis yang bisa digunakan untuk memantau pertumbuhan bisnis.
Bagi startup di tahap awal mengadakan acara, temu komunitas, launching, dan acara lainnya penting untuk mengenalkan startup dan mengelola basis pengguna. Untuk memudahkan hal tersebut berikut daftar layanan manajemen acara yang bisa memudahkan dalam pengelolaan pendaftaran dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan acara.