Tag Archives: co founder

Kualifikasi Umum Co-Founder Berkualitas

Bagi seorang founder tunggal membangun tim bisa dimulai dari mencari co-founder, seseorang yang pada akhirnya melengkapi, menyumbang ide dan juga tempat untuk bertukar pikiran. Mencari co-founder harus tepat, tidak hanya soal cocok perkara teknis, tapi juga cocok secara personal.

Sayangnya tidak ada ciri khusus co-founder yang tepat karena memang semua relatif, tergantung bagaimana personal masing-masing. Namun ada beberapa keahlian umum yang mungkin bisa dipertimbangkan ketika memilih co-founder.

Melengkapi kompetensi

Mencari co-founder bukan hanya sekedar mencari yang cocok, tetapi juga melengkapi. Kompetensi yang dimiliki sebisa mungkin untuk melengkapi dalam pengembangan startup. Kompetensi yang dimiliki tidak harus teknik atau berkaitan dengan teknologi, mungkin keterampilan manajemen atau keuangan yang belum dimiliki founder sebelumnya. Karena dengan ukuran tim yang kecil keterampilan berbeda dari tiap individu bisa menjadi sangat penting,

Memiliki kemampuan yang spesifik

Masih berkaitan dengan keterampilan untuk co-founder. Dalam mencari co-founder setidaknya cari mereka yang memiliki pengalaman yang spesifik. Misalnya, Anda seorang diri ingin mengembangkan di bidang pertanian, jika background Anda teknik informatika lebih baik jika Anda mencari mereka yang memiliki keterampilan dan pengetahuan di bidang pertanian atau mereka yang bisa memiliki keterampilan komunikasi.

Kedua ketrampilan tersebut diperlukan untuk tim bisa memahami industri pertanian dan permasalahan yang coba dipecahkan. Sekali lagi, sebisa mungkin co-founder itu bisa melengkapi tim yang ada.

Berkepala dingin

Ketika proses mencari ide atau memecahkan masalah yang ada diskusi adalah hal yang lazim dilakukan. Di dalam diskusi sering juga dijumpai perselisihan atau silang pendapat antara satu dan lainnya. Namun silang pendapat ini perlu dan wajar, yang tidak adalah mereka yang menanggapinya dengan emosi kemudian memperburuk keadaan dan mempengaruhi hubungan satu sama lain.

Kasus sepeti itu yang harus dihindari dalam iklim startup. Sebisa mungkin carilah co-founder yang bisa berpikir dingin di berbagai keadaan. Bekerja dengan orang yang memiliki mampu mengelola emosi dan senantiasa berpikir dingin di suasana-suasana yang genting.

Cerita Menarik tentang Pembagian Ekuitas antar Founder Startup

Ada sebuah “curhatan” menarik yang kami temukan di situs tanya-jawab Quora dari seorang co-founder yang menceritakan kasus internal di startup yang didirikan, yakni berkaitan dengan pembagian ekuitas. Startup tersebut terdiri dari dua orang co-founder, anggap saja si A (co-founder yang menuliskan cerita di Quora) dan si B (rekannya). Si B menginginkan membagi ekuitas 65:35, yakni 65 persen untuk si B dan sisanya untuk si A. Lantaran merasa mendirikan startup dari nol secara bersama-sama, si A merasa ini tidak adil.

Namun dari yang diceritakan si A, ada beberapa hal yang menjadikan si B tetap ambisius untuk memiliki ekuitas mayoritas.  Pertama karena si B adalah seorang PhD (S3), sedangkan si A adalah seorang MSc (S2). Dari sisi pendidikan si B merasa lebih berpengalaman, oleh karenanya peran di startup si B menjadi CEO dan si A menjadi CTO. Yang kedua, si B berperan dalam mengembangkan bisnis dan kemitraan, sementara si A fokus pada pengembangan produk –bisa dikatakan bahwa produk yang ada sepenuhnya diprogram oleh si A, tapi yang menjual si B.

Si B beralasan, karena ia memiliki pendidikan yang lebih tinggi –keduanya sama-sama teknis—maka sebenarnya dia bisa melakukan apa yang si A lakukan. Dalih lainnya, berkat jaringannya yang kuat, si B dapat meyakinkan investor untuk menggulirkan dananya. Di titik ini, si A menyadari bahwa si B melakukan apa yang tidak ia bisa lakukan sebagai seorang engineer. Namun di sisi lain, apa yang ia kerjakan untuk produk seharusnya berimbang dengan hasil kemitraan yang selama ini didapat.

Dari cerita awal tersebut, diskusi pun dimulai. Ada beragam tanggapan, sehingga dapat ditarik beberapa pembelajaran dari kejadian tersebut.

Mendirikan startup adalah sebuah komitmen

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, pasalnya terkait ekuitas sebenarnya menjadi sebuah diskusi “alami” yang sudah dibicarakan sejak awal –atau setidaknya sejak monetisasi bisnis mulai terlihat arahnya. Memang tidak ada prinsip khusus yang bisa diterapkan, karena kepemilikan bersifat sangat personal antar co-founder. Akan tetapi ketika startup sudah di titik “penggalangan dana” atau “revenue”, maka pembagian yang disepakati harus menjadi agenda awal untuk dijadikan komitmen bersama.

“Ekuitas sederhananya didasarkan pada yang telah dilakukan, bukan apa yang ingin dilakukan ke depan,” tulis seorang mengomentari.

Bisa jadi seperti itu, namun ada sebuah nilai yang kadang tidak bisa dihilangkan, yakni bersifat psikologis. Itu sangat berkaitan dengan bagaimana membangun spirit di dalam bisnis. Sangat tersirat, namun cukup berpengaruh, terlebih orang-orang tersebut menjadi penggerak penting dalam tubuh bisnis. Sebut saja si B menerima keputusan si A apa adanya, konsekuensinya ia tidak bahagia. Namun sebut saja si B menolak, bisa saja si A akhirnya memilih menemukan orang lain, startup pun retak.

Co-Founder dijalin dari sebuah kerpercayaan

Kasus yang ada di atas juga dapat diartikan sebagai dampak dari ketidakpercayaan. Si B merasa dirinya mengerjakan lebih dari si A, sementara si A cukup ragu dengan apa yang sudah dilakukan untuk meyakinkan dirinya bahwa seharusnya berhak mendapatkan nilai ekuitas lebih. Namun dapat dilihat, bahwa si A dan si B mengerjakan sesuatu dari aliran berbeda, bisnis dan pengembangan. Ada dua kemungkinan, si A yang kurang percaya diri, si B yang tidak percaya penuh dengan si A, atau si B yang terlalu percaya diri. Sayangnya memiliki startup adalah sebuah harmoni antar co-founder.

“Percakapan ini terlambat, sudah jelas apa yang Anda lakukan harusnya mendapatkan pembagian 50/50, atau setidaknya jika sudah mulai berbicara dengan investor, bisa jadi 25/25, sisanya untuk putaran investasi,” tulis seorang lainnya dalam diskusi.

Sekali lagi, memilih co-founder adalah sebuah intrik personal. Oleh karenanya mungkin sering mendengar, bahwa seorang pendiri startup kesulitan untuk menemukan rekanan yang tepat untuk dijadikan co-founder. Umumnya selain memiliki pemahaman teknis tentang bidang bisnis yang berbeda –misal teknologi dan bisnis—hubungan co-founder lebih dari itu, karena ini tentang kepercayaan satu sama lain, dan bagaimana masing-masing dapat menghargai satu sama lain dengan peran yang berbeda.

Pencapaian bisnis harus selalu bisa terukur

Tidak bisa dimungkiri juga, kadang secara aktual kontribusi antar co-founder memang berbeda. Bisa jadi si A dan si B memang demikian, bahwa si B mengerjakan lebih banyak. Dari sini dapat dijadikan pembelajaran bahwa setiap pencapaian harus bisa diukur, karena pada dasarnya walaupun yang dikerjakan berbeda, tapi ada capaian yang dapat dinilai. Misalnya terkait produk, bisa dicocokkan dengan roadmap yang sudah didefinisikan, atau didasarkan pada analisis performa sistem. Sedangkan dari bisnis, bisa juga diukur dari ROI (Return of Investment) yang berhasil dikembalikan.

Dengan adanya capaian yang lebih terukur, akan lebih mudah penyelesaiannya jika terjadi debat tentang kepemilikan. Angka-angka tersebut setidaknya bisa menjadi justifikasi yang lebih absah untuk mendasari keputusan berdasarkan kinerja masing-masing co-founder. Terlepas dari itu semua, semangat membangun startup seharusnya ditanam sejak awal untuk menuai hasil sukses bersama untuk para pendirinya.

Pro dan Kontra Bekerja dengan Co-Founder atau Freelancer di Startup

Menjalankan startup diperlukan pengetahuan yang cukup terkait dengan teknologi hingga pemrograman. Jika pendiri startup tidak memiliki latar belakang pendidikan hingga pengalaman di bidang tersebut, ada dua cara mengatasinya. Yang pertama adalah menemukan partner, Co-Founder, yang bisa melengkapi kekurangan tersebut atau kedua merekrut pekerja lepas atau freelancer.

Seperti apa untung rugi antara kedua pilihan tersebut? Pro dan kontranya dikupas dalam artikel berikut ini.

Bekerja dengan Co-Founder

Seperti yang pernah ditulis di DailySocial sebelumnya, tidak mudah menemukan Co-Founder yang tepat untuk startup. Diperlukan kecocokan hingga visi dan misi yang sejalan demi pertumbuhan startup. Namun demikian pilihan untuk mencari Co-Founder terbilang cara yang paling efektif.

Ketika pekerjaan sudah semakin bertambah banyak dan perlu segera diselesaikan, Anda sebagai Founder tidak perlu khawatir dengan jam kerja yang panjang yang dituntut dari seorang Co-Founder.

Co-Founder yang memiliki pengalaman di sisi IT menjadi SDM yang tepat tanpa harus diarahkan atau dijelaskan terkait dengan produk yang ingin dibuat. Selain itu seorang Co-Founder bisa bersama diajak berbagi beban, terutama saat startup didera kesulitan.

Di sisi lain merekrut Co-Founder berarti Anda harus bisa dengan adil berbagi ekuitas, saham dan hal-hal terkait lainnya. Posisi Anda dengan Co-Founder juga cenderung sama, sehingga penghasilan dan gaji yang ditetapkan pun harus sesuai. Hal lain yang perlu diperhatikan, startup memerlukan Co-Founder yang memiliki semangat dan kecintaan yang sama dengan Anda seorang Founder. Jika Co-Founder yang Anda pilih kurang bersemangat dan tidak memberikan kontribusi yang cukup, akan merugikan Anda sebagai Founder dan startup secara umum.

Bekerja dengan freelancer

Jika Anda belum merasa yakin dengan calon Co-Founder yang tepat, ada baiknya untuk memilih bekerja dengan freelancer terlebih dahulu. Keuntungan bekerja dengan freelancer adalah Anda tidak perlu mengorbankan bisnis yang dimiliki dengan berbagi ekuitas. Selain itu mempekerjakan freelancer juga bisa memotong pengeluaran karena freelancer biasanya dikontrak dalam jangka waktu sementara (umumnya tidak panjang). Hal tersebut cukup membantu untuk startup yang baru saja dibangun dan belum melakukan penggalangan dana. Bekerja dengan freelancer juga memungkinkan startup untuk scale-up lebih cepat lagi dengan tuntutan dan kesepakatan kerja yang sebelumnya telah ditentukan.

Di sisi lain memilih untuk bekerja dengan freelancer artinya Anda seorang diri. Tidak ada orang yang bisa menolong saat kesulitan hingga tantangan mulai menghampiri. Bekerja dengan freelancer yang bersifat sementara juga membutuhkan konsistensi dalam hal pemrograman, artinya ketika seorang freelancer yang sejak awal membuat pemrograman memutuskan untuk tidak meneruskan pekerjaan tersebut, akan menjadi sulit bagi Anda untuk mengarahkan dan menjelaskan dari awal program dan produk yang telah dibuat sebelumnya kepada freelancer baru.

Lima Hal yang Wajib Dicermati Saat Memilih Mitra Startup

Hubungan baik yang tercipta antara Anda pendiri startup dan partner bisnis bisa mempengaruhi keberhasilan sebuah startup. Untuk itu menjadi hal yang krusial ketika startup bersiap untuk dibangun, partner atau mitra yang tepat telah ditemukan. Di sisi lain terkadang ketika startup sudah berjalan sesuai dengan rencana dan menunjukan peningkatan yang positif, bisa merusak hubungan baik antara Anda dengan partner bisnis Anda.

Artikel berikut ini akan membahas 5 nasihat terbaik dari 5 entrepreneur sukses mancanegara, bagaimana cara yang tepat menemukan partner bisnis untuk startup.

Percayakan naluri Anda

Percaya atau tidak terkadang naluri bisa menjadi senjata yang ampuh untuk kemudian memilih partner bisnis yang tepat. Dengan demikian Anda akan merasa yakin dan bersedia untuk berbagi tagging jawab dengan partner bisnis Anda ketika waktunya menjalankan usaha. Yang perlu dicermati adalah cobalah untuk menemukan kemampuan atau keahlian yang mungkin tidak Anda miliki sebagai Founder namun dikuasai dengan baik oleh partner atau calon Co-founder Anda. Dengan demikian masing-miasng bisa saling melengkapi.

Kenali partner terlebih dahulu

Sebelum Anda memutuskan partner yang tepat untuk mendampingi Anda menjalankan startup, ada baiknya untuk mengenali orang tersebut sedikitnya dua tahun terakhir. Dengan demikian Anda bisa mengerti kekurangan yang dimiliki dan masing-masing pihak bisa mengenali dengan jelas hal-hal yang disukai dan kurang diskuai. Pastikan Anda merasa cocok dan bisa bekerjasama dengan baik dengan calon partner bisnis Anda. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, pastikan masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal pekerjaan, dengan demikian bisa terangkum jelas tugas serta rencana yang wajib diselesaikan oleh Anda dan partner.

Temukan sinergi antara Anda dan partner

Hal lain yang tidak kalah penting adalah untuk bisa menemukan sinergi yang tepat antara Anda dan partner bisnis, jangan lupa untuk selalu happy dan menikmati kebersamaan Anda dengan partner bisnis. Dengan demikian ketika waktunya mengabiskan waktu yang cukup lama untuk membangun startup, bisa terjaga dengan baik karena Anda menyukai partner bisnis Anda dan sebaliknya.

Kenali kepribadian partner Anda

Jika Anda sebagai pemilik startup tergolong orang yang inreovert carilah partner bisnis yang tergolong dalam kategori sifat yang extrovert, dengan demikian masing-masing kerpibadian bisa saling melengkapi. Temukan juga calon partner yang memiliki manfaat lebih, seperti kemampuan, keahlian, networking dan hal-hal lainnya yang saat ini belum Anda miliki sebagai seorang Founder startup.

Samakan visi dan misi

Sebagai pemilik startup Anda wajib untuk memberikan rencana dan impiam yang ingin diwujudkan terhadap startup. Sebelum Anda melancarkan rencana tersebut, pastikan partner Anda telah memiliki visi dan misi yang sama dengan Anda pemilik startup. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah transparansi, perencanaan yang baik, dan menghindari konflik yang ada sebaik mungkin.

5 Tanda Co-Founder Bermasalah Yang Harus Diwaspadai

Tanda-tanda co-founder yang kurang baik / ShutterstockDalam membangun sebuah startup kehadiran co-founder bisa dikatakan vital. Menemukan co-founder yang baik dan sejalan dengan kita bisa berdampak pada kesuksesan startup kita, pun demikian sebaliknya. Co-founder bisa saja membawa dampak buruk bagi startup Anda. Jadi penting bagi Anda mengetahui tanda-tanda yang bisa mengidentifikasikan co-founder Anda membawa dampak buruk bagi Anda. Continue reading 5 Tanda Co-Founder Bermasalah Yang Harus Diwaspadai

Pertimbangkan Lima Pertanyaan Ini Sebelum Memilih Co-Founder

Ilustrasi Mencari Partner / Shutterstock

Jalan tercepat untuk gagal ketika menjalin sebuah hubungan adalah dengan membuat keputusan yang terlalu cepat dalam menentukan siapa “Yin untuk Yang Anda”. Tentu saja Anda akan menyukai siapapun “yang mengatakan hal benar”, tetapi sama seperti setiap hubungan lain Anda pun harus menggali dan menganalisis kompatibilias saat memilih Co-Founder Anda. Founder dan CEO LaSalle Network Tom Gimble mengemukakan, setidaknya ada lima hal yang harus dipertimbangkan sebelum memilih Co-Founder.

Continue reading Pertimbangkan Lima Pertanyaan Ini Sebelum Memilih Co-Founder

Are You Ready to “Lose” Your Partner in Building a Startup?

A few days ago, a friend asked about a service or startup that had not been heard for a long time. The same question also was asked by myself and a number of other friends.

I still try to find out and collect information about the development of some startups. However, let’s discuss about something that I think interesting for us, especially for startups that are built by more than one founder.

Developing or building a technology startup is basically a business. It might be in the form of web service, mobile, game, or any other services dealing with technology. There are many things should be considered when building a business. One of them is the founder and the partners (for businesses that are built by more than one founder).

A co-founder or partner (see below) in a number of cases becomes a major factor in creating a startup as a company could thrive thanks to having a perfect match of talents, although it may fail due to a fall out among the founding partners.

Continue reading Are You Ready to “Lose” Your Partner in Building a Startup?

Sudah Siapkah Anda ‘Kehilangan’ Partner Anda Dalam Membangun Startup?

Dalam beberapa hari ke belakang teman saya bertanya tentang sebuah layanan atau startup yang lama tidak terdengar, pertanyaan serupa juga sempat hadir dari teman saya yang lain, dan tentunya dari diri saya sendiri.

Untuk pertanyaan atas perkembangan dari beberapa startup, memang saya masih terus mencari dan mengumpulkan informasinya, namun mari kita diskusikan tentang hal lain yang bagi saya cukup menarik untuk diperhatikan, terutama untuk startup yang terdiri beberapa pendiri. Yaitu tentang membangun atau mendirikan startup di bidang teknologi, yang pada dasarnya adalah sebuah bisnis, apapun yang dikembangkannya, bisa layanan web, mobile, game atau yang lainnya yang berhubungan dengan teknologi.

Membangun sebuah bisnis memang banyak hal mesti dipersiapkan, salah satu yang sering di perbincangkan adalah tentang founder dari perusahaan itu sendiri serta tentang partner, dimana biasanya perusahaan tersebut didirikan tidak hanya oleh satu orang.

Continue reading Sudah Siapkah Anda ‘Kehilangan’ Partner Anda Dalam Membangun Startup?

Co-Founder : Menemukan Sang Belahan Jiwa

Seorang panglima perang sekaligus filsuf asal China pernah berkata “Keep your friends close, keep your enemies closer“. Sebuah kutipan yang sangat powerful, selalu mengiang di pikiran saya dan di pikiran banyak orang yang menggeluti bisnis, politik dan pastinya militer. Namun agaknya kutipan tersebut tidak berlaku ketika anda memilih co-founder untuk membangun sebuah startup.

Co-founder adalah seseorang yang anda percaya untuk diajak memulai sebuah startup bersama-sama, duka derita, gundah gulana akan dialami bersama untuk menuju kesuksesan. Menemukan co-founder yang tepat terkadang jauh lebih penting daripada menemukan ide yang tepat untuk sebuah startup. Bingung? I’ll explain.

Mencari seorang co-founder itu tidak bisa dianggap remeh, banyak sekali startup yang gagal berkembang hanya karena adanya dispute / perselisihan antar co-founder. Konyol jadinya ketika dulu sama-sama berdarah-darah memulai sebuah startup, ternyata keduanya memiliki visi dan agenda yang berbeda di masa datang. Memang tidak mudah menemukan orang yang satu visi dan misi dengan anda, namun sepertinya hal ini sangat esensial dan tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Continue reading Co-Founder : Menemukan Sang Belahan Jiwa