Tag Archives: Cocoon Capital

Co-Founder & CEO Shoplinks Teresa Condicion / Shoplinks

Personalisasi Kupon Belanja Shoplinks Dorong Kegiatan Pemasaran Brand FMCG

Berangkat dari pengalamannya bekerja di perusahaan FMCG selama 17 tahun, Teresa Condicion bersama Co-founder JD Lee mendirikan Shoplinks. Yakni berupa platform digital marketing yang menyediakan alat untuk membina relasi antara brand, retailer, dan konsumen memanfaatkan kupon belanja. Shoplinks juga ingin menonjolkan keunikan warung tradisional yang hanya tersedia di kawasan Asia Tenggara.

Kepada DailySocial.id, CEO Shoplinks Teresa Condicion mengungkapkan, selama ini kegiatan promosi secara digital hanya berlaku kepada perusahaan grosir hingga peritel besar saja. Warung tradisional yang masih banyak jumlahnya di Indonesia, kurang mendapatkan perhatian untuk memberikan pilihan membina relasi yang lebih personal dengan pelanggan.

“Shoplinks ingin menyediakan tools yang tepat dan relevan untuk menciptakan kegiatan promosi berupa kupon yang relevan kepada pembeli di warung tradisional. Dengan demikian brand dan retailer bisa mencapai return of investment yang lebih tinggi.”

Saat ini Shoplinks telah bekerja sama dengan brand FMCG besar seperti P&G, Unilever, dan Johnson and Johnson, memproses ribuan penggunaan kupon belanja per bulan. Secara khusus Shoplinks mendapatkan komisi dari brand yang ingin mengeluarkan kupon.

“Kami bekerja dengan warung untuk menyediakan pilihan kupon belanja untuk pembeli mereka, sementara dengan retailer kami memberikan data yang relevan,” kata Teresa.

Didirikan pada tahun 2020 bulan Oktober ini Shoplinks telah memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $900 ribu atau sekitar 12,8 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh perusahaan modal ventura Cocoon Capital dan partisipasi dari Indonesian Women Empowerment Fund (IWEF).

Dana segar ini selanjutnya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperkuat posisinya di Indonesia sebelum ekspansi ke pasar lain di kawasan Asia Tenggara. Pihaknya juga berencana menambah jumlah tim dan memperluas jaringan mitra, baik perusahaan ritel maupun warung yang saat ini menyumbang sebanyak 70% terhadap total pengeluaran ritel di Indonesia.

Pandemi dorong adopsi digital

Selama ini, perusahaan FMCG sudah memiliki minat yang cukup besar untuk mengadopsi digital untuk kegiatan promosi dan engagement lebih baik lagi dengan peritel dan warung. Saat pandemi ketika semua perusahaan kecil hingga menengah terpaksa untuk menggunakan teknologi dan mengalihkan usaha mereka secara digital menjadi momentum yang tepat bagi Shoplinks untuk meng-cater perusahaan FMCG, peritel, hingga warung.

“Kami siap untuk menyediakan tools yang tepat menyambut kesiapan para retailers saat ini untuk going digital. Saat ini kebanyakan dari mereka hanya fokus untuk menjual dan bukan personalisasi. Kami mencoba untuk me-leverage dan membuat platform untuk engagement kepada offline store,” kata Teresa.

Memanfaatkan teknologi yang sederhana namun sudah sangat familiar oleh masyarakat Indonesia yaitu WhatsApp Bot, semua kupon promosi hingga cashback bisa dibagikan oleh pemilik toko dan warung kepada anggota mereka masing-masing. Layanan tersebut juga bisa diciptakan membership yang menawarkan informasi hingga promosi yang relevan.

Selain itu, melalui platform analisis data yang dimiliki, Shoplinks juga mampu untuk memberikan promosi dan kupon yang relevan dan lebih personal, menyesuaikan kesukaan dan pembelian pelanggan tersebut sebelumnya.

“Kami membuat kupon cerdas yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan FMCG. Kita membuat semua proses lebih mudah dengan teknologi yang sudah familiar, sehingga tidak perlu membangun teknologi yang kompleks dan menjadi tidak relevan kepada pembeli dan pemilik warung,” kata Teresa.

Saat ini Shoplinks hanya fokus kepada kota tier 1 dan 2 saja. menurut Teresa kawasan tersebut dinilai sudah sangat familiar dengan kegiatan belanja online dan sudah terbiasa berbelanja di gerai seperti Indomaret dan Alfamart. Sehinga memudahkan tim Shoplinks untuk mengimplementasikan teknologi mereka.

“Sebagai retail software platform kami menyediakan teknologi untuk melakukan promosi dan engagement. Memanfaatkan algortima machine learning dan memberikan pengalaman yang lebih personal untuk pembeli,” kata Teresa.

Sekilas layanan yang ditawarkan oleh Shoplinks serupa dengan program loyalty, namun Teresa menegaskan, Shoplinks bukanlah platform atau teknologi yang menawarkan program loyalty. Namun lebih kepada platform yang memungkinkan personalisasi, dengan membangun end to end software, para peritel bisa terhubung dengan program loyalty yang dikembangkan sendiri, bukan oleh Shoplinks.

“Kami melihat Shoplinks sebagai mom and pop stores, yang memungkinkan, e-commerce atau peritel besar di seluruh Asia Tenggara dengan kemampuan untuk mempersonalisasi diskon dan penawaran kepada pembeli,” tutup Teresa.

Digital Marketing Platform Shoplinks Bags 12.8 Billion Rupiah Funding

Singapore-based FMCG marketing platform Shoplinks received seed funding worth of $900 thousand or around 12.8 billion Rupiah. The funding was led by venture capital firm Cocoon Capital with participation from the Indonesian Women Empowerment Fund (IWEF).

Recently, Cocoon Capital also invested in local logistics startup TransTRACK.id. Meanwhile, the Indonesia Women Empowerment Fund, jointly managed by Moonshot Ventures and YCAB Ventures, has announced its debut portfolio for Titik Pintar startup earlier this year.

In an official statement, Cocoon Capital’s Managing Partner and Shoplinks’ Director Michael Blakey said, “We believe this platform can accelerate the digital transformation of retailers in Southeast Asia.”

“We are impressed with the Shoplinks team and their ability to execute. Shoplinks solves the billion dollar problem that exists between FMCG promotions and consumers in Southeast Asia. This will significantly streamline FMCG marketing spending,” he added.

Shoplinks offers digital marketing services by simplifying coupon distribution and personalizing coupons for FMCG brands and retailers. The platform seeks to optimize brand promotion activities, therefore, consumers can get attractive offers, both online and offline.

It is due to Southeast Asia’s FMCG brands are considered difficult to distribute promotional activities to buyers. According to company data, Southeast Asia’s FMCG brands spend $28 billion on promotion every year, but 70% of this total budget is considered wasted because it is not right on target and lacks personalization.

Also, the impact of the Covid-19 pandemic which resulted in the loss of potential retailer income. Sharing shops and supermarket outlets is difficult to promote because the services are yet to be digitized.

Strengthen its position in Indonesia

Furthermore, Shoplinks’ Co-founder & CEO, Teresa Condicion said that she would use this funding to strengthen its position in Indonesia before expanding to other markets in the Southeast Asia region. She also plans to add more teams and expand the partnership networks, both retail companies and stalls, which currently account for 70% of total retail spending in Indonesia.

“We want to democratize Southeast Asia’s retail technology and create a win-win solution for brands, retailers and buyers. This industry is ripe for technological evolution, especially if you look at retailers in developed countries, such as the United States and Europe, which have grown rapidly thanks to technology,” Teresa said.

In general note, Shoplinks was founded by Teresa Condicion and JD Lee. Teresa is Snapcart’s Co-founder, and has served as CEO for four years. She has a strong background of 17 years at P&G. Meanwhile, JD is a techpreneur who is also the co-founder of venture builder Pulsar Ventures.

Was founded in 2020, Shoplinks has proceed thousands of monthly shopping coupons from major FMCG partners, such as Unilever, Johnshon & Johnson, and P&G. It is said to have doubled the use of coupons every month, where these FMCG brands have doubled the profit from its investment in promotions. In addition, Shoplinks said it had contributed to the growth of buyer transactions at the TipTop supermarket chain by up to 30%.

Marketing personalization

Digital transformation in the FMCG sector is taking place although it has not been fully realized at various levels. The world’s major retail brands are starting to focus on consumer data, using analytics to make strategic decisions

In its publication on marketing personalization, the McKinsey report states that advances in technology, data and analytics will greatly enable marketers to create personalized and more ‘human’ marketing across a wide variety of channels to shopping experiences.

Despite the great opportunity, most marketers feel they are not ready to provide such a personalized experience. A McKinsey survey of senior marketing leaders found only 15% of CMOs believe their company is on the right track with personalization. They believe this strategy is proven to drive revenue by 5%-15% and marketing budget efficiency by 10%-30%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Shoplinks

Platform Pemasaran Digital Shoplinks Memperoleh Pendanaan 12,8 Miliar Rupiah

Platform pemasaran FMCG asal Singapura Shoplinks memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $900 ribu atau sekitar 12,8 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh perusahaan modal ventura Cocoon Capital dan partisipasi dari Indonesian Women Empowerment Fund (IWEF).

Belum lama ini, Cocoon Capital juga berinvestasi ke startup logistik lokal TransTRACK.id. Sementara untuk Indonesia Women Empowerment Fund, yang dikelola bersama oleh Moonshot Ventures serta YCAB Ventures, juga sudah mengumumkan portofolio perdananya pada startup Titik Pintar di awal tahun ini.

Dalam keterangan resminya, Managing Partner Cocoon Capital sekaligus Dewan Direksi Shoplinks Michael Blakey mengatakan, pihaknya meyakini platform ini dapat mengakselerasi transformasi digital pada peritel di Asia Tenggara.

“Kami terkesan dengan tim Shoplinks dan kemampuan mereka untuk mengeksekusi. Shoplinks memecahkan masalah miliaran dolar yang terjadi antara promosi FMCG dan konsumen di Asia Tenggara. Ini akan mengefisiensikan pengeluaran pemasaran FMCG secara signifikan,” tambahnya.

Shoplinks menawarkan layanan pemasaran digital dengan menyederhanakan distribusi kupon dan membuat personalisasi kupon bagi brand dan peritel FMCG. Platform tersebut berupaya mengoptimalkan kegiatan promosi brand sehingga konsumen bisa mendapatkan penawaran menarik, baik online maupun offline.

Alasannya, brand FMCG di Asia Tenggara dinilai sulit untuk mendistribusikan kegiatan promosi kepada pembeli. Menurut data perusahaan, setiap tahunnya brand FMCG di Asia Tenggara menghabiskan $28 miliar untuk promosi, tetapi 70% dari total budget ini dinilai sia-sia karena tidak tepat sasaran dan kurang personalisasi.

Ditambah dampak dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan retailer. Berbagi toko dan gerai supermarket sulit untuk melakukan promosi karena layanannya belum terdigitalisasi.

Memperkuat posisi di Indonesia

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Shoplink Teresa Condicion mengatakan akan menggunakan pendanaan ini untuk memperkuat posisinya di Indonesia sebelum ekspansi ke pasar lain di kawasan Asia Tenggara. Pihaknya juga berencana menambah jumlah tim dan memperluas jaringan mitra, baik perusahaan ritel maupun warung yang saat ini menyumbang sebanyak 70% terhadap total pengeluaran ritel di Indonesia.

“Kami ingin mendemokratisasikan teknologi ritel di Asia Tenggara dan menciptakan win-win untuk brand, retailer, dan pembeli. Industri ini sudah matang untuk berevolusi secara teknologi, apalagi jika melihat retailer di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa, telah berkembang pesat berkat teknologi,” ujar Teresa.

Sebagai informasi, Shoplinks didirikan oleh Teresa Condicion dan JD Lee. Teresa adalah Co-founder Snapcart, dan pernah menduduki posisi CEO selama empat tahun. Ia memiliki latar belakang kuat selama 17 tahun di P&G. Sementara JD adalah techprenuer yang juga Co-founder dari venture builder Pulsar Ventures.

Sejak berdiri di 2020, Shoplinks telah memproses ribuan penggunaan kupon belanja per bulannya dari sejumlah mitra FMCG besar, seperti Unilever, Johnshon & Johnson, dan P&G. Pihaknya mengklaim telah mengantongi penggunaan kupon dua kali lipat setiap bulannya, di mana para brand FMCG ini telah melipatgandakan laba dari investasinya di promosi. Selain itu, Shoplinks menyebut telah berkontribusi terhadap pertumbuhan transaksi pembeli di jaringan supermarket TipTop hingga 30%.

Personalisasi pemasaran

Transformasi digital pada sektor FMCG tengah terjadi meski belum terealisasi sepenuhnya di berbagai level. Para brand retail besar dunia mulai fokus terhadap data konsumen, hingga memanfaatkan analitik untuk membuat keputusan strategis

Dalam publikasinya terkait personalisasi pemasaran, laporan McKinsey menyebutkan bahwa kemajuan teknologi, data, dan analitik akan sangat memungkinkan marketer untuk menciptakan pemasaran yang bersifat personal dan lebih ‘manusiawi’ di berbagai macam kanal hingga pengalaman berbelanja.

TransTRACK.ID Bags Seed Funding, to Enhance Logistics Fleet Management Product

Officially launched in April 2019, the fleet management service provider TransTRACK.ID managed to close the seed funding round. Investors participated are including Cocoon Capital, Accelerating Asia, and PT Modal Ventura YCAB.

Overall, they managed to raise an investment of SGD755 thousand (equivalent to $570 thousand or 8 billion Rupiah). Previously, TransTRACK.ID was one of DSLaunchPad 2.0. selected participants. This startup was founded by Anggia Meisesari and Aris Pujud.

“The fresh funds will be used to support product development and sales growth. Currently, TransTRACK.ID is also looking for strategic partnerships and networks for the next funding round,” The CEO, Anggia said.

During the pandemic, the company made a revenue growth of more than 150% compared to the previous season. The need for transportation and logistics during the pandemic creates full potential to supply products and services. These conditions are crucial for monitoring the proper use and functioning of the fleet, drivers, and safety.

“TransTRACK.ID is here to help our customers who operate in the logistics sector and its support, therefore, they don’t have to face various problems such as late deliveries, theft, bad drivers, inefficient costs, and the difficulty of integrating into other systems,” Anggia added.

To date, there are almost 3000 users of the TransTRACK.ID system. The company can serve customers throughout Indonesia, with temporary service points located throughout Java, North Sumatra and South Sumatra. TransTRACK.ID focuses on B2B and B2B2C business models.

In terms of logistics fleet tracking services, there are several startups trying to provide similar solutions in Indonesia. These include Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, and others.

Product excellence

The majority of their revenue stream comes from subscription fees for the Fleet Management System usage and other complementary and supporting applications such as Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance and Driver Management. In addition, the company also earns revenue from software sales (GPS equipment and sensors) as well as development projects.

TransTRACK.ID also provides accident compensation (without additional costs) for customers whose vehicles are equipped, amounting to a maximum of IDR 50 million per person in the event of death, permanent disability, and medical expenses of a maximum of IDR 5 million per person. This compensation applies to 1 driver and 1 passenger, regardless of identity, who was in the vehicle at the time of the accident.

“Our platform is very flexible and capable for integration with more than 1000 types of GPS devices on the market, easy to adapt to customer needs, easy to integrate with other systems, multiple alerts and notifications either via SMS, push notifications on mobile apps, browsers, and windows, also via email in real time, multiple reports, and multiple users with access rights,” Anggia said.

Fleet telematics platform potential

Currently, the number of land vehicles in Indonesia has reached more than 150 million units, and the logistics market in Indonesia is very large. It is predicted to reach $300.3 billion by 2024. The need for fleet telematics is increasing.

It is based on the need to track and monitor vehicle usage, drivers, and safety. Government regulations, in this case the Ministry of Transportation, have issued regulations through PP no. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 which requires the use of GPS for all public transportation operators to monitor operations and improve efficiency.

However, according to a survey conducted by the Indonesian Telematics Equipment Industry Association, the use of GPS tracking on public transport in Indonesia is still less than 10%, or less than 2% of the total number of vehicles in Indonesia. This shows that there is still huge potential for the growth of fleet telematics technology services in Indonesia, such as the services offered by the TransTRACK.ID platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
TransTRACK.id

Kantongi Dana Tahap Awal, TransTRACK.ID Genjot Pengembangan Produk Manajemen Armada Logistik

Setelah resmi meluncur bulan April tahun 2019 lalu, penyedia layanan manajemen pengelolaan armada TransTRACK.ID berhasil menutup putaran pendanaan tahapan awal. Investor yang terlibat adalah Cocoon Capital, Accelerating Asia, dan PT Modal Ventura YCAB.

Secara keseluruhan mereka berhasil mengumpulkan investasi senilai SGD755 ribu (setara dengan $570 ribu atau 8 miliar Rupiah). Sebelumnya TransTRACK.ID juga merupakan salah satu peserta terpilihDSLaunchPad 2.0. Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Anggia Meisesari dan Aris Pujud.

“Dana segar tersebut akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan pertumbuhan sales. Saat ini TransTRACK.ID juga sedang mencari kemitraan strategis dan relasi untuk putaran pendanaan berikutnya,” kata Anggia selaku CEO.

Selama pandemi perusahaan mencatat mengalami pertumbuhan revenue lebih dari 150% dibanding sebelumnya. Besarnya kebutuhan transportasi dan logistik saat pandemi, menjadikan beroperasi dengan potensi penuh untuk memasok produk dan layanan. Kondisi tersebut menjadi krusial untuk memantau penggunaan dan fungsi yang tepat dari armada, pengemudi, dan keselamatan.

“TransTRACK.ID hadir untuk membantu para pelanggan kami yang beroperasi di sektor logistik dan pendukungnya, sehingga mereka tidak perlu menghadapi berbagai masalah seperti pengiriman yang terlambat, pencurian, pengemudi yang buruk, biaya yang tidak efisien, dan sulitnya terintegrasi ke sistem lain,” lanjut Anggia.

Hingga saat ini pengguna sistem TransTRACK.ID sudah hampir 3000 unit. Perusahaan dapat melayani pelanggan di seluruh Indonesia, dengan service point sementara ini berada di seluruh pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. TransTRACK.ID fokus pada model bisnis B2B dan B2B2C.

Untuk layanan pelacakan armada logistik, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang mencoba memberikan solusi. Di antaranya Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, dan lain-lain.

Keunggulan platform

Revenue stream mereka mayoritas berasal dari subscription fee (biaya berlangganan) untuk penggunaan Fleet Management System dan aplikasi pelengkap dan pendukung lainnya seperti Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance dan Driver Management. Selain itu perusahaan juga mendapatkan revenue dari penjualan perangkat lunak (alat GPS dan sensor) serta proyek pengembangan.

TransTRACK.ID juga menyediakan kompensasi kecelakaan (tanpa biaya tambahan) bagi pelanggan yang kendaraannya terpasang alat, sebesar maksimal Rp50 juta per orang apabila terjadi kematian, cacat tetap, dan biaya pengobatan maksimal Rp5 juta per orang. Kompensasi ini berlaku untuk 1 pengemudi dan 1 penumpang, siapa pun identitasnya, yang saat itu berada dalam kendaraan yang mengalami kecelakaan.

“Platform kami sangat fleksibel dan dapat terintegrasi dengan lebih dari 1000 jenis alat GPS di pasaran, mudah untuk disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, mudah untuk diintegrasikan dengan sistem lain, multiple alert dan notifikasi baik itu melalui SMS, push notif di mobile apps, browser, dan windows, juga melalui email secara real time, multiple report, dan multiple user yang dapat diatur hak aksesnya,” kata Anggia.

Potensi platform telematika armada

Tercatat saat ini jumlah kendaraan darat di Indonesia mencapai lebih dari 150 juta unit, dan pasar logistik di Indonesia sangat besar. Diprediksi akan mencapai $300,3 miliar pada tahun 2024. Kebutuhan akan penggunaan telematika armada semakin meningkat.

Hal ini didasari adanya kebutuhan untuk melacak dan memonitor penggunaan kendaraan, pengemudi, dan keamanan keselamatan. Regulasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, telah mengeluarkan aturan melalui PP No. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 yang mensyaratkan penggunaan GPS kepada seluruh operator transportasi umum untuk memantau operasional dan peningkatan efisiensi.

Akan tetapi menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, tingkat penggunaan GPS tracking pada angkutan umum di Indonesia masih kurang dari 10%, atau kurang dari 2% dari total jumlah kendaraan di Indonesia. Hal ini memperlihatkan potensi yang masih sangat besar untuk pertumbuhan layanan teknologi telematika armada di Indonesia, seperti layanan yang ditawarkan oleh platform TransTRACK.ID.

Application Information Will Show Up Here
Cocoon Capital prepares $ 20 million for investment in early stage startups in the Southeast Asia

Cocoon Capital Prepares $20 Million for Investment to Early Stage Startups in Southeast Asia

A Singapore-based venture capital, Cocoon Capital, has announced fresh funding worth of $20 million for startup investment in Southeast Asia. They’re focusing on startup in the enterprise-tech industry with vertical related to deep-tech, fintech, and medtech.

“We saw startup potential in this area with young and tech-savvy talents who understand how to use technology in solving real problems. The idea quality has exceeded what you imagined. Southeast Asia has proven to be the right path for innovation,” Michael Blakey, Cocoon Capital’s Co-Founder and Managing Partner said.

Cocoon Capital’s market is early-stage startups. In addition to Singapore, they’ll also expand to other countries, such as Vietnam, Philippines, and Indonesia. The decision’s made because Cocoon Capital senses a gap in investment or funding for startups.

“Using billions of dollars from venture capital for this area, not many are targeting startups (early stage). Cocoon Capital intends to fill the gap. It’s even more common outside Singapore, that’s why we’re expanding to the neighbor countries,” Will Klippgen, Cocoon Capital’s Co-Founder and Managing Partner, added.

Cocoon Capital is now supported by several investors, such as Vulpes Innovative Technologies Investment Company, Martin Hauge, Playfair Capital, and some others. In addition to providing assistance in funding, Cocoon Capital strives to take business experience and connect strategic partners for startups.

They have a limit for the amount of investment made per year, therefore, partners have more time to give support. In the latest portfolio, Cocoon Capital involved in PropertyGuru and Anchanto funding.

“Southeast Asia is proven to have the capability in making the best results [startups], unicorn, and almost unicorn; including Grab, Tokopedia, Go-jek, Razer, and PropertyGuru. The number of Startups has reached $8 billion in 2017, it increased three times from 2016. We predict the increase to continue in the next few years,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Investasi Cocoon Capital

Cocoon Capital Siapkan Dana Investasi $20 Juta untuk Startup Tahap Awal di Asia Tenggara

Pemodal ventura asal Singapura, Cocoon Capital, mengumumkan telah menyiapkan dana baru senilai $20 juta untuk investasi startup di Asia Tenggara. Mereka akan fokus pada startup yang menggarap solusi di bidang enterprise-tech dengan vertikal meliputi deep-tech, fintech, dan medtech.

“Kami melihat potensi startup di kawasan ini dengan talenta muda dan tech-savvy yang paham bagaimana memanfaatkan teknologi untuk memecahkan masalah nyata. Kualitas ide telah melampaui apa yang bisa dibayangkan. Asia Tenggara terbukti menjadi jalur tepat untuk tujuan inovasi,” terang Co-founder & Managing Partner Cocoon Capital Michael Blakey.

Cocoon Capital menargetkan startup tahap awal. Tidak hanya di Singapura, mereka juga akan melebarkan sayapnya ke negara lain seperti Vietnam, Filipina, dan Indonesia. Hal ini dilakukan karena pihak Cocoon Capital merasa masih adanya kesenjangan investasi atau pendanaan bagi startup.

“Dengan miliaran dolar yang tersedia dari venture capital untuk kawasan ini hanya sebagian kecil yang menargetkan startup (tahap awal). Cocoon Capital berusaha mengisi celah ini. Kesenjangan pendanaan bahkan lebih umum terjadi di luar Singapura, itulah sebabnya kami memperluas jangkauan ke negara-negara tetangga,” imbuh Co-founder & Managing Partner Cocoon Capital Will Klippgen.

Saat ini Cocoon Capital didukung oleh beberapa investor seperti Vulpes Innovative Technologies Investment Company, Martin Hauge, Playfair Capital, dan beberapa lainnya. Selain memberikan bantuan berupa pendanaan, Cocoon Capital juga berusaha untuk membawa pengalaman bisnis dan menghubungkan mitra strategis untuk para startup.

Cocoon turut membatasi jumlah investasi yang dilakukan per tahun, agar para mitra memiliki waktu yang cukup untuk memberikan dukungannya. Di portofolio terbarunya, Cocoon Capital terlibat dalam pendanaan PropertyGuru dan Anchanto.

“Asia Tenggara telah terbukti memiliki kemampuan untuk menghasilkan yang terbaik [startup], unicorn, dan yang mendekati unicorn; termasuk Grab, Tokopedia, Go-jek, Razer dan PropertyGuru. Startup di sini telah mencapai $8 miliar pada tahun 2017, tiga kali lipat dari tahun 2016. Kami memprediksi peningkatan berkelanjutan untuk talent dan capital di wilayah ini dalam beberapa tahun ke depan,” imbuh Will.