Tag Archives: Coffee Ventures

Bagaimana Seharusnya Pendiri Startup Berinteraksi dengan Investor

Acara Clapham Startupfest 2018 menghadirkan sejumlah sesi yang memberikan wawasan baru bagi para peserta yang datang, termasuk para founder startup. Salah satu sesi yang cukup menarik adalah diskusi dengan para investor. Sesi ini menghadirkan Christopher Angkasa, Founder Clapham yang juga mulai aktif sebagai investor, Andy Zain dari Kejora Ventures, dan Kevin Darmawan dari Coffee Ventures. Ketiganya membagikan tips mengenai bagaimana seharusnya menjadi founder startup yang bisa “mengambil hati” para investor.

Bagaimana seharusnya menjadi founder

Setiap investor tentu memiliki preferensi sendiri tentang perusahaan yang ingin ia investasi. Ketiga narasumber sepakat akan memperhatikan faktor menarik yang disajikan para founder. Semacam personal interest yang setidaknya bisa membuat mereka memperhatikan dan mulai ingin mendengar apa yang coba disampaikan founder.

Yang harus digarisbawahi bagi setiap founder untuk bisa setidaknya melangkah mendekati investor adalah mencari pribadi yang passionate, percaya diri, tidak money oriented dan menjadi pribadi ingin belajar atau menerima masukan. Yang diharapkan adalah bahwa setiap founder tidak hanya mengejar uang, tetapi juga mengejar pengalaman dan saran dari investor yang tentu telah menjumpai berbagai macam jenis kesalahan dalam berbisnis.

Industri startup berubah dalam dua tahun terakhir. Akses terhadap kapital semakin mudah, persaingan yang semakin ketat baik dari dalam dan luar negeri, dan banyak hal lainnya membuat semua orang yang ingin terjun di dalam startup akhir-akhir ini benar-benar paham apa yang ingin mereka selesaikan.

“Kalau kalian tidak melakukannya [menjalankan startup] dengan benar-benar baik dan benar-benar mengerti tentang pasar, [dan menunjukkan] kamu punya kelebihan yang khusus di sana, itu bakal susah kompetisinya,” terang Andy.

Hal yang senada disampaikan Kevin. Bahwa persaingan sudah semakin ketat, banyak startup dari luar seperti Tiongkok datang ke Asia Tenggara tidak hanya dengan talenta berbakat tetapi juga dana. Selain itu mereka juga datang dengan “lapar” dan itu yang seharusnya membuat para founder dari Indonesia harus lebih giat dalam belajar.

“Tiap orang beda tapi buat saya itu passion. Gua mau lihat orang datang itu dengan passion,” terang Chris.

Sementara bagi Andy, percaya diri adalah hal yang harus dimiliki oleh seorang founder. “Lebih baik GR daripada telmi” , ujar Andy saat diskusi. Selain percaya diri memahami diri sendiri juga sangat perlu untuk bisa spesifik memilih atau menargetkan investor.

“Kamu harus tahu siapa kamu, kelebihan kamu apa, dan kamu butuh siapa. Jangan random datang ke semua orang,” ujarnya.

Terhubung dengan investor

Tidak banyak kesempatan bagi startup untuk menghubungi investor dengan cara yang biasa-biasa saja. Harus ada sedikit usaha untuk membuat berbeda dan menarik perhatian para investor. Beberapa yang dikisahkan ketiganya saat berada di sesi diskusi Clapham Startupfest 2018 adalah bagaimana bisa di-notice oleh para investor.

Yang pertama adalah dengan menjadi pribadi yang passionate atau percaya diri. Jadi ketika memiliki kesempatan bertemu atau berdiskusi dengan para investor bertemulah dengan energi dan semangat yang positif. Hal tersebut bisa menunjukkan bahwa ada rasa antusiasme dan semangat tinggi ketika bertemu dengan investor.

Selanjutnya adalah mempersiapkan pitch deck dengan baik. Kesempatan bertemu dengan investor adalah hal yang banyak dinantikan oleh setiap pendiri startup, untuk tidak menyianyiakan hal tersebut selalu siapkan pitch sebaik-baiknya. Investor akan lebih senang bertemu dengan founder yang mempresentasikan masalah dan solusi yang ingin diselesaikan dibanding dengan mereka yang hanya membicarakan soal uang dan besaran valuasi.

Kemudian yang terakhir adalah network atau jaringan. Bisa terhubung dengan investor tidak harus langsung bertatap muka, bisa juga mengandalkan jaringan. Misalnya, sebagai seorang founder yang benar-benar membutuhkan bantuan dan bimbingan seorang investor langkah pertama adalah cari tahu seperti apa pola investasi dan daftar portofolio mereka. Selanjutnya seleksi dan pilih yang sekiranya tertarik dengan bidang yang sedang dikerjakan.

Langkah tersebut bisa disambung misalnya dengan mendekati portofolio mereka dan meminta untuk dibantu dihubungkan dengan investor dan lain sebagainya. Yang paling penting adalah buat koneksi sebanyak mungkin untuk membuka kesempatan terhubung.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Clapham Startupfest 2018

Pertumbuhan Startup Baru Melambat, Kesempatan Startup Tahap Awal untuk Berkembang

Sekitar 5-6 tahun lalu, istilah “startup” mulai banyak diperbincangkan. Di kalangan muda, istilah tersebut menjadi lebih populer ketimbang “entrepreneur“. Banyak sekali orang yang antusias dengan dunia startup dan berkeinginan mendirikan startup-nya sendiri, karena terinspirasi pemain yang telah berhasil menoreh sukses.

Istilah startup sendiri muncul ketika teknologi mulai mengambil peran penting dalam sebuah sistem bisnis. Kendati tidak serta-merta, startup banyak merujuk pada bisnis digital yang berupaya menciptakan disrupsi dengan menyuguhkan solusi penyelesaian masalah yang lebih efektif. Lantas, sudah sampai mana perkembangannya sampai saat ini?

DailySocial mencoba menggali insight dari salah satu investor yang cukup berpengalaman dalam bisnis startup, Kevin Darmawan. Ia adalah Founder & Managing Partner Coffee Ventures, spesialisasinya pada early stage startup. Mengawali perbincangan, Kevin menyampaikan pendapatnya bahwa gerakan yang cenderung melambat di lanskap startup saat ini merupakan proses yang sangat wajar.

“Kesuksesan startup yang ada kala itu cukup membuka mata banyak orang. Semua menjadi berpikir membuat perusahaan menggunakan teknologi menjadi solusi keren. Maka banyak orang dengan berbagai latar belakang mencoba masuk ke sana, dengan kapasitas yang belum mumpuni. Sekarang kondisinya berbeda, orang jadi lebih tahu tentang model bisnis dan kondisi yang sebenarnya. Jika diibaratkan perang, sekarang senjatanya jauh lebih siap,” ujar Kevin menerangkan mengapa hype startup terlihat lebih turun dibandingkan awal tren tersebut muncul.

Kevin menjelaskan, perubahan tersebut juga terjadi di kalangan investor. Di awal mungkin banyak investor yang berpikir, investasi di startup nilai dan perputarannya uang kecil. Namun dua tahun terakhir anggapan tersebut cukup terpatahkan, pasalnya investasi di startup juga mampu menghasilkan Return of Investment (ROI) besar. Di Indonesia sendiri investor dari berbagai tempat mulai hadir. Startup mulai diinvestasi dengan nilai yang besar dan dampak yang paling terasa adalah dinamika pasar yang cukup tergoncang.

Terkait melambatnya pertumbuhan startup yang mungkin mulai dirasakan dari dua tahun terakhir Kevin justru beranggapan bahwa itu adalah sebuah proses “seleksi alam” yang baik. Dari sana akan terlihat mana startup yang mau belajar memperbaiki diri dan mana juga yang bisa bertahan dengan persaingan yang semakin ketat.

Proses yang seharusnya di tahap awal

Menurut Kevin, proses eksperimen di startup adalah hal yang tidak bisa dihindari. Misalnya ide awal A harus berubah ke ide B sebagai hasil pivot setelah diuji coba ke konsumen. Yang perlu diperhatikan adalah proses eksperimen tersebut juga harus efektif. Founder harus jeli, bagaimana membuat proses tersebut menjadi lebih cepat dan semurah mungkin.

Ketika harus gagal, setidaknya masih ada energi tersisa untuk memperbaiki diri. Faktanya kebanyakan pelaku startup yang sudah sukses melalui fase awalnya dengan proses eksperimen yang tidak sedikit.

Ada dua permasalahan utama yang sering ditemui pada pemikiran founder di startup tahap awal oleh Kevin. Pertama ialah seputar ide dan asumsinya. Kebanyakan founder berpikir, bahwa ide yang ia temukan terkait permasalahan tertentu memiliki market size yang besar. Kadang mereka lupa untuk memvalidasi melalui riset yang lebih mendalam. Ketika waktu, investasi, dan tenaga sudah terserap banyak, mereka baru menyadari bahwa pasar tidak menginginkan solusi yang ditawarkan.

Yang kedua adalah soal SDM. Hal ini masih berkaitan dengan permasalahan pertama—bahwa kebanyakan dari founder memiliki mindset semua harus cepat. Yang disebut eksperimen, menurut Kevin, harus dilalui dengan sabar, karena yang sebenarnya dipelajari founder dari proses tersebut adalah “detail”.

“Semua pikirannya mau growth hack, growth hack, dan growth hack. Tapi namanya eksperimen harus sabar mempelajari setiap detail, karena dalam startup masing-masing ada ilmunya yang harus dipelajari satu-satu, dari buat produk sampai pemasaran. Harus mendalami eksperimen,” lanjut Kevin.

Banyak masalah yang bisa digali sebagai sumber ide

Salah satu keuntungan tinggal di Indonesia adalah bisa ditemukan banyak permasalahan yang unik. Bahkan tiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kevin mencontohkan kebutuhan di Jakarta saja juga berbeda-beda. Katakanlah antara Jakarta Selatan dan Jakarta Utara, dengan pangsa pasar yang heterogen seperti ini, idealnya inovasi bisa ditempatkan secara lebih tepat.

Hal ini menjadi kesempatan besar, karena pada hakikatnya startup di tahap awal fokusnya memang harus pada penyelesaian masalah. Namun demikian ada hal yang sering disepelekan, yakni untuk fokus pada satu titik ide yang sudah tervalidasi di awal.

“Kalau startup identik dengan tim yang masih kecil, dana terbatas, waktu terbatas, sumber daya terbatas, oleh karena itu mereka harus fokus. Jika mereka tidak fokus –misalnya mencoba menyelesaikan dua atau tiga masalah—maka mereka akan selalu mencoba untuk memecahkan semua masalah, ujung-ujungnya malah jadi nothing,” imbuh Kevin.

Startup perlu menemukan spesialisasinya. Di fase awal ini kepercayaan menjadi penting. Kepercayaan tersebut yang akan membentuk brand image startup itu sendiri. Pun ketika melakukan pitching, yang disuguhkan pertama adalah apa yang mau diselesaikan, bukan medium teknologi yang akan disuguhkan sebagai produk.

“Analoginya seperti ini tentang fokus. Katakanlah kita punya bensin satu liter, tapi kita tidak tahu mau ke mana kita pergi, maka kita tidak akan sampai ke mana-mana. Beda saat kita memutuskan untuk mencari jalan terdekat mencari pom bensin, di sana kita bisa mengisi lebih banyak dan bisa pergi lebih jauh. Startup juga seperti itu, keterbatasan di awal harus dimaksimalkan seefektif mungkin,” ujar Kevin.


Prayogo Ryza terlibat dalam kegiatan wawancara tulisan ini.

Menyimak Curhatan Para Investor Terhadap Startup di Indonesia

Dalam sesi diskusi yang digelar di JSC Hive Jakarta, enam investor yang cukup aktif berinvestasi kepada startup Indonesia yaitu Director Skystar Capital Abraham Hidayat, Investment Manager Venturra Capital Raditya Pramana, Head of Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto, Associate East Ventures Agung Bezharie, Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada, dan Managing Partner Coffee Ventures Kevin Darmawan, menyampaikan “rasa frustrasinya” terhadap startup Indonesia yang belum signifikan berhasil menciptakan inovasi yang baru saat ini.

Sedikitnya jumlah investor yang memberikan pendanaan kepada startup baru tampaknya menjadi bukti nyata rasa frustrasi dan pesimis.

“East Ventures selama ini cukup aktif memberikan pendanaan untuk Indonesia dan Singapura. Namun akhir-akhir ini kami memutuskan untuk lebih fokus kepada startup di luar Indonesia dan Singapura,” kata Agung.

Sempitnya inovasi baru dari startup asal Indonesia serta minimnya pengetahuan dari para founder asal Indonesia terkait dengan bisnis secara umum dan teknologi pada khususnya, merupakan beberapa alasan mengapa pada akhirnya Kevin Darmawan dari Coffee Ventures menganjurkan kepada para Founders untuk menguasai pemahaman bisnis dan teknologi, terkait dengan ide dan inovasi yang bakal dibuat.

“Idealnya para pendiri startup tersebut harus melakukan uji coba terlebih dulu dan tentunya menguasai bisnis yang ada. Namun demikian saat ini cost dari uji coba tersebut sudah tergolong mahal biayanya, menyulitkan kami investor untuk meneruskan investasi.”

Kevin juga menambahkan masih banyak startup baru menerapkan pola yang sama, yaitu membangun bisnis yang sebelumnya sudah ada dan terbilang sukses seperti Tokopedia, GO-JEK dan Traveloka. Hal tersebut menyulitkan investor untuk memiliki minat dan tertarik untuk berinvestasi.

“Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi startup tersebut bisa besar seperti ini. Saat ini ketika teknologi, demand dan ekspektasi semakin tinggi menyulitkan startup untuk tumbuh jika masih menerapkan pola yang serupa.”

Investor semakin “picky” dan berhati-hati

Meskipun saat ini makin banyak investor yang hadir di Indonesia, namun tidak semua investor lokal dan asing tersebut memiliki keyakinan kepada startup baru. Belajar dari pengalaman sebelumnya memberikan investasi kepada startup dan berakhir tidak sukses, pada akhirnya membuat investor harus mengencangkan ikat pinggang dan memilih dengan baik startup yang bakal diinvestasikan.

“Jika kita lihat saat ini pendanaan tahap seed hingga seri B dan C makin sedikit diberikan oleh investor. Salah satu alasannya adalah extra picky dan extra filtering dari investor dalam hal pemberian dana,” kata Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada.

Pemilihan yang ketat tersebut juga dilakukan oleh Head of Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto.

“Bukan hanya startup yang saat ini evolving tapi investor juga evolved. Investor semakin hati- hati saat melakukan investasi dengan mencari tahu terlebih dahulu rencana atau goals dari startup. Investor ingin melihat path dari startup 2-3 tahun ke depan,” kata Aldi.

Aldi juga menambahkan orisinalitas dan produk yang bisa memberikan solusi terbaik merupakan jenis startup yang memiliki potensi dan bakal di lirik oleh investor.

Kekurangan talenta dan dukungan dari pemerintah yang belum memberikan impact

Selama ini pemerintah dan pihak terkait lainnya sudah mulai cukup agresif menghadirkan wadah hingga platform yang bertujuan untuk membantu calon pelaku startup mengembangkan bisnisnya. Namun masih belum terlihat startup yang berkualitas hasil dari program tersebut. Hal ini terjadi menurut Investment Manager Venturra Capital Raditya Pramana adalah masih kurangnya talenta untuk engineer di Indonesia.

“Krisis talenta yang berkualitas mempengaruhi startup asal Indonesia menghasilkan layanan yang baik memanfaatkan teknologi, karena alasan itulah program yang dilancarkan oleh pemerintah belum memiliki impact yang cukup masif untuk ekosistem startup di Indonesia.”

Tren startup favorit investor

Di akhir sesi diskusi tersebut, Director Skystar Capital Abraham Hidayat memberikan beberapa masukan kepada calon pelaku startup yang ingin mendirikan bisnis startup, di antaranya mulai untuk mencoba layanan edutech, healthtech hingga peer-to-peer lending. Layanan lain yang masih bisa digali potensinya adalah logistik.

“Saya menganjurkan kepada calon pelaku startup untuk terus mencari ide-ide baru dan meningkatkan kreativitas yang ada, agar bisa menghadirkan inovasi baru memanfaatkan teknologi yang berguna untuk orang banyak.”

Intinya jangan membangun startup hanya untuk mendapatkan funding atau menarik perhatian media saja. Namun bangun startup yang memiliki layanan dan produk yang baru memanfaatkan teknologi dan tentunya dibutuhkan.

Pada akhirnya para investor tersebut masih memiliki perhatian dan optimis kepada startup Indonesia. Namun hal tersebut kembali lagi kepada ide serta kreativitas yang dimiliki oleh founder agar bisa tampil beda dan unik dengan layanan yang bakal dihadirkan.

“Bisnis kita adalah memberikan funding kepada startup, jika tidak ada startup yang memiliki potensi akan menjadi percuma bisnis kita sebagai investor,” tutup Kevin.

Cara Merekrut Talenta Terbaik

Merekrut tim startup yang solid adalah suatu pekerjaan yang gampang-gampang susah, apalagi bagi startup yang baru berdiri di tahun pertama. Tidak mudah untuk merekrut orang asing yang sama sekali belum mengenal perusahaan Anda. Perlu pengetahuan dan kemampuan tertentu yang perlu Anda kuasai sebelumnya.

Dalam sebuah diskusi panel yang diadakan Plug and Play Indonesia bertajuk “How to Attract and Recruit Top Talents” di Binus University Jakarta, menghadirkan Kevin Darmawan (Coffee Ventures), Sukan Makmuri (KUDO), Lius Widjaja (Wantedly), dan dimoderatori oleh Nayoko Wicaksono (Plug and Play Indonesia), mengupas segala sesuatu mengenai menemukan calon rekrut yang tepat untuk perusahaan. Mulai dari kapan seorang founder perlu merekrut orang baru, bagaimana tekniknya, apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan, dan lain sebagainya.

Rekrut itu mengenai proses membangun hubungan baik

Pembicara sepakat bahwa waktu yang tepat untuk merekrut tim itu sangat bergantung pada kebutuhan perusahaan itu sendiri. Ketika bisnis suatu perusahaan mulai bertumbuh, sudah pasti membutuhkan tambahan tenaga baru untuk mendukungnya. Akan tetapi, yang perlu ditekankan adalah rekrut itu mengenai membangun hubungan baik.

Siapapun calon rekrut yang Anda temui, sekalipun teman sendiri, Anda tidak perlu menyampaikan hal-hal teknis seperti yang dilakukan saat proses rekrut secara konvensional. Teknik yang perlu Anda lakukan adalah menyampaikan cerita yang menggugah berdasarkan pengalaman Anda sendiri ketika merintis perusahaan.

Seperti apa mimpi, visi dan misi yang ingin Anda capai demi mengubah hajat hidup orang banyak, serta solusi yang ingin Anda tawarkan terhadap suatu isu yang terjadi.

“Anda harus cari tahu cara membuktikan mimpi tersebut dengan bisnis model yang sudah Anda buktikan sebelumnya. Dengan cara itu, Anda akan mendapatkan calon rekrut yang terbaik untuk perusahaan,” terang Sukan.

Tak hanya itu, Anda perlu menerapkan percakapan yang terbuka meski baru pertama kali bertemu dengan calon rekrut. Mereka bisa Anda pancing dengan berbincang mengenai keadaan keluarga, mengapa mereka berminat bergabung dengan perusahaan Anda, bila mereka diterima bagaimana komitmen berapa lama durasi bekerja di tempat Anda, dan lainnya.

Hal-hal seperti ini sebaiknya dibicarakan sejak awal, tujuannya agar memancing sikap terbuka dan perbincangan dua arah. Menurut Kevin, berbicara terbuka itu memang susah. Tapi itu perlu diperlukan agar ke depannya kedua belah pihak sama-sama nyaman dengan satu sama lain.

“Intinya adalah perbicangan yang terbuka, ini adalah value yang terpenting dari bentuk komunikasi dua arah. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak akan khawatir bila terjadi masalah ke depannya,” ujar Kevin.

Masalah yang sering terjadi di dalam startup, lanjut Kevin, adalah cekcok antar founder. Ujung-ujungnya mengakibatkan salah satu dari mereka mengundurkan diri dari perusahaan. Maka dari itu, komunikasi terbuka dan dua arah itu perlu senantiasa diterapkan.

Tawarkan fleksibiltas waktu kerja

Meski perusahaan rintisan Anda baru dimulai, bukan berarti Anda tidak bisa memberikan daya tawar yang menarik untuk calon rekrutan. Ketika perusahaan masih bootstrap dan besaran gaji belum menggiurkan, Anda bisa menawarkan fleksibilitas waktu kerja.

Sukan menerangkan, fleksibilitas adalah suatu hal yang menarik untuk orang-orang yang memiliki waktu kerja kantoran. Mereka bisa mencurahkan keahliannya untuk perusahaan di luar waktu kerja.

Di luar itu, Anda bisa menawarkan tentang pembagian saham. Strategi ini dinilai akan menarik calon rekrut Anda untuk turut membangun perusahaan karena ada rasa memiliki yang terlanjur sudah mengikat mereka.

Yang terpenting, bagi Sukan adalah Anda harus transparan dengan segala sesuatunya. Baik itu pembagian saham, keuangan perusahaan dan hal sebagainya.

Gunakan segala sumber untuk mendapatkan calon rekrut terbaik

Sukan melanjutkan, saat merekrut orang baru apalagi untuk menyasar kalangan profesional, pihaknya menerapkan strategi lewat referral dari jaringan yang sudah mereka bangun, seperti rekomendasi dari karyawan KUDO sendiri, atau kenalan. KUDO juga masih melakukan perekrutan lewat platform LinkedIn sebagai salah satu channel mereka.

“Kami selalu memanfaatkan koneksi dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Kami cari tahu sendiri kriteria orang yang kami inginkan, mereka memiliki passion yang kuat dengan kesamaan visi misi.”

Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Kevin. Pihaknya sering menerapkan strategi lewat koneksi pribadi, lalu menghubungi calon rekrut secara langsung. Langkah ini cukup efektif karena dapat menjalin hubungan yang baik pada tahap awal.

Sementara itu, Lius menerapkan cara lewat social media referral kini menjadi suatu tren untuk menjaring kalangan millennial. Cara ini terbukti mulai digunakan oleh klien Wantedly di Jepang karena lebih efektif sekaligus efisien.

Social media referral itu menarik diterapkan bila startup menargetkan kalangan millennial sebagai calon rekrutnya. Hal ini sudah terbukti di Jepang, kantor pusat Wantedly berada. Tenaga kerja yang direkrut lewat social media referral cukup meningkat,” pungkas dia.

Merangkul Pergeseran Paradigma Pengembangan Bakat di Indonesia

Hal menarik dari dinamika perkembangan dunia teknologi dan startup adalah melihat respon yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Contohnya adalah melihat bagaimana sebuah perusahaan mapan atau rintisan menanggapi pergesaran paradigma kerja untuk mengembangkan bakat yang dimiliki.

Dalam ajang Echelon Indonesia 2016 yang akan digelar pada 5-6 April 2016 nanti, Managing Partner Coffee Ventures Kevin Darmawan akan menjadi salah satu tokoh yang berpartisipasi dalam panel diskusi dengan topik  “Embracing a Paradigm Shift for Talent Development in Indonesia”.

Kevin mengatakan, “Kami berharap melalui diskusi ini, para pembaca [pemilik perusahaan, manajemen, profesional, bakat tenaga kerja baru] dapat memperoleh kesadaran dan mulai mengetahui tentang perubahan mendasar yang terjadi di [pengembangan] bakat tenaga kerja. Pada gilirannya, mereka bisa proaktif dan lebih siap untuk merangkul perubahan dan menggunakannya sebagai keungulan kompetitif mereka.”

Ada beberapa hal yang ingin disinggung Kevin dalam sesi panel diskusi nanti. Mulai dari Boundaryless Career, berakhirnya masa ketika karyawan sudah tidak lagi menghabiskan pekerjaan seumur hidup di satu atau dua perusahaan hingga peran dan fungsi HR tradisional yang harus mulai diselaraskan dengan semua perubahaan yang ada.

Kevin mengatakan:

“Dengan menghadiri acara seperti Echelon Indonesia 2016, orang dapat membangun basis pengetahuan mereka, memperluas sumber daya mereka dan menumbuhkan jaringan profesional mereka. Bila semua ini dikombinasikan, orang dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mereka dapat menjadi peserta aktif dan kontributor berharga untuk ekosistem.”

Sebagai ajang konfrensi internasional, Echelon Indonesia 2016 dapat menjadi platform bagistartup, SME, dan perusahaan berbasis teknologi untuk membawa bisnis ke level selanjutnya. Echelon Indonesia akan digelar pada 5-6 April 2016 di balai Kartini, Jakarta.

Penjualan tiket saat ini telah dibuka dan tersedia diskon dengan menggunakan kode“EMPOWER20”.