Tag Archives: coliving

Co-founder dan COO Rukita Sarah Soewatdy / Rukita

Segera Cetak Profit dan Masuk ke Bisnis Fintech, Rukita Berambisi Pimpin Pasar Indekos di Indonesia

Harga properti terus melambung sehingga sulit untuk dijual. Menurut Indonesia Property Watch (IPW), kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih menyewa dibandingkan membeli, terutama di kota-kota besar.

Menurut survei IPW di 2020, generasi muda di kota besar lebih senang menyewa dibandingkan membeli properti. Sebanyak 47,4% responden memilih tinggal di indekos, kemudian 47,1% memilih apartemen, dan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara. Dengan penghasilan rata-rata kaum muda sebesar Rp6 juta-Rp7 juta per bulan, mereka hanya mampu membeli properti dengan cicilan Rp2 juta-Rp2,5 juta per bulan atau seharga Rp200 juta-Rp300 juta.

“Dengan rentang harga tersebut sulit untuk mereka mendapatkan properti di Jakarta. Itu sebabnya, milenial lebih memilih menyewa apartemen atau indekos,” jelas Direktur Eksekutif IPW Ali Tranhanda seperti dikutip dari Berita Satu.

Lebih lanjut, berdasarkan riset, ada sebanyak 39,9% generasi muda tinggal di indekos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp2 juta per bulan. Lalu, sebanyak 38,5% menyewa dengan harga Rp2 juta-Rp3 juta dan 21,6% menyewa dengan harga di atas Rp3 juta.

Kondisi di atas belum mempertimbangkan seperti apa kualitas indekos yang beroperasi saat ini dan kaitannya dari sisi suplai dan demand. Rukita sebagai salah satu proptech berupaya menyelesaikan isu tersebut dengan pendekatan teknologi. Rukita memosisikan diri sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang.

“Dalam hal ini ada masalah karena kebanyakan kost tidak teregulasi, biasanya yang lokasinya bagus pun belum ter-manage dengan baik. Makanya kami hadir sediakan solusi yang inovatif, meningkatkan kualitas hidup orang Indonesia dengan tempat tinggal yang bersih, aman, dan tidak harus mahal,” ucap Co-founder dan COO Rukita Sarah Soewatdy dalam wawancara bersama DailySocial.id.

Solusi yang ditawarkan Rukita pada dasarnya dilatarbelakangi oleh isu di industri, makanya dari hulu ke hilir. Produk-produknya adalah: Infokost, RuOptions, Rukita, dan RuManage. Infokost selama ini dikenal sebagai situs pencarian kost sejak 2011. Startup ini diakuisisi Rukita pada Maret 2022.

Sementara itu, RuOptions mengatasi solusi pemasaran yang menyeluruh untuk pemilik properti yang ingin mengoptimalkan pendapatan dan okupansinya; RuManage untuk permudah pemilik properti mengatur semua unit kost, termasuk memeriksa detail tentang unit dan kamar yang tersisa dan masih terisi, laporan bulanan, dan semua informasi tentang setiap kamar dan tenant.

Terakhir, aplikasi Rukita adalah platform untuk end-user yang ingin menyewa kost yang dilengkapi sejumlah fitur. Misalnya, eksplor kost secara virtual, book kamar, riwayat booking kost, bayar sewa kost, dan service on-demand.

Sarah menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan pemilik properti kost dan membantu mengubah properti menjadi unit rental, mulai dari renovasi hingga mengoperasikan sebagai bisnis co-living yang menjanjikan.

“Kami kerja sama dengan pemilik kost, ruko, atau tanah kosong, yang ingin punya usaha kost, atau sudah tapi ingin memaksimalkan pendapatannya. Kami jadi mitra untuk urus A sampai Z, dari renovasi, desain, penjualan, hingga penagihan kita yang lakukan. Pemilik tinggal duduk santai.”

Rata-rata harga kamar kost yang dioperasikan Rukita antara Rp2 juta sampai Rp3 juta per bulan. Persebarannya mulai dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, Semarang, Palembang, Surabaya, Bali, dan Malang. Total kamar yang dioperasikan mencapai lebih dari 1 juta kamar aktif, bermitra dengan 300 pemilik properti.

Aplikasi Rukita

Capai titik untung

Menurutnya, bisnis pengelolaan co-living lebih prospektif dan punya arah profitabilitas yang jelas. Ada pembagian hasil yang jelas antara Rukita dengan pemilik properti. Pun dari sisi konsumen, tidak ada strategi bakar duit yang jor-joran karena pihaknya melihat ada kebutuhan yang tinggi untuk tempat tinggal yang nyaman di kota-kota besar.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan bisnis co-working space yang bisa dikatakan lebih berat karena punya fungsi yang berbeda dengan co-living. Ibaratnya, walau kantornya memberlakukan kebijakan kerja dari rumah, karyawannya tetap bisa bekerja di mana saja tanpa harus datang ke co-working space.

Alhasil, posisi Rukita sebagai perusahaan proptech lebih stabil. Sarah pun percaya diri memastikan bahwa Rukita akan mencapai titik untung pada akhir tahun ini dalam kurun waktu tiga tahun sejak berdiri. Dia bilang, pandemi menjadi pembuktian bahwa setiap perusahaan harus punya model bisnis yang baik dengan arah profitabilitas yang jelas.

“Kami sangat memerhatikan unit economics, semua decision yang kita ambil harus bertanggung jawab. Saat ini sudah bukan lagi zamannya bakar duit, semuanya harus dilakukan secara bertanggung jawab. Kami akan profitable akhir tahun ini karena core bisnis kami sudah sangat sustain dan bisa berdiri tanpa harus didukung fundraising.”

Namun begitu, bukan berarti Rukita tidak mencari penggalangan dana berikutnya. Sarah mengatakan rencana ini akan dimulai pada tahun depan dengan fokus menumbuhkan bisnis fintech RuFinance. Unit bisnis terbaru ini merupakan bagian dari ambisi selanjutnya perusahaan yang ingin mendorong pengusaha indekos baru, namun kesulitan dalam memulainya.

RuFinance

Langkah menginisiasi RuFinance dimulai perusahaan baru-baru ini dengan meresmikan kerja sama dengan Bank OCBC NISP. Dalam kesepakatan tersebut, Bank OCBC NISP akan menyediakan kredit sebesar Rp724 miliar agar pengusaha muda memiliki akses pendanaan dengan mudah untuk mulai bisnis co-living sebagai alternatif sumber penghasilan pasif, termasuk langkah memperluas jaringan Rukita yang ditargetkan merambah ke Indonesia bagian timur.

Diklaim skema pembiayaan dalam program ini fleksibel dan dapat dikendalikan karena saldo giro nasabah akan diperhitungkan, sehingga jangka waktu kredit dapat menjadi lebih pendek dari yang direncanakan di awal. Untuk itu, semakin banyak saldo giro, maka secara otomatis mengurangi beban cicilan serta bunga pinjaman.

Pengusaha yang tertarik akan diverifikasi  tim Rukita dan Bank OCBC NISP apakah layak mendapatkan pinjaman. Jika dinyatakan lulus verifikasi, mereka dapat langsung menandatangani kontrak pinjaman dengan bank dan kontrak manajemen dengan Rukita.

Setelah itu, pengguna dapat menyelesaikan proses administrasi jual beli sampai dengan akad kredit. Selanjutnya Rukita akan menyiapkan gedung untuk disewakan, mengelola operasionalnya, dan pengguna dapat mengalihkan pendapatannya untuk membayar cicilan.

Inovasi ini, sambung Sarah, adalah fokus berikutnya perusahaan yang tak luput terimbas dari dampak pandemi sejak 2020. Awalnya target konsumen Rukita adalah mahasiswa, alhasil saat awal pandemi terjadi penurunan okupansi karena mereka kembali ke rumah masing-masing dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara virtual.

Perusahaan mulai ubah target menjadi para pekerja muda yang terbukti berhasil meningkatkan okupansi rata-rata sebesar 90% dari saat pandemi sempat menyentuh angka 70%. “Kita punya product-market-fit yang baik karena meski pandemi, solusi kita tetap dibutuhkan masyarakat, makanya kita bisa sustain okupansi dengan baik.”

Menurut Sarah, tidak ada perubahan signifikan dari awalnya mahasiswa menjadi pekerja. Sebab kebutuhan mereka kurang lebih sama, kenyamanan, kebersihan, jaringan internet yang kuat, dan jasa kebersihan yang tersedia. Meski mayoritas para pekerja mendapat keringanan untuk kerja dari rumah, mereka tetap menginginkan tempat tinggal sementara agar dapat fokus kerja.

Dari internal Rukita, penyesuaian cara kerja juga diberlakukan selama pandemi untuk tim yang bisa bekerja dari rumah dan tetap harus di lapangan. Misalnya, mengadakan rapat mingguan dengan antar divisi untuk memecahkan suatu masalah secara bersama.

Lesson learned-nya adalah kita harus beradaptasi dengan cepat, resilient, tim kita beradaptasi dari offline ke online dan sebaliknya, semua kita decide dengan baik agar semua tim bisa bekerja dengan lancar dan cepat.”

Berhubung jajaran petinggi Rukita dipimpin perempuan, Sarah juga mendorong para karyawannya, terlepas dari jenis kelamin dan ras, untuk menjadi pemimpin dan berinovasi. Per September 2022, tim Rukita berjumlah lebih dari 313 orang dengan persentase 43,5% perempuan dan 56,5% laki-laki. “Kami tidak melimitasi kalau ada siapapun yang punya potensi baik untuk didukung penuh karena siapapun bisa jadi leader,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here
RuOptions Rukita

Mudahkan Pemilik Properti Kelola Bisnis, Rukita Luncurkan Layanan “RuOptions”

Meluncur sebagai platform proptech yang berfokus menyediakan layanan pengelolaan properti secara menyeluruh, Rukita mulai melihat besarnya kebutuhan dari pemilik properti yang secara khusus membutuhkan dukungan dari sisi pemasaran dan penjualan.

Melihat potensi tersebut, Rukita menghadirkan “RuOptions” bagi pemilik properti yang ingin mengoptimalkan upaya pemasaran dan penjualan hunian indekosnya dengan kegiatan operasional yang dikelola secara mandiri.

Kepada DailySocial, Co-founder & COO Rukita Sarah Soewatdy mengungkapkan, dengan layanan ini, pemilik properti memiliki peluang lebih tinggi dalam memaksimalkan bisnisnya dengan menjaring calon penghuni milenial.

“Layanan RuOptions menerapkan sistem pemasaran dan penjualan terintegrasi, baik secara offline maupun online. Seluruh kegiatannya pun dikelola sepenuhnya oleh tim Rukita, mulai dari pembuatan materi dan dokumentasi yang menarik, proses pemasaran di berbagai kanal, transaksi, hingga onboarding penghuni.”

Selain itu, Rukita juga menyediakan tim layanan pelanggan serta mengelola proses administrasi dan penagihan biaya sewa penghuni, sehingga mitra pemilik properti dapat berfokus pada hal operasional. Dasbor khusus juga disediakan bagi mitra untuk memonitor tingkat okupansinya secara real-time. Di samping itu, Rukita juga menyediakan layanan operasional tambahan, seperti tenaga kerja kebersihan dan keamanan yang terlatih.

Sementara itu untuk penghuni, RuOptions memberikan lebih banyak pilihan tempat tinggal yang layak dengan rentang harga yang lebih beragam sesuai anggarannya. Para penghuni pun tetap dapat memperoleh keuntungan menarik layaknya para Rukees yang tinggal di unit Rukita lainnya, seperti mendapatkan penawaran khusus dari para mitra, akses ke aplikasi Rukita, menjadi bagian dari komunitas Rukees dan bergabung di kegiatan komunitas.

Hingga saat ini Rukita telah mengoperasikan lebih dari 3500 kamar di wilayah Jadetabek dengan 2800+ penghuni dan 120+ mitra pemilik properti. Tahun ini ada sejumlah target yang akan dilancarkan oleh Rukita, di antaranya adalah ekspansi bisnis di wilayah Jadetabek dan inovasi produk untuk menjawab kebutuhan kalangan milenial akan hunian coliving. Untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan lebih, Rukita juga akan berfokus pada pengembangan teknologi dengan menghadirkan fitur baru di aplikasi tenant dan memperkaya ekosistem di platformnya melalui rangkaian kemitraan.

Community engagement juga akan menjadi prioritas utama Rukita untuk menciptakan komunitas yang lebih aktif dan akrab sejalan dengan ciri khas hunian coliving. Sementara itu, pembicaraan tentang pendanaan selalu berjalan dan fokus kami tetap untuk berusaha mewujudkan misi utama kami,” kata Sarah.

Untuk bisa tampil lebih unggul dibandingkan pemain lainnya seperti RoomME, Mamikos dan lainnya, Rukita menciptakan produk-produk berbasis teknologi yang inovatif untuk menjawab kebutuhan penghuni maupun pemilik properti. Yaitu dengan menyederhanakan proses pencarian hunian secara online, para penghuni dapat memesan layanan & add-ons, melakukan pembayaran sewa, serta mendaftarkan diri dalam kegiatan komunitas melalui aplikasi.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis Rukita

Saat pandemi tahun 2020 lalu, Rukita mengklaim bisa bertahan mengembangkan bisnis dan telah menunjukkan pertumbuhan yang positif berkat adaptasi berkelanjutan. Sejak kuartal ketiga tahun lalu, Rukita terus mengalami pertumbuhan okupansi dengan tingkat okupansi rata-rata saat ini berada di angka 80%. Sementara itu, jumlah penghuni baru pada kuartal pertama tahun ini juga mencapai rekor tertinggi setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 122% pada semester kedua jika dibandingkan dengan semester pertama pada 2020.

Salah satu cara yang dilakukan oleh Rukita untuk mengakali kondisi tersebut adalah melancarkan beberapa inisiatif new normal yang dilakukan untuk menghadirkan layanan yang tetap relevan dalam menjawab kebutuhan saat ini. Mulai dari menyediakan fasilitas yang mendukung produktivitas penghuni saat bekerja dari rumah, memfasilitasi tes rapid antigen, dan lain-lain.

“Rukita juga menggandeng para mitra yang kredibel untuk menghadirkan beragam nilai tambah yang mempermudah para penghuni dalam beradaptasi di era new normal dengan fokus utama pada kenyamanan, kemudahan, dan keselamatan. Sejumlah kemitraan yang sedang berlangsung saat ini, di antaranya Sayurbox, Ruparupa, Lalamove, KlinikGo, Sneakershoot, Elevenia Mart,” kata Sarah.

Salah satu inovasi yang sudah diluncurkan tahun ini adalah, fitur “WFH ready”. Sebuah kamar memiliki fasilitas pendukung WFH yang layak, seperti koneksi internet berkecepatan tinggi, meja dan kursi kerja yang nyaman, lampu meja dengan penerangan yang memadai, rak untuk meletakkan peralatan kantor, hingga mesh board dekoratif yang membuat meja kerja lebih menarik.

Sebagai platform yang menghadirkan solusi lokal, Rukita terdiri atas gabungan tim lokal dengan pemahaman mendalam akan kebiasaan dan preferensi para penghuni dan pemilik properti. Sehingga memungkinkan mereka untuk menyediakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat Indonesia. Contohnya, pasangan yang belum menikah dilarang untuk tinggal bersama.

“Oleh karena itu, Rukita melakukan pengecekan latar belakang bagi calon penghuni secara ketat dan berkomitmen untuk menyewakan hunian secara bulanan untuk meminimalisir permasalahan sosial yang kerap terjadi di properti dengan penyewaan harian. Kebijakan ini menjadi solusi yang menguntungkan, baik bagi kenyamanan penghuni maupun pemilik properti,” tutup Sarah.

Application Information Will Show Up Here

Introducing Rukita Proptech with Co-Living Alternatives

The co-living concept or communal residential is not a new thing in Indonesia. Lately, some startups began working on this concept as the rise of proptech sector. Rukita is one of the players that considered a pioneer of this communal residential concept.

“Co-living at Rukita provides residents with a comfortable living space that supports social interaction with the availability of communal spaces without compromising the privacy of residents who remain guaranteed with private bedrooms,” CEO & Co-Founder, Sabrina Soewatdy said in her written statement.

In general, Rukita offers subscription rooms. It means, Rukita provides all kinds of room requirements for residents, as a boarding room or apartment. Rukita also makes community programs to encourage the residents to interact with each other. These programs are referred to by Rukita as co-living residences.

Business Model

Rukita has currently managed rooms for a year in Jadetabek. In total there are 3000 rooms. They use the revenue sharing system of their cooperation with property owners.

Rukita manages stuff, such as property management services, renovation, maintenance, operations, to marketing. In other words, the owner of the house have no worry and just wait for results.

Sabrina revealed what distinguishes them from other online property rentals is a background check on potential residents. She gave an example of an unmarried couple and daily rental housing as two social problems that often arise from daily rentals.

“In line with our commitment to building a sustainable business in the proptech sector, we are targeting service expansion in the Greater Jakarta area by focusing on quality assurance as our top priority,” Sabrina added.

With such a residential rental model, there are already some startups offering similar services in Indonesia. One of them is Mamikos, they not only offer boarding and apartment listing services but also cooperate with property owners for management.

Market segment

Rukita was inspired by the housing demand of the millennials which continues to grow until 2035, of which around 34% of the population comes from that age group. Potential problems arise because 69.4% (Millennial Report 2019) of this kiwari group are yet to own a house. While property prices in Indonesia, especially Jakarta, are far from consumers’ purchasing power.

Sabrina said their residential concept is suitable for millennial groups living in urban areas, such as urban people, young executives, and foreign workers in Indonesia.

“We are here to improve a better lifestyle for millennials, where we believe that a person will have a better life when he lives in a residence that supports his needs,” said Sabrina.

In terms of funding, Rukita has received an initial funding injection led by Sequoia Surge in the middle of last year. Sabrina said this year’s priority is to maintain service quality. However, she did not deny that funding is one of the ongoing discussions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Rukita

Mengenal Startup Proptech Rukita, Sajikan Layanan Co-Living

Konsep hunian co-living atau komunal memang bukan hal baru di Indonesia. Namun belakangan sejumlah startup mulai menggarap konsep ini sebagai turunan dari sektor proptech yang kian subur. Rukita adalah salah satu pemain yang namanya mencuat sebagai pembesut konsep hunian komunal ini.

Co-living di Rukita memberi penghuni kenyamanan tempat tinggal yang mendukung interaksi sosial dengan ketersediaan ruang-ruang komunal tanpa mengabaikan privasi penghuni yang tetap terjamin dengan kamar tidur pribadi,” ujar CEO & Co-Founder Sabrina Soewatdy dalam pernyataan tertulisnya.

Pada dasarnya Rukita menawarkan kamar berlangganan. Ini artinya Rukita menyediakan semua kebutuhan kamar bagi penghuni, baik itu kamar indekos atau apartemen. Rukita juga membuat program-program komunitas untuk mendorong para penghuninya saling berinteraksi. Program-program ini yang dimaksud oleh Rukita sebagai hunian co-living.

Model bisnis

Kamar yang dikelola Rukita selama setahun beroperasi tersebar di Jadetabek. Total ada 3000 kamar yang mereka kelola. Adapun sistem kerja sama mereka dengan para pemilik properti adalah sistem bagi pendapatan (revenue sharing).

Rukita mengurus dari layanan manajemen properti, renovasi, pemeliharaan, operasional, hingga pemasaran. Dengan kata lain pemilik hunian cukup terima bagi hasilnya saja.

Sabrina mengatakan yang membedakan mereka dengan penyewaan properti daring lainnya adalah pengecekan latar belakang calon penghuni. Ia memberi contoh pasangan yang belum menikah dan penyewaan hunian harian sebagai dua masalah sosial yang kerap muncul dari penyewaan harian.

“Sejalan dengan komitmen untuk membangun bisnis yang berkelanjutan di sektor proptech, kami menargetkan ekspansi layanan di wilayah Jabodetabek dengan berfokus pada jaminan kualitas sebagai prioritas utama kami,” imbuh Sabrina.

Dengan model penyewaan tempat hunian seperti itu, sudah ada beberapa startup yang tawarkan layanan serupa di Indonesia. Salah satunya Mamikos, mereka tidak hanya menampilkan layanan listing indekos dan apartemen, tapi juga bekerja sama dengan pemilik properti untuk pengelolaan.

Segmen pasar

Latar belakang Rukita sendiri berasal dari kebutuhan tempat tinggal bagi kelompok usia milenial yang terus membesar hingga 2035, yang mana sekitar 34% jumlah penduduk berasal dari kelompok usia itu. Potensi masalah muncul karena 69,4% (Millennial Report 2019) dari kelompok kiwari ini belum memiliki rumah. Sementara harga properti di Indonesia, khususnya Jakarta, jauh dari daya beli konsumen.

Sabrina mengatakan konsep hunian mereka cocok untuk kelompok milenial yang tinggal di wilayah urban mulai dari urban, eksekutif muda, dan pekerja asing di Indonesia.

“Kami hadir untuk meningkatkan gaya hidup yang lebih baik bagi kaum milenial, di mana kami percaya bahwa seseorang akan memiliki hidup yang lebih baik saat ia tinggal di hunian yang mendukung kebutuhannya,” ucap Sabrina.

Dari aspek pendanaan, Rukita terakhir mendapat suntikan pendanaan awal yang dipimpin oleh Sequoia Surge pada pertengahan tahun lalu. Sabrina menyebut tahun ini prioritasnya adalah mempertahankan kualitas layanan. Namun ia tak menyangkal bahwa pembicaraan tentang pendanaan masih terus berjalan.

Application Information Will Show Up Here
Wellspaces.co

Freeware Spaces “Rebranding” Jadi Wellspaces.co, Tawarkan Layanan yang Lebih Beragam

Setelah menghadirkan layanan coworking space sejak tahun 2012, Freeware Spaces kini rebranding dengan nama dan konsep baru menjadi Wellspaces.co. Proses rebranding ini diklaim telah berjalan selama beberapa bulan. Didukung dengan layanan baru untuk startup hingga korporasi, Wellspaces.co diharapkan bisa menyajikan fasilitas terpadu yang lebih dari sekadar coworking space dan service office biasa.

Layanan baru untuk startup

Tidak berbeda jauh dengan konsep awalnya, bisnis yang didirikan oleh Aryo Ariotedjo tersebut masih menyediakan coworking space dan service office untuk startup. Selain itu Wellspaces.co juga menghadirkan penginapan, kantor dan dapur khusus untuk startup yang menyasar sektor kuliner bernama Wellkitchen.

Kepada DailySocial CMO Wellspaces.co Fritz Aradhana Dylan Prabawa mengungkapkan, konsep baru ini sengaja dihadirkan untuk meng-cater startup terkait untuk meningkatkan bisnis mereka.

F&B industry sendiri geliatnya sangat kencang sekarang dan gaya hidup masyarakat kita untuk mencoba menu-menu baru pun juga mulai menjadi tren. Sementara banyak pendiri startup F&B biasanya berinvestasi banyak di awal. Karena tidak hanya kantor tapi mereka juga harus berinvestasi di alat-alat dan tempat penyimpanan bahan,” kata Fritz.

Dengan Wellkitchen nantinya startup terkait bisa memanfaatkan fasilitas dapur untuk menciptakan produk sebelum ditawarkan kepada target pengguna.

Selain Wellkitchen, Wellspaces.co juga menghadirkan layanan lainnya seperti Workwell, Wellsociety, Wellconnected, Welldefense, Movewell, Dwell dan Wellhouse. Untuk Dwell sendiri, Wellspaces.co memiliki konsep co-living yang saat ini mulai banyak dikembangkan oleh layanan coworking space di Indonesia. Memanfaatkan ruangan yang ada, Wellspaces.co mencoba untuk menyediakan penginapan kepada pendiri dan tim di startup.

Basically Dwell co-living itu seperti kosan yang sudah kita kenal tapi dikelola dengan baik dan dikurasi juga komunitas yang tinggal di dalamnya, sehingga terjadi interaksi yang lebih hidup, tidak hanya pulang untuk tidur lalu berangkat kerja saja,” kata Fritz.

Wellspaces.co juga mencoba untuk menciptakan program agar bisa mendekatkan anggota yang tinggal di dalamnya. Konsep ini sebelumnya sudah diperkenalkan oleh Wellspaces.co dengan nama The Stay Antasari 27. Fasilitas ini tentunya dihadirkan untuk mendukung Wellhouse, perbedaan dengan Wellhouse adalah lebih kepada utilitas.

“Kalau Dwell itu seperti kosan (co-living), kalau Wellhouse adalah rumah atau establishment yang kita fokuskan diisi oleh tenant-tenant yang memiliki program bersifat active lifestyle. Jadi di dalamnya nanti ada kelas yoga, kelas dance, kelas jiu jitsu, dan lainnya yang fokusnya pada wellbeing,” kata Fritz.

Target dan fokus Wellspaces.co

Secara keseluruhan fasilitas yang sudah bisa dinikmati dari Wellspaces.co adalah Workwell, Dwell, Wellkitchen dan Welldefense. Hingga saat ini Wellspaces.co telah memiliki sekitar 400 tenant dengan pengguna aktif sekitar 300. Bukan hanya di Jakarta dan sekitarnya, Wellspaces.co juga telah hadir di Medan.

Menyadari saat ini sudah banyak kebutuhan dari industri terkait bukan hanya untuk kantor, namun juga penginapan dan kemudahan proses pekerjaan lainnya, diharapkan Wellspaces.co bisa menjadi pilihan bagi startup yang ingin mempermudah dan mengembangkan bisnis.

Selain gencar menggelar kegiatan yang membantu komunitas startup di Indonesia, Wellspaces.co juga mengklaim telah membantu sekitar 400 entrepreneur. Startup yang merupakan alumni dari Wellspaces.co diantaranya adalah eFishery, Kulina, Telunjuk, Bukalapak, Kumparan, Fabelio, Ralali dan masih banyak lagi.

Rencana Freeware Spaces Tambah Dua Cabang “Co-Living” Baru di Jakarta

Setelah meluncurkan coworking space Freeware Labs dan Freeware Suites, awal tahun 2018 ini Freware Spaces Group kembali mengumumkan inovasi terbaru mengincar entrepreneur di tanah air. Memanfaatkan ruangan yang ada, Freeware Spaces Group telah meresmikan Freeware Living (co-living) yang bernama The Stay Antasari27.

Kepada DailySocial CEO Freeware Spaces Aryo Ariotedjo mengungkapkan, ide didirikannya co-living ini berawal dari pengalaman pribadinya yang kerap kesulitan menemukan sewa properti di Jakarta yang saat ini harga sewanya sudah sangat tinggi.

[Lihat juga: DSTour – Freeware Spaces Equity Building]

“Konsep sih kalau dibilang mirip seperti kost-kostan. Memang kalau di luar negeri seperti Amerika Serikat itu konsep kost-kostan tidak ada, makanya mereka sebut juga sebagai co-living.”

Meskipun telah siap untuk disewa, cabang co-living baru Freeware yang lokasinya ada di Antasari Jakarta Selatan diklaim masih merupakan prototipe untuk studi Research and Development ekspansi co-living Freeware Space Group. Secara khusus Freeware Spaces Group membangun co-living untuk supplement kebutuhan tempat tinggal untuk para tenant-tenant saat ini.

Rencana ekspansi dua cabang baru

Meskipun konsep prototipe ini hanya memiliki 16 kamar, namun Freeware Spaces Group memiliki rencana untuk meluncurkan dua cabang baru co-living di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Untuk dua lokasi tersebut Freeware menargetkan akan menambah sekitar 500 kamar.

“Yang membedakan co-living dan kost mungkin kita akan menonjolkan lebih ke fasilitas umum untuk para tenant seperti gym, coworking, lounge, dan konten tenant yang terkurasi,” kata Aryo.

Untuk pemesanan tenant dari coworking space Freeware bisa melakukan pemesanan melalui situs. Untuk berapa lama waktu kepada pelanggan untuk menginap, Freeware co-living tidak memberikan batas waktu yang pasti.

“Untuk sewa sendiri sangat fleksibel seperti halnya coworking space. Kami melihat ada opportunity untuk membangun tempat tinggal dengan ukuran yang optimal didukung juga dengan interior desain yang memadai,” kata Aryo.

Selain memberikan ruangan privat yang lengkap, desain dari co-living Freeware Space ini didukung oleh Fabelio, marketplace furnitur lokal yang sebelumnya turut mendesain Freeware Suites.

“Kami melihat problem di Jakarta pada khususnya mengalami nilai harga sewa yang luar biasa tinggi dan pembayaran pada umumnya 1 tahun di depan. Hopefully we will be the biggest in Asia,” tutup Aryo.